BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu faktor penting dalam kehidupan masyarakat, yang sejak dahulu hingga saat ini dan akan terus menerus penting hingga masa yang akan datang
adalah pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang pertama dan paling utama dalam segi kehidupan, setiap orang berhak mendapatkan pendidikan, baik secara
tertulis maupun tidak, karena setiap proses pendidikan merupakan langkah menuju pendewasaan intelektual seseorang. Dalam pengertian yang sempit,
pendidikan berarti perbuatan atau proses untuk memperoleh pengetahuan. Sedangkan dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai
sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah yang sesuai dengan kebutuhan
Syah, 2000. Pendidikan ditetapkan dalam undang-undang sistem pendidikan nasional
sisdiknas tahun 2003 sebagai usaha dasar yang terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Fokus utama dunia pendidikan adalah manusia. Dalam hal ini adalah
peserta didik karena dengan adanya pendidikan peserta didik di dorong untuk
1
terlibat dalam proses merubah kehidupannya kearah yang lebih baik, mengembangkan kepercayaan diri sendiri, mengembangkan rasa ingin tahu, serta
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang telah dimilikinya, sehingga dapat berfungsi untuk peningkatan kualitas hidup pribadi dan masyarakat
Purwanto, 2004. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh PISA Programme
International Student Assesment yang melakukan penelitian di 57 negara termasuk Indonesia. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan menurunnya
prestasi belajar di Indonesia. Hasil study tersebut menunjukkan bahwa: 1 Prestasi Indonesia dalam sains berada pada peringkat 50 dari 57 negara. Peringkat
beberapa Negara di Asia berada diatas Indonesia, bahkan Thailand berada diperingkat 46; 2 Prestasi Indonesia dalam matematika berada pada peringkat 50
dari 57 negara, sedangkan Thailand berada diperingkat 44; 3 Dalam kemampuan membaca, siswa Indonesia berada pada peringkat 48 dari 56 Negara, dan Thailand
berada diatas Indonesia, yaitu pada peringkat ke 44 dalam Basuki, 2009. Realita yang terjadi di atas tentu menjadi cambuk bagi dunia pendidikan
Indonesia saat ini. Menurut peneliti hal ini salah satunya disebabkan oleh kualitas SDM sebagai pelaku pendidikan yaitu siswa di Indonesia yang kurang mampu
bersaing dengan Negara lain dalam mencapai prestasi yang diinginkan, sehingga pelaku pembelajaran yang dalam hal ini adalah siswa atau mahasiswa tidak
mampu menunjukkan kualitas prestasi belajar yang sesuai yang diharapkan bersama. Padahal kita ketahui bersama, bahwasanya prestasi belajar merupakan
cerminan atas keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Artinya jika
2
prestasi belajar tersebut buruk maka dapat diartikan pula hasil pembelajaran yang telah dilakukan juga kurang atau bahkan tidak berhasil.
Saat ini parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pendidikan adalah prestasi belajar. Adapun Winkel 1996 mengatakan bahwa
prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.
Dalam kaitannya pada penelitian ini parameter keberhasilan yang hendak di ukur ialah prestasi belajar pada jenjang pendidikan tinggi.
Ramsden, 1992 menyatakan keberhasilan belajar di perguruan tinggi ketika seorang mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan sebuah materi,
serta mampu mengimplementasikan pengetahuan yang telah didapat selama proses belajar mengajar berlangsung. Harackiewicz dan kawan-kawan 2002
menyatakan bahwa pada intinya sukses tidaknya pembelajaran di perguruan tinggi dapat dilihat dari dua hal. Pertama adalah kemampuan mahasiswa dalam
memahami materi yang tercermin dalam Indeks Prestasi Kumulatif IPK. Hal yang kedua adalah berkembangnya minat terhadap disiplin ilmu yang dipilih.
Dengan adanya minat yang besar untuk memperdalam materi, mahasiswa akan terlibat secara mendalam pada tugas-tugas perkuliahan yang harus diselesaikan.
Jika mahasiswa dapat memperoleh IPK yang tinggi dan minatnya bertambah terhadap materi-materi yang diberikan dalam perkuliahan, pembelajaran dapat
dikatakan berhasil.
3
Dalam pembelajaran di perguruan tinggi, prestasi belajar di tiap semester biasanya di ukur hanya melalui skor IPK. Sebenarnya hasil pembelajaran berupa
perubahan pola pikir, minat, pemahaman terhadap materi dan proses kognitif serta metakognitif yang dialami mahasiswa dapat terukur melalui nilai IPK jika dosen
dapat memberikan nilai evaluasi yang tepat. Itupun membutuhkan kerjasama yang baik dengan mahasiswa, dimana mahasiswa pun harus mampu untuk fair dalam
mencapai sebuah keberhasilan belajar. Dalam artian tak ada bentuk kecurangan atau ketidakjujuran ketika penilaian prestasi belajar sedang berlangsung.
Purwanti 2006 dan S. Pandia 2006 dalam penelitiannya mengajukan konsep human capital skill dari Cote dan Levine 2000 sebagai pelengkap dalam
penilaian prestasi belajar. Di dalamnya mencakup keterampilan memotivasi diri, keterampilan mengelola diri dan keterampilan teknis praktis. Konsep tersebut
dianggap dapat mengantar mahasiswa menguasai seperangkat kemampuan dan sikap. Kemampuannya adalah kemampuan menerapkan, mengembangkan dan
menciptakan ilmu, sedangkan sikapnya antara lain obyektif. Jujur, kritis, dan memiliki rasa ingin tahu.
Menurut S. Pandia dan Purwanti, 2008, keterampilan memotivasi diri dapat disamakan dengan motivasi intrinsik yang merupakan tantangan yang
didasarkan pada minat pribadi, dan bertujuan untuk mengasah kemampuan yang dimiliki Wollfolk, 1994. Keterampilan ini terdiri dari kemampuan untuk
melakukan suatu aktivitas tanpa kebutuhan akan insentif atau hukuman, kemampuan memilih aktifitas karena minat pribadi dan bukan karena pengaruh
4
dari luar, dan kemampuan untuk menentukan sendiri aktivitas yang akan di lakukan self determined.
Keterampilan mengelola diri merupakan keterampilan untuk mengelola berbagai kapasitas diri untuk berkembang ke arah yang lebih baik. Keterampilan
yang harus dikelola tersebut terdiri dari kemampuan berkomunikasi secara lisan dan tulisan, kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan dan keterampilan
memimpin.
Sedangkan keterampilan teknis praktis merupakan keterampilan praktis atau aplikatif sebagai perwujudan motivasi intrinsik, yang terdiri dari perilaku
yang penuh inisiatif, inovatif, kreatif, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan memecahkan masalah, dan bekerja secara mandiri, kemampuan
berorganisasi dan membuat perencanaan serta kemampuan menguasai prinsip- prinsip matematis, tugas-tugas kuantitatif dan penyelesaian tugas-tugas teknis.
Keterampilan-keterampilan di atas dinyatakan sebagai modal dasar bagi para lulusan universitas dalam mempersiapkan diri memasuki dunia kerja, baik
secara langsung yaitu keterampilan teknis, maupun secara tak langsung yaitu ketrampilan memotivasi diri dan keterampilan mengelola diri. Keterampilan
memotivasi diri dan keterampilan mengelola diri sebenarnya merupakan hasil yang paling penting dari pembelajaran di perguruan tinggi, karena terkait dengan
kontribusi terhadap kemampuan beradaptasi dalam berbagai perubahan dunia yang serba cepat S. Pandia dan Purwanti, 2008.
5
Dengan memiliki keterampilan teknis praktis yang baik, para lulusan perguruan tinggi nantinya akan dapat dengan mudah memasuki dunia kerja dan
menyesuaikan diri dengan dunia kerja yang tentunya berbeda dengan dunia kampus. Dengan memiliki keterampilan memotivasi diri yang tinggi mahasiswa di
harapkan dapat memilih keterampilan yang akan di kembangkan dan memilih cara yang tepat untuk mengembangkan ketrampilan tersebut.
Sedangkan dengan memiliki keterampilan mengelola diri yang baik mereka dapat membuat berbagai pilihan yang terkait dengan pengembangan diri.
Nilai IPK tetap menjadi penting dalam pengukuran prestasi belajar perguruan tinggi karena secara umum nilai IPK mencerminkan hal-hal yang telah dicapai
mahasiswa selama proses belajar mengajar di perguruan tinggi. Untuk memperoleh pekerjaan setelah lulus dari perguruan tinggi, nilai IPK-lah yang
pertama kali dilihat.
Pengukuran prestasi belajar selalu berkaitan erat dengan inteligensi mahasiswa. Seperti yang dikemukakan oleh Syah 2004 bahwasanya inteligensi
merupakan faktor esensial dalam memprediksi prestasi belajar. Seseorang yang memiliki IQ tinggi umumnya lebih mudah belajar dan hasilnya cenderung baik.
Sebaliknya seseorang dengan IQ rendah umumnya lebih sulit untuk belajar, sehingga prestasinya pun cenderung rendah.
Tak hanya masalah inteligensi, fenomena yang terjadi saat ini adalah dimana skor prestasi belajar perempuan lebih tinggi dari pada skor prestasi belajar
laki-laki Berk dalam Woolfolk, 2004 menjadi beberapa perdebatan dibeberapa
6
penelitian. Beberapa hasil penelitian pun menunjukkan perbedaan antara skor prestasi belajar perempuan dan skor prestasi belajar laki-laki
Berdasarkan fenomena di atas peneliti tertarik meneliti perbedaan human capital skill yang mencakup keterampilan memotivasi diri, keterampilan
mengelola diri dan keterampilan teknis praktis dan prestasi belajar mahasiswa berdasarkan jenis kelamin dan inteligensi.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah