Kata-Kata Tabu Inovasi Bahasa-bahasa Batak

Dalam penelitiannya terhadap delapan bahasa nusantara, Kridalaksana 1963-1973 mengatakan bahwa kata-kata yang sama bentuk dan artinya dalam dua bahasa nonkerabat dianggap sebagai pinjaman dari sesamanya. Kridalaksana yang mengutip Gudschinsky 1956:181 membuat kekeliruan dengan mengabaikan masalah kontak budaya antara dua bahasa nonkerabat. Persamaan bentuk dan arti tidak bisa dijadikan sebagai dasar untuk menentukan bahwa kata- kata tertentu merupakan pinjaman jika kedua bahasa dalam mana kata-kata itu dijumpai tidak mempunyai atau tidak pernah mempunyai kontak budaya. Masalah lain yang perlu mendapat perhatian dalam penelitian tersebut ada- lah, Kridalaksana tidak menunjukkan penerapan rumus-rumus penentuan pasangan-pasangan kata kerabat dan penentuan waktu pisah bahasa-bahasa itu serta penentuan standar kesalahan. Langkah seperti ini akan menyulitkan pembaca untuk mengetahui apakah ada kekeliruan dalam penerapan rumus-rumus tersebut. Uraian tentang kata-kata pinjaman loan words ini sangat diperlukan untuk menghindari kesalahan dalam pengumpulan dan pemilihan data yang termasuk dalam daftar kosakata dasar yang dijadikan peneliti sebagai alat penjaring data.

2.1.1.8 Kata-Kata Tabu

Teeter 1963 mengatakan bahwa kata-kata nonkerabat dapat terjadi akibat adanya faktor tabu atau dalam istilah Gillieron dalam V.Teeter verbal pathology. Menurut Teeter, selain memperhatikan kata-kata kerabat, seorang peneliti perlu juga memperhatikan kata-kata nonkerabat yang muncul akibat adanya faktor tabu, karena hal ini akan mempengaruhi akurasi penelitian. Ada kalanya, pasangan kata tertentu mempunyai bentuk dan arti yang sangat berbeda akibat adanya faktor Universitas Sumatera Utara tabu dalam satu bahasa kata tertentu dianggap tabu, tetapi dalam bahasa lainnya kata yang sama dianggap tidak tabu. Jika faktor tabu tidak ada, kemungkin pa- sangan kata itu adalah berkerabat. Oleh karena itu, seorang peneliti harus menanyakan kepada informannya apakah ada di antara kata-kata yang diucapkan- nya itu merupakan pengganti kata-kata yang dianggap tabu. Yang menjadi kesulitan dalam penerapan teori ini adalah kemungkin bahwa peneliti dan informan tidak akan saling mengerti dalam pembicaraan yang menyangkut masalah tabu. Kontribusi penjelasan tentang kata-kata tabu dan pengaruhnya terhadap keabsahan data adalah untuk menghindarkan masuknya kata-kata kosong karena informan tidak menyebutkan padanan-padanan kata tertentu yang dianggap tabu.

2.1.1.9 Inovasi

Menurut Kridalaksana 1983:65, inovasi adalah perubahan bunyi, bentuk atau makna yang mengakibatkan terciptaanya kata baru.

2.1.1.10 Bahasa-bahasa Batak

Bahasa-bahasa Batak adalah bahasa-bahasa yang digunakan sebagai bahasa pengantar masyarakat etnik Batak di Tapanuli, Sumatera Utara. Menurut Sibarani 1997, sebagian besar masyarakat Batak bertempat tinggal di Tapanuli, sebagian lainnya di bagian Timur Laut Tapanuli yakni Simalungun, dan sebagian lainnya di sebelah Barat Laut Danau Toba yakni Tanah Karo lihat peta pada lampiran penelitian ini. Dia menjelaskan, pembagian linguistik bahasa Batak terdiri atas bahasa Batak Toba, bahasa Batak Karo, bahasa Batak Simalungun, bahasa Batak Pakpak Dairi, dan bahasa Batak Angkola Mandailing. Universitas Sumatera Utara Menurut http:id.wikipedia.orgwikiBahasa_Batak yang diunduh 20 Agustus 2013, bahasa-bahasa Batak adalah sekelompok bahasa yang dituturkan di Sumatera Utara. Kelompok ini dimasukkan ke dalam kelompok yang dijuluki Northwest Sumatra-Barrier Islands dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia. Berdasarkan sumber itu, bahasa-bahasa Batak terdiri atas tiga kelompok yakni kelompok Utara bahasa Alas-Kluet, bahasa Dairi, dan bahasa Karo, kelompok Selatan Toba, Angkola, dan Mandailing, dan perantara bahasa Simalungun. Sementara itu, Keraf 1991:2009 menjelaskan, bahasa-bahasa Batak terdiri atas bahasa Toba, bahasa Karo, bahasa Simalungun, bahasa Angkola, bahasa Dairi, dan bahasa Alas. Dalam penelitian ini, bahasa-bahasa Batak meliputi bahasa Toba, bahasa Simalungun, bahasa Pakpak Dairi, bahasa Angkola,bahasa Karo, dan bahasa Mandailing. Alasan peneliti untuk memisahkan bahasa Angkola Mandailing menjadi bahasa Angkola dan bahasa Mandailing adalah perkembangaan kedua bahasa telah menjadikan kedua bahasa mempunyai perbedaan yang semakin jauh.

2.2 Kerangka Teori