Politik Dan Lingkungan (Studi Kasus: Implementasi Perjanjian Protokol Kyoto Dalam Mengatasi Masalah Perubahan Iklim Di Indonesia).

(1)

POLITIK DAN LINGKUNGAN

(STUDI KASUS: IMPLEMENTASI PERJANJIAN PROTOKOL KYOTO DALAM MENGATASI MASALAH PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA)

Emma Rika Fitri Sanda Tobing 040906067

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh: Nama : Emma Rika Fitri Sanda Tobing

Nim : 040906067

Departemen : Ilmu Politik

Judul : POLITIK DAN LINGKUNGAN

(STUDI KASUS: IMPLEMENTASI PERJANJIAN PROTOKOL

KYOTO DALAM MENGATASI MASALAH PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA).

Medan, 14 Desember 2007

Pembimbing Pembaca

Indra Kesuma S.IP, MSi. Warjio SS, MA. NIP: 132 313 749 NIP: 132 316 810

Ketua Departemen

Drs. Heri Kusmanto, MA NIP: 132 215 084

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah di uji dan dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi Departemen

Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Pada: Hari/ Tanggal : Jumat/ 14 desember 2007

Waktu : 11.00 s/d 12.30

Tempat : Ruang Sidang FISIP USU

TIM PENGUJI:

Ketua Penguji

Drs. Heri Kusmanto, MA

NIP. 132 215 084 ( _______________ )

Penguji I

Indra Kesuma, S.IP, M.Si

NIP. 132 313 749

( ________________ )

Penguji II

Warjio, SS, MA

NIP.132 316 810


(4)

Halaman Pernyataan

PERNYATAAN

POLITIK DAN LINGKUNGAN

( IMPLEMENTASI PERJANJIAN PROTOKOL KYOTO DALAM MENGATASI MASALAH PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA )

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis, kecuali yang tertulis dalam naskah ini disebut dalam daftar pustaka.

Medan, 14 Desember 2007

( Emma Rika Fitri Sanda Tobing )


(5)

KATA PENGANTAR

SyaLoOm……….!! Salam Sejahtera bagi kita Semua…..!

Terlebih dahulu penulis mengucap puji dan syukur yang sedalam-dalamnya kepada “Tuhan Yesus Kristus” yang cukup banyak memberikan Berkat serta Kasih-Nya kepada penulis sehingga penulis di berikan kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan dan penyusunan skripsi ini, yang berjudul: “POLITIK DAN

LINGKUNGAN” (Studi Kasus: Implementasi Perjanjian Protokol Kyoto dalam mengatasi masalah perubahan iklim di Indonesia)”. Dalam penyusunan skripsi ini

penulis banyak mendapat kesulitan baik itu dari data, keluarga, serta dari lingkungan penulis sendiri. Tapi berkat bantuan, motivasi, arahan serta dukungan dari berbagai pihak yang penuh keikhlasan hati, membantu dan memberikan masukan pada penulis sehingga penulis tidak putus asa untuk menyelesaikannya, Penulis mengucapkan terimakasih yang setulusnya kepada:

1. Bapak Dr. Chairudin Lubis, SpA, selaku Rektor Universitas Sumatera utara, 2. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara,

3. Bapak Heri Kusmanto, MA, selaku Ketua jurusan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara,


(6)

4. Bang Indra Kesuma Nst, SIP, M.Si selaku dosen pembimbing telah cukup banyak membantu penulis dengan masukan-masukan yang cukup membangun bagi penulis menjadi lebih mandiri, beliau cukup banyak memiliki ide-ide cemerlang, beliau juga memiliki cara tersendiri untuk dikenal orang lain. Beliau cukup banyak memberikan inspirasi-inspirasi baru dan menyakinkan kalau semuanya bisa dilakukan jika kita mau mengerjakannya. makaci buanyaaaaaaak ya bg….!! sukses buat karya-karyanya.

5. Bapak Warjio, S.S, M.Si, Selaku Dosen Pembimbing II, makasi banyak juga pak buat masukan-masukannya, beliau cukup teliti, rajin dan bertanggung jawab terhadap kewajibannya, sukses selalu ya pak……..!

6. Kepada Bapedalda khususnya buat Bapak Erwin Hidayah Hasibuan S.H. M.hum Subbag Organisasi dan Hukum. terima kasih buat informasi serta data-data yang penulis perlukan, buat Ibu Ir.Wan Hidayati Msi selaku ketua UPT Laboratorium Bapedalda.. Terimakasih buat kerjasamanya, tulisan-tulisan, dan laporan-laporan mengenai CDM.

7. Staf-staf FISIP USU, khususnya buat kk Uci (Menjadi Orang yang banyak membantu di jurusan politik, gak ada kk kami pasti kecarian de,he2..), Bang Rusdi juga (banget2 makasihnya ku sering maksain kl ada urusan mendadak,he2 Thx ya….,Biro kemahasiswaan (bg.abel) yang cukup banyak membantu penulis. 8. Kepada kedua orang tuaku, A. Lbn Tobing dan E. Br.Siahaanyang telah

banyak memberiku cinta, kasih sayangnya, mengajarkan banyak makna kesabaran untuk tidak pernah putus asa dalam setiap kesulitan, (makasih


(7)

banyak pa2…ma2…Kalian berdua lah motivasiku terbesar untuk menggapai sukses, air mata mama menjadi Inspirasiku menjadi wanita yang tegar, kesedihan papa memberikan harapan baru bagi masa depanku, aQ sang…at menyanyangi kalian berdua, kuingin menjadi kebanggaan kalian ber-2…Bantu aq melalui doa kalian untuk dapat mencapai kesuksesan dan meraih impian2ku. Aq gak akan bisa memaafkan diriku jika kalian tidak menikmati sedikit kesuksesan itu. Aq gak habis2nya meminta kepada Tuhan untuk memberi umur panjang, kelak aq akan memenuhi semua janjiQ. Doakan aq agar tetap menjadi anak yang terbaik di mata kalian...GOD Blezz Our Family….!)

9. Abangku SanJu ToBink, makasih meNjadi tmn Curhatku, makasih buat dukungannya dan bantuannya baik itu Materi dan Moril yg cukup Bermakna, SelamaT bertugas,, AndALkan Tuhan dalam Pekerjaanmu..Ok? Kakakku (Lidya TobiNk) maKasih menjadi Wali orang tua selama studi di medan, banyak cerita yang memilukan sepanjang Ku tggl bersamamu, air mata, bahkan cucuran darah menjadi pengalaman yang tk terlupakan seumur Hidupku, tetapi Q selalu doaknmu dan keluargamu, Ingat tetap hormat pd suami, Buat Adikku (Saor Tobink) jangan pernah menyerah!kegagalan bukan akhir dari semua rencana, tetapi kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda, ingat ! ORANG SUKSES JUGA SERING MENGALAMI KEGAGALAN. Dan anak co gk blh Malas,,).

10. Buat yang terkasih (Jacky Marpaunk) mksh buat perhatian dan kasih sayangmu, kamu cukup banyak membantu saat-saat dalam kesulitan, km bs menjadi, pacar, Teman sekaligus Ortu gk prnh brhenti menjagaQ, menasehatiQ, ingtkn aQ sll bhw aQ tk sndri Tuhan beserta kita, dan beri jln dlm setiap mslh, Thx bgt,,tetap andalkan Tuhan dalam hubungan ini.


(8)

11. Buat Abang dan kk senior, khususny B’,Ibnu yg kalem (mksh bt masukannya, bntuannya, dn nasehatnya,,jgn prnh mnyerah dlm kesulitan, tetap rajin, dan bertggung jwb.), k’Aira, B’Simon & Gibson (Tetap kompak y..!) B’Tata (buruan nyusul), Boec(org yg aneh), Akhyar, B’surya (si kacamata), B’Dohar, K’Vina, k’Wana, B’ Rolan(Kiwil2),B’Ali dan semuanya.

12. Buat temaN-teman Stmbuk 04, Aget (km temen yg plg bnyk membri inspirasi bg Q, km sllu menguatknku dgn ayat suci s’t Tuhan mencobai Q, km tmn terbaik yang pernah Q temui,mksh bt semua2ny de..sukses bt playananmu get jgn pernah lelah melayani Tuhan, oop..s buat Cintany jg..kt99u Undngannya, jgn lupain aQ ya..Gbu!), Q-sah (jgn terlalu cuex,,ttp jd wnita yg berprinsip, tar kl sukses bgi2 dunx,he2 sukses y!tetap ykn ats kemampuanmu!), Echa(si ce centil jgn kbnykn main ud tua logh..nyusul ya,,!,sukses buat cintanya!) Medrow (si“Father”Motherny mana Ni??he2 u’r my best freN! I’l keep alWys everything 4 our fun memory,Tx eN God always Blezz Us!) Arauna (kpn nyusul),

Cahaya (jgn suka putus asa,km tdk sendiri Tuhan sll memndangmu DIA ada s’t km mngandalknnya, Ingat: TIDAK ADA YG TIDAK MUNGKIN JIKA KITA MAU BERUSAHA,ok!) Ella (sukses y ndut bt nyiarnya), Septri (gigi kawat),

Sally (si imut), Unun(Q suka gaya lo!), Ika (si mungil), Serta (si suara seksi), Sastri (si manja), Chatrin (si lugu), Mburak (jgn klamaan jomblo ne!), Lia,

Mario (Andigan ito awak?ha3), putra, Ganda, Bimby, Putra mulia, Bembeng (kpn Qt maen basket lg?) Ardi (Nyusul ya?),Saut (kriting), Chandra (tar ktm d Jkt z ye,tx y bt bntuan lo!), Beby (undanganny yo!), Icha (hot couple 4 politics), Miranti (si olive,he2), Fuad (si plin-plan), Agung (merdeka!!!!ya kan opung!), sayuti (buLe politik Ne..), Andri (Pintar masak),Amel,Hari

perdana,Aris Pratomo, Anisma (ce alim), Dana, Ade (jgn kbnykn

maen,Skripsiny KPN??telpon2 y kl k tbg)Nanda (si Cabi sering maen ktbink y),Akhyar, Empu, Sandro (hei kpn u tobat!si cowok BEJO nie…) smua bt tmn2


(9)

angk 04 yang belum dapat disebutkan satu persatu,m’f2…Q lupa bw absen ni wktu ngetik,he2..makasih telah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan ini, mengingat banyaknya keterbatasan yan penulis hadapi sehingga dengan kerendahan hati diharapkan saran dan kritik yang membangun agar penulisan ini dapat dimanfaatkan oleh berbagai kalangan serta bagi penulis khususnya.

Medan, 11 Desember 2007


(10)

ABSTRAKSI

Judul: Implementasi Perjanjian Protokol Kyoto dalam mengatasi masalah Perubahan Iklim di Indonesia.

Penulis

Emma Rika Fitri Sanda Tobing

Upaya mengatasi perubahan iklim telah dilakukan melalui konvensi perubahan iklim dalam KTT (UNFCC/ United Nation Framework on Climate Change), pada bulan Juni tahun 1992 di Rio de Janeiro Brasil yang lalu, dan Indonesia telah meratifikasinya melalui Undang-undang No.6 tahun 1994, tetapi sampai saat ini konvensi ini belum dirasakan manfaatnya, hingga dilanjutkan dengan Perjanjian Protokol Kyoto. Prinsip dan tujuan konvensi ini tertelan oleh ramainya pembicaraan tentang Perjanjian Protokol Kyoto yang banyak menarik perhatian publik. Perjanjian Protokol Kyoto jauh lebih mengikat anggota-anggota peserta secara hukum, seperti biasa Indonesia dengan mudah telah meratifikasinya melalui Undang-undang No.17 tahun 2004, dalam perjanjian ini setiap peserta di klasifikasikan kewajibannya untuk menurunkan emisi. Yang menjadi rumusan bagaimana perjanjian Perjanjian Protokol Kyoto diimplementasikan di Indonesia. Penulisan ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian Deskriptif Analisis dengan pendekatan kualitatif.

Yang menjadi tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui melalui apa perjanjian Perjanjian Protokol Kyoto dapat diimplementasikan di Indonesia dalam upaya mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer untuk mencegah terjadinya perubahan iklim sebagai masalah global. Dalam hubungan internasionalnya partisipasi negara diharapkan untuk dapat mendukung terlaksananya perjanjian. Untuk mendukung good environmental governance, ada tiga pilar lain yang harus dikembangkan: transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi. pengagendaan visi lingkungan dalam bentuk pembangunan berkelanjutan menjadi hal yang mutlak segera dilakukan dengan memperhatikan pilar pembangunan berkelanjutan Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan.

Perjanjian Protokol Kyoto di Indonesia di Implementasikan melalui mekanismenya yang ketiga yaitu Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism). Dalam mekanisme ini negara-negara berkembang dapat ikut berpartisipasi mengurangi emisi, penjualan emisi yang dilakukan di negara maju juga dapat dilakukan di negara berkembang seperti Indonesia. Dengan meratifikasi implementasi CDM ini melalui Undang-undang No.17 tahun 2004 secara tidak langsung Indonesia telah ikut dalam aktivitas perdagangan emisi internasional.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR

iv

ABSTRAKSI

viii

DAFTAR ISI

ix

DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR ISTILAH

xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1

1.2 Perumusan Masalah

11

1.3 Batasan Masalah

12

1.4 Tujuan Penelitian


(12)

1.5 Manfaat Penelitian 13

1.6 Kerangka Dasar Pemikiran

13

1.6.1 Implementasi Perjanjian

13

1.6.1.1 Teori Implementasi Grindle 14

1.6.2 Protokol

16

1.6.3 Perjanjian Protokol Kyoto

19

1.6.4 Perjanjian Internasional

20

1.6.5 Kepentingan Nasional

22

1.6.6 Teori Hubungan Internasional

22

1.6.6.1 Pendekatan Liberalis

24

1.6.6.2 Pendekatan Merkantilis

27

1.6.7 Konsep Pembangunan Berkelanjutan

(Sustainable Development )

28

1.7 Ruang Lingkup

31

1.8 Teknik Pengumpulan Data


(13)

1.9 Hipotesa 32

1.0 Sistematika Penulisan

33

BAB II PERJANJIAN PROTOKOL KYOTO DAN LATAR BELAKANG UNDANG-UNDANG NO. 17 TAHUN 2004

34

2.1 Perjanjian Protokol Kyoto

34

2.1.1 Latar Belakang Perjanjian Protokol Kyoto 38

2.1.2 Target Perjanjian Protokol Kyoto 41

2.1.3 Mekanisme Perjanjian Protokol Kyoto 47

2.1.3.1 Joint Implementation (JI)

47

2.1.3.2 Emision Trading (ET)

48

2.1.3.3 Clean Development Mechanism (CDM) 48

2.1.4 Struktur Kelembagaan Perjanjian Protokol Kyoto 50

2.1.5 Manfaat Perjanjian Protokol Kyoto di Indonesia 58

2.2 Latar Belakang Pengesahan Undang-undang No.17 Tahun 2004 59


(14)

BAB III IMPLEMENTASI PERJANJIAN PROTOKOL KYOTO

DI INDONESIA

63

3.1 Implementasi CDM (Clean Development Mechanism)

di Indonesia

64

3.1.1 Implementasi Proyek CDM di Indonesia 65

3.1.1.1 Pengesahan Perjanjian Protokol Kyoto 65

3.1.1.2 Pengembangan Kelembagaan 67

3.1.1.3 Pengembangan Kapasitas 69

3.1.1.4 Peningkatan Kesadaran Masyarakat 70

3.1.2 Lembaga-lembaga Pemerintah yang berkaitan dengan

Mekanisme Pembangunan Bersih di Indonesia 72

3.1.2.1 Komite Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih

KomNas MPB (Designated National Authority/DNA) 72

3.1.2.2 Mekanisme Pembangunan Bersih di sektor Energi

(CDM Energi).

73

3.1.2.2.1 Kondisi Keenergian Terbarukan

saat ini


(15)

3.1.2.3 Mekanisme Pembangunan Bersih di sektor

Kehutanan (CDM Kehutanan)

75

3.1.2.3.1 Kondisi Kehutanan dan Penggunaan Lahan

di Indonesia

75

3.2 CDM dalam mendukung tercapainya tujuan Pembangunan

Berkelanjutan di Indonesia

76

3.3 Hambatan dan Resiko Implementasi CDM di Indonesia 83

3.4 Efektifitas dan Status Ratifikasi Perjanjian Protokol Kyoto 87

3.4.1 Indikator keberhasilan CDM di Indonesia 88

3.4.2 Teori Grindle dalam efektifitas CDM

90

3.4.3 Efektifitas Implementasi CDM di Indonesia 93

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

98

4.1 Kesimpulan

98

4.2 Saran 103


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

Tabel 2.1 Peningkatan Emisi Gas Rumah Kaca sejak tahun 1990 41

Tabel 2.2 Perkembangan CoP dan Hasil Utamanya

53

Tabel 2.3 Cadangan Sumber Energi Terbarukan di Indonesia 74

Tabel 2.4 Deskripsi Kategori Hutan di Indonesia 76


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Rata-rata tingkat Emisi Gas Rumah Kaca 5 Gambar 1.2 Temperatur rata-rata global dari tahun 1860-2000. 6 Gambar 1.3 Temperatur permukaan rata-rata selama periode

1995-2004.Dibandingkan pada temperatur rata-rata

tahun 1940-1980 7

Gambar 1.4 Kenaikan Permukaan laut 8

Gambar 1.5 Implementasi Perjanjian Protokol Kyoto 30

Gambar 2.1 Urutan Tingkat Ekonomi Dunia

45

Gambar 2.2 Struktur Kelembagaan Perjanjian Protokol Kyoto 51

Gambar 3.1 Posisi otoritas nasional (DNA) dalam implementasi CDM 69

Gambar 3.2 Pilar-pilar pembangunan berkelanjutan 79


(18)

DAFTAR ISTILAH

AOSIS Alliance of Small Island States

Perkumpulan negara-negara kepulauan dan berpantai landai yang

sangat terancam dan rentan terhadap perubahan iklim karena naiknya permukaan air laut. Beranggotakan 42 negara. ASEAN Asociation of Southeast Asian Nation

Perhimpunan negara-negara Asia Tenggara yang mengutamakan

Kerjasama ekonomi dan pengembangan kawasan.

BBF Bahan Bakar Fosil

Sumber bahan bakar primer dari cadangan yang tak- terbarukan.

CDM Clean Development Mechanism

Mekanisme penurunan emisi GRK yang dapat dilakukan antara negara maju dan negara berkembang untuk menghasilkan CER.

CEIT Countries with Economies in Transition

Dua puluh lima negara Eropa Tengah dan Timur bekas Unisoviet yang sedang berubah dari ekonomi komunis yang terkendali menjadi ekonomi pasar. Empat belas

diantaranya tergolong Annex I, sedang 11 lainya

tergolong non-AnnexI.

CER Certified Emision Reduction

Unit penurunan emisi GRK yang dilakukan melalui proyek CDM.

CH4 Metana

Salah satu dari enam GRK yang diperhitungkan dalam pasal 3 Perjanjian Protokol Kyoto yang memiliki GWP sekitar

25 kali CO2.


(19)

Salah satu dari enam GRK yang diperhitungkan dalam pasal 3 Perjanjian Protokol Kyoto. Merupakan GRK utama yang dijadikan sebagai referensi GRK yang lain.

CoP Conference of Parties

Konerensi para pihak penandatanganan Konvensi PBB

termasuk Konvensi Perubahan Iklim (UNFCC).

CoP/MoP Conferences of Parties serving as meeting of parties

Konferensi para pihak Konvensi perubahan iklim yang

merupakan pertemuan para pihak Protokol.

DNA Designated National Authority

Lembaga sosial yang ditunjuk pemerintah negara berkembang untuk menangani CDM.

ERU Emision Reduction Unit

Unit penurunan emisi GRK yang dilakukan melalui proyek JI

ERK Efek Rumah Kaca

ET Emission Ttrading

Mekanisme perdagangan emisi antar negara maju untuk menghasilkan AAU.

GEF Global Environment Facilities

Lembaga keuangan yang menangani bantuan untuk pengembangan kapasitas, penguatan kelembagaan,

alih-teknologi, dan adaptasi perubahan iklim bagu UNFCC

dan CBD.

GRK Gas Rumah Kaca

Gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan menyerap

radiasi glombang panjang yang di pancarkan Bumi

sehingga menimbulkan pemanasan atau


(20)

JI Joint Implementation

Mekanisme penurunan emisi GRK yang dapat dilakukan antar

negara maju untuk menghasilkan ERU.

N2O Nitrous Oksida

Salah satu dari enam GRK yang diperhitungkan dalam pasal 3

Perjanjian Protokol Kyoto.

OECD Organization of Economic Co-operation and Development Negara-negara industri yang memasukkan Korea dan Meksiko

sebagai anggota baru.

PDD Project Desing Document

Dokumen rancangan proyek CDM yang diperlukan dalam

proses pengesahan oleh otoritas nasional.

QELROS Quantified Emission Limitation and Reduction Comitments Target penurunan emisi GRK negara maju yang dituangkan

dalam pasal 3 Perjanjian Protokol Kyoto dan

merupakan pasal yang mengikat.

UNCED United Nation Conference on Environment and Development KOnferensi PBB tentang lingkungan dan Pembangunan,

diselenggarakan di Rio de Janeiro Brasil pada tahun

1992 yang dikenal juga dengan nama Earth

Summit.

UNDP United Nation Development Programme

UNEP United Nation Environmental Programme

Progran lingkungan PBB yang membentuk IPCC bersama WMO.

UNFCC United Nation Framework Convention on Climate Change Konvensi Kerangka PBB tentang perubahan Iklim yang

bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi Gas

Rumah Kaca sehingga tidak membahayakan siste

iklim Bumi. Konvensi ini sudah diratifikasi Indonesia dalam bentuk UU No. 6/1994.


(21)

WSSD World Summit on SustainableDevelopment

Pertemuan Puncak tentang pembangunan berkelanjutan yang

membahas pembangunan ekonomi, integritas


(22)

ABSTRAKSI

Judul: Implementasi Perjanjian Protokol Kyoto dalam mengatasi masalah Perubahan Iklim di Indonesia.

Penulis

Emma Rika Fitri Sanda Tobing

Upaya mengatasi perubahan iklim telah dilakukan melalui konvensi perubahan iklim dalam KTT (UNFCC/ United Nation Framework on Climate Change), pada bulan Juni tahun 1992 di Rio de Janeiro Brasil yang lalu, dan Indonesia telah meratifikasinya melalui Undang-undang No.6 tahun 1994, tetapi sampai saat ini konvensi ini belum dirasakan manfaatnya, hingga dilanjutkan dengan Perjanjian Protokol Kyoto. Prinsip dan tujuan konvensi ini tertelan oleh ramainya pembicaraan tentang Perjanjian Protokol Kyoto yang banyak menarik perhatian publik. Perjanjian Protokol Kyoto jauh lebih mengikat anggota-anggota peserta secara hukum, seperti biasa Indonesia dengan mudah telah meratifikasinya melalui Undang-undang No.17 tahun 2004, dalam perjanjian ini setiap peserta di klasifikasikan kewajibannya untuk menurunkan emisi. Yang menjadi rumusan bagaimana perjanjian Perjanjian Protokol Kyoto diimplementasikan di Indonesia. Penulisan ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian Deskriptif Analisis dengan pendekatan kualitatif.

Yang menjadi tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui melalui apa perjanjian Perjanjian Protokol Kyoto dapat diimplementasikan di Indonesia dalam upaya mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer untuk mencegah terjadinya perubahan iklim sebagai masalah global. Dalam hubungan internasionalnya partisipasi negara diharapkan untuk dapat mendukung terlaksananya perjanjian. Untuk mendukung good environmental governance, ada tiga pilar lain yang harus dikembangkan: transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi. pengagendaan visi lingkungan dalam bentuk pembangunan berkelanjutan menjadi hal yang mutlak segera dilakukan dengan memperhatikan pilar pembangunan berkelanjutan Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan.

Perjanjian Protokol Kyoto di Indonesia di Implementasikan melalui mekanismenya yang ketiga yaitu Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism). Dalam mekanisme ini negara-negara berkembang dapat ikut berpartisipasi mengurangi emisi, penjualan emisi yang dilakukan di negara maju juga dapat dilakukan di negara berkembang seperti Indonesia. Dengan meratifikasi implementasi CDM ini melalui Undang-undang No.17 tahun 2004 secara tidak langsung Indonesia telah ikut dalam aktivitas perdagangan emisi internasional.


(23)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Penelitian ini akan membahas tentang implementasi Perjanjian Protokol Kyoto di Indonesia, Perjanjian Protokol Kyoto merupakan salah satu bentuk perjanjian internasional yang menangani masalah Perubahan Iklim (Climate Change). Kerusakan lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini di bumi diakibatkan oleh kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhannya dengan tidak mengindahkan kelestarian alam sekitarnya.

Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk di bumi yang tiap tahun cenderung meningkat, dampaknya kebutuhan hidup manusia juga meningkat akibatnya untuk memenuhi kebutuhan itu sendiri telah terjadi eksploitasi sumber daya alam di berbagai belahan bumi. Akibat dari eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran tanpa memperhitungkan dampak maka mulai timbul apa yang disebut masalah lingkungan hidup.

Meningkatnya aktivitas manusia dalam berbagai bidang terutama perindustrian telah menimbulkan berbagai masalah sosial dan lingkungan hidup yang berkembang baik di tingkat lokal maupun nasional. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh proses dan akibat dari kegiatan-kegiatan yang terjadi ditingkat regional dan global akibat pencemaran dan kerusakan lingkungan yang dilakukan di suatu tempa, dampaknya akan dirasakan di tempat lain yang sangat jauh. Masalah


(24)

lingkungan hidupp ini berkembang lebih lanjut tidak hanya mencakup aspek ekologi tetapi juga aspek sosial ekonomi, dan politik sehingga pemecahan masalah tidak hanya cukup dari sudut ekologi tetapi juga secara komprehensif dari berbagai sudut pandang.

Isu dasar yang dihadapi oleh semua bangsa dan negara adalah menjaga keseimbangan antara kegiatan pembangunan ekonomi yang memanfaatkan sumber daya alam dengan daya dukung lingkungan hidup yang terbatas. Kesadaran global akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup dan ekosistem telah mendorong semua negara di dunia untuk saling bekerja sama secara bahu membahu untuk bersama- sama melestarikan lingkungan hidup demi generasi mendatang. Merosotnya kualitas lingkungan serta meningkatnya kesadaran dan kepedulian lingkungan masyarakat dunia telah melahirkan gerakan-gerakan dan gencar-gencarnya kampanye-kampanye lingkungan di berbagai belahan bumi. Karena masalah lingkungan hidup bukan hanya masalah satu negara saja, maka timbul kesadaran masyarakat internasional bahwa lingkungan hidup merupakan masalah bersama yang harus dicari jalan pemecahannya secara bersama-sama pula. Perhatian dan komitmen internasional dalam menjaga fungsi lingkungan hidup terus tumbuh dan berkembang semenjak diselenggarakannya KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil tahun 1992. Hal ini ditandai dengan adanya berbagai perjanjian internasional baik yang bersifat mengikat (Konvensi dan Protokol) maupun yang bersifat sukarela (kode etik, resolusi dan deklarasi). Sebagai perwujudan konkrit komitmen Indonesia mengenai masalah lingkungan hidup, maka sampai saat ini pemerintah Indonesia melalui Kementerian


(25)

Lingkungan Hidup sebagai focal point telah meratifikasi berbagai Protokol maupun perjanjian internasional di bidang lingkungan hidup.

Dalam hal ini kajian Politik lingkungan (environment political) berkaitan dengan peranan politik para pihak dalam memperjuangkan keadilan dan kelestarian lingkungan. Salah satu ekspresi politik adalah dalam bentuk partai politik atau institusi yang bisa mempengaruhi keputusan politik pemerintah. Seperti pembentukan partai hijau (green party) di Jerman, New Zealand, Swiss dan Inggris pada awal tahun 1970-an atau di Denmark awal tahun 1980-an yang memperjuangkan persoalan lingkungan, pembangunan berpusat pada orang miskin dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan pembangunan di tingkat akar rumput.1

1

Tony Jogo, Politik Lingkungan (Environment Politics) bisa diakses di

Politik lingkungan juga menganalisis persoalan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pasar namun tidak dapat dikontrol oleh pasar. Pasar dan swasta biasanya memiliki kekuasaan dan kontrol walaupun tidak memiliki kewenangan atas sumberdaya alam. Akibat dari perilaku dan tindakan pasar terjadi eksternalitas yang kemudian membutuhkan intervensi pemerintah atau bentuk tata kelola (governane) lain untuk menanganinya. Di sini peranan pemerintah dalam menanggapi keperihatinan publik dan institusi lain dari masyarakat madani atas persoalan lingkungan dapat ditindak-lanjuti dengan membuat dan menegakkan peraturan untuk pengendalian dampak lingkungan maupun mengendalikan atau menindak perusahaan yang menghasilkan dampak negatif pada lingkungan. Tindakan ini dapat diklasifikasi sebagai tindakan


(26)

disinsentif karena memberikan hukuman kepada mereka yang melanggar aturan namun bisa berdampak positif bagi lingkungan. Pemerintah dapat menindak sebagai salah satu bentuk tindakan hukum namun juga dapat memberikan insentif untuk mendorong masyarakat atau swasta untuk lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Dewasa ini masalah lingkungan menjadi masalah yang sangat kompleks, mengingat ruang lingkupnya sangat luas banyak aspek dan sangat sulit untuk dibatasi. Masalah perubahan iklim (Climate Change) sebagai salah satu masalah lingkungan menjadi topik yang sedang dibahas dalam agenda politik lingkungan Internasional, perubahan iklim yang terjadi akibat meningkatnya konsentrasi gas di atmosfer atau sering disebut dengan Efek Rumah Kaca (ERK) akibatnya suhu semakin panas dan iklim menjadi berubah secara tak terkendali, hal ini berasal dari penggunaan Bahan Bakar Fosil (BBF) batubara, minyak bumi, dan gas-gas alam lain.

Salah satu sumber penyumbang karbondioksida (CO2) adalah pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak dominan untuk kemudian digantikan oleh Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan trend penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah menambah jumlah karbondioksida yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbondioksida lebih banyak bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Salah satu penyebab kerusakan iklim ini adalah


(27)

aktivitas industri yang paling banyak menghasilkan gas CO2 (Karbondioksida) ke atmosfer. Peningkatan gas-gas rumah kaca terjadi hingga tahun 2004 dapat dilihat pada Gambar No.1.1

Gambar 1.1 Rata-rata tingkat Emisi Gas Rumah Kaca (Green House Gases/GHGs) - CO2, CH4, N2O, CFC.

sumber diakses Uploaded to Wikipedia March 17, 2005.

Peningkatan terhadap emisi gas rumah kaca ini terjadi sepanjang tahun, berdasarkan Gambar 1.1 terlihat emisi gas CO2 (Carbondioxide), CH4 (Metan), N2O (Nitrous Oksida), dan CFC (Chlorofluorocarbon) meningkat sampai pada tahun 2004.2

2

Wikipedia, PemanasanGlobal, bisa diakses

Gas-gas tersebut memiliki sifat seperti kaca yang meneruskan radiasi cahaya matahari menyerap dan memantulkan radiasi-radiasi gelombang panjang dipancarkan

17 maret 2005.


(28)

bumi yang bersifat panas sehingga suhu atmosfer bumi akan meningkat, bumi yang diliputi gas-gas tersebut selalu lebih panas dibanding suhu udara diluarnya.3

Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya

selama 4,65 milyar dari tahun sejarahnya, pada saat ini, bumi menghadapi pemanasan yang cepat, hal ini disebabkan oleh aktivitas.

Gambar 1.2 Temperatur rata-rata Global dari tahun 1860-2000

sumber: , Wikipedia, dapat dilihat d

tanggal 31 juli 2007.

Berdasarkan Gambar1.2 diatas cukup tampak peningkatan suhu terjadi sejak tahun 1860 sampai tahun 2000.5

3

Daniel Murdiyaso, Perjanjian Protokol Kyoto: Implikasinya bagi Negara Berkembang, KOMPAS, Jakarta: 2003, hal. 1.

Temperatur suhu meningkat seratus tahun yang lalu pada permukaan Bumi.

4

Yenni Saloh, Pemanasan Global, dapat dilihat d diakses tanggal 31 juli 2007.

5


(29)

Gambar 1.3 Temperatur permukaan rata-rata selama periode 1995-2004 dibandingkan pada temperatur rata-rata tahun 1940-1980.

sumber: Wikipedia, dapat dilihat d juli 2007.

Rata-rata temperatur permukaan bumi menjadi sekitar 15°C (59°F). Selama seratus tahun terakhir, rata-rata temperatur ini telah meningkat sebesar 0,6 derajat celsius (1 derajat Fahrenheit). Para ilmuan memperkirakan pemanasan lebih jauh hingga 1,4 - 5,8 derajat Celsius (2,5 - 10,4 derajat Fahrenheit) pada tahun 2100.6 Kenaikan temperatur ini akan mengakibatkan mencairnya es di kutub utara dan menghangatnya lautan, yang mengakibatkan meningkatnya volume lautan serta menaikkan permukaannya sekitar 9-0cm (4 - 40 inchi). Kenaikan permukaan laut dapat di lihat pada bagan 1.4.

6


(30)

Gambar 1.

sumber: Artikel Wikipedia, dapat dilihat di

tanggal 31 juli 2007.Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.

Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai, dampak dari pemanasan global ini bisa menimbulkan banjir di daerah pantai, menenggelamkan pulau-pulau. Beberapa daerah dengan menerima curah hujan yang lebih tinggi, tetapi tanah juga akan lebih cepat kering. Kekeringan tanah ini akan merusak tanaman bahkan menghancurkan suplai makanan di beberapa tempat di dunia. Hewan dan tanaman akan bermigrasi ke arah kutub yang lebih dingin dan spesies yang tidak mampu berpindah akan musnah7

7 Hasil pengamatan Bidang Bina Teknologi Lingkungan Bapedalda-Su berdasarkan data

tahun 2000 tentang dampak perubahan iklim.

. Potensi kerusakan yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini sangat besar sehingga ilmuan-ilmuan ternama dunia menyerukan perlunya kerjasama internasional serta reaksi yang cepat untuk mengatasi masalah ini.


(31)

Sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara dan mempunyai garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, termasuk naiknya permukaan laut, oleh karena Indonesia sebagai negara yang sedang membangun, perlu mengembangkan industri dengan teknologi bersih khususnya yang rendah emisi, dan juga sebagai negara tropis yang memiliki hutan terluas kedua di dunia, Indonesia memiliki peranan penting dalam mempengaruhi iklim bumi, Indonesia perlu ikut aktif mengambil bagian bersama-sama dengan anggota masyarakat internasional lainnya dalam upaya mencegah meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) diatmosfer.

Meningkatnya kepedulian masyarakat global telah dibuktikan dengan di adopsinya konvensi perubahan iklim UNFCC (United Nation Framework on Cimate Change) oleh sebagian besar negara di dunia pada KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil tahun 1992. Sejak saat itu diskusi tentang isu perubahan iklim telah mencapai batu loncatan yang penting. Salah satunya adalah diadopsinya Perjanjian Protokol Kyoto pada tahun 1997, dimana negara industri memberikan komitmenya untuk mengurangi emisi GRK dengan tujuan untuk mencapai stabilisasi konsentrasi GRK di atmosfer. Perjanjian ini tetap berjalan walaupun belum semua negara penghasil emisi seperti Amerika Serikat meratifikasi melalui undang-undang yang lebih mengikat di negaranya.


(32)

Pada tataran internasional peranan negara, donor dan lembaga pembangunan serta Organisasi Bukan Pemerintah (NGO), lembaga pendidikan dan penelitian sangat vital dalam proses politik dalam pengembangan aturan dan kebijakan di tataran internasional. Mereka bisa menghasilkan tekanan eksternal dan pengaruh untuk membuat konvensi, aturan dan institusi lain di tataran internasional yang harus diikuti oleh negara-negara yang terlibat dalam pengelolaan lingkungan. Namun dalam konteks ini sering ada analisis tentang pengaruh swasta yang kuat dengan lobi politik yang cukup efektif menghasilkan pengaruh yang besar dalam politik pembuatan kebijakan di tingkat internasional sehingga kepentingan mereka tidak terusik karena pengendalian lingkungan yang besar. Namun ada juga kekuasaan yang besar dari sebuah negara baik secara langsung oleh pemerintah atau lobi swasta sehingga sebuah negara tidak mau menandatangani sebuah konvensi lingkungan karena akan berpengaruh negatif pada pertumbuhan industri dan ekonomi negaranya, persoalan lingkungan sekarang adalah persoalan lintas negara dan penanganannya memerlukan kerjasama lintas negara.

Di tengah-tengah perdebatan dalam perumusan perjanjian ini Indonesia tidak memikirkan apa akibatnya dikemudian hari, apakah perjanjian ini akan menyebabkan Indonesia semakin bergantung pada kucuran dana yang diberikan oleh negara Industri ataukah perjanjian ini akan membawa kemajuan bagi Indonesia. Ada beberapa hal yang membuat penulis tertarik mengangkat masalah ini. Pertama, karena masalah perubahan iklim adalah masalah global, dampaknya berpengaruh merugikan bagi


(33)

kelangsungan hidup umat manusia di masa yang akan datang oleh karena itu pentingnya aktor-aktor negara merumuskan kebijakan sebagai tindakan penyelamatan lingkungan. Kedua, dalam perjanjian ini tidak hanya melibatkan negara maju, tetapi negara berkembang dapat berpartisipasi melalui mekanismenya, yaitu Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) dengan teknologi ramah lingkungan, dalam konteks Indonesia khususnya dalam era otonomi daerah, kebijakan pemerintah pusat sangat mempengaruhi keterlibatan pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat. Namun pemahaman pemerintah daerah tentang pemanasan global masih belum baik, kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah cukup diperlukan bagi keberhasilan implementasi kegiatan ini di daerah. Ketiga, karena keingintauan penulis lebih dalam mengenai masalah perubahan iklim. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas penulis tertarik untuk mengetahui pelaksanaan Perjanjian Protokol Kyoto di Indonesia, mengingat perjanjian ini belum efektif secara global. Penulis tertarik mengetahui sejauh mana Perjanjian ini sudah berjalan di Indonesia dengan menyoroti mekanismenya di Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang masalah diatas, Peneliti merumuskan permasalahan yaitu: ”Bagaimana Perjanjian Protokol Kyoto diimplementasikan di Indonesia dalam upaya mengatasi masalah perubahan iklim”.


(34)

1.3 Batasan Masalah

Untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian dengan tujuan menghasilkan uraian yang sistematis diperlukan adanya batasan masalah. Pembatasan masalah yang akan dibahas adalah:

1) Penelitian ini menganalisis Implementasi pasal 12 tentang mekanisme Perjanjian Protokol Kyoto Clean Development Mechanism (CDM) yaitu Mekanisme Pembangunan Bersih di Indonesia.

2) Permasalahan yang dibahas yaitu implementasi Perjanjian Protokol Kyoto terhadap pengesahan Undang-undang No.17.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Bagaimana Perjanjian Protokol Kyoto di implementasikan di Indonesia.

2. Untuk mengetahui apa hubungan Indonesia mengesahkan Undang-undang No.17 tahun 2004 dengan penerapan Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB/CDM ).

3. Untuk mengetahui tujuan Indonesia mengimplementasikan Perjanjian Protokol Kyoto.


(35)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi Penulis, untuk mengembangkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah khususnya di bidang Politik dan Lingkungan. 2. Manfaat Praktis, Penelitian ini dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi pemerintah, masyarakat, dan para peneliti untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang masalah-masalah Lingkungan global, khususnya masalah perubahan iklim (Climate change).

3. Manfaat Akademis, Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya penelitian di bidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, khususnya dalam kajian politik dan lingkungan.

1.6 Kerangka Dasar Pemikiran

Sebelum membahas tentang konsep yang dipergunakan maka penulis akan mendefenisikan hal-hal yang terkait pada penelitian ini. Suatu konsep adalah abstraksi. Konsep adalah sepatah kata yang menyatakan kesamaan-kesamaan diantara peristiwa-peristiwa dan situasi-situasi yang diamati dan membedakan fenomena dari peristiwa dan situasi lain.8

1.6.1 Implementasi Perjanjian

Implementasi merupakaan arah tujuan yang ditetapkan serta dapat direalisasikan sebagai kegiatan pemerintah. Yang dimaksud dengan implementasi perjanjian adalah membuat ketentuan-ketentuan untuk menampung apa yang diatur di

8

Komaruddin Sastradipoera, Mencari Makna dibalik Penulisan Skripsi, Tesis, dan disertasi., Bandung, Kappa Sigma; 2005, hal. 248.


(36)

dalam perjanjian yang telah diterima. Tanpa adanya undang-undang yang menampung ketentuan-ketentuan yang terdapat pada perjanjian-perjanjian dimana Indonesia telah memihak, maka perjanjian tersebut tidak dapat dilaksanakan dan tidak ada gunanya.9

1.6.1.1 Teori Implementasi Grindle

Ada beberapa teori yang mempengaruhi para pembuat kebijakan dalam mengambil sebuah keputusan, hingga keputusan itu menjadi sebuah kebijakan yang menguntungkan bagi semua pihak. James E.Anderson merumuskan kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau perubahan.10

“Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu sambil mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan”

Jadi konsep kebijakan ini memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan apa yang dimaksudkan dan konsep ini membedakan kebijakan dari keputusan yang merupakan pikiran diantara berbagai alternatif.

Frederickson dan Hart (1985) mengatakan:

11

9

Bour Mauna, Hukum internasional: Pengertian, Peranan dan fungsi Dalam Era Dinamika Global, Bandung, PT. Alumni: 2001, hal. 145.

10

Hessel Nogi S Tangkilisan, Kebijakan Publik Yang Membumi, Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia, Yogyakarta, 2001, hal., 18.

11


(37)

Berdasarkan pandangan yang diutarakan di atas dapat disimpulkan bahwa proses implementasi kebijakan tidak hanya menyangkut perilaku badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran melainkan menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat dan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap tujuan kebijakan, baik yang negatif maupun yang positif.

Secara sederhana tujuan implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah, mengutip pendapat lain bahwa keseluruhan proses penetapan kebijakan baru bisa mulai apabila tujuan dan sasaran yang semula bersifat umum telah diperinci, program telah dirancang dan juga sejumlah dana telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut. Mengutip teori Grindle, menciptakan model implementasi sebagai kaitan antara tujuan kebijakan dan hasil-hasilnya, hasil kebijakan dipengaruhi oleh isi kebijakan yang terdiri dari :12

1. Kepentingan-kepentinganyang dipengaruhi, 2. Tipe-tipe manfaat,

3. Derajat perubahan yang diharapkan, 4. Letak pengambilan keputusan, 5. Pelaksanaan Program

6. Sumber daya yang dilibatkan.

12


(38)

Menurut Merilee S, teori ini juga dapat dirumuskan sebagai berikut:13

Implementation active influence by: a. Impact on Societyindividual a. Content of policy program and group.

- Program b.Charge and its acceptance. - Constitution type

b. Context of implemention - Power interest and strate of actors,

involve, characteristic. - Buerocracy

- Compliance and Responsive

Sumber: Merilee S, Grindle,Politics and Policy Implementation in the Third World.

University Press, Princeton New Jersey, 1980.

1.6.2 Protokol

Istilah Protokol merupakan terminologi perjanjian internasional, Protokol adalah seperangkat aturan yang mengatur peserta Protokol untuk mencapai tujuan tertentu yang telah disepakati14

13

Merilee S, Grindle,Politics and Policy Implementation in the Third World. University Press, Princeton New Jersey, 1980, hal. 6.

14

WWF, Loc Cit.

. Terminologi Protokol digunakan untuk perjanjian internasional yang materinya lebih sempit dibanding dengan Treaty atau Convention

Policy Goals

Action programs Out Comes

Goals Achieve


(39)

digunakan untuk perjanjian-perjanjian multilateral yang beranggotakan banyak negara pihak. Penggunaan Protokol tersebut memiliki berbagai macam keragaman yaitu: 15

1. Protokol of Signature

Protokol penandatanganan merupakan perangkat tambahan suatu perjanjian internasional yang dibuat oleh pihak-pihak yang sama pada perjanjian. Protokol tersebut biasa berisi hal-hal yang berkaitan dengan penafsiran pasal-pasal tertentu pada perjanjian dan hal-hal yang berkaian dengan pengaturan teknik pelaksanaan perjanjian.

2. Optional Protokol Protokol tambahan memberikan tambahan hak dan kewajiban selain yang diatur dalam perjanjian internasional.

3. Protokol Based on a framework Treaty

Protokol ini merupakan perangkat yang mengatur kewajiban-kewajiban khususnya dalam melaksanakan perjanjian induknya. Protokol tersebut umumnya digunakan untuk menjamin proses pembuatan perjanjian yang berlangsung lebih cepat dan sederhana dan telah digunakan khususnya pada hukum lingkungan.

4. Protokol untuk mengubah beberapa perjanjian internasional seperti Protokol of 1946 amending the agreements,conventions and Protokol on narcotics Drugs.

15


(40)

5. Protokol yang merupakan pelengkap perjanjian Protokol of 1967 relating to the status of refugees yang merupakan pelengkap dari Convention of 1951 relating to the status of Refuges.

Menurut J.G Starke,16

a. Protokol yang merupakan suatu instrumen tambahan dari suatu konvensi yang dibuat oleh negara-negara yang melakukan perundingan yang derajatnya sama dengan konvensi itu sendiri .

Protokol merupakan jenis perjanjian internasional yang kurang formal jika dibandingkan dengan traktat (Treaty) ataupun konvensi (Convention) selanjutnya.

Starke mengklasifikasikan penggunaan istilah potokol dalam beberapa golongan:

b. Protokol yang merupakan suatu instrumen pembantu pada sebuah konvensi tetapi berkedudukan secara berdiri sendiri dan berlaku serta tunduk pada ratifikasi atas konvensi itu sendiri.

c. Protokol sebagai suatu perjanjian yang sifat dan derajatnya sama dengan konvensi.

d. Protokol yang merupakan rekaman atas saling pengertian antara para pihak mengenai masalah-masalah tertentu.

16

Lihat di Parthiana, Wayan I, Hukum Perjanjian Internasional bag I, Bandung, Mandar Maju: 2002, hal. 34.


(41)

1.6.3 Perjanjian Protokol Kyoto

Perjanjian Protokol Kyoto adalah sebuah instrumen hukum ( legal instrument ) yang dirancang untuk mengimplementasikan konvensi perubahan iklim yang bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi Gas Rumah Kaca agar tidak menggangu sistem iklim Bumi.

Perjanjian Protokol Kyoto ini diadopsi pada tanggal 11 Desember 1997. Sesuai dengan ketentuan pasal 25 Perjanjian Protokol Kyoto secara efektif akan berlaku 90 hari setelah diratifikasi oleh paling sedikit 55 pihak konvensi/ negara, termasuk negara maju dengan total emisi karbon dioksida paling sedikit 55% dari total emisi tahun1990 dari kelompok negara-negara industri. Perjanjian Protokol Kyoto mengamanatkan agar negara-negara maju menurunkan emisi rata-ratanya sebesar 5% dari tingkat emisi tahun 1990 pada periode 2008-2012. 17

Menurut rilis pers dari

" Perjanjian Protokol Kyoto adalah sebuah persetujuan sah di mana negara-negara perindustrian akan mengurangi emisi mereka secara kolektif sebesar 5,2% dibandingkan dengan tahun 1990 (namun yang perlu diperhatikan adalah, jika dibandingkan dengan perkiraan jumlah emisi pada tahun 2010 tanpa Protokol, target ini berarti pengurangan sebesar 29%). Tujuannya adalah untuk mengurangi rata-rata emisi dari enam gas rumah kaca - yang dihitung sebagai rata-rata selama masa lima tahun antara 2008-12. Target nasional berkisar dari pengurangan 8% untuk Uni Eropa, 7% untuk AS, 6% untuk Jepang, 0% untuk Rusia, dan penambahan yang diizinkan sebesar 8% untuk Australia dan 10% untuk Islandia."18

17

Daniel Murdiyarso, Op Cit., hal. 8.

18


(42)

1.6.4 Perjanjian Internasional

Perjanjian Internasional adalah semua perjanjian yang dibuat oleh negara sebagai salah satu subjek Hukum Internasional, yang diatur oleh Hukum Internasional dan berisikan ikatan–ikatan yang mempunyai akibat-akibat hukum.19

Dalam masyarakat internasional perjanjian internasional memainkan peranan yang sangat penting dalam mengatur kehidupan dan pergaulan antar negara. Melalui perjanjian internasional, tiap negara menggariskan dasar kerjasama mereka, mengatur berbagai kegiatan menyelesaikan berbagai masalah demi kelangsungan hidup masyarakat itu sendiri. Dalam dunia yang ditandai saling ketergantungan dewasa ini, Dalam pasal 2 Konvensi Wina 1969, perjanjian Internasional (Treaty) didefenisikan sebagai:

Suatu perjanjian yang dibuat antara negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh Hukum Internasional, apakah dalam instrumen tunggal atau dua atau lebih instrumen yang bekaitan dan apapun yang diberikan padanya.

Defenisi ini kemudian dikembangkan oleh pasal 1 ayat 3 Undang-undang republik Indonesia nomor 37 tahun 1999 tentang hubungan luar negeri yaitu:

Perjanjian Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun yan diatur oleh Hukum Internasional dan dibuat secara tertulis oleh Pemerintah republik Indonesia dengan satu atau lebih negara, organisasi internasional atu subjek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada Pemerintah Republik Indonesia yang bersifat hukum Publik.

19


(43)

tidak ada satu negara yang tidak mempunyai perjanjian dengan negara lain dan ada satu negara yang tidak diatur oleh perjanjian dalam kehidupannya internasionalnya.20

“Social institution consisting of agreed upon principles, norms, rules, procedures and program that govern the interactions of actors in specific issues areas”

Dalam lingkungan internasional juga dijelaskan norma-norma sebagai sebuah rejim internasional, regimes are:

21

Pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui beberapa tahap yaitu perundingan (Negotiation), penandatanganan (Signature), dan pengesahan (Ratification).22 Mulai berlakunya suatu perjanjian, baik Bilateral maupun Multilateral pada umumnya ditentukan oleh klausal penutup dari itu sendiri atau pihak yang menentukan perjanjian tersebut yang menentukan perjanjian tersebut sudah berlaku secara efektif. Bagi perjanjian-perjanjian bilateral tertentu yang materinya tidak begitu penting dan yang biasanya merupakan suatu perjanjian pelaksanaan, maka umumnya mulai berlaku sejak penandatanganan. Sebagai sumber utama Hukum Internasional, perjanjian mengikat negara pihak. Sifat mengikat ini berarti negara pihak suatu perjanjian harus menaati dan menghormati pelaksanaan perjanjian tersebut. 23

20

Ibid., hal. 82.

21

Oran R Young, The Effectiveness of International Environment Regimes Causal connection and

Behavioral Mechanisms, the MIT Press Cambridge, Massachusetts, England, 1985, hal.1. 22

Boer Mauna, Op Cit., hal. 83.

23


(44)

1.6.5 Kepentingan Nasional

Salah satu konsep penting dalam hubungan internasional adalah kepentingan nasional, Morgenthau mengartikan kepentingan nasional sebagai Power, artinya bahwa posisi power yang harus dimiliki negara merupakan pertimbangan utama yang memberikan bentuk kepada kepentingan nasional. Kalkulasi tentang kepentingan nasional merupakan kunci menuju ke sistem hubungan internasional. Hakikat kepentingan nasional, menurut Frankel sebagai keseluruhan nilai yang hendak ditegakkan oleh suatu bangsa. Kepentingan nasional dapat melukiskan aspirasi negara, dan kepentingan nasional dapat dipakai secara operasional pada kebijaksanaan maupun rencana yang dituju.24

Pemahaman mengenai hubungan internasional memiliki ruang lingkup yang sangat kompleks, bagi kaum realis hubungan internasional adalah studi tentang hubungan antar pemerintah negara-negara berdaulat, kompleksitas hubungan internasional menurut perlu memperhatikan dua hal yaitu pertama, perkembangan suatu bidang studi berkaitan erat dengan perkembangan bidang studi lainnya. Kedua, perkembangan bidang studi tidak berjalan secara ajeg melainkan bisa saja terjadi 1.6.6 Teori Hubungan Internasional

24

R. Soeprapto, Hubungan Internasional sistem, interaksi dan perilaku, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1997, hal. 143-144.


(45)

perubahan secara besar-besaran. Kedua generalisasi ini perlu diterapkan dalam hubungan internasional karena berpengaruh dengan lingkungan disekitarnya.25

Teori adalah konsep-konsep yang saling berhubungan menurut aturan logika menjadi suatu bentuk pernyataan tertentu sehingga dapat menjelaskan fenomena secara ilmiah.

26

Teori sebagai perangkat preposisi yang terintegrasi secara sintaksis, yaitu yang mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan yang lainnya dengan data dasar sehingga dapat diamati dan dapat berfungsi sebagai wahana untuk menjelaskan fenomena yang diamati.27

25

dapat dilihat di Heri Kusmanto, Warjio, dkk. (edt.), Pengantar Ilmu Politik, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2006, hal. 98.

26

Mochtar mas’oed, Teori dan Metodologi Hubungan Internasional, Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Studi Sosial UGM, 1998, hal. 61.

27

Glenn E Smellbecker dan Lexy J Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, hal. 61.

Pada penulisan ini penulis akan menggunakan teori hubungan internasional untuk menjelaskan fenomena secara ilmiah, hubungan internasional merupakan interaksi antar negara dalam masyarakat internasional. Ada berbagai pendekatan dalam hubungan internasional. Oleh karena itu adanya pendekatan hendaknya dinilai secara positif untuk memberikan sumbangan terhadap ilmu hubungan internasional. Pendekatan merupakan cara untuk menghampiri dari segi tertentu terhadap suatu masalah sehingga memungkinkan setiap orang berusaha untuk menyelidiki, mendalami, dan memecahkan permasalahannya.


(46)

16.6.1 Pendekatan Liberalis terhadap Perjanjian Protokol Kyoto

Dalam studi Hubungan Internasional lingkungan hidup dianggap sebagai salah satu isu baru dalam agenda internasional, jumlah masyarakat yang semakin meningkat juga akan meningkatkan aktivitas sosial dan ekonomi yang mengancam lingkungan hidup. Untuk menganalisis persoalan ini memiliki kaitan dengan pandangan kaum liberal bahwa konflik dan perang tidak dapat dihindarkan, ketika mereka menggunakan akal pikirannya dapat mencapai kerjasama yang saling mengguntungkan bukan hanya dalam negara tetapi juga lintas dasar internasional. Bagi sebagian kaum liberal proses kerjasama merupakan proses jangka panjang dengan banyak hambatan keberhasilannya tinggal menunggu waktu saja.28

Titik keberangkatan teoritis bagi liberalisme bukan negara, melainkan individu undividu ditambah berbagai kolektifitas individu merupakan fokus analisis, Salah satu tokoh Liberalis yaitu Adam Smith menegaskan bahwa bukan hanya konflik tetapi juga kerjasama dapat berjalan dalam masalah internasional. Kaum liberalis optimis ketika manusia menggunakan akal pikirannya manusia dapat bekerjasama yang saling menguntungkan, mereka dapat mengakhiri perang.

29

1. Pandangan positif tentang sifat manusia, Asumsi-asumsi dasar liberal adalah

2. keyakinan bahwa hubungan internasional dapat bersifat kooperatif daripada konfliktual,

28

dapat dilihat di Robert Jackson & George Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005, hal. 141.

29


(47)

3. Percaya terhadap kemajuan. Asumsi dasar Liberal:

sumber: Robert Jackson & George Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005.

Ringkasnya, pemikiran kaum liberal sangat erat hubungannya dengan kemunculan negara konstitusional modern. Kaum liberal berpendapat bahwa modernisasi memperluas ruang lingkup bagi kerjasama lintas batas internasional. Kemajuan berarti kehidupan yang lebih baik bagi paling tidak mayoritas individu. Manusia memiliki akal pikiran, dan ketika mereka memakainya pada masalah-masalah internasional, kerjasama yang besar akan menjadi hasil akhir.

Pemahaman tentang konsep liberal dapat dilihat dalam beberapa pendekatan liberal, pendekatan Liberalis terdiri atas empat aliran yaitu:30

a. Kaum Liberal Sosiologis, menekankan hubungan transnasional non-pemerintah diantara masyarakat, seperti komunikasi diantara individu-individu dan diantara kelompok-kelompok .

b. Kaum liberal Interdepedensi, memperhatikan secara khusus pada hubungan ekonomi dalam pertukaran dan ketergantungan yang

30

Ibid., hal. 139.

Akal pikiran manusia

kerjasama

Proses modernisasi: Penyelesaian masalah perubahan ikim (Perjanjian Protokol Kyoto) dengan lintas batas Kemajuan


(48)

menguntungkan rakyat dan pemerintah. Aliran ini merupakan salah satu dari ke-empat aliran liberalis, interdepedensi berarti ketergantungan timbal balik, rakyat dan pemerintah di pengaruhi oleh apa yang terjadi di manapun, oleh tindakan rekannya di negara lain. 31 Teori ini di buat akhir 1970 oleh Robert Keohane dan Joseph Nye dalam bukunya Power and interdepedence (1977) mereka berpendapat bahwa “interdepedensi kompleks “ hubungan internasional diarahkan oleh para pemimpin negara berhadapan dengan pemimpin negara lainnya. Dalam kondisi ini terdapat dua hal bahwa pertama, hubungan antar negara sekarang ini bukan hanya atau bahkan hubungan antara negara para pemimpin negara, terdapat hubungan pada banyak tingkatan yang berbeda melalui banyak aktor dan cabang pemerintahan yang berbeda. Kedua, ada hubungan transnasional antara individu dan kelompok diluar negara. Interdepedensi kompleks menyatakan hubungan yang jauh lebih bersahabat dan kooperatif di antara negara. 32

c. Liberal Institusionalis, menekankan pentingnya kerjasama yang terorganoisir diantara negara-negara .

31

Ibid., hal. 147.

32


(49)

d. Kaum Liberal Republikan, bahwa konstitusi demokratik liberal dan bentuk-bentuk pemerintahan adalah paling vital dalam mengadakan hubungan yang damai dan kerjasama diantara negara-negara.

Dari pendekatan ini dapat di analisis Perjanjian Protokol Kyoto dalam kacamata liberalis bahwa masalah lingkungan sebenarnya telah mendorong lebih banyak kerjasama internasional, rejim internasional telah dibentuk dalam sejumlah bidang tertentu untuk menyatakan berbagai macam isu lingkungan hidup. Bagi kaum Liberal lingkungan hidup menambah satu lagi isue area dalam agenda kerjasama internasional dan pembentukan rejim.

1.6.6.2 Pendekatan Merkantilis terhadap Perjanjian Protokol Kyoto.

Teori ini sangat erat kaitannya dengan pembentukan negara berdaulat, modern sepanjang abad keenambelas dan ketujuhbelas. Merkantilisme adalah pandangan dunia tentang elit-elit politik yang berada pada garis depan pembangunan modern. Pandangan ini melihat aktivitas ekonomi seharusnya tunduk pada tujuan utama pemikiran mereka. Salah satu tokoh mekantilis yaitu Alexander hamilton sebagai Bapak Pendiri Amerika Serikat, beliau pendukung kuat merkantilis dalam bentuk kebijakan-kebijakan proteksionis yang dimaksudkan untuk memajukan industri domestik di Amerika Serikat. Pemikiran para merkantilis ini karena berfokus pada keberhasilan negara-negara berkembang,33

33

Ibid., hal. 231-234.

mereka menekankan bahwa keberhasilan ekonomi selalu disertai peran kekuasaan yang kuat bagi negara dalam memajukan pembangunan ekonomi.


(50)

Secara singkat, merkantilisme menganggap perokonomian tunduk pada komunitas politik dan khususnya pemerintah. Aktivitas ekonomi dilihat dalam konteks yang lebih besar atas peningkatan kekuatan negara. Organisasi yang bertanggungjawab dalam mempertahankan dan memajukan kepentingan nasional yang disebut negara, memerintah diatas kepentingan ekonomi swasta, kekayaan dan kekuasaan adalah tujuan yang saling melengkapi, bukan saling bertentangan. Ketergantungan ekonomi pada negara-negara lainnya seharusnya dihindari sejauh mungkin.

1.6.7 Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan" (menurut Brundtland Report dari pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran

tanpa mengorbankan kebutuhan pembanguna dan keadilan

sosial.34

34Wikipedia, Pembangunan Berkelanjutan,

Pembangunan berkelanjutan menjadi salah satu alasan penting bagi pelaksanaan Perjanjian Protokol Kyoto di negara berkembang.

tanggal 10 Agustus 2007.


(51)

Tantangan pembangunan berkelanjutan adalah menemukan cara untuk meningkatkan kesejahteraan sambil menggunakan sumberdaya alam secara bijaksana, sehingga sumber daya alam terbarukan dapat dilindungi dan penggunaan sumber alam yang dapat habis (tidak terbarukan) pada tingkat dimana kebutuhan generasi mendatang tetap akan terpenuhi.

Konsep pembangunan berkelanjutan muncul ketika terjadi ‘kegagalan’ pembangunan dimana proses yang terjadi bersifat top-down (arus informasi yang terjadi- hanya satu arah dari atas ke bawah) dan jika ditinjau dari sisi lingkungan, sosial, dan ekonomi proses pembangunan yang terjadi ternyata tidak berkelanjutan. Pelaksanaan konsep ini diperkuat lagi dengan kesepakatan para pemimpin bangsa yang dinyatakan dalam hasil-hasil negosiasi internasional, antara lain Deklarasi Rio pada KTT Bumi tahun 1992, Deklarasi Milenium PBB tahun 2000, dan Deklarasi Johannesburg pada KTT Bumi tahun 2002.

Untuk lebih jelasnya implementasi Perjanjian Protokol Kyoto dapat di rumuskan dalam kerangka berfikir seperti pada gambar 1.5.


(52)

Gambar 1.5 Implementasi Perjanjian Perjanjian Protokol Kyoto di Indonesia.

Lingkungan

Konvensi Perubahan Iklim Protokol Kyoto

Perjanjian Internasional

CDM (Clean Development

Mechanism) Pengesahan Perjanjian Protokol Kyoto Pengembangan kelembagaan Pengembangan kapasitas Peningkatan Kesadaran masyarakat. Undang-undang No.6 tahun

1994.

Undang-undang No.17 tahun 2004

1. Pembenukan Komnas MPB/DNA. 2. WAPPI

(Wahana Peduli perubahan Iklim).

• Bertujuan membantu mengatasi masalah perubahan iklim.

• Membantu negara berkembang dalam program pembangunan berkelanjutan.

• Membuka peluang investasi baru dari negara industri ke negara Indonesia melalui MPB • Mendorong kerjasama negara

industri melalui MPB. • Mempercepat pengembangan

industri dan transportasi dengan tingkat emisi rendah • Meningkatkan kemampuan


(53)

1.7 Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan studi yang dilakukan dengan pendekatan hubungan internasional. Hubungan internasional merupakan interaksi antar negara dalam masyarakat internasional. Dalam pengantar ilmu politik hubungan internasional merupakan studi tentang hubungan antar pemerintah negara-negara berdaulat.35

Perjanjian juga mengacu pada pendekatan Liberal dimana salah satu pemikiran penting dalam pendekatan ini adalah kerjasama internasional dan pembentukan rejim lingkungan internasional. Tujuan perjanjian ini juga berkaitan dengan pendekatan Merkantilis mengutamakan kepentingan ekonomi demi kemajuan negara berkembang. Hal yang akan dibahas didalam skripsi ini adalah pelaksanaan CDM (Clean Development Mechanism) sebagai perwujudan pelaksanaan Perjanjian Protokol Kyoto di Indonesia serta hubungan pengesahan pemerintah atas mekanisme ini melalui Undang-undang No.17 tahun 2004.

1. 8 Teknik Pengumpulan data

Teknik Pengumpulan data yang digunakan dengan pengumpulan data melalui Studi Pustaka (Library Research) dengan teknik pengumpulan bahan kepustakaan buku-buku, artikel, media massa, dan media elektronik, serta data-data yang berkaitan dengan masalah penelitian.


(54)

Mengacu pada uraian-uraian pokok permasalahan dan kerangka teori yang digunakan, Perjanjian Protokol Kyoto diimplementasikan di Indonesia melalui mekanisme CDM (Clean Development Mechanism). Didalam mekanisme CDM negara berkembang dapat ikut berpartisipasi dalam upaya mengatasi masalah perubahan iklim. Implementasi CDM hanya dapat dilakukan di negara berkembang. Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Protokol Kyoto dan mengasopsinya melalui Undang-undang No.17 tahun 2004 Indonesia menjadi anggota Perjanjian Protokol Kyoto dan secara teknis dapat berpartisipasi melalui mekanisme CDMnya.

2.1 Sistematika Penulisan BAB I. PENDAHULUAN


(55)

Bab ini akan menguraikan tentang latar Belakang Masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka dasar pemikiran, ruang lingkup penelitian, teknik pengumpulan data, hipotesa, serta sistematika penulisan.

BAB II. PERJANJIAN PROTOKOL KYOTO DAN LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NO. 17 TAHUN 2004.

Bab ini berisikan latar belakang Perjanjian Protokol Kyoto, misi Perjanjian Protokol Kyoto, mekanisme Perjanjian Protokol Kyoto, struktur Perjanjian Protokol Kyoto, latar belakang pengesahan Undang-undang No.17 tahun 2004.

BAB III. IMPLEMENTASI PERJANJIAN PROTOKOL KYOTO DI INDONESIA Bab ini akan membahas bagaimana implementasi Perjanjian Protokol

Kyoto di Indonesia dalam mengatasi masalah perubahan iklim.

BAB IV. PENUTUP

Pada bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi, kesimpulan dari pemaparan yang tercantum pada bab-bab sebelumnya dan diakhiri dengan rekomendasi.


(56)

BAB II

PERJANJIAN PROTOKOL KYOTO

DAN LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NO. 17 TAHUN 2004

2.1 PERJANJIAN PROTOKOL KYOTO

Perjanjian Protokol Kyoto adalah sebuah instrumen hukum (legal instrument) yang dirancang untuk mengimplementasikan Konvensi Perubahan Iklim yang bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi Gas Rumah Kaca agar tidak menggangu sistem iklim bumi penyebab terjadinya pemanasan global (global warming). Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/ pengeluaran 1990, tahun 1990 ditetapkan dalam (baseline) untuk menghitung tingkat emisi GRK36

Protokol adalah seperangkat aturan yang mengatur peserta protokol untuk mencapai tujuan tertentu yang telah disepakati.

menjelang periode 2008-2012. Protokol ini disusun untuk mengatur target kuantitif penurunan emisi dan target waktu penurunan emisi bagi negara maju.

37

36

Gas Rumah Kaca merupakan gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang di pancarkan Bumi sehingga menimbulkan pemanasan atau peningkatan suhu bumi.

Dalam sebuah protokol, para anggota terikat secara normatif untuk mengikuti aturan-aturan di dalamnya dan biasanya dibentuk untuk mempertegas sebuah peraturan sebelumnya (konvensi) menjadi lebih detail dan spesifik. Terbentuknya sebuah protokol sebagai upaya negara untuk tetap eksis dalam kancah dunia internasional untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya. Perjanjian


(57)

ini dilaksanakan disalah satu kota Kyoto di Jepang tanggal 11 Desember 1997, perjanjian ini terbuka untuk ditandatangani dari tanggal 16 Maret 1998 sampai 15 Maret 1999 di Markas Besar PBB, New York. Nama resmi persetujuan adalah Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change-UNFCC (Perjanjian Protokol Kyoto mengenai Konvensi Rangka Kerja PBB tentang perubahan iklim).38 Perjanjian Protokol Kyoto terdiri dari 28 pasal dengan dua lampiran yaitu: Annex A terdiri atas gas-gas rumah kaca : Karbon dioksida (CO2), Metana (CH4), Nitrous oksida (N2O), Hidroflourokarbon (PFCs), Sulphur heksafluorida (SF6). Sektor / sumber penghasil GRK dapat berasal antara lain:39

Energi = Pembakaran bahan bakar

Industri Energi

Industri Produksi dan Konstruksi

Transportasi

Sektor-sektor lain

Emisi Fugitif dari bahan bakar Bahan bakar padat

Minyak dan gas alam. Proses Industri = Produk Mineral

Industri Kimia

Produksi Logam

Produksi lain

Produksi halokarbon dan sulfur heksafluorida

Pertanian = Fermentasi enterik

Pengelolaan pupuk kandang Penanaman Padi

Tanah pertanian

Pembakaran padang rumput

Pembakaran limbah pertanian di lapangan Limbah = Pembuangan limnah padat di darat

Penanganan air limbah


(58)

Lain-lain.

Sedangkan kelompok Annex B adalah anggota Perjanjian Protokol Kyoto yang diwajibkan untuk menrurunkan emisi sesuai ketentuan protokol (anggota-anggota Annex II dapat dilihat pada lampiran). Adapun tujuan konvensi ini seperti tercantum dalam pasal 2 Perjanjian Protokol Kyoto adalah untuk :

Menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer pada tingkat tertentu dari kegiatan manusia yang membahyakan sistem iklim. 40

Setiap pihak memiliki tanggung jawab umum yang sama, namun secara khusus dibedakan sesuai dengan kemampuannya (Common but differentiatied responsibilities).

Untuk mencapai tujuan konvensi diperlukan sebuah prinsip , seperti tercantum dalam pasal 3, salah satu prinsip-prinsip tersebut berbunyi:

41

Hal ini berarti bahwa setiap negara memiliki tanggung jawab yang lebih dengan menunjukkan kepemimpinannya dalam mencegah perubahan iklim dan mengatasi dampaknya. Dalam perjanjian ini kewajiban negara-negara industri dikategorikan dalam negara-negara yang tergolong di dalam Annex42 yaitu Annex I dan Annex II konvensi perubahan iklim. Pada masa itu Annex I terdiri 41 negara (Lihat lampiran 1) yang terdiri dari 24 negara OECD43 ditambah dengan negara-negara Eropa Timur yang ekonominya sedang dalam transisi (Countries With Econonies in Transition, CEIT).44

40

Daniel Murdiyarso, Sepuluh tahun perjalanan Negosiasi,Konvensi Perubahan Iklim, KOMPAS, Jakarta, 2003, hal. 25.

41

Ibid., hal. 26.

42

Annex merupakan istilah yang digunakan dalam perjanjian ini sebagai sumber-sumber penghasil emisi (negara maju sebagai kelompok dari Annex ini penghasil emisi terbanyak).

43

OECD singkatan dari Organization of Economic Co-operation and Development merupakan Negara-negara Industri yang saat ini memasukkan Korea dan Meksiko sebagai anggota baru

Sedangkan Annex II adalah 24 negara OECD tersebut saja (lihat Lampiran2) di dalam teks Konvensi


(59)

perubahan iklim negara-negara berkembang dikenal dengan nama non-Annex I. Pada februari emisi.45 Menurut data UNFCCC, sampai Juni 2007, Perjanjian Protokol Kyoto telah ditandatangani oleh 172 negara46

Sebelumnya perjanjian ini pernah dibahas dalam Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) bumi (Earth Summit) tentang lingkungan dan pembangunan yang lebih dikenal dengan nama United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) di Rio de Janeiro, Brazil, pada bulan Juni 1992. Dalam pertemuan tersebut para pemimpin dunia sepakat untuk mengadopsi rencana-rencana besar yang terkait dengan upaya konservasi lingkungan dengan mensejahterakan umat manusia melalui pembangunan. Melalui prosedur Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) banyak negara akhirnya mencari jalan keluar untuk mengatasi persoalan global ini. Isu utama yang harus di tandatangani adalah bagaimana agar konsentrasi Gas Rumah Kaca dapat dikurangi dan distabilkan agar sistem iklim bumi tidak terganggu dan terus tidak memburuk, para wakil pemerintah dari berbagai negara lalu membentuk panel untuk melakukan pembicaraan-pembicaraan awal tentang isu ini, setelah melalui proses panjang kerangka PBB tentang konvensi perubahan Iklim, akhirnya diterima secara universal sebagai komitmen Politik Internasional tentang perubahan iklim pada KTT bumi tentang lingkungan dan pembangunan

. Gagasan dan program untuk menurunkan emisi GRK secara internasional telah dilakukan sejak tahun 1979. Program itu memunculkan sebuah gagasan dalam bentuk perjanjian internasional, yaitu Konvensi perubahan iklim, yang diadopsi pada tanggal 14 Mei 1992 dan berlaku sejak tanggal 21 Maret 1994.


(60)

2. 1. 1 Latar Belakang Perjanjian Protokol Kyoto

kesehatan bersih, naiknya permukaan air laut, dan naiknya intensitas bencana alam, seperti kekeringan, banjir, badai, kebakaran hutan, dan gelombang panas merupakan dampak perubahan iklim yang semakin nyata. Konsumsi total meningkat sebesar 1 persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global di masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim di masa depan. Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.47

Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbondioksida di udara adalah

dengan memelihara pepohonan dan menanam

yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbondioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dala dunia, tingkat perambaha area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca.


(61)

Gagasan dan program untuk menurunkan emisi GRK secara internasional telah dilakukan sejak tahun 1979. Program itu memunculkan sebuah gagasan dalam bentuk perjanjian internasional yaitu Konvensi Perubahan Iklim, yang diadopsi pada tanggal 14 Mei 1992 dan berlaku sejak tanggal 21 Maret 1994, Pemerintah Indonesia turut menandatangani perjanjian tersebut dan telah mengesahkannya melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994. Agar Konvensi tersebut dapat dilaksanakan oleh Para Pihak, dipandang penting adanya komitmen lanjutan, khususnya untuk negara pada Annex I (negara industri atau negara penghasil GRK) untuk menurunkan GRK sebagai unsur utama penyebab perubahan iklim. Namun, mengingat lemahnya komitmen Para Pihak dalam Konvensi Perubahan Iklim, Conference of the Parties (COP)48 yang diselenggarakan di Kyoto pada bulan Desember tahun 1997 menghasilkan kesepakatan Perjanjian Protokol Kyoto yang mengatur dan mengikat Para Pihak negara industri secara hukum untuk melaksanakan upaya penurunan emisi GRK yang dapat dilakukan secara individu atau bersama-sama.

Perjanjian Protokol Kyoto bertujuan menjaga konsentrasi GRK di atmosfer agar berada pada tingkat yang tidak membahayakan sistem iklim bumi. Untuk mencapai tujuan itu, Protokol mengatur pelaksanaan penurunan emisi oleh negara industri sebesar 5% di bawah tingkat emisi tahun 1990 dalam periode 2008-2012 melalui mekanisme Implementasi Bersama (Joint Implementation), Perdagangan Emisi (Emission Trading), dan Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism).


(62)

2. 1 .2 Target Perjanjian Protokol Kyoto

Target penurunan emisi gas rumah kaca dikenal dengan nama QELROS (Quantified Emission Limitation and Reduction Comitments) adalah inti dari seluruh urusan Perjanjian Protokol Kyoto. Sebagaimana diuraikan dalam pasal 3, target Kyoto memiliki beberapa implikasi sebagai berikut:49

1. Mengikat secara hukum (Legally binding), 2. Adanya periode komitmen (Comitment period,)

3. Digunakannya rosot (Sink) untuk mencapai target Perjanjian Protokol Kyoto, 4. Adanya jatah emisi (Assign amount) setiap pihak Annex I,

5. Dimasukkannya enam jenis GRK (Basket of Gases) dan disetarakan dengan CO2. Dengan usulan yang dimulai dengan target 5% disesuaikan berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan penduduk, emisi global hanya akan stabil pada tingkat emisi tahun 1990. Sifat yang mengikat mengenai kewajiban atau target penurunan emisi adalah aspek penting dari Perjanjian Protokol Kyoto. Jika para pihak yang termasuk dalam Annex I tidak memiliki ikatan, maka mereka dapat dengan mudah mengubah tindakan-tindakannya sehingga tujuan Perjanjian Protokol Kyoto tidak tercapai. Ketentuan dalam pasal 3 Perjanjian Protokol Kyoto menekankan agar negara-negara Annex I dapat mendemonstrasikan penurunan emisi menjelang tahun 2005. Tahun 2005 menjadi penting untuk membuktikan komitmen negara-negara maju karena banyak pihak menuntut kesungguhan itu dapat di demonstrasikan kemajuannya sejak tahun 1990. Tabel 1.1 adalah data dari perubahan emisi gas rumah kaca dari tahun 1990 sampai tahun


(63)

2004 bagi beberapa negara yang merupakan bagian dari konvensi perubahan iklim seperti yang dilaporkan oleh negara Amerika Serikat.50

Negara

Tabel 2.1 Peningkatan Emisi Gas Rumah Kaca sejak tahun 1990.

Perubahan emisi gas rumah kaca

tahun (1990-2004)

Ditandai secara objektif untuk

tahun 2012

Kesepakatan perjanjian 2008-2012

Jerman -17% -21% -8%

Kanada +27% Belum meratifikasi -6%

Australia +25% Belum meratifikasi Belum meratifikasi

Spanyol +49% +15% -8%

Amerika Serikat +16% Belum meratifikasi Belum meratifikasi

Norwegia +10% Belum meratifikasi +1%

New Zealand +21% Belum meratifikasi 0%

Prancis -0.8% 0% -8%


(64)

Irlandia +23% +13% -8%

Jepang +6.5% Sedang meratifikasi -6%

Inggris -14% -12.5% -8%

Portugis +41% +27% -8%

Uni-eropa -0.8% Belum meratifikasi -8%

Sumber: Wikipedia, the free encyclopedia, Kyoto Protocol, dapat dilihat

di

Sedangkan dibawah ini data perubahan emisi CO2 dari beberapa negara yang banyak menghasilkan emisi, tetapi tidak diwajibkan untuk menurunkan emisi.

Dari tabel 1.1 di atas dapat diketahui bahwa sebagian negara pngahasil emisi telah melakukan perubahan emisi dari tahun 1990 sampai tahun 2004. Jerman telah mengurangi emisinya sebanyak 17 % dari tahun 1990 sampai tahun 2004. Negara Spanyol, Mesir, Irlandia, Inggris, dan Portugis telah mengurangi emisinya dari tahun 1990-2004, namun masih ada sebagian negara belum menjalankan kewajibanya masih dalam tahap meratifikasi, seperti jepang sedang dalam tahap meratifikasi. Amerika dan Australia masih belum menyetujui prinsip protokol dan belum mau meratifikasinya51. Kedua negara menganggap perjanjian ini

negara

Perubahan emisi gas rumah kaca

(1990-2004)

China +47%


(1)

protokol ini kita bisa memahami mengapa kita perlu mendorong berbagai pihak, khususnya negara-negara maju, untuk serius memenuhi tanggung jawab dan komitmenya dalam rangka mengatasi masalah efek rumah kaca yang menjadi inti protokol ini. Dengan meneliti masalah ini kita bisa lebih semakin memahami mengapa sering terjadi berbagai bencana alam akibat kesalahan manusia berupa Banjir, Longsor, Kekeringan, dan Kebakaran yang setiap tahun melanda dunia dan negara kita dengan korban jiwa yang sia-sia.

Ketiga, Perjanjian Protokol Kyoto dengan segala perjalanan negosiasinya yang panjang dan melelahkan menjadi sebuah pelajaran berharga betapa kepentingan jangka panjang selalu begitu saja dengan mudah mengalahkan kepentingan lingkungan hidup, kepentingan keselamatan dan eksistensi manusia dan mahkluk hidup di bumi ini, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Keluarnya Amerika serikat dari Perjanjian Protokol Kyoto menjadi puncak arogansi dan egoisme negara maju dalam membela dan mempertahankan kepentingan ekonominya tanpa perasaan solider terhadap akibat efek rumah kaca terhadap kehidupan umat manusia lain di dunia. Proses perundingan Perjanjian Protokol Kyoto dan upaya mengoperasionalkan pasal-pasalnya banyak diwarnai dengan dikotomi antara Negara maju dan negara berkembang, pembangunan, dan lingkungan, mitigasi, dan adaptasi. Kuatnya lobi-lobi dari para pelaku bisnis dan pejabat pemerintah dari negara maju dalam hampir proses perundingan untuk mengamankan kepentingan bisnis jangka pendek mereka telah mementahkan efektifitas pelaksanaan Protokol ini


(2)

Keempat, melalui penelitian ini dapat membuka perspektif kita akan tanggung jawab bersama umat manusia dan negara bangsa di dunia dalam upaya bersama menyelamatkan nasib bumi ini sekarang dan masa yang akan datang. Melalui Perjanjian Protokol Kyoto ini berbagai pihak telah mencoba secara bersama menjembatani kepentingan ekonomi dan lingkungan sesuai dengan tanggung jawab bersama-sama yang berbeda diantara semua pihak. Demikian dengan ikut melaksanakan Perjanjian Protokol Kyoto kita tidak saja mendapat manfaat ekonomis tertentu, tetapi juga sekaligus bersamaan dengan itu kita ikut menyelamatkan lingkungan hidup, menyelamatkan kehidupan dibumi ini. Terlepas dari proses negosiasi yang tersendat-sendat, dari segi etika pergaulan internasional proses yang ditempuh selama ini sangat transparan, tetapi juga problematik dan sensitif, sehingga jika saat ini tercapai banyak kesepakatan, hal ini terjadi karena banyaknya kompromi diantara para pihak sehingga tercapai konsensus sebagai perwujudan dari kesadaran bersama mengenai pentingnya tanggung jawab bersama menyelamatkan kehidupan di bumi ini. Oleh karena itu apa yang dibahas dalam penelitian ini juga perlu untuk di ketahui oleh bebagai kalangan, khususnya pemerintah pusat dan daerah, sektor swasta. Akademisi dan LSM untuk mengembangkan pola-pola kebijakan ekonomi, industri, teknologi. Penelitian yang menguntungkan secara ekonomis dan ekologis bagi negara dan bangsa kita dengan memanfaatkan ketentuan-ketentuan formal dalam Perjanjian Protokol Kyoto.

Kelima, penelitian ini menyikapkan sebuah proses yang menarik dalam pengambilan kebijakan publik di tingkat internasional. Sebagaimana dalam berbagai perundingan internasional lainnya, sejarah panjang Perjanjian Protokol Kyoto


(3)

menunjukkan dengan jelas betapa pentingnya partisipasi semua stakeholders dalam proses perundingan yang diwarnai oleh transparansi dalam seluruh proses negosiasi dan konsultasi. Hal ini menunjukkan bahwa isu lingkungan hidup bukan hanya tanggung jawab pemerintah. karenanya, masalah lingkungan merupakan akibat dari berbagai faktor yang berkaitan menyangkut kebijakan publik, praktik bisnis maupun perilaku individu dan masyarakat, semua pihak mempunyai tanggung jawab untuk memastikan masalah lingkungan harus ditanggulangi secara bersama. Oleh karena itu proses negosiasi dan konsultasi yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, dan LSM merupakan langkah yang sangat ideal.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Anwar, Dewi Fortuna, Indonesia Foreign Policy and Domestic Politics, ISEAS, Singapore, 2003.

Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1985.

Kusumaatmadja, Mochtar., Hukum Pengantar Internasional, Alumni Bandung, 2003.

Kusmanto Heri, Warjio,dkk., Pengantar Ilmu Politik, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2006.

Mas’oed, Mochtar., Teori dan Metodologi Hubungan Internasional, Pusat-Antar- Universitas Studi Sosial UGM, Yogyakarta, 1998.

Mauna, Boer., Hukum internasional: Pengertian, Peranan dan fungsi Dalam Era-Dinamika Global, PT.Alumni, Bandung, 2001.

Meleong, Lexy J dan Glenn., Metode Penelitian Kualitatif , PT. Remaja-Rosda Karya, Bandung.

Mangunjaya, M Fachruddin., Hidup Harmonis dengan alam, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2006.

Murdiyarso, Daniel., Kyoto Protokol: Implikasinya bagi Negara Berkembang, Kompas, Jakarta, 2003.

______________., Sepuluh tahun perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim,-Kompas, Jakarta, 2003.

______________., CDM: Mekanisme Pembangunan Bersih, Kompas, Jakarta, 2003.

Pareira, Andre H, Ed., Perubahan Global dan Perkembangan Studi hubungan- Internasional, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.

Putra, Ida Bagus Wyasa., Hukum Lingkungan Internasional, PT. Refika Aditama, Yogyakarta, 2003.


(5)

dan-Soeprapto, R., Hubungan Internasional (sistem, Interaksi dan perilaku), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.

Soermarwoto, Otto., Ekologi, lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan, Surabaya, 1991.

S, Merilee., Grindle,Politics and Policy Implementation in the Third World. University Press, Princeton New Jersey, 1980.

Tangkilisan, Hessel Nogi S., Kebijakan Publik Yang Membumi, Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia, Yogyakarta, 2001.

Waltz., Theory Of International Politics, Megrawa Hill Redding, New York, 1979.

Young, Oran R., The Effectiveness of International Environment Regimes Causal- connection and Behavioral Mechanisms, the MIT Press Cambridge, Massachusetts, England, 1985.

Yusuf, Suffri., Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri, Pustaka Sinar Harapan,Jakarta: 1989.

Yudhoyono, Susilo Bambang., Menuju Perubahan, Relawan Bangsa, Jakarta, 2004.

Internet:

Anjar, Perjanjian Protokol Kyoto, bisa diakses di

diakses tanggal 28 juli 2007.

BPKP, Undang-undang nomor 17 tahun 2004 tentang pengesahan Perjanjian Protokol Kyoto,Bisa diakses di http//.bpkp.go.id.htm.

Djatiningsi, Perjanjian Protokol Kyoto, bisa diakses di

Juli 2007.

Tony Jogo, Politik Lingkungan (Environment Politics) bisa diakses di

2007.

Wikipedia, Pemanasan Global, bisa diakses di


(6)

Wikipedia, Perjanjian Protokol Kyoto, bisa dilihat di

WWF, Sekilas tentang Perjanjian Protokol Kyoto, bisa diakses di

Yaziz Hazan, Ancaman Bencana Pemanasan Global, bisa diakses di

diakses tanggal 20 juli 2007.

Yenni Saloh, Pemanasan Global, dapat dilihat di

Jurnal:

Analisis Jurnal-jurnal ilmu-ilmu sosial tentang politik, ekonomi, Hukum, dan Humaniora, Program Pasca Sarjana, Universitas Hasanuddin Makasar, Maret, 2000, Nomor

tahun I.

Jurnal Ilmu Politik I, Penerbit: Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI ) dengan PT. Gramedia, Jakarta, 1986.

Sumber Lain:

Kumpulan data-data Bapedalda-Su terkait masalah Pemanasan global dan mekanisme- Clean Development Mechanism (CDM) di Indonesia, di bidang Bina Teknologi Lingkungan.

Panduan Kegiatan MPB/ CDM di Indonesia ( BAPEDALDASU). Media massa:

KORAN KOMPAS, Pemimpin APEC Kurangi Emisi Rumah Kaca, Edisi: Senin tanggal 9 september 2007.