Pak Salim: Profil “Pengusaha Sampah” di Medan Sunggal

BAB III PENGUSAHA SAMPAH: LIKA-LIKU KEHIDUPAN PAK SALIM

3.1. Pak Salim: Profil “Pengusaha Sampah” di Medan Sunggal

Pak Salim, begitu beliau biasa dipanggil. Beliau adalah seorang pria setengah baya yang berusia kurang lebih 50 tahun dengan senyum yang selalu menghiasi wajahnya sehingga ia tampak lebih muda dari usia aslinya, badannya yang tidak terlalu gemuk dan juga tidak terlalu kurus dengan tinggi kurang lebih 165 membuat ia terlihat masih sehat dan bugar. Namun rambutnya yang sudah semakin menipis dengan sedikit uban yang mulai terlihat di kepalanya memang tidak bisa menutupi bahwa dia pria yang sudah berumur. Dari kulitnya yang gelap dan jari-jari tangannya yang tegas itu tersirat bahwa ia adalah pria pekerja keras yang selalu melakukan pekerjaan di luar ruangan. Pria yang lahir dari orang tua asal Banyumas Jawa Timur dengan tujuh bersaudara ini sudah sejak lahir menetap di kota Medan kelurahan tanjung rejo tepatnya di jalan abadi, gang balai desa No. 28. Ia adalah anak paling kecil alias bungsu dari 7 bersaudara, namun sekarang mereka hanya tinggal berlima karena dua saudara mereka sudah mendahului mereka dipanggil yang Maha Kuasa. Pak Salim memulai pendidikannya di Sekolah Dasar dan beliau tidak menyelesaikannya, ia berhenti sekolah di kelas 5 SD dan tidak meneruskannya akibat kondisi ekonomi orang tua. Semenjak itu Pak Salim mulai bekerja serabutan menjadi buruh lepas dan kuli bangunan. Universitas Sumatera Utara Gambar 5. Kondis Rumah Pak Salim sebelum direnovasi Sampai saat ini Pak Salim masih memiliki seorang istri bernama Atik yang setia menemani beliau 30 tahun lamanya. Dari perkawinannya bersama Atik, Pak Salim dianugerahi 3 orang anak. Anak sulungnya bernama Dewi Lestari, Dewi sudah berusia dua puluh tujuh tahun saat ini sudah menikah dan tidak lagi tinggal bersama Pak Salim karena ikut suami yang berada di Aceh. Anak kedua bernama Muhammad Syafi’i, saat ini Syafi’i, begitu ia biasa dipanggil oleh teman-temannya yang telah berusia dua puluh dua tahun ini sangat disayangkan ia hanya menyelesaikan sekolah sampai di tingkat menengah pertama atau SMP yang saat ini terkadang tinggal di rumah kakaknya untuk mencari pekerjaan tetapi masih sering pulang ke rumah orangtuanya. Sedangkan anak ketiga bernama Ayu Agustiani yang berusia tujuh Universitas Sumatera Utara belas tahun baru saja menyelesaikan sekolah menengah atas pada tahun ini dan saat ini tinggal di rumah membantu orang tua. Atik sehari-harinya menerima pesanan kue kecil-kecilan untuk menambah pemasukan keluarga. Selain menerima pesanan kue, Atik juga membuat kue untuk dititipkan ke warung-warung kecil di dekat rumah mereka. Dalam membuat kue, Atik biasanya dibantu oleh anak bungsunya Ayu yang dulu membantunya setiap ia pulang sekolah ketika ia masih duduk di bangku sekolah, hingga saat ini yang pada akhirnya bisa membantu Atik seutuhnya karena sudah menyelesaikan sekolahnya dan saat ini belum ada kegiatan. Dari hasil membuat kue yang dia lalukan setiap harinya, Atik mendapatkan pemasukan tambahan. Hasil yang lumayan untuk menambah anggaran rumah tangga. Rumah tempat Pak Salim tinggal bukanlah rumah mewah ataupun permanen sekalipun. Rumah sederhana yang sudah ditinggali bersama istrinya sejak memulai hidup baru hingga memiliki keturunan dan pada akhirnya anak mereka beranjak dewasa ini tanpa terasa sudah tiga puluh tahun lamanya. Rumah berdinding papan berwarna hijau tua yang warnanya sudah memudar, beratapkan seng yang sudah berkarat dengan ujung-ujung atapnya yang sudah terkikis oleh panas,dingin,dan hujan ini sungguh menyiratkan bahwa usia dari rumah ini tidak lagi muda. Dengan ukuran bangunan sekitar 3 x 7 meter yang tidak terlihat begitu kokoh, memiliki 2 kamar yang bergandengan, dengan perabot rumah yang seadanya. Rumah tersebut memiliki halaman dengan luas sekitar 3 x 3 meter, tanpa ada pagar pembatas rumah. Setengah dari halamannya itu dimanfaatkan Pak Salim untuk menambah penghasilan Universitas Sumatera Utara dengan cara disewakan kepada salah satu tetangganya, yang menggunakan sebidang tanah itu untuk berjualan. Saat ini Pak Salim menjalani profesinya sebagai pengusaha sampah begitu saya menyebutnya kurang lebih sudah 3 tahun. sebelum berprofesi sebagai pengusaha sampah, Pak Salim bekerja sebagai buruh bangunan. Namun penghasilannya tidak begitu mencukupi untuk kehidupannya sehari-hari, sebagai buruh bangunan yang bekerja serabutandan tidak tetap, terkadang ada waktu dimana Pak Salim tidak mendapatkan perkerjaan, maka penghasilan bulanan untuk keluarganya juga tidak tetap. Menjadi seorang pengusaha sampah bukanlah hal yang sudah direncanakan oleh Pak Salim, awalnya beliau hanya dimintai pertolongan oleh seorang pemilik cafe yang tidak jauh dari rumahnya untuk mengangkut sampah cafe dan membuangnya ke tempat pembuangan akhir. Sampah-sampah cafe tersebut diangkut dan dibuang setiap dua hari sekali dan dari pekerjaannya itu Pak Salim mendapat upah seratus lima puluh ribu perbulan. Berawal dari mengangkut sampah cafe, akhirnya Pak Salim mulai dimintai oleh penduduk untuk mengangkut sampah rumah tangga penduduk sekitar. Dari hasil kerja Pak Salim yang giat dan tidak pernah lalai dalam mengerjakan tugasnya, maka beredarlah dari mulut ke mulut tentang pekerjaan Pak Salim itu, sehingga semakin banyak warga sekitar yang meminta jasanya untuk membuang sampah rumah mereka. Pak Salim adalah seorang pekerja keras yang penuh semangat dan pantang menyerah. setiap hari ia bangun pagi untuk melakukan sholat subuh dan memulai pekerjaannya dari pukul 06.00 pagi. Tentunya Pak Salim ditemani oleh istrinya yang Universitas Sumatera Utara selalu setia menemani Pak Salim untuk melalukan sholat subuh serta menyiapkan sarapan untuknya sebelum ia berangkat bekerja. Layaknya sebagai seorang istri yang berbakti kepada suaminya, selain selalu setia menemani Pak Salim setiap paginya, Atik juga tidak membiarkan Pak Salim sendirian mencari nafkah. Atik yang juga seorang pembuat kue selalu giat bekerja untuk tambahan penghasilan keluarga mereka. Hal di atas disampaikan Pak Salim dalam sebuah wawancara: “Bagi saya dan istri ya kalo kerja itu gak perlu pilih-pilih lah, asalkan pekerjaan itu halal dan tidak merugikan siapapun ya kita kerjakan saja, karena rezeki itu ada dimana saja asal kita mau kerja, gak perlu banyak mengeluh dan jangan banyak tuntutan, jadi orang senang buat memperkerjakan kita atau memakai jasa kita lah. wawancara 9 oktober 2013. Sekian lama menjadi pengangkut sampah, menurut yang beliau ceritakan sampai saat ini Pak Salim sangat jarang mendapatkan hambatan besar dalam menjalankan pekerjaannya. Karakter Pak Salim yang ramah, rendah hati, dan tidak muluk-muluk inilah yang membuat orang sekitar lingkungannya tidak pernah bermasalah dengan Pak Salim. Sekali waktu saya bertanya pada Pak Salim apakah pernah ada pelanggan yang menggunakan jasanya tersebut lupa atau tidak membayar upah bulanannya. Pak Salim menjawab pernah dan tindakan yang ia lakukan bukanlah dengan cara kekerasan atau marah-marah kepada pelanggannya itu, tapi cukup sampahnya saja yang tidak beliau angkut. Berikut penyampaian Pak Salim: “Pernah memang ada orang yang gak bayar bulanan, tapi saya gak mau ribut, jadi ya cukup gak saya angkat saja sampahnya, dengan kek gitu kan jadi Universitas Sumatera Utara sadar orang yang punya rumah kalo kita gak dibayar ya sampah juga gak kita angkat, hehehe.... “Wawancara, 11 Oktober 2013. Dengan santai Pak Salim menanggapi masalah tersebut. Pak Salim melambangkan pribadi yang tidak suka membesarkan masalah yang ada, sehingga masalah yang ada pun tidak begitu terasa dan tidak berpengaruh besar dalam kegiatan ia bekerja sehari-hari. Karena sifat Pak Salim itulah yang membuat pelanggan sampahnya tetap senang dan terus menggunakan jasanya. Pernah suatu waktu Pak Salim mengalami sedikit masalah karena beliau jatuh sakit. Ia terkena demam tinggi yang membuat dirinya tidak sanggup beranjak dari tempat tidur, sehingga mengharuskannya beristirahat di rumah untuk beberapa hari. Ia tidak pergi berobat ke dokter, karena sebagai seorang pengangkut sampah berat rasanya untuk mengeluarkan biaya yang terbilang lumayan besar bila ia harus berobat ke dokter, sehingga ia hanya minum obat-obat yang dijual di warung-warung terdekat saja. Hal ini berdampak pada perkerjaan Pak Salim yang notabene harus dikerjakan setiap harinya. Saat itu Pak Salim yang mengalami demam tinggi beristirahat selama tiga hari. Akhirnya untuk menanggulangi masalah pengangkutan sampah yang tidak bisa ia kerjakan selama 3 hari perihal sakitnya itu , ia meminta pertolongan pengangkut sampah lain yang ia kenal sebelumnya di tempat pembuangan sampah akhir TPA. Tentunya Pak Salim memberikan upah kepada temannya yang menggantikan pekerjaan mengangkut sampahnya. Selama peneliti berinteraksi dengan Pak Salim, peneliti merasa bahwa Pak Salim adalah orang yang religius. Karena dari keluarga yang taat beragama, maka sejak dari kecil sampai akhirnya beranjak dewasa Pak Salim menjalani hidup dengan Universitas Sumatera Utara keyakinan-keyakinan agama yang dianutnya itu. Sampai pada akhinya Pak Salim membangun kelurganya sendiri, maka ia pun membimbing keluarganya dengan ajaran agama Islam yang benar sehingga istri dan anaknya menjadi penganut islam yang taat.

3.2. Sampah di Mata Pak Salim