Korespondensi Bunyi Pengertian IstilahPenjelasan dan Kerangka Teori .1 Pengertian IstilahPenjelasan

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bagian kajian pustaka ini, akan disajikan pengertian umum tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini serta teori-teori dan penjelasan- penjelasan yang mendasarinya dengan segala kekuatan dan kelemahannya dan bagaimana teori-teori tersebut diimplementasikan serta penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini. Teori-teori dan penjelasan- penjelasan serta implementasinya, yang mempunyai kekuatan akan dijadikan landasan dalam pengumpulan dan analisis data, sedangkan yang mempunyai kelemahan akan dijadikan bahan perbandingan. 2.1 Pengertian IstilahPenjelasan dan Kerangka Teori 2.1.1 Pengertian IstilahPenjelasan

2.1.1.1 Korespondensi Bunyi

Langacker 1972:329-230 mengatakan bahwa alat metode komparatif adalah korespondensi bunyi sistematis dalam bahasa-bahasa berkerabat. Dia mengatakan perbedaan-perbedaan bentuk fonetis dalam perangkat korespondensi bersifat sistematis. Bunyi-bunyi yang berkorespondensi tidak harus sama tetapi muncul secara teratur pada posisi yang sama dalam kata-kata yang mirip baik dari segi bentuk maupun arti. Dalam penjelasan tersebut, dia tidak menggunakan istilah perangkat korespondensi fonemis, tetapi menggunakan istilah korespondensi bunyi yang datanya adalah data fonetis. Universitas Sumatera Utara Crowley 1992:93 mengatakan bahwa korespondensi bunyi adalah perangkat bunyi dalam kata-kata berkerabat yang dipantulkan oleh satu proto- bahasa. Crowley 1992:106 menjelaskan bahwa perangkat korespondensi bunyi melibatkan bunyi-bunyi yang mirip secara fonetis. Seperti Langacker, dia tidak menggunakan istilah perangkat korespondensi fonetis atau perangkat korespondensi fonemis, melainkan menggunakan istilah perangkat korespondensi bunyi sound correspondence, korespondensi vokal vowel correspondence, dan korespondensi konsonan consonant correspondence. Namun, dia mengatakan, “….here we are trying to analyse the phonemes of the proto-language by using the sound correspondences as the ‘phonetic’ raw data.” Penjelasan tersebut berarti bahwa untuk menganalisis proto-bahasa digunakan korespondensi bunyi sebagai data mentah fonetis. Artinya, data yang digunakan dalam perangkat korespondensi bunyi adalah data fonetis alih-alih data fonemis. Itulah sebabnya mengapa dalam langkah-langkah melakukan rekonstruksi, tidak disebutkan langkah mengubah data fonetis menjadi data fonemis. Crowley 1992:75-89 menggunakan data fonemis untuk menganalisis apakah perubahan proto-fonem berwujud perubahan fonetis yang mengakibatkan perubahan fonemis atau tidak. Menurut dia, perubahan fonetis tanpa perubahan fonemik berwujud alofon atau subfonem sedangkan perubahan fonetis dengan perubahan fonemis berwujud menghilangnnya fonem, pertambahan fonem, dan refonemisasi perubahan satu fonem dengan fonem lain. Universitas Sumatera Utara Sementara itu, Hock 1988:562 memakai istilah korespondensi bunyi secara rekuren dan sistematis, alih-alih perangkat korespondensi fonemis. Dalam penjelasannya, dia menggunakan data fonetis. Untuk maksud yang sama, korespondensi bunyi, Keraf 1991:49 mengganti istilah korespondensi bunyi dengan istilah korespondensi fonemis atas alasan bahwa hukum bunyi mengandung tendensi adanya ikatan yang ketat. Dia tidak menjelaskan apakah perangkat korespondensi bunyi berwujud fonetis atau fonemis. Namun, dia menggunakan data fonetis dalam penjelasannya. Hal itu dapat dilihat dari fakta bahwa dia tidak mereduksi data fonetis menjadi data fonemis sebelum melakukan rekonstruksi. Artinya, penggunaan perangkat korespondensi fonemis hanya sebatas penggunaan istilah dan tidak bermaksud bahwa data korespondensi bunyi haruslah data fonemis. Jika tidak hati-hati, seorang peneliti akan tersesat setelah membaca istilah perangkat korespondensi fonemis. Ia akan menggunakan data fonemis dalam korespondensi bunyi. Atas dasar itu, peneliti akan menggunakan perangkat korespondensi bunyi seperti yang digunakan Langacker 1972:329-230 dan Crowley 1992:93. Keraf 1991:49 memberikan penjelasan yang lebih jauh tentang korespondensi fonemis. Dikatakannya, korespondensi fonemis adalah fonem- fonem yang terdapat pada posisi yang sama dalam pasangan kata yang mempunyai kesamaan atau kemiripan bentuk dan makna. Korespondensi fonemis dapat dilihat pada sepuluh bilangan utama dalam bahasa Indo-Eropa. Universitas Sumatera Utara Glos Yunani Latin Sanskerta Gotik satu oinos u nus ekas ains dua dy o duo dva twai tiga treis tres tra vas threis empat te ttaras quattuor catvaras fidwor lima pente qui nque pan ca fimf enam he ks sex sas sa ih tujuh he pta septem sa pta sibun delapan okto  octo asta  ahtau sembilan en-nea novem na va niun sepuluh de ka decem da sa ta ihum Data di atas menunjukkan perangkat korespondensi, yakni d-d-d-t yang terdapat pada glos dua dan sepuluh. Perangkat korespondensi lain adalah h-s-s- s , yaitu perangkat fonem konsonan awal pada glos enam dan tujuh. Perangkat korespondensi ketiga adalah e-e-a-i, yang merupakan perangkat korespondensi vokal pertama pada glos sepuluh dan tujuh. Menurut Keraf, perangkat korespondensi pada satu pasang kata tidak cukup dan masih merupakan indikasi adanya perangkat korespondensi tersebut. Sehubungan dengan itu, perangkat tersebut harus diuji pada sebanyak mungkin pasangan kata pada bahasa-bahasa yang dibandingkan. Hal itu penting untuk menghindarkan faktor kebetulan atau penghilangan korespondensi yang seharusnya ada dan pemaksaan perangkat yang tidak berkorespondensi menjadi perangkat berkorespondensi. Keterdapatan secara berulang dan teratur perangkat korespondensi disebut rekurensi fonemis phonemic recurrance. Universitas Sumatera Utara Rekurensi fonemis dapat dilihat pada contoh berikut: Glos b.Inggris b.Jerman b.Belanda b.Denmark b.Swedia orang m n man man man  man tangan h nd hant hant h n hand kaki fut fu:s vu:t fo:  fo:t jari fig fier vier feer fier rumah haws haws hs hu: s hu:s m.dingin wint vinter winter vendr vinter m.panas sm zomer zo:mer sm smar minum drik triken drike dreg drika bawa bri brien bree bre bria hidup livd le:pte le:vde le:v le:vde Untuk glos rumah pada data di atas, terdapat perangkat korespondensi h h h h h aw aw  u u s s s s s Dari ketiga perangkat korespondensi tersebut, perangkat korespondensi aw:aw::u:u mengalami rekurensi seperti terlihat pada data berikut: Glos b.Inggris b.Jerman b.Belanda b.Denmark b.Swedia tikus maws maws m s mu: s mu:s kutu laws laws l s lu: s lu:s keluar awt awt t u: d u:t Universitas Sumatera Utara coklat brawn brawn br n bru: n bru:n Dalam bahasa-bahasa Austronesia, Keraf 1991: 51 memberikan contoh: kata hidung dalam bahasa Melayu: hidung, Batak: igung, dan Sunda: irung. Dari data tersebut dapat ditarik perangkat korenspondensi yang diperkirakan akan mengalami rekurensi fonemis, yakni d-g-r yang terlihat dalam: h i d u  i g u  i r u  Pada data yang mencukupi, d-g-r  diperkirakan akan terjadi berulang dan teratur rekuren. Untuk menghindarkan dikeluarkannya fonem tertentu dari perangkat korespondensi karena kelihatan sangat berbeda dari fonem-fonem lainnya seperti dijelaskan sebelumnya, Keraf mengatakan bahwa ko-okurensi co-occurance harus dicermati. Ko-okurensi adalah gejala-gejala tambahan yang terjadi sedemikian rupa pada kata-kata berkerabat yang dapat mengaburkan kemiripan makna dan bentuk serta korespondensi fonetis. Menurut Keraf 1991:55, kata baru dalam bahasa Melayu adalah baru, bahasa Jawa: weru, bahasa Karo: mbaru, dan bahasa Lamalera: fu. Karena kata fu identik dengan fu busur, ada kecenderungan peneliti untuk mengeluarkan kata tersebut dari pasangan kata berkerabat sehingga fonem f tidak dimasukkan dalam perangkat korespondensi b:w:b:f. Namun, karena gejala yang sama terdapat dalam bahasa itu dan bahasa-bahasa Nusantara lainnya, f dalam kata fu baru tetap merupakan anggota perangkat korespondensi tadi atas dasar, fu berkerabat dengan kata baru. Kata fu telah mengalami kontraksi dari bentuk baru- waru-werun-wehu-weu-fu. Mula-mula fonem r menjadi h yang kemudian Universitas Sumatera Utara hilang dari bentuk tersebut. Kedua vokal yang mengapit h mengalami proses sandi dan berubah menjadi u. Gejala hilangnya r antarvokal intervocalic r merupakan hal yang umum terjadi dalam bahasa-bahasa Nusantara. Misalnya, kata turut, dalam bahasa Melayu adalah turut dan tut dalam bahasa Jawa. Contoh lain, kata beras dalam bahasa Jawa mengalami proses perubahan sebagai berikut: berat-behat-beat-bot; beras-behas-beas-wos atau beras-weras-wehas-weas-wos. Keraf juga menjelaskan, penentuan perangkat korespondensi harus terlepas dari analogi, yakni menjadikan ko-okurensi dalam bahasa-bahasa berkerabat sebagai dasar untuk memasukkan fonem-fonem dari dari bahasa- bahasa lain dalam perangkat korespondensi fonemis. Misalnya, kata pikir yang berasal dari bahasa Arab, fikir dirasakan sudah merupakan kata bahasa Melayu. Atas dasar itu, kemungkinan peneliti akan menjadikan f-p sebagai perangkat korespondensi fonemis dalam bahasa-bahasa berkerabat Nusantara. Penentuan perangkat korespondensi seperti ini didasarkan pada analogi yang salah.

2.1.1.2 Metode Komparatif