Gaya Penafsiran dan Model Tafsir

3. Gaya Penafsiran dan Model Tafsir

Yang dimaksud dengan gaya penafsiran ( uslûb at-tafsîr) adalah cara masing-masing ahli tafsir dalam menafsirkan al-Qur’an sesuai dengan tendensi yang menjadi kecenderungannya. Misalnya, ada yang mempunyai tendensi kebahasaan, sehingga dalam penafsirannya sangat memperhatikan gaya bahasa dan makna yang terkandung di dalamnya, seperti az-Zamakhsyari yang terkenal dengan tafsirnya, al-Kasyyâf. Ada yang mempunyai tendensi teologis, sehingga sangat memperhatikan aspek akidah, seperti Fakhruddîn ar-Râzi, yang terkenal dengan tafsirnya, Mafâtîh al-Ghayb. Ada yang mempunyai tendensi hukum dan fiqih, sehingga aspek hukum dan fiqih sangat menonjol dalam tafsirnya, seperti Abû Bakar ar-Râzi, yang terkenal dengan tafsirnya, Ahkâm al-Qur’ân. Ada yang mempunyai tendensi historis dan kesejarahan, sehingga meneliti kisah-kisah dan menambahkan kisah-kisah dalam al-Qur’an sesuai dengan keinginanannya dari buku-buku sejarah, tanpa melihat sesuai atau tidak, seperti ‘Alâuddîn ‘Alî bin Muhammad al-Baghdadi atau yang dikenal dengan al-Khâzin, yang terkenal dengan tafsirnya, Bâb at-Ta’wîl fî Ma’ânî at-Tanzîl.

Inilah tendensi dan perhatian yang diberikan oleh ahli tafsir dalam menafsirkan al-Qur’an yang menjadi gaya penafsiran mereka pada zaman dulu. Hal yang sama juga dilakukan oleh ahli tafsir pada zaman kontemporer. Di antara mereka, juga bahkan ada yang terpengaruh dengan budaya dan peradaban Barat, yang kemudian mempengaruhi tafsir mereka. Sebut saja, Muhammad ‘Abduh, yang terkenal tafsirnya, Juz ‘Amma dan al-Manâr, yang berusaha

mengkompromikan pedaban Barat dengan Islam; Thanthâwi al-

Jawhari, yang terkenal dengan tafsirnya, al-Jawâhir fi Tafsîr al-Qur’ân, yang berusaha memasukkan sains dalam kitab tafsirnya. Karena itu,

12 An­Nabhâni, Op. Cit., hal. 420.

kitab-kitab seperti ini pada dasarnya jauh dari substansi tafsir, dan tidak layak disebut tafsir bagi kaum Muslim.

Inilah secara umum gambaran tentang gaya penafsiran para ahli tafsir. Adapun model tafsir yang berkembang di kalangan ummat Islam, bisa dikembalikan kepada sumber penafsiran yang menjadi rujukan mereka, bisa diklasifikasikan menjadi dua: tafsîr bi al-manqûl aw al-ma’tsûr dan tafsîr bi ar-ra’y[i].

3.1. Tafsir Bi al-Ma’tsûr

Model tafsir bi al-Ma’tsûr ini adalah seluruh kitab tafsir yang disusun dengan menggunakan sumber manqûl atau riwayat, baik al- Qur’an, as-Sunnah, pandangan sahabat maupun Isrâ’îliyyât. Model tafsir seperti ini, contohnya seperti tafsir al-Qur’an al-‘Adlîm, yang

ditulis oleh Ibn Jarîr at-Thabari, tafsir al-Muharrir al-Wajîz, karya

Ibn ‘Athiyyah, tafsir al-Qur’ân al-‘Adlîm yang ditulis oleh Ibn Katsîr,

tafsir ad-Durr al-Mantsûr, karya as-Suyûthi.

3.2. Tafsir Bi ar-Ra’y[i]

Model tafsir bi ar-Ra’y[i] ini adalah seluruh kitab tafsir yang disusun dengan menggunakan sumber kebahasaan atau dirayah. Model tafsir seperti ini, contohnya seperti tafsir al-Kasysyâf, yang

ditulis oleh az-Zamakhsyari, tafsir Mafâtîh al-Ghayb, karya Fajkhruddîn ar-Râzi, tafsir al-Bahr al-Muhîth yang ditulis oleh Abû Hayyân.

3.3. Tafsir Bi al-Isyârah

Model tafsir bi al-Isyârah ini adalah seluruh kitab tafsir yang disusun dengan tidak menggunakan salah satu dari kedua sumber di atas, baik riwayat maupun dirayah . Karena itu, sesungguhnya tafsir seperti ini tidak bisa dimasukkan sebagai tafsir. Sumber utama tafsir ini adalah kontemplasi, atau apa yang dikenal dengan makna batin al- Qur’an, yang ditemukan ketika membacanya. Model tafsir seperti ini,

contohnya seperti tafsir an-Naysâbûri, yang ditulis oleh an-

Naysâbûri, tafsir Futûhât al-Makkiyah, karya Ibn ‘Arabi, tafsir al- Alûsi yang ditulis oleh Syihâbuddîn al-Alûsi.