Konotasi Harfiah Sab’ah Ahruf
3.1. Konotasi Harfiah Sab’ah Ahruf
Lafadz Sab’ah dalam konteks ini, sebagaimana yang dinyatakan dalam nas syara’ di atas, telah dipahami oleh para ulama’ dengan dua maksud:
1. Makna hakiki: Sab’ah berarti angka antara enam dan delapan.
2. Makna kiasan: Sab’ah berarti banyak (al-katsrah). Pendapat yang pertama dibangun berdasarkan penjelasan
hadits-hadits di atas. Riwayat-riwayat tersebut, khususnya hadits Ibn ‘Abbâs dan Ubay bin Ka’ab, dengan tegas menunjukkan, bahwa Nabi telah meminta Jibril agar kembali dan meminta kepada Allah untuk menambah dialeknya hingga mencapai tujuh. Hadits tersebut memang tidak menyatakan, bahwa permintaan kepada Jibril agar kembali tadi dinyatakan dengan menggunakan angka enam. Tetapi, hadits-hadits di atas. Riwayat-riwayat tersebut, khususnya hadits Ibn ‘Abbâs dan Ubay bin Ka’ab, dengan tegas menunjukkan, bahwa Nabi telah meminta Jibril agar kembali dan meminta kepada Allah untuk menambah dialeknya hingga mencapai tujuh. Hadits tersebut memang tidak menyatakan, bahwa permintaan kepada Jibril agar kembali tadi dinyatakan dengan menggunakan angka enam. Tetapi,
ending-nya telah ditetapkan sampai angka tujuh. Ibn al-Jawzi
memberikan penjelasan setelah mengemukakan pendapat orang yang menyatakan, bahwa angka tujuh tersebut mempunyai konotasi banyak, seraya berkata:
Ini merupakan pendapat yang baik, andaikan hadits tidak mengabaikannya. 19
Artinya, hadits-hadits yang menyatakan Sab’ah Ahruf tadi dengan jelas menyatakan, bahwa lafadz Sab’ah itu hanya berarti angka tujuh, atau antara angka enam dan delapan. Sebab, jika hadits-hadits tersebut dicermati dengan seksama, maka kita akan melihat bahwa Sab’ah yang dimaksud tidak lain adalah tujuh, bukan katsrah (banyak).
Pendapat yang kedua, sebagaimana yang dikemukakan oleh
al-Qâdhî ‘Iyâdh dan orang yang mengikutinya, termasuk Sa’îd al-
Afghâni, dekan Fakultas Adab Universitas Damaskus. 20 Dalam konteks ini, Muhyiddîn Khalîl memberikan komentar:
Kami menemukan bahwa, kamus bahasa (Arab) menyatakan tentang kata yang sama, khususnya kata 70 (tujuh puluh) dan 700 (tujuh ratus); keduanya diulang-ulang dalam al-Qur’an dan hadits, dimana orang Arab menggunakannya dalam banyak kesempatan untuk konteks melipatgandakan jumlah ( tadh’îf), bukan konotasi harfiahnya. Namun, kamus-kamus ini tidak pernah menemukan kata yang sama, khususnya Sab’ah dan Sab’ meski keduanya diulang dalam al-Qur’an, hadits dan bahasa Arab. 21
Artinya, bahwa lafadz Sab’ah tersebut hanya digunakan oleh nas syara’ dengan maksud angka yang sesungguhnya, yaitu tujuh, atau angka antara enam dan delapan. Bukan yang lain.
19 Lihat, ‘Ali alHasan, Op. Cit., hal. 88. 20 Lihat, Saîd alAfghâni, Muqaddimah H ujjah alQirâ’ât li Abî Zar’ah, hal. 89.
21 Lihat, ‘Ali alHasan, Op. Cit., hal. 88.
Karena itu, pendapat yang paling tepat mengenai lafadz Sab’ah dalam konteks hadits di atas adalah tujuh, atau angka antara enam dan delapan. Dengan kata lain, makna hakiki, bukan makna kiasan.
Mengenai lafadz: Ahruf, secara harfiah merupakan bentuk plural dari Harf, yang berarti ujung (tharf), salah satu huruf hijaiyah, ujud atau bentuk ( wajh). Makna yang terakhir ini sebagaimana yang dinyatakan dalam surat al-Hajj: 11:
Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan keraguan.
Harf di sini, sebagaimana yang dikemukakan oleh Mujâhid
maksudnya adalah dengan syak, gontai, tidak teguh, layaknya orang yang berdiri di tepian yang goyang. Ada yang menyatakan, bahwa Harf berarti bahasa, atau dialek. Maka, bisa disimpulkan bahwa secara harfiah, Harf atau Ahruf berarti tepi (ujung), satu huruf hijaiyah, ujud (bentuk), bahasa dan dialek.