Sampah di Mata Pak Salim

keyakinan-keyakinan agama yang dianutnya itu. Sampai pada akhinya Pak Salim membangun kelurganya sendiri, maka ia pun membimbing keluarganya dengan ajaran agama Islam yang benar sehingga istri dan anaknya menjadi penganut islam yang taat.

3.2. Sampah di Mata Pak Salim

Selain mengangkut sampah dari rumah-rumah penduduk, ternyata Pak Salim juga memilih dan memilah sampah mana yang bisa dijual kembali. Pekerjaan memilah sampah tersebut dilakukan Pak Salim di rumahnya sendiri. Sampah yang diangkutnya dari rumah-rumah penduduk itu dibawanya terlebih dahulu ke rumahnya. Pak Salim bukanlah orang yang malas dan cepat puas dengan penghasilan yang ia dapatkan. Selain rajin, Pak Salim juga jeli melihat peluang yang ada dari pekerjaan yang dilakukannya. Pak Salim menyadari bahwa setiap tumpukan sampah yang ia angkut didalamnya terdapat sampah-sampah yang masih bisa diolah atau dijual kembali. Sampai pada suatu hari saat ia sedang menjalankan tugasnya, Pak Salim menemui seorang agen botot dan menanyakan tentang apakah ada sampah yang bisa dia jual ke agen botot tersebut. Hal ini disampaikan Pak Salim dalam sebuah wawancara: “Jadi waktu itu kan saya berpikir, sayang kalilah kalau seandainya dibuang semua sampah-sampah itu. Pasti masih ada lah yang bisa dijual lagi ke botot. Jadi yah saya coba tanya ke agen di Sunggal itu, apa-apa aja sampah yang masih laku dijual ke dia. Itulah dikasih tahunya, ada botol aqua bisa, karton Universitas Sumatera Utara bisa, kaleng-kaleng seprit,coca cola, kratindeng, sama kaleng-kaleng bir itu pun bisa. Kalo botol kan emang uda tau kita laku dijual. Itu pun kalo karton kadang-kadang gak mau terima orang itu kalo basah. Jadi kalo basah yah harus saya jemur dulu.” wawancara, 9 Oktober 2013. Lewat wawancara tersebut Pak Salim juga menjelaskan rincian harga dari botot yang bisa dijual seperti botol aqua yang sudah dibersihkan dihargai senilai empat ribu rupiah per kilogram, karton bekas dihargai seribu dua ratus rupiah per kilogram, sedangkan kaleng minuman dapat dihargai sampai sembilan ribu rupiah per kilogram. Dalam melakukan pekerjaannya sebagai “pengusaha sampah” Pak Salim tidak pernah mengeluh, ia tampak sangat menikmati pekerjaannya yang sekarang sebagai panggangkut sampah saat ini. Karena ia merasa bahwa pekerjaan yang beliau lakoni sekarang jauh lebih baik dari pekerjaan yang terdahulu. Karena pekerjaannya sekarang sebagai pengangkut sampah mendapatkan hasil upah yang lebih banyak dari pekerjaan sebelumnya sebagai buruh upah. Baginya rezeki selalu ada asal manusia mau berusaha mencari rezeki tersebut sehingga ia sangat mensyukuri atas apa yang sudah dapatkan sekarang. Dan tentu juga dengan doa yang selalu ia panjatkan setiap harinya. Universitas Sumatera Utara

3.3. Strategi Adaptasi Keluarga Pak Salim Sebagai pengusaha Sampah