Nasab dan kelahiran Deskripsi Tokoh
pada umumnya, Gus Dur juga mempelajari Ilmu sekuler lainnya seperti sastra, bahasa Inggris, Belanda, serta ilmu-ilmu lainnya dari hasil bacaan Gus Dur.
Abuddin Nata menyatakan bahwa pesantren mempunyai 5 macam tipologi. Pertama, lembaga pendidikan pesantren yang bersifat salafi, yaitu
lembaga pendidikan pesantren yang hanya mengajarkan agama dengan bersandar pada kitab-kitab klasik dengan menggunakan sistem halaqah, sorogan dan
bandongan. Kedua, lembaga pendidikan pesantren yang selain memiliki ciri-ciri pesantren salafi sebagai mana tersebut di atas, juga telah mengadopsi sistem
madrasah, walaupun muatan kurikulumnya sepenuhnya agama. Ketiga, lembaga pendidikan pesantren yang selain memiliki sistem madrasah juga sudah
melengkapinya dengan sistem sekolah umum yang memungkinkan santrinya dapat melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi baik di perguruan
tinggi agama maupun pada perguruan tinggi umum. Keempat, sistem pendidikan pesantren yang sudah melengkapi dirinya dengan keunggulan dalam menguasai
bahasa asing dan teknologi modern. Kelima, sistem pendidikan pesantren yang santrinya diarahkan untuk menjadi tenaga kerja professional yang dibutuhkan
masyarakat. Pada pesantren model kelima ini, para lulusannya diarahkan untuk bekerja secara mandiri pada sektor informal.
8
Gus Dur sebagai intelektual yang haus akan ilmu, meski ia tumbuh di pesantren bercorak tradisionil dan salafi, Gus Dur tidak hanya mempelajari
pelajaran yang bersifat keagamaan saja, ia selalu mengasah diri dengan membaca buku-buku yang ditemuinya. Ia terbiasa bergaul dengan orang-orang yang
multikultur, termasuk pada saat ia dan ayahnya tinggal di lingkungan elit Jakarta. Hal itu bisa dibuktikan dengan kegemaranya mendengarkan musik bethoveen
disamping ia juga hobi menyaksikan pertunjukan wayang kulit, cerita silat, dan sebagainya. Dengan latar belakang Gus Dur yang kompleks, sebagai keturunan
pendiri organisasi NU yang disegani, lingkungan sosio-masyarakat yang multikultural, serta pergaulan yang tidak terbatas menjadikan seorang Gus Dur
sebagai tokoh yang kompleks dan penuh paradoks.
9 8
Abuddin Nata, Op.Cit,.h 349
9
Greg Barton, Op.cit,h. 41-42