4. Meminta penjelasan dari pemasok apabila ada barang yang tidak dikirim dan
bila perlu membatalkannya agar dapat dipesan melalui pemasok lain. 5.
Segera memberitahukan kepada pemasok apabila hargapotongan harga tidak sesuai dengan perjanjian dan meminta untuk segera dikoreksi.
3.4.4. PenjualanPelayanan
PenjualanPelayanan di apotek Kimia Farma 27 Medan meliputi pelayanan resep tunai, resep kredit, UPDS, obat bebas, dan Alkes. Tugas bagian penjualan
meliputi menjaga persediaan barang, melayani konsumen, meminta barang dan memberikan informasi kepada konsumen. Untuk meningkatkan pelayanan
terhadap konsumen, maka apotek Kimia Farma 27 Medan mengantarkan pesanan ke konsumen, PIO, telefarma, SMS Farma, dan swamedikasi
3.4.5. Penyimpanan
Penyimpanan di apotek Kimia Farma 27 Medan dilakukan dengan cara Zerro Stock penyimpanan sementara.
3.4.5.1. Pembuatan Buku Defekta Barang
Pembuatan buku defekta barang dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1.
Setiap hari petugas memriksa barang yang kosong atau hampir habis. 2.
Pencatatan dalam buku defekta yang meliputi nama barang, dosis, satuan, dan jumlah yang dibutuhkan.
3. Membuat defecta cito dalam bentuk BPBA danmenyerahkannya kepada
petugas pembelian untuk selanjutnya dilakukan pemesanan
3.4.5.2. Prosedur Penerimaan Barang
Penerimaan barang dilakukan oleh penanggung jawab menurut prosedur sebagai berikut:
Romi Achmadi: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Komunitas Di Apotik Kimia Farma 27 Medan, 2008. USU e-Repository © 2008
1. Petugas penerima barang dari pemasok disertai dengan Surat Pengantar
barangfaktur SPBF. 2.
Petugas penerima memeriksa kualitas dan kuantitas barang sesuai dengan SP dan SPBF. Khusus untuk obat yang mempunyai tanggal kadaluarsa perlu
diperhatikan agar batas kadaluarsanya masih cukup lama dan bila barang yang diterima tidak sesuai dengan pesanan, maka harus segera disesuaikan dengan
pemasok yang bersangkutan. 3.
Petugas penerima membubuhkan tanda tangan, nama dan tanggal, stempel apotek Kimia Farma 27 pada faktur asli. Faktur asli diserahkan kepada
pemasok sedangkan foto copy faktur sebagai pertinggal. 4.
Penanggung jawab membubuhkan nomor urut barang dan menendatangani pada kolom yang tersedia.
5. Penanggung-jawab mengentri faktur yang masuk lalu mengarsipkan faktur
dan menyerahkan ke bagian pembelian Gudang untuk dicek kebenarannya melalui simka.
3.4.5.3. Sistem Penyimpanan
Penyimpanan dapat dilakukan di etalase, maupun ruang peracikan. Cara penyimpanan perbekalan farmasi di apotek Kimia Farma 27 Medan dilakukan
berdasarkan bentuk sediaannya yang disusun menurut abjad atau alfabetis, dengan menggunakan prinsip FIFO First In First Out, yaitu obat yang masuk lebih awal
dikeluarkan lebih dahulu. Untuk golongan narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari
khusus. Sediaan
biologis seperti
serum, vaksin,
suppositoria yang
penyimpanannya harus di bawah suhu kamar yaitu disimpan dalam lemari pendingin. Penyimpanan bahan baku dipisahkan dengan obat-obat lain dalam
wadah tertutup rapat dan diberi etiket atau label yang jelas. Bahan baku obat dalam dipisahkan dengan bahan baku obat luar.
Romi Achmadi: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Komunitas Di Apotik Kimia Farma 27 Medan, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB IV KOMPLAIN
Menurut Dr. Asto Subroto, dari 25 pelanggan yang tidak puas terhadap suatu produklayanan hanya satu di antara mereka yang melakukan komplain. Menjadi
pertanyaan penting, apa yang dilakukan oleh 24 pelanggan lain yang tidak melakukan komplain. Ada beberapa alternatif yang tersedia. Diam saja,
menyampaikan keluhan namun bukan kepada produsen penyedia layanan tetapi kepada kolega atau kerabat, dan tidak sedikit pelanggan langsung beralih kepada
produsenpenyedia layanan lain sebagai wujud kekecewaannya.
Komplain merupakan salah satu bentuk komunikasi yang disampaikan oleh pelanggan kepada produsenpenyedia layanan. Oleh karena itu komplain
merupakan hal yang penting bagi suatu perusahaan karena pada umumnya disampaikan oleh pelanggan yang loyal. Adapun hambatan yang menyebabkan
tidak adanya komplain meskipun pelanggan mengalami kekecewaan adalah sebagai berikut:
1. Konsumen tidak mengetahui kemana komplain ditujukan
2. Asumsi konsumen bahwa komplain adalah hal yang sia-sia
3. Prosedur komplain yang rumit dan berbelit-belit
4. Komplain yang dilakukan dapat memperburuk keadaan karena produsen
penyedia layanan tidak siap menerima komplain.
Banyak perusahaan yang tidak memberitahukan kepada konsumen apabila menghadapi masalah dalam penggunaan produknya, atau penyedia jasa yang tidak
menginformasikan ke mana kalau kalau komplain apabila konsumen mengalami masalah. Hal ini dapat menyebabkan konsumen lalu diam saja atau apabila produk
tersebut adalah jenis fast moving atau low involvement yang siklus pembeliannya pendek, pembelian berikutnya akan langsung pindah ke merek lain. Oleh karena
itu apapun produk atau jasa yang dijual oleh perusahaan, sebaiknya konsumen
Romi Achmadi: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Komunitas Di Apotik Kimia Farma 27 Medan, 2008. USU e-Repository © 2008
diinformasikan dengan jelas ke mana teleponwebsitealamat harus komplain apabila menghadapi masalah tentang produk atau jasa yang dibelinya.
Tidak sedikit konsumen yang memiliki kepercayaan bahwa kalaupun mereka komplain sebenarnya percuma saja. Walaupun ketika komplian ditanggapi secara
serius, tetapi akhirnya akan menguap begitu saja. Kepercayaan konsumen ini tentu tidak lahir begitu saja, melainkan berdasarkan akumulasi dari pengalamannya
sendiri ataupun pengalaman orang-orang di sekitarnya yang ditularkan kepadanya. Faktor informasi dari orang lain inilah sebenarnya juga ancaman bagi pemilik
merek yang tidak menanggapi ketidak puasan konsumennya secara baik. Lalu bagaimana mengatasi kepercayaan yang sudah dimiliki oleh konsumen tersebut ?
sekali lagi adalah faktor informasi dan komunikasi. Ketika seorang konsumen komplain, 1 konsumen harus diyakinkan bahwa komplainnya ditangani dengan
baik dan 2 konsumen harus mengetahui bagaimana perkembangan penyelesaian masalah yang dikomplain tersebut. Kasus yang dialami oleh sebuah provider
telekomunikasi di Jakarta menjadi contoh yang baik, yaitu bahwa tingkat penyelesaian masalah yang dikeluhkan oleh pelanggan sebenarnya sangat tinggi,
akan tetapi karena ketika masalah tersebut selesai konsumen tidak diberitahu maka dianggap bahwa perusahaan tersebut belum melakukan perbaikan dan
masalah selesai sendiri. Akibatnya adalah ketidak puasan konsumen terhadap penyelesaian masalah di perusahaan ini tetap tinggi.
Anggapan wajar yang dialami oleh setiap konsumen adalah bahwa ketika mereka akan komplain ternyata diharuskan mengisi berbagai form dan menyerahkan form
tersebut ke bagian-bagian tertentu dan akhirnya oleh bagian tersebut diminta lagi mengisi buku komplain atau ditanya berbagai hal. Prosedur seperti ini jelas saja
tidak memudahkan konsumen yang sedang menghadapi masalah akan tetapi justru memperumit. Oleh karena itu sebaiknya konsumen dibebaskan menyampaikan
keluhan dalam bentuk apapun, yang penting jelas. Kadang-kadang perusahaan menganggap konsumen mengada-ada, tetapi lebih baik perusahaan berasumsi
positif saja, karena dengan adanya keluhan seperti ini sekaligus menguji prosedur
Romi Achmadi: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Komunitas Di Apotik Kimia Farma 27 Medan, 2008. USU e-Repository © 2008
operasi standar yang dimiliki oleh perusahaan untuk menyelesaikan sebuah permasalahan.
4.1 Jenis-Jenis Komplain