Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai umat manusia pada zaman modern ini, serta meningkatnya laju pertumbuhan penduduk di setiap daerah di penjuru dunia maka eksploitasi sumber daya alam secara besar- besaran pun tidak dapat dihindari lagi. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi logis dari adanya upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup umat manusia yang sangat besar dan semakin kompleks. Dengan meningkatnya kebutuhan hidup ini yang juga diikuti dengan peningkatan konsumsi akan banyak barang oleh masyarakat dalam jangka panjang dapat menimbulkan berbagai permasalahan. Salah satu permasalahan tersebut adalah meningkatnya volume sampah yang dihasilkan manusia. Sejalan dengan potensi bertambahnya volume sampah yang mungkin diproduksi manusia, di sisi lain kemajuan peradaban manusia juga menuntut pada perlunya lingkungan yang sehat dan bersih. Hal ini sangat berhubungan dengan upaya manusia untuk meningkatkan derajat kesehatan mereka seiring dengan kemajuan peradaban dan hakekat tujuan pembangunan yang menginginkan kesejahteraan pada tiap sisi kehidupan. Pertemuan dua fenomena inilah menempatkan permasalah sampahsebagai titik silang pertemuan yang menuntut penyelesaian. Pada saat ini permasalahan sampah bukan lagi menjadi permasalahan lokal maupun nasional semata namun juga sudah menjadi permasalahan global. Universitas Sumatera Utara Di tingkat nasional, urgensi pengelolaan sampah dapat dilihat pada latar belakang lahirnya undang-undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Pada undang- undang tersebut disebutkan bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari- hari manusia danatau proses alam yang berbentuk padat. Pengelolaan sampah dimaksudkan adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah terdiri atas: 1 Sampah rumah tangga berasal dari kegiatan sehari-hari dan rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik ; 2 Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawsan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, danatau fasilitas lainnya ; 3 Sampah spesifik meliputi: a. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun b. Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun c. Sampah yang timbul akibat bencana d. Puing bongkaran bangunan e. Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; danatau f. Sampah yang timbul secara tidak periodik. Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Permasalahan kompleks menyangkut pengelolaan sampah semakin terlihat dari kemunculan pusat-pusat pemukiman manusia yang terkonsentrasi. Fenomena dimana munculnya pola pemukiman yang terkonsentrasi dapat dilihat kehidupan masyarakat perkotaan. Kondisi yang demikian tersebut juga akhirnya menjadikan Universitas Sumatera Utara upaya pengelolalan sampah menjadi sebuah hal penting yang harus dilakukan oleh setiap kota di dunia demi mencapai iklim kota yang nyaman dan kondusif untuk dihuni oleh manusia yang memenuhi standar kelayakan lingkungan. Sebagaimana kota -kota besar lainnya di indonesia, Kota Medan pun tidak lepas dari permasalahan pengelolaan sampah tersebut. Meningkatkan angka pertumbuhan penduduk, adanya keterbatasan lahan, dan tingginya tingkat konsumsi masyarakat menjadi masalah umum di Kota Medan yang terakumulasi dan ikut mendorong kompleksitasnya fenomena yang terkait dengan pengelolaan sampah. Sejalan dengan tingkat urbanisasi yang terjadi yang juga dapat dilihat dari perubahan struktur demografi penduduknya, maka hampir semua kota di dunia termasuk Medan juga menghadapi kendala dengan ketersediaan pemukiman yang layak. Hal ini merupakan konsekwensi langsung dari tingginya permintaan akan tempat tinggal. Pada kondisi seperti itu, maka pesatnya perkembangan industri, perdagangan dan jumlah penduduk kota saat ini sudah tidak lagi sesauai dengan daya dukung alam yang dibarengi dengan buruknya manajerial terhadap tata kota dan laju pertumbuhan penduduk. Muara akhir dari persoalan itu menuntut solusi penyelesainya yang salah satunya adalah fenomena munculnya kompleks-kompleks perumahan yang dapat menampung penduduk kota yang semakin padat. Kemunculan kompleks perumahan dengan beragam konsep orientasi yang ditawarkan juga selalu berasosiasi dengan femomena kemunculan sampah dan pengelolaannya. Kenyataan ini dapat dilihat dari adanya kencenderungan bahwa kompleks perumahan yang saat ini banyak muncul di Kota Medan memiliki kelemahan yang paling umum terkait dengan kondisi terbatasnya tempat pembuangan Universitas Sumatera Utara sampah. Menajemen pengelolaan sampah yang terkait dengan konsentrasi- konsentrasi pemukiman yang ada tersebut semakin bertambahnya seiring dengan semakin panjangnya rantai pengelolaan sampah dalam sistem pengelolaan sampah secara umum di Kota Medan. Realita ini mengharuskan pemerintah setempat untuk bekerja ekstra keras dalam mengelola sampah secara baik dan benar berdasarkan pengetahuan, sumber daya dan dana yang relatif terbatas. Walaupun begitu, upaya baik pemerintah tidaklah selamanya membuahkan hasil yang maksimal, bahkan jauh dari hasil yang mencukupi bila diukur dengan sistem pengelolaan yang baik, aman, sehat, efektif, ekonomis serta ramah lingkungan yang saat ini menjadi keharusan. Pengelolaan yang dilakukan pemerintah cenderung seperti hanya menjalani rutinitas belaka yang memandang sampah sebagai barang buangan yang menjijikkan sehingga penanganannya dipahami hanya sebatas urusan memindahkan, membuang, dan memusnahkan dengan cara yang paling umum dilakukan 1 Sebuah kota pada hakikatnya merupakan suatu tempat pertemuan antara bangsa-bangsa Soekanto, 2004: 158. Begitupun Kota Medan, Kota-kota di dunia pada hakekatnya berkembang dengan karakteristik yang berbeda-beda, karena perkembangan kota sangat dipengaruhi oleh keadaan geografis dan tanpa mempertimbangkan aspek keamanan dan kesehatannya manusia yang terlibat dalam pengelolaannya. 1 Dalam pengamatan prapenelitian yang pernah dilakukan terungkap bahwa pengelolaan sampah terpadu di Kota Medan masih menggunakan sistem yang sangat konvensional yaitu dengan membakar sampah di tempat pembuangan akhir TPA. Hanya sebagian kecil yang dikelola secara daur ulang, itupun mayoritas dilakukan oleh mereka yang secara langsung tidak berhubungan dengan instansi resmi pemerintah yang mengelola sampah. Ini artinya sebagian uasaha daur ulang sampah dilakukan oleh masyarakat dan pihak swasta. Universitas Sumatera Utara sejarahkebudayaan. Keadaan geografis kota lebih mempengaruhi fungsi dan bentuk kota, sedangkan sejarah dan kebudayaan akan mempengaruhi karakteristik dan sifat kemasyarakatan kota. Wikipedia 2011:1 menjelaskan: Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung kehidupan warganya secara mandiri. Pengertian kota sebagaimana yang diterapkan di Indonesia mencakup pengertian town dan city dalam bahasa Inggris. Selain itu, terdapat pula kapitonim kota yang merupakan satuan administrasi negara di bawah provinsi. Kota Medan sebagaimana yang telah diceriterakan sebelumnya juga mengalami sindrom kemunculan kompleks perumahan dengan beragam tipe jika dilihat dari banyaknya jumlah unit, konsep bangunan dan sebagainya. Pertumbuhan atau kemunculan ”jamur pemukiman” yang berupa kompleks perumahan ini dalam perkembangan sosial dan budaya masyarakat tentu tidak selalu memberikan efek positif tapi juga memunculkan efek negatif. Salah satu efek negatif misalnya dengan dibangunnya banyak perumahan maka terjadi pertambahan jumlah penduduk di sebuah daerah yang kemudian akan berimbas pada besarnya potensi sampah yang mungkin dihasilnya. Dengan kondisi seperti ini, maka kegiatan pengolahan sampah bukan menjadi perkara sederhana lagi karena sampah yang berlebihan dapat menimbulkan efek buruk bagi lingkungan seperti menimbulkan pencemaran air, tanah dan dapat menyebabkan penyakit. Berdasarkan data yang ada di ketahui bahwa masyarakat Kota Medan menghasilkan sampah 3.629 m³ hari, atau setara dengan Universitas Sumatera Utara 887,75 Ton hari. Komposisi rata – rata sampah Kota Medan terdiri dari 47,2 sampah organik dan 52,8 sampah anorganik BLH Kota Medan, 2010. Besarnya sampah potensial yang diperkirakan diproduksi oleh masyarakat Kota Medan, jelas menuntut pada ketersediaan sarana dan prasarana pengelolaannya. Selama ini tanggung jawab pengelolaan sampah seakan-akan mutlak hanya menjadi monopoli pemerintah. Bila dikaitkan dengan keterbatasan pemerintah Kota Medan dalam menyediakan sarana dan prasarana untuk mengatasi persoalan sampah, maka sudah barang tentu akan ditemukan banyak kelemahan. Oleh karena itu, mejadi suatu hal wajar jika fasilitas pengangkutan sampah yang tersedia saat ini di Kota Medan cenderung tidak dapat menjangkau seluruh sampah yang diperoduksi oleh semua penduduk Kota Medan. Memperhatikan bahwa persoalan penanganan sampah bukanlan merupakan hal mudah dan sederhana yang ditandai dengan adanya banyak ha, mulai dari jumlah pihak yang terlibat, jenis teknologi yang digunakan, besarnya dana yang dibutuhkan serta hal lainnya, maka kesuksesan pengelolaan sampah memerlukan keinginan yang kuat dari semua elemen masyarakat untuk berperan dalam menjaga kebersihan di lingkungannya. Hal ini tentunya tidak terlepas dari nilai budaya mengenai sampah yang ada dan berkembang di masyarakat. Pada kondisi demikian tersebut, beberapa tahun terakhir bermunculan usaha jasa perantara yang terkait dengan distribusi pengangkutan sampah yang diproduksi oleh penghuni kompleks pemukiman yang ada ke tempat pembuangan sementara dan atau tempat pembungan akhir sampah. Kemunculan usaha ini jelas merupakan respon adaptif sebagaian orang atas kehadiran peluang usaha itu sendiri. Terlepas dari itu, kesediaan sebagaian kelompok masyarakat menjadi penyedia jasa pengangkutan Universitas Sumatera Utara sampah perantara juga hanya akan muncul seiring dengan munculnya nilai baru tentang konsep sampah dan pengelolaannya di masyarakat itu sendiri. Tantangan dan permasalahan inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian kecil masyarakat menjadi peluang dalam mencari penghidupan. Kondisi yang demikian jelas menjadi sebuah fenomena yang menarik dikaji dari sudut Antropologi. Urgensi ini dapat dilihat dari adanya perubahan nilai tentang konsep sampah yang dianut oleh para “pengusaha sampah” yang dengan jeli memanfaatkan keterbatasan sistem pengelolaan sampah yang ada sehingga mereka dapat dianggap mampu menerjemahkan pepatah “sambil menyelam minum air” dalam ikut serta mengatasi permasalahan sampah. Kehadiran “pengusaha sampah” yang mayoritas skala kecil ini begitu menarik jika dilihat dalam ranah keilmuan antropologi. Hal ini tentunya tidak hanya terkait dengan perubahan nilai akan sampah itu sendiri, namun kelahiran “pengusaha sampah” itu sendiri juga merupakan sbuah proses adaptasi yang dilakukan masyarakat atas tantangan yang muncul dalam kehidupannya. Setidaknya, dua hal tersebutlah yang menjadi dasar penelitian tentang penghidupan “pengusaha sampah” ini dilakukan.

1.2. Tinjauan Pustaka