memperjuangkan syari’ah Islam dalam batas akomodasi yang wajar dan sejalan dengan kepentingan nasional
.
96
Dalam cara inilah, terlihat Yusuf Hasyim terkesan masih berputar-putar pada pola lama, dari sinilah perbedaan antara Abdurrahman Wahid dan Yusuf
Hasyim ini terjadi. Menurut Yusuf Hasyim ini dilakukan semata-mata demi kepentingan dan kebaikan NU, “ apa yang saya inginkan cuma satu : NU baik...,
saya prihatin jika ada orang yang menuduh saya akan membuat NU bebas, itu sama sekali tidak benar “
97
tegasnya suatu ketika.
F. YUSUF HASYIM DAN MISI PERJUANGAN POLITIK PKU
Masalahnya mengapa paradigma pemikiran Abdurrahman Wahid yang diperjuangkan melalui Partai Kebangkitan Bangsa belum sepenuhnya diterima
oleh sebagian warga NU. Dalam hal ini, Yusuf Hasyim mengemukakan beberapa alasan. Pertama, Partai yang didirikan Abdurrahman Wahid, PKB tidak
mencerminkan komitmen yang kuat pada aqidah Islam. Kedua, keberadaan sebagian warga NU atas dukungan PKB kepada Ketua Umum PDI-P Megawati
yang akan menciptakan single majority dalam mengawasi kelompok-kelompok Islam politik.
98
Hal senada juga dikemukakan oleh A. Syafii Maarif yang menurutnya pemikiran politik Abdurrahman Wahid yang diperjuangkan melalui PKB memang
belum sepenuhnya diterima oleh sebagian warga NU. Hal ini karena kiprah
96
KH. Yusuf Hasyim, “PKU, dari Siyasah Menuju Syariah”, Jawa Pos, 3 November 1998.
97
Ummu Risalah, “Cara Pak Ud memprotes manajer kesebelasan yang tidak kompak”, Aula
, Agustus 1988, hal.11.
98
Pak Ud, “Romantisme PKB”, Republika, 10 Agustus 1998.
Abdurrahman Wahid di luar NU selama ini dicurigai oleh banyak kalangan NU sebagai
langkah-langkah yang
dapat membahayakan
NU. Hubungan
Abdurrahman Wahid dengan nasionalis sekuler dan non muslim serta keinginan berkoalisi dengan PDI Megawati yang dicitrakan sebagai partainya kelompok
nasionalis sekuler belum diterima sepenuhnya oleh sebagian warga NU. Maka selanjutnya, Maarif mengemukakan jika PKB berkoalisi dengannya, dianggap
tidak memperoleh manfaat dan akan mungkin merugikannya.
99
Dalam hal ini Yusuf Hasyim, dukungan PKB terhadap Megawati secara politik dianggap
merupakan sebuah dosa “ kalau secara politis saja dosa, apalagi secara agama” .
100
Berangkat dari visi politik Abdurrahman Wahid yang diperjuangkan melalui PKB inilah, akhirnya melalui visi Partai Kebangkitan Umat PKU
mengimbangi gagasan-gagasan Abdurrahman Wahid. Disamping itu menurut Yusuf Hasyim, PKU lebih mewarisi tradisi NU yang lebih fiqh oriented, PKU
juga mempunyai misi khusus yaitu senantiasa mengusahakan berlakunya ajaran Islam dalam kehidupan bernegara. Lebih lanjut misi PKU menurut Yusuf
Hasyim mengacu pada Anggaran Dasar NU pasal 5 yang berbunyi : Tujuan NU adalah berlakunya ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah dan
menganut salah satu madzhab empat di tengah-tengah kehidupan negara kesatuan
99
A. Syafi’I Maarif, “Persaingan Memperebutkan Suara NU”, Republika, 28 Agustus 1998.
100
Pak Ud, Republika, 26 Oktober 1998.
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45.
101
Lebih lanjut Yusuf Hasyim berkomentar :
Cita-cita PKU tak lebih dari sekedar akomodasi dalam batas-batas tertentu terhadap syariat Islam, serta tegaknya kebenaran, keadilan, HAM atas dasar
etika dan moral Islam yang universal. Karena itu, kecemasan Abdurrahman Wahid terhadap Partai berbasis Islam bakal melahirkan formalisme agama,
mengancam integrasi nasional sangatlah berlebihan ... sungguh ironis yang paradoks jika Abdurrahman Wahid sebagai salah satu pelopor transformasi
intelektual. dan dengan paradigma baru masih menggunakan frame lama dan stigma politik aliran untuk mencurigai kebangkitan Islam politik ...
penonjolan identitas Islam dalam PKU tak berarti mematikan semangat demokrasi dan keterbukaan .....”
102
Pernyataan-pernyataan Yusuf Hasyim di atas menunjukkan, meskipun beliau menolak sekulerisme bukan berarti menyetujui formalisme Islam secara
absolut. Ada wilayah-wilayah tertentu dimana nilai syari’at Islam bisa diadaptasi dalam produk hukum positif Indonesia secara proporsional. Selebihnya, diluar
wilayah yang memang syari’at perlu ditampilkan ke dalam hukum positif, menurut Yusuf Hasyim yang diperlukan adalah tampilnya secara substansial
sesuai dengan universalitas ajaran Islam. Atau dengan kata lain, Yusuf Hasyim mengakui adanya watak universalisme agama pada sisi yang lain. Pada domain
sekterianisme, tak dapat dihindari terjadinya saling berhadapan antara agama satu
101
A. Basit Adnan, Kemelut di NU Antara Kyai dan Politisi, Solo: Mayasari, 1982, hal.52.
102
KH. Yusuf Hasyim, “PKU, dari Siyasah Menuju Syariah”, Jawa Pos, 3 November 1998. Lihat juga wawancara, Pak Ud, Sabili No 13 Tahun VI, 6 Januari 1999, hal. 49
dengan agama lain. Tetapi pada domain nilai universalisme ajaran agama-agama terjadi penyatuan dan pertemuan “ bernegara sekaligus beragama” di kalangan
umat beragama tanpa dikuatirkan konflik. “Konsep kita jelas, masyarakat madaniyah, masyarakat madani dimana semua kelompok-kelompok agama itu di
akomodir secara seimbang ... kita menginginkan formulasi hukum Islam yang relevan sajalah dalam kehidupan kita ini, jangan berlebih-lebihan”.
BAB IV PERBANDINGAN ABDURRAHMAN WAHID DAN YUSUF