Latar Belakang Analisis Kadar Formalin pada Buah Impor yang Dijual di Beberapa Pasar Swalayan di Kota Medan Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan buah-buahan. Berdasarkan data Departemen Pertanian, Indonesia menghasilkan lebih dari 400 jenis buah-buahan, baik jenis buah tropis maupun subtropis. Komoditas buah-buahan merupakan penyumbang keanekaragaman dan kecukupan gizi rakyat yang cukup besar. Buah-buahan sangat penting bagi kesehatan. Mengkonsumsi buah-buahan setiap hari secara teratur akan mempertinggi daya tahan tubuh dan mencegah penyakit, membantu kerja jantung, mempertajam ingatan, meringankan tekanan mental, serta menyelaraskan pencernaan makanan, dan peredaran darah. Semakin meningkatnya pendidikan dan kesadaran akan pentingnya gizi masyarakat akan memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan permintaan buah-buahan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif Rukmana, 2008. Menurut Rukmana 2004, sisi kualitas menjadi sangat penting karena ada kecenderungan bahwa dengan meningkatnya pendapatan income masyarakat, makin mengarah kepada pasar konsumen. Oleh karena itu, tidak heran kalau konsumen lebih menyukai buah impor karena dipandang lebih tinggi kualitasnya. Produksi buah-buahan di dalam negeri yang masih rendah dan kualitasnya yang belum memenuhi selera konsumen mendorong terjadinya impor buah-buahan dari luar negeri. Impor buah Indonesia cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun. Universitas Sumatera Utara Saat ini, kita telah banyak dibanjiri oleh bermacam-macam buah impor. Buah impor yang masuk sebagian besar merupakan jenis buah yang juga ada di negara kita. Padahal Indonesia adalah negara tropis dengan beraneka ragam flora dan faunanya, termasuk untuk buah-buahan. Menurut Ridarineni 2013 buah impor hanya bisa masuk lewat empat lokasi yakni: Bandara Internasional Soekarno-Hatta Cengkareng, Pelabuhan Laut Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan Laut Belawan Medan dan Pelabuhan laut Makassar. Buah impor yang masuk ke Indonesia juga berasal dari banyak negara diantaranya Amerika, Australia, Cina, Jepang, dan Selandia Baru. Pada tahun 2013 di Yogyakarta dilakukan pemeriksaan terhadap 13 sampel buah impor yang diambil secara acak dari dua jenis tempat penjualan yakni kios buah pinggir jalan dan supermarket besar untuk diperiksa di Balai Laboratorium Kesehatan BLK Jogja. Hanya satu buah yang tidak mengandung formalin yakni jeruk ponkam, sisanya semuanya mengandung zat formalin. Baik yang diambil dari kios buah yaitu pir kuning dan hijau, apel merah dari Amerika, apel fuji dan anggur merah maupun yang diambil dari supermarket yaitu tiga buah pir berbagai jenis dan merek, anggur, apel merah dan apel hijau Zuhri dan Mediani, 2013. Buah impor yang beredar di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, diketahui mengandung formalin setelah Badan Katahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian BKP3 Kabupaten Indramayu melakukan rapid tes kit formalin terhadap sejumlah buah impor yang beredar di Kabupaten Indramayu. Pengujian pada buah impor tersebut di antaranya dilakukan pada apel merah, jeruk ponkam, Universitas Sumatera Utara pir impor, dan anggur merah. Pada apel merah dan jeruk ponkam, hasil uji tes menunjukkan buah tersebut positif mengandung formaldehyde formalin sebesar 1,5 miligram per liter air. Sedangkan untuk buah pir impor dan anggur merah impor positif mengandung formalin sebesar 1,0 miligram per liter air Roszandi, 2014. Formalin adalah desinfektan yang kuat untuk menghancurkan bakteri pembusuk. Dalam pengawetan mayat atau pengawetan hewan, formalin digunakan sebagai zat yang mampu menekan aktivitas bakteri pembusuk. Dengan demikian, jaringan mayat atau hewan dapat bertahan berbulan-bulan. Masalah keamanan pangan di tingkat industry rumah tangga memang sudah sangat kronis. Pelaku-pelaku bisnis tidak memerhatikan keselamatan konsumen karena prinsip dagang yang dipegang adalah mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya produksi minimal Anwar dan Ali, 2009. Formalin tidak hanya berbahaya jika dikonsumsi, melainkan juga dengan melakukan kontak terhadapnya. Sangat kita pahami bahwa formalin sangat berbahaya jika digunakan tidak sewajarnya mengingat formalin merupakan zat yang bersifat karsinogenik atau bisa menyebabkan kanker Yuliarti, 2007. Khusus mengenai sifatnya yang karsinogenik, formalin termasuk ke dalam karsinogenik golongan II A. Golongan I adalah yang sudah pasti menyebabkan kanker, berdasarkan uji lengkap. Sedangkan golongan IIA baru taraf diduga, karena data hasil uji pada manusia masih kurang lengkap. Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan dibuang ke luar bersama cairan tubuh. Universitas Sumatera Utara Itu sebabnya formalin sulit dideteksi keberadaannya di dalam darah Cahyadi, 2006. Menurut Yuliarti 2007 kekebalan tubuh sangat berperan pada berdampak tidaknya formalin di dalam tubuh. Jika kekebalan tubuh atau mekanisme pertahanan tubuh rendah, sangat mungkin formalin berkadar rendah sekalipun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan. Anak-anak, khususnya bayi dan balita, adalah salah satu kelompok usia yang rentan mengalami gangguan ini. Secara mekanik integritas mukosa permukaan usus dan peristaltik gerakan usus merupakan pelindung masuknya zat asing ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung dan enzim pencernaan menyebabkan denaturasi zat berbahaya tersebut. Secara imunologik sIgA sekretori Imunoglobulin A pada permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia dapat menangkal zat asing masuk ke dalam tubuh. Namun demikian, pada usia anak, usus imatur belum sempurna atau system pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan bahan berbahaya masuk ke dalam tubuh dan sulit dikeluarkan. Hal ini juga akan lebih mengganggu pada penderita gangguan saluran cerna yang kronis seperti pada penderita autism, penderita alergi dan sebagainya. Produk makanan berformalin tidak hanya ditemukan di sejumlah pasar tradisional, tetapi sering pula ditemukan di berbagai supermarket di berbagai wilayah di tanah air. Padahal perlu diketahui bahwa sebenarnya formalin bukanlah bahan pengawet untuk makanan. Penggunaan formalin umumnya adalah untuk pengawet mayat di samping pengawet berbagai jenis bahan industri non makanan sehingga Universitas Sumatera Utara penggunaanya untuk pengawet makanan sengat membahayakan konsumen. Adanya bahan aditif dan pengawet berbahaya dalam makanan ini sebenarnya sudah lama menjadi rahasia umum Yuliarti, 2007. Namun demikian, masalah klasik tersebut seringkali muncul menjadi pembicaraan hangat dengan kembali ditemukannya berbagai pengawet tersebut pada berbagai jenis bahan makanan yang kita konsumsi sehari-hari. Penambahan pengawet dimaksudkan untuk menghambat ataupun menghentikan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir sehingga produk makanan dapat disimpan lebih lama. Selain itu, suatu pengawet ditambahkan dengan tujuan untuk lebih meningkatkan cita rasa, memperbaiki warna, tekstur, sebagai bahan penstabil, pencegah lengket maupun memperkaya vitamin serta mineral. Sebenarnya makanan yang menggunakan pengawet yang tepat menggunakan pengawet makanan yang dinyatakan aman dengan dosis di bawah ambang batas yang ditentukan tidaklah berbahaya bagi konsumen. Namun demikian, seringkali produsen yang nakal menggunakan pengawet yang tidak tepat seperti pengawet non makanan ataupun pengawet yang tidak diizinkan oleh badan POM sehingga merugikan konsumen Yuliarti, 2007. Menurut IPCS International Programme on Chemical Safety, secara umum ambang batas aman formalin di dalam tubuh dalam bentuk air minum adalah 0,1 miligram per liter. IPCS adalah lembaga khusus dari tiga organisasi di PBB, yaitu ILO, UNEP, serta WHO, yang mengkhususkan pada keselamatan penggunaan bahan kimiawi. Bila formalin yang masuk ke tubuh melebihi ambang batas tersebut maka dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan system tubuh Universitas Sumatera Utara manusia. Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat atau jangka pendek dan dalam jangka panjang, bisa melalui hirupan, kontak langsung, atau tertelan Yuliarti, 2007. Menurut Judarwanto 2006 konsumsi formalin dapat menyebabkan terjadinya kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, dan ginjal. Sementara itu menurut Putranto 2011 berdasarkan hasil uji klinis, dosis toleransi tubuh manusia pada pemakaian secara terus-menerus Recommended Dietary Daily Allowances RDDA untuk formalin sebesar 0,2 mg per kilogram berat badan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1168MenkesPerX1999 tentang Bahan Tambahan Makanan, formalin formaldehid termasuk ke dalam bahan tambahan yang dilarang digunakan ke dalam makanan. Apabila melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, diantaranya termasuk penggunaan bahan yang dilarang dipakai sebagai bahan tambahan pangan seperti formalin, pelakunya diancam hukuman penjara maksimal lima tahun dan atau denda paling banyak Rp 600 juta. Penggunaan formalin dalam produk pangan melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Anonymous, 2006.

1.2 Perumusan Masalah