Jenis Penelitian Metodologi Penelitian

K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama NU yang merupakan organisasi Islam terbesar dan terkuat di Indonesia, sementara kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengasuh pesantren yang memperkenalkan kelas santri puteri pertama dalam dunia pesantren di desa Denanyar Jombang. Ayah Gus Dur Wahid Hasyim adalah seorang kiai yang disegani masyarakatnya sekaligus seorang tokoh elit politik yang berperan penting pada masa kemerdekaan Indonesia. Wahid Hasyim merupakan anak kelima dari sepuluh saudara dan merupakan anak laki- laki pertama dari K.H Hasyim Asy’ari. Sedangkan Ibu Gus Dur Nyai Solichah merupakan putri K.H Bisri syansuri yang merupakan teman dekat K.H Hasyim Asy’ari. Gus Dur pernah menyatakan bahwa nasab keturunanya berasal dari Raja Brawijaya VI, Raja yang berkuasa di Jawa dan merupakan Raja terakhir Kerajaan Majapahit. Raja Majapahit tersebut mempunyai anak bernama Jaka Tingkir, kemudian keturunan dari Jaka Tingkir inilah yang dianggap memperkenalkan Islam di daerah pantai timur laut pulau Jawa. 2

2. Kehidupan pribadi

Abdurrahman Wahid menikah dengan wanita idamannya yakni Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat orang puteri yaitu Alissa Qotrunnada, Zannuba Ariffah Chafsoh Yenny Wahid, Anita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari. Kehidupan Gus Dur selalu perpindah-pindah tempat baik sebelum menikah maupun setelah menikah. Hal itu dikarenakan banyaknya aktifitas yang ia jalani terlebih setelah ia menjadi ketua NU. Bakat-bakat yang dimiliki Gus Dur semasa hidupnya melebihi santri atau kiai pada zamannya. Ia dikenal memiliki daya ingat yang kuat dengan fisik yang terbatas, naluri yang tajam, serta berpenampilan sederhana. Sejak kecil ia telah mengenal berbagai macam bahan bacaan yang luas yang amat jarang dilakukan santri pada zamannya. Tradisi pesantren pada umumnya adalah memandang para ulama sepuh sebagai guru spiritual maupun guru intelektual, walaupun daya intelektual Gus 2 Ahmad Suaedy dan Raja Juli Antoni ed, Para Pembaharu Pemikiran dan Gerakan Islam Asia Tenggara, Jakarta: SEAMUS, 2009 h. 2