Latar Belakang Masalah Pendahuluan

6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. 6 Undang-undang pendidikan tersebut mengandung makna menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menghargai keragaman individu. Sistem Pendidikan yang ada dewasa ini belumlah mempunyai karakteristik yang sesuai dengan undang-undang tersebut. Oleh karena itu, pendidikan multikultural patut dikembangkan dan dijadikan sebagai model pendidikan alternatif di Indonesia dengan berbagai alasan, antara lain : 1. Realitas bahwa Indonesia adalah negara yang dihuni oleh berbagai suku, bangsa, etnis, agama, dengan bahasa yang beragam dan membawa budaya yang heterogen serta tradisi dan peradaban yang beraneka ragam. 2. Pluralitas tersebut secara inheren sudah ada sejak bangsa Indonesia ini ada. 3. Masyarakat menentang pendidikan yang berorientasi bisnis, komersialisasi, dan kapitalis yang mengutamakan golongan atau orang tertentu. 4. Masyarakat tidak menghendaki kekerasan dan kesewenang-wenangan pelaksanaan hak setiap orang. 5. Pendidikan multikultur sebagai resistensi fanatisme yang mengarah pada berbagai jenis kekerasan, dan kesewenang-wenangan. 6. Pendidikan multikultural memberikan harapan dalam mengatasi berbagai gejolak masyarakat yang terjadi akhir-akhir ini. 7. Pendidikan multikultur sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan, sosial, kealaman, dan ke-Tuhanan. 7 Masalah-masalah multikultur yang ada telah membuat berbagai tokoh di Indonesia maupun di dunia dalam membuat konsepnya masing-masing. Dalam hal ini penulis ingin menguraikan konsep K.H Abdurrahman Wahid Gus Dur dalam hal pendidikan Islam multikultural. Gus Dur berpandangan bahwa kebhinekaan 6 Sisdiknas, Undang-undang sistem pendidikan nasional, Bidang DIKBUD KBRI Tokyo. h.3-4 7 Maslikhah, Op.cit. , h. 159 budaya yang berkonotasi positif dapat diwujudkan dengan beberapa aspek, salah satunya ialah pendidikan. Sebagai tokoh yang digelari Bapak Pluralisme- Multikulturalisme, Beliau menjelaskan bahwa pendidikan itu harus beragam sesuai dengan kulturnya masing-masing. Pendidikan yang beragam itu bukan menyimpang dari tujuan, melainkan suatu upaya untuk mencapai tujuan pendidikan melalui cara yang beragam. Gus Dur memandang perlunya sikap percaya diri dari individu atas kulturnya masing-masing. Dalam contoh ini ia menawarkan solusi yang sering dinamakan pribumisasi Islam, yakni bagaimana mengintegrasikan Islam dengan budaya lokal, ataupun pendidikan Islam dengan pendidikan lokal. Dari pengertian ini munculah sikap inklusif, plural, multikultural terhadap individu. Sikap yang demikian merupakan solusi dalam perwujudan masyarakat Indonesia yang multikulturalisme, sehingga tindakan rasisme, separatis, maupun konflik-konflik SARA lainnya tidak terjadi lagi. 8 Latar belakang kehidupan Gus Dur banyak mempengaruhi bagaimana ia mempunyai pemikiran yang luas dan paradoks. Gus Dur merupakan seorang yang multi-talenta dan berkepribadian ganda. Ia seorang Kiai dan juga presiden, seorang seniman bahkan juga arsitek, sebagai guru bangsa ataupun sebagai masyarakat biasa pada umumnya. Ia mempunyai kekurangan keterbatasan fisik, tetapi hatinya keras seperti baja, di satu sisi ia lembut dan fleksibel atas pemikiran orang lain sehingga sulit mengklasifikasikan pemikiran Gus Dur. Ia mampu mengintegrasikan semua ideologi yang ada sehingga banyak orang yang menjuluki Gus Dur sebagai wajah Islam di Indonesia. Sebagai penerus organisasi NU Nahdlatul Ulama Gus Dur merupakan Cucu dari pendiri organisasi islam terbesar di Indonesia bahkan dunia yaitu K.H Hasyim Asy’ari. Ayahnya K.H. Wahid Hasyim adalah menteri Agama pertama sejak diproklamirkan Nusantara menjadi sebuah negara yang merdeka yaitu Indonesia. NU pada masa kepemimpinan Gus Dur bertransformasi menjadi NU yang tidak sepenuhnya tradisionil. NU dibawah kepemimpinanya bernuansa 8 Abdurrahman Wahid, Islamku, Islam Anda, Islam Kita, Jakarta: The Wahid Institute, 2006 h. 223 warna-warni yang mengayomi bukan hanya anggotanya saja, melainkan seluruh masyarakat. Masalah-masalah yang telah terurai di atas melatarbelakangi penulis untuk mencoba menguraikan lebih lanjut tentang pendidikan multikultural dengan menghubung-hubungkan beberapa konsep yang telah dirumuskan oleh para peneliti sebelumnya. Di samping itu beberapa pemikiran-pemikiran Gus Dur yang berkaitan dengan masalah-masalah pendidikan dan multikultural menjadi suatu objek yang akan diuraikan lebih lanjut oleh penulis. Penulis mencoba memberikan desain terhadap penulisan skripsi ini berjudul Konsep K.H Abdurahman Wahid tentang pendidikan Islam multikultural. Alasan pemilihan judul tersebut penulis ingin menguraikan pengertian yang pertama, yakni konsep dalam bahasa Indonesia yang berarti ide atau gagasan yang masih samar. K.H Abdurrahman Wahid Sebagai objek yang akan diteliti, serta pendidikan Islam multikultural merupakan fokus kajian terhadap konsep yang digagas tokoh tersebut. Implikasi dari pemilihan judul tersebut, penulis ingin mengkaji seorang tokoh yang menyimpan paradoks, unik dari seorang Gus Dur lepas dari kelebihan dan kekuranganya dengan memfokuskan pada masalah pendidikan multikultural. Seperti yang telah diketahui bahwa Gus Dur adalah seorang dengan berkepribadian ganda dan multi-talenta dalam berbagai bidang multidisipliner, hal inilah yang melandasi penulis untuk mengamati dan mengkaji pemikirannya dalam bidang tertentu terlepas dari pemikiranya dalam bidang yang lain, yakni pendidikan. Ia adalah salah satu tokoh pendidikan dan juga guru bangsa yang banyak berpengaruh dan berkontribusi di Indonesia.

B. Identifikasi Masalah

Permasalahan yang telah diuraikan menjadi sangat lebar, supaya masalah yang terkait dengan judul menjadi jelas, maka penulis perlu mengidentifikasi masalah yang akan diteliti sebagai berikut: 1. Masalah-masalah yang terkait kebudayaan dan SARA selalu menjadi wacana yang menarik untuk dikaji, namun pemecahan masalahnya belum memuaskan. 2. Indonesia sebagai Negara multikultural berfrekuensi tinggi adanya konflik kultural. 3. Pemikiran K.H Abdurrahman Wahid terkait dengan pendidikan multikultural belum terkonsepkan. 4. Pendidikan yang ada sekarang belum bisa mencapai tujuan pendidikan seperti yang dirumuskan undang-undang sisdiknas. 5. Pendidikan islam multikultural merupakan pendidikan alternatif yang perlu dikembangkan, tetapi konsepnya masih abstrak untuk terealisasikan.

C. Pembatasan Masalah

Pembahasan dalam penulisan skripsi tidak mungkin dapat dibahas secara keseluruhan. penulisan ini perlu dibatasi supaya tidak melebar dan menyimpang dari fokus masalah. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu “Konsep pendidikan islam multikultural menurut pandangan K.H Abdurrahman Wahid ”.

D. Rumusan Masalah

Masalah-masalah yang telah teridentifikasi dan dibatasi diatas, selanjutnya penulis memformulasikan rumusan masalah ke dalam bentuk pertanyaan deskriptif yaitu : Bagaimana Konsep K.H Abdurrahman Wahid tentang pendidikan Islam multikultural?

E. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian ini Berdasarkan Rumusan masalah diatas tujuan penelitian ini ialah mengkaji makna pendidikan multikultural secara faktual, dan mencoba mengeksplorasi serta menginventarisir pemikiran K.H Abdurrahman Wahid dengan konsep pendidikan multikultural tersebut. 2. Manfaat penelitian Penelitian ini sangat bermanfaat bagi penulis, maupun pembacanya. Manfaat yang didapat dari penelitian ini ada dua macam : a. Manfaat teoritis 1 Penulis dan pembaca dapat mengetahui arti pendidikan multikultural 2 Menambah pengetahuan seputar para tokoh pendidikan dan isu-isu yang ada. 3 Melatih penulis untuk menghasilkan karya ilmiah, dan menambah pengetahuan serta menambah pengalaman dalam belajar. b. Manfaat pragmatis 1 Sebagai Bahan Bacaan yang dapat dikritik ataupun saran yang konstruktif. 2 Menambah khazanah ilmu dan referensi bagi penulis selanjutnya. 3 Menjadi teori yang dapat diaplikasikan ke instansi-instansi pendidikan. 11

BAB II Kajian Teori Tentang Pendidikan Multikultural

A. Konsep Pendidikan Multikultural

Kata pendidikan mempunyai keragaman makna yang kompleks baik dari kalangan masyarakat umum, maupun para ahli pendidikan. Keragaman makna tersebut merupakan hal yang wajar, karena masing-masing ahli memiliki perbedaan latar belakang baik pendidikan, budaya, agama, sosial maupun lainya. Dari latar belakang inilah para ahli mempunyai pandangan yang berbeda-beda dalam mendefinisikan pendidikan. Karena setiap definisi menunjukan pandangan individu dalam pemikiranya masing-masing, misalnya bagi ahli biologi pendidikan adalah adaptasi, bagi ahli psikologi pendidikan merupakan sinonim dari belajar, sedangkan ahli filsafat berpandangan bahwa pendidikan merupakan cerminan ideologi yang dianut setiap individu. 1 Dalam konteks sosio-kultural dan pedagogik, kata pendidikan memberikan pengertian yang beragam misalnya, Koentjaraningrat seperti yang dikutip ngainun naim dan achmad sauqi mendefinisikan pendidikan sebagai usaha untuk mengalihkan adat-istiadat dan seluruh kebudayaan dari generasi lama ke generasi baru. Kemudian N. Drijakarya juga memberikan definisi pendidikan dengan filosofisnya yaitu suatu perbuatan fundamental dalam bentuk komunikasi antarpribadi, dan dalam komunikasi tersebut terjadi proses pemanusiaan manusia muda, dalam arti terjadi proses hominisasi proses menjadikan seseorang sebagai 1 Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004, h.73-74 manusia dan humanisasi proses pengembangan kemanusiaan manusia. Selain itu bapak pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara memberikan rumusan pendidikan sebagai usaha orang tua bagi anak-anaknya dengan maksud untuk menyokong kemajuan hidupnya. 2 Dari definisi-definisi yang beragam ini terdapat titik temu jika dilihat dari substansi maknanya, yaitu hasil rumusan UNESCO yang berisi learning to know, to do, to be, dan to life together. Multikultural merupakan kata yang berasal dari kata multi yang berarti banyak, ragam atau aneka dan kultur yang berarti budaya, kesopanan dan akal. Dengan demikian arti dari multikultural ialah keragaman kebudayaan, aneka kesopanan, dan beragam akal. Dari akar kata ini kemudian kata multikultural berkembang menjadi konsep, ideologis, ataupun aliran yang dinamakan multikultularisme. Secara definitif Conrad P. Kottak memberikan kata kunci dalam memahami kultur yaitu general dan spesifik. Maksudnya kultur secara general dapat dicontohkan bahwa manusia mempunyai kultur masing-masing, sedangkan maksud spesifik artinya setiap kultur mempunyai varian tersendiri yang membedakan satu kultur dengan kultur lainnya. 3 Pendidikan multikultural secara umum adalah konsep dan praksis pendidikan yang mencoba untuk memberikan pemahaman mengenai keanekaragaman ras, etnis, dan budaya dalam suatu masyarakat. Tujuan dari konsep tersebut ialah agar manusia dapat hidup berdampingan secara damai antar komunitas yang berbeda-beda. Lebih dari itu pendidikan multikultural merupakan praktik pendidikan yang berupaya membangun interaksi sosial yang toleran, saling menghormati, dan demokratis antar orang lain yang berbeda latar belakangnya. Dalam pengertian yang luas, pendidikan multikultural bukan hanya pendidikan formal saja, tetapi meliputi non formal dan informal. 4 Dalam memahami makna pendidikan multikultural, Maslikhah memberikan kata kunci yang lazim disebut kultural, pluralitas, dan pendidikan. 2 Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, Pendidikan multikultural konsep dan aplikasi, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010. h. 29-31 3 Maslikhah, Quo Vadis Pendidikan Multikultur, Surabaya: PT Temprina Media Grafika, 2007, h.45-47 4 Ahmad Gaus , Dkk, Cerita sukses pendidikan multicultural di Indonesia, Jakarta: CSRC UIN Jakarta, 2010. h.4 Pemahaman terhadap pluralitas mencakup segala perbedaan dan keragaman, sedangkan kultur mengandung empat term yaitu agama, ras, suku, dan budaya. Dari kata kunci di atas, pendidikan multikultural didefinisikan sebagai proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan, dan cara-cara mendidik yang menghargai pluralitas dan heterogenitas secara humanistik. Artinya pendidikan multikultural tidak hanya mengenal perbedaan yang ada, akan tetapi lebih menekankan praktik hidup secara inklusif. 5

B. Landasan Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural sebagai sebuah konsep mempunyai landasan tersendiri. Penulis memberikan dua hal utama yang melandasi konsep pendidikan multikultural dalam mekanismenya, yaitu: landasan filosofis, dan landasan yuridis. 1. Landasan filosofis Ideologi pendidikan multikultural secara filosofis mengacu pada aliran filsafat post modernisme, yaitu aliran yang mempunyai konsep transendental. Aliran ini tidak bisa dijelaskan secara konseptual, tetapi pada ideologinya post modernisme pada awalnya merupakan sebuah ideologi yang mengkritik akan ideologi modernisme, namun terkadang post modernisme juga menolak ideologi tradisionalisme, fundamentalisme, dan sebagainya. 6 Menurut post modernisme, pendidikan yang ditawarkan kaum modernisme yaitu pendidikan yang bercorak sekular, liberal, kapitalis, dan sebagainya belum bisa mengharmonisasikan dan memajukan umat manusia seluruhnya, hanya yang kuat yang bisa mencapai kemajuan tersebut. Adapun beberapa kritik aliran post modernisme terhadap pendidikan modernisme menurut H.A.R Tilaar antara lain : 5 Maslikhah, Op.cit, h. 48 6 Ali Maksum, Pluralisme dan Multikulturalisme Paradigma Baru Pendidikan Agama Islam di Indonesia, Malang: Aditya Media Publishing, 2011,. h.152