Konotasi Istilah Sab’ah Ahruf
3.2. Konotasi Istilah Sab’ah Ahruf
Mengenai konotasi Sab’ah Ahruf secara terminologis memang ada perbedaan pendapat. Menurut as-Suyuthi, perbedaan dalam hal ini mencapai 36 pendapat. 22 Yang paling populer, antara lain, bisa disimpulkan sebagai berikut: 23
1. Sab’ah Ahruf adalah tujuh bentuk, yaitu perintah (al-amr), larangan ( an-nahy), janji (al-wa’d), ancaman (al-wa’îd), perdebatan ( al-jadal), kisah (al-qashash) dan perumpamaan (al- mitsâl). Atau: perintah (al-amr), larangan (an-nahy), halal (al- halâl), haram (al-harâm), muhkam (al-muhkam), mutasyabih (al-
22 AsSuyûthi, Op. Cit., juz I, hal. 45; Ahmad von Denffer, Op Cit, hal. 115.
23 Lihat, Mannâ’ Khalîl alQaththân, Mabâhîts fi ‘Ulûm alQur’ân, Mansyûrât al‘Ashr alHadîts, Beirut, t.t., hal. 158162.
matasyâbih) dan perumpamaan (al-mitsâl). Ini didasarkan hadits dari Ibn Mas’ûd dari Nabi saw. bersabda:
Kitab yang pertama itu turun melalui satu pintu, dan dengan satu huruf, sedangkan al-Qur’an telah diturunkan melalui tujuh pintu dan dengan tujuh huruf: larangan, perintah, halal, haram, muhkam, mutasyabih dan perumpamaan. (H.r. al-Bayhaqi).
2. Sab’ah Ahruf adalah tujuh ragam perbedaan yang
diperselisihkan, sebagaimana pendapat Ibn Qutaybah, Ibn
al-Jawzî, al-Qâdhî Abû Thayyib, ar-Râzi dan Ibn Katsîr: (1) perbedaan isim karena Mufrad (bentuk tunggal) dan
Mudzakkar (laki-laki) serta derivat dari keduanya, seperti tatsniyyah (ganda), jam’ (plural) dan Mu’annats (perempuan), seperti surat al-Mu’minûn: 8:
Dan orang-orang yang memelihara amanah dan janji mereka. Lafadz: liamanatihim ada yang membaca dengan:
liamânâtihim dengan bentuk plural, dan ada yang membaca: liamânatihim dengan bentuk tunggal.
(2) perbedaan i’râb seperti firman Allah dalam surat Yûsuf: 31:
Ini bukanlah manusia.
Jumhûr ulama’ membaca: basyar[an] dengan i’râb nashab yang ditandai fathatayn (dua fathah), dimana Mâ dianggap berfungsi seperti Laysa yang me-rafa’-kan isim (subyek) dan me- nashab-kan khabar (predikat). Ini merupakan bahasa penduduk Hijaz, yang dengannya al-Qur’an diturunkan. Sementara Ibn Mas’ûd membaca: basyar[un] dengan i’râb rafa’ yang ditandai dhammatayn (dua dhammah), mengikuti bahasa penduduk Tamîm.
(3) perbedaan sharf seperti firman Allah dalam surat Saba’: 19:
Mereka berkata: Ya Tuhan kami, jauhkanlah perjalanan kami. Ada yang membaca dengan me- nashab-kan: Rabbanâ yang
berstatus sebagai Munâdâ Mudhâf (seruan yang disandarkan pada kata ganti: Nâ [kami]), dan Bâ’id dengan bentuk perintah. Ada juga yang membaca dengan
(4) perbedaan taqdîm-ta’khîr (mendahulukan dan mengakhirkan bagian) , kadang berupa huruf, seperti firman Allah dalam surat ar-Ra’d: 31:
Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui. Ada yang membaca dengan: Afalam ya’yis; atau kadang
berupa kata, seperti firman Allah dalam surat at-Taubah: 111:
Maka mereka membunuh, dan mereka pun dibunuh.
Ada yang membaca dengan sebaliknya: wayuqtalûn fayaqtulûn.
(5) perbedaan ibdâl (pergantian), seperti firman Allah dalam surat ar-Qâri’ah: 5:
Seperti kapas-kapas yang diterbangkan. Ada yang membaca dengan: ka as-shûf al-manfûsy (seperti
woll yang diterbangkan) . (6) perbedaan ziyâdah-naqsh (tambahan-pengurangan), seperti firman Allah dalam surat at-Taubah: 100:
Dia telah menyediakan untuk mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.
Ada yang membaca dengan: min tahtihâ dengan tambahan: min.
(7) perbedaan dialek karena faktor: tafkhîm-tarqîq (tebal-tipis), dan faktor bacaan yang lain . Sebagai contoh bacaan tebal pada partikel al dalam lafadz : Allâh yang dibaca tafkhîm (tebal) jika didahului harakat: fathah atau dhammah, atau di awal kalimat misalnya: Allâh[u], Qul huwa-Llâh[u], Rasûlu- Llâh[i] dan sebagainya. Sedangkan contoh tarqîq (tipis), jika didahului harakat: kasrah misalnya: Bismi-Llâh[i], Itaqî- Llâh[a] dan sebagainya.
3. Sah’ah Ahruf adalah tujuh bentuk, dengan makna yang sama dan lafadz yang berbeda. Dengan kata lain, murâdif (sinonim). Seperti: Hallum (ayolah), aqbil (ke sini), asri’ (cepatlah) dan sebagainya, yang semuanya berarti sama. Ini merupakan 3. Sah’ah Ahruf adalah tujuh bentuk, dengan makna yang sama dan lafadz yang berbeda. Dengan kata lain, murâdif (sinonim). Seperti: Hallum (ayolah), aqbil (ke sini), asri’ (cepatlah) dan sebagainya, yang semuanya berarti sama. Ini merupakan
4. Sab’ah Ahruf Sab’ah Ahruf adalah tujuh tujuh bahasa Arab mengenai satu makna. Ada yang mengatakan, bahwa tujuh bahasa itu adalah bahasa Quraisy, Hudhayl, Tsaqîf, Hawâzin, Kinânah, Tamîm dan Yaman. Ada yang mengatakan, Quraisy, Hudhayl, Hawâzin, Tamîm, Rabî’ah dan Sa’ad bin Bakar.
Mengenai pendapat pertama yang didasarkan pada hadits al- Hâkim dan al-Bayhaqi, pendapat ini tidak tepat. Disamping itu, sanad al-Bayhaqi lemah. Kalau seandainya sahih, tentu akan perselisihan, karena telah diriwayatkan dari Ibn Mas’ûd juga pendapat yang berbeda, sebagaimana yang dikatakan oleh 25 at-Thabari.
Mengenai pendapat kedua, jika diteliti sebenarnya tidak akan terlepas dari satu point, yaitu berbagai ragam bentuk yang dilihat dari berbagai aspek. Adapun contoh-contoh al-Qur’an yang digunakan tadi adalah riwayat Ahâd, yang status kequr’anannya belum bisa dibuktikan. Dalam konteks inilah as-Syâfi’i menyatakan, bahwa riwayat 26 Ahâd tersebut tidak bisa dinyatakan sebagai al-Qur’an.
Mengenai pendapat ketiga, harus dikatakan bahwa bacaan dengan membaca muradif-nya sama dengan membuka pintu perubahan dan pergantian terhadap al-Qur’an, sementara baik Nabi maupun Sahabat tidak mempunyai otoritas untuk mengganti kata, sehingga akan terjadi proses penggantian. Disamping itu, berbagai riwayat yang dinyatakan oleh at-Thabari di atas, yang dianggap sebagai al-Qur’an, telah disepakati oleh para ulama bahwa itu bukan al-Qur’an, meski mereka berselisih pendapat apakah itu hadits atau tafsir para sahabat. 27
Mengenai pendapat yang keempat, yang menyatakan bahwa Sab’ah Ahruf adalah tujuh bahasa yang tersebar dalam al-Qur’an, 28
24 alQaththân, Op. Cit., hal. 164 dan 168. 25 ‘Ali alHasan, Op. Cit., hal. 90.
26 Lihat, alAmidi, alIhkâm fi Ushûl alAhkâm, alMaktab alIslâmi, Beirut, cet. II, 1402, juz I, hal. 160.
27 ‘Ali alHasan, ibid, hal. 93. 28 AlQurthûbi, alJâmi’ li Ah kâm alQur’ân, juz I, hal. 3839.
artinya bahwa al-Qur’an itu diturunkan dalam bahasa penduduk dari kabilah-kabilah Arab yang berbeda, dimana al-Qur’an memang diturunkan dalam bahasa mereka. Inilah pandangan yang paling tepat, meski tidak perlu dibatasi bahwa tujuh dialek (bahasa kabilah) tersebut adalah: Quraisy, Hudhayl, Tsaqîf, Hawâzin, Kinânah, Tamîm dan Yaman; atau Quraisy, Hudhayl, Hawâzin, Tamîm, Rabî’ah dan Sa’ad bin Bakar. Yang jelas, bahwa ketujuh dialek tersebut adalah dialek yang ketika itu memang sangat populer di tengah-tengah orang Arab, sementara mereka tidak pernah
mendeskripsikan yang mana. Ini merupakan pendapat ‘Alî al-
Hasan. Berbeda dengan Muhammad Husayn ‘Abdullâh, yang
29 menetapkan ketujuh dialek tersebut.