baku perekat untuk kayu lapis, resin, desinfektan untuk sabun cuci piring, pembersih lantai, dan detergen, sebagai fungisida pada tanaman dan sayuran, serta
sebagai insektisida Widmer dan Heinz, 2007. Formalin juga digunakan pada pembuatan plastik dan resin, pengawet, dan
zat perantara dalam pembuatan bahan kimia. Dipakai juga dalam industri tekstil sebagai bahan tahan lipatan Harrington dan Gill, 2005.
2.2.2 Penyalahgunaan Formalin
Menurut Yuliarti 2007 besarnya manfaat di bidang industri tersebut ternyata disalahgunakan untuk penggunaan pengawetan industri makanan.
Biasanya hal ini sering ditemukan dalam industri rumahan karena mereka tidak terdaftar dan tidak terpantau oleh Depkes dan Balai POM setempat. Bahkan
makanan yang diawetkan dengan formalin biasanya adalah mi basah, tahu, bakso, ikan asin, dan beberapa makanan lainnya. Sangat dimengerti mengapa formalin
sering disalahgunakan. Selain harganya yang sangat murah dan mudah didapatkan, produsen seringkali tidak tahu kalau penggunaan formalin sebagai
pengawet makanan tidaklah tepat karena bisa menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi konsumen yang memakannya. Formalin juga tidak dapat hilang
dengan pemanasan. Oleh karena bahayanya bagi manusia maka penggunaan formalin dalam makanan tidak dapat ditoleransi dalam jumlah sekecil apapun.
Formalin juga dipakai untuk reaksi kimia yang bisa membentuk ikatan polimer yang dapat menimbulkan warna produk menjadi lebih cerah. Oleh karena
itu, formalin juga banyak dipakai dalam produk rumah tangga seperti piring, gelas dan mangkuk yang berasal dari plastik atau melamin. Bila piring atau gelas
Universitas Sumatera Utara
tersebut terkena makanan atau minuman panas maka bahan formalin yang terdapat dalam gelas akan larut Yuliarti, 2007.
2.2.3 Bahaya Formalin
Menurut IPCS International Programme on Chemical Safety, secara umum ambang batas aman formalin di dalam tubuh dalam bentuk air minum
adalah 0,1 miligram per liter. Bila formalin yang masuk ke tubuh melebihi ambang batas tersebut makan dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan
system tubuh manusia Yuliarti, 2007. Menurut Judarwanto 2006 konsumsi formalin dapat menyebabkan terjadinya kerusakan hati, jantung, otak, limpa,
pankreas, dan ginjal. Menurut Putranto 2011 berdasarkan hasil uji klinis, dosis toleransi tubuh
manusia pada pemakaian secara terus-menerus Recommended Dietary Daily Allowances RDDA untuk formalin sebesar 0,2 mg per kilogram berat badan.
Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan
Republik Indonesia
Nomor 1168MenkesPerX1999 tentang Bahan Tambahan Makanan, formalin
formaldehid termasuk ke dalam bahan tambahan yang dilarang digunakan ke dalam makanan.
Formalin diketahui sebagai zat beracun, karsinogen menyebabkan kanker, mutagen menyebabkan perubahan sel, jaringan tubuh, korosif dan
iritatif. Formalin juga dapat merusak system syaraf tubuh manusia dan dikenal sebagai zat yang bersifat racun untuk persyarafan tubuh kita neurotoksik, seperti
mengakibatkan gangguan persyarafan berupa susah tidur, sensitif, mudah lupa, sulit berkonsentrasi. Pada wanita akan menyebabkan gangguan menstruasi
Universitas Sumatera Utara
dan infertilitas Sari, 2008. Menurut Saparinto dan Diana 2006 efek penggunaan formalin bagi tubuh
terbagi menjadi dua, efek akut dan efek kronis. Efek akut penggunaan formalin adalah:
a. Tenggorokan dan perut terasa terbakar, tenggorokan terasa sakit untuk
menelan b.
Mual, muntah dan diare c.
Mungkin terjadi pendarahan dan sakit perut yang hebat d.
Sakit kepala dan hipotensi tekanan darah rendah e.
Kejang, tidak sadar hingga koma f.
Kerusakan hati, jantung, otak, limpa, penkreas, serta system susunan saraf pusat dan ginjal.
Sementara itu efek kronis akibat penggunaan formalin adalah a.
Iritasi pada saluran pernapasan b.
Muntah-muntah dan kepala pusing c.
Rasa terbakar pada tenggororkan d.
Penurunan suhu badan dan rasa gatal di dada e.
Bila dikonsumsi menahun dapat mengakibatkan kanker. Menurut Yuliarti 2007 formalin tidak hanya berbahaya jika dikonsumsi,
melainkan juga dengan melakukan kontak terhadapnya. Umumnya formalin masuk ke dalam tubuh manusia melalui dua jalan, yakni melalui mulut dan
saluran pernapasan. Gangguan kesehatan yang terjadi akibat kontak dengan formalin sangat tergantung cara masuk zat ini ke dalam tubuh. Kita bisa saja
Universitas Sumatera Utara
menghirup uap formalin dari lingkungan sekitar. Misalnya polusi yang dihasilkan oleh asap knalpot dan pabrik, mengandung formalin yang mau tidak mau kita
hirup, kemudian masuk ke dalam tubuh. Kemudian asap rokok ataupun air hujan yang jatuh ke bumi pun sebetulnya juga mengandung formalin.
Kontak dengan formalin bisa mengakibatkan luka bakar jika mengenai kulit, iritasi pada saluran pernapasan bila menghirup uapnya dalam konsentrasi
yang tinggi, maupun reaksi alergi dan bahaya kanker pada manusia. Jika kandungan formalin dalam tubuh tinggi maka akan bereaksi secara kimia dengan
hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang berujung pada kerusakan organ tubuh Yuliarti, 2007.
Menurut Widyaningsih dan Erni 2006 jika formalin terhirup inhalasi lewat pernapasan akan segera diabsorpsi ke paru dan menyebabkan paparan akut
berupa pusing kepala, rhinitis, rasa terbakar, dan lakrimasi keluar air mata dan pada dosis lebih tinggi bisa buta, bronchitis, edema pulmonari atau pneumonia
karena dapat mengecilkan bronchus dan menyebabkan akumulasi cairan di paru. Pada orang yang sensitif dapat menyebabkan alergi, asma, dan dermatitis. Jika
lewat penelanan ingestion sebanyak 30 ml 2 sendok makan dari larutan formalin dapat menyebabkan kematian, hal ini disebabkan sifat korosif formalin
terhadap mukosa saluran cerna lambung, disertai mual, muntah, nyeri, perdarahan, dan perforasi. Jika terpapar secara terus-menerus dapat menyebabkan kerusakan
pada hati, ginjal, dan jantung. Lembaga perlindungan lingkungan Amerika Serikat EPA dan lembaga
internasional untuk penelitian kanker IARC menggolongkan formalin sebagai
Universitas Sumatera Utara
senyawa yang bersifat karsinogen, yaitu senyawa yang dapat memacu pertumbuhan sel-sel kanker. Formalin akan mengacaukan susunan protein atau
RNA sebagai pembentuk DNA di dalam tubuh manusia. Jika susunan DNA kacau, maka akan memicu terjadinya sel-sel kanker dalam tubuh manusia. Tentu
prosesnya memakan waktu lama, tetapi cepat atau lambat jika tiap hari tubuh kita mengonsumsi makanan yang mengandung formalin, maka kemungkinan besar
terjadinya kanker sangat besar Widyaningsih dan Erni, 2006. Meskipun dampaknya sangat berbahaya jika terakumulasi di dalam tubuh,
sangatlah tidak bijaksana jika melarang penggunaan formalin. Banyak industri memerlukan formalin sehingga harus bijaksana dalam menggunakannya. Paling
utama adalah dengan tidak menggunakannya pada makanan karena masih ada pengawet makanan yang aman. Oleh karena itu, yang terbaik adalah menjalankan
fungsi pengawasan dengan ketat yang dalam hal ini melibatkan Depkes atau Badan POM beserta instansi terkait. Tidak boleh dilupakan adalah partisipasi
masyarakat. Jelasnya, diharapkan pedagang makanan tidak semena-mena menambahkan formalin untuk makanan hanya demi keuntungannya sendiri,
demikian pula konsumen selayaknya mengenal lebih dekat tentang formalin ini sehingga tidak mudah tertipu oleh pedagang “nakal” yang mencampurkan
formalin sebagai pengawet makanan Yuliarti, 2007.
2.3 Proses Pengawetan Buah Impor