Analisis Kebijakan

3.1 Analisis Kebijakan

3.1.1 Analisis Peraturan Perundang-Undangan Terkait

Percepatan pengembangan ekonomi berdimensi kewilayahan didorong melalui percepatan pembangunan di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Pemerintah telah menetapkan Kebijakan Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang bertujuan untuk mendorong dan memacu pusat-pusat pertumbuhan ekonomi sebagai penggerak utama pertumbuhan (engine growth), terutama di kawasan koridor ekonomi melalui optimalisasi penggalian potensi ekonomi dan keunggulan daerah. Pengembangan ekonomi di kawasan koridor ekonomi ataupun di wilayah tertentu bersifat strategis dimaksudkan juga untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah dalam bingkai kesatuan ekonomi nasional. Dengan demikian, disparitas pembangunan ekonomi antarwilayah (wilayah tertinggal, wilayah perbatasan) dapat dikurangi secara bertahap serta diharapkan bergerak secara bersama mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan inklusif.

Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang bertujuan untuk mempercepat perkembangan daerah dan sebagai model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, dilandasi aturan dan dasar hukum perundangan yang kuat. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, telah mengamanatkan mengenai KEK yang perlu diatur dengan ketentuan undang-undang (Pasal 31, ayat 3). Undang-undang Penanaman Modal menegaskan juga perlu adanya peningkatan penanaman modal yang antara lain dengan adanya kebijakan pengembangan ekonomi di wilayah tertentu untuk menarik potensi pasar internasional dan sebagai daya dorong guna meningkatkan daya tarik pertumbuhan suatu kawasan atau wilayah ekonomi khusus yang bersifat strategis bagi pengembangan Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang bertujuan untuk mempercepat perkembangan daerah dan sebagai model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, dilandasi aturan dan dasar hukum perundangan yang kuat. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, telah mengamanatkan mengenai KEK yang perlu diatur dengan ketentuan undang-undang (Pasal 31, ayat 3). Undang-undang Penanaman Modal menegaskan juga perlu adanya peningkatan penanaman modal yang antara lain dengan adanya kebijakan pengembangan ekonomi di wilayah tertentu untuk menarik potensi pasar internasional dan sebagai daya dorong guna meningkatkan daya tarik pertumbuhan suatu kawasan atau wilayah ekonomi khusus yang bersifat strategis bagi pengembangan

Dalam merespon dan mendorong percepatan pembangunan kawasan, pemerintah telah menerbitkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus. Dalam UU tersebut, dijelaskan bahwa KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi serta berfungsi untuk pengembangan kegiatan industri pengolahan, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.

Sejalan dengan pengembangan KEK Lhokseumawe, beberapa peraturan perundangan lainnya yang mendukung pengembangan KEK, diantaranya:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33.

2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724).

3. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. Untuk kelancaran penyelenggaraan KEK diterbitkan Peraturan

Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan KEK. Sebelumnya, pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2009 tentang Dewan Nasional dan Dewan Kawasan Ekonomi Khusus. PP Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan KEK. Sebelumnya, pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2009 tentang Dewan Nasional dan Dewan Kawasan Ekonomi Khusus. PP

UU No.11/2006 (UUPA), pasal 4, ayat (1) mengamanatkan Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus di Aceh dan/atau kabupaten/kota untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus. Pengembangan KEK Lhokseumawe dalam

mendorong percepatan pembangunan dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di Aceh sangat relevan dengan semangat dan amanat UUPA. Karena itu, pengembangan KEK Lhokseumawe diharapkan mampu berperan strategis dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh secara berkelanjutan.

3.1.2 Analisis Kebijakan Umum Pembangunan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005–2025, merupakan perencanaan pembangunan jangka panjang untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan kurun waktu 20 (dua puluh) tahun. Tujuan yang ingin dicapai dengan ditetapkannya Undang-Undang tentang RPJP Nasional Tahun 2005–2025 adalah untuk (1) mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan dalam pencapaian tujuan nasional, (2) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah, (3) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan, (4) menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan, dan (5) mengoptimalkan partisipasi masyarakat. RPJPN selanjutnya dijabarkan secara komprehensif dalam tahapan pembangunan jangka menengah, berupa RPJMN periode 5 (lima) tahunan.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019

Dalam menuju sasaran jangka panjang dan tujuan hakiki dalam membangun, pembangunan nasional Indonesia lima tahun ke depan perlu memprioritaskan pada upaya mencapai kedaulatan pangan, kecukupan energi, dan pengelolaan sumber daya maritim, dan kelautan. Seiring dengan itu, pembangunan 5 (lima) tahun ke depan juga harus mampu mewujudkan peningkatan kesejahteraan berkelanjutan, warganya berkepribadian, dan berjiwa gotong royong serta masyarakatnya memiliki keharmonisan antarkelompok sosial, dan postur perekonomian makin mencerminkan pertumbuhan yang berkualitas, yakni bersifat inklusif, berbasis luas, berlandaskan keunggulan sumber daya manusia serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Dengan demikian, pelaksanaan pembangunan bergerak menuju kepada keseimbangan antarsektor ekonomi dan antarwilayah, serta makin mencerminkan keharmonisan antaramanusia dan lingkungan.

Program pengembangan KEK telah diamanatkan dalam RPJMN Tahun 2009-2014, dan dilanjutkan dengan RPJMN 2015-2019. Terdapat 8 KEK telah diprogramkan dalam RPJMN tahun 2009-2014 yang diikuti dengan penerbitan Peraturan Pemerintah. Adapun dalam RPJMN 2015-2019 diprogramkan sebanyak 7 KEK di luar Pulau Jawa diantaranya adalah di Kalimantar Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan 2 di Papua.

3.1.3 Analisis Kebijakan Tata Ruang

Penataan ruang KEK tidak diatur secara implisit dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 8

Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang. Namun demikian, KEK dipandang sebagai terobosan kebijakan ekonomi yang inovatif dan perlu dikembangkan didalam Kawasan Strategis Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, sehingga penataan ruang KEK dirancang mengikuti aturan pembangunan kawasan strategis, dimana ketelitian zonasi harus disesuaikan dengan bentang objek dan atau dalam ketelitian peta yang sesuai.

Dalam ketentuan umum UU No.26/2007, disebutkan bahwa Kawasan Strategis Provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. Demikian pula tentang kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. Adapun kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.

dinyatakan bahwa penyelenggaraan penataan ruang perlu diatur untuk menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah dan antarpusat dan daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan antardaerah. Disamping itu, perlu dipahami bahwa keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang sehingga diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan serta berbasis mitigasi bencana.

Lebih lanjut, dalam

pertimbangannya

Berbagai pertimbangan diatas merupakan dasar pemikiran agar penataan ruang diselenggarakan dalam pembangunan nasional untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat, dalam konteks pengembangan KEK. Khusus penataan ruang dalam kawasan ekonomi khusus difokuskan kepada Berbagai pertimbangan diatas merupakan dasar pemikiran agar penataan ruang diselenggarakan dalam pembangunan nasional untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat, dalam konteks pengembangan KEK. Khusus penataan ruang dalam kawasan ekonomi khusus difokuskan kepada

Pasal 3, UU Nomor 39 Tahun 2009 menyatakan bahwa KEK terdiri atas satu atau beberapa zona. Zona tersebut mencakup pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, energi, dan/atau ekonomi lain. Selain itu, dinyatakan juga bahwa di dalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja, serta disediakan lokasi untuk usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), dan koperasi, baik sebagai pelaku usaha maupun sebagai pendukung kegiitan perusahaan yang berada di dalam KEK. Kaidah berazaskan kelestarian lingkungan hidup juga harus diperhatikan dalam pengembangan KEK. Hal tersebut tersirat jelas dinyatakan pada Pasal 4, UU Nomor 39 Tahun 2009.

Menyangkut dengan penetapan lokasi KEK, lokasi yang dapat diusulkan untuk menjadi KEK harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung;

2. Pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan mendukung KEK;

3. Terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau dekat dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan; dan mempunyai batas yang jelas.

Kota Lhokseumawe merupakan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) di wilayah Provinsi Aceh yang melayani arus orang, barang dan jasa dari luar ke dalam wilayah Kota Lhokseumawe ataupun sebaliknya dalam lingkup domestik. Selain itu, dapat melayani arus barang dalam lingkup internasional sebagai perwujudan dari Pusat Kegiatan Nasional (PKN). PKN dipusatkan di Kota Lhokseumawe dan sebagian wilayah Kabupaten Aceh Utara (Kecamatan Muara Batu, Kecamatan Dewantara) yang berperan sebagai pusat pelayanan skala internasional, nasional dan regional yang didukung Kawasan Industri

Lhokseumawe, Pelabuhan Lhokseumawe, dan Bandar Udara Malikussaleh (berada di wilayah Kabupaten Aceh Utara yang merupakan wilayah pendukung PKN Lhokseumawe). Dukungan lain diberikan dengan adanya Perguruan Tinggi yaitu Universitas Malikussaleh yang berada di wilayah Kota Lhokseumawe dan di Reuleut (Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara), Kampus Politeknik di Kecamatan Blang Mangat (Kota Lhokseumawe).

Kawasan strategis yang berada di Kota Lhokseumawe, terdiri dari Kawasan Strategis Nasional yang ditetapkan dalam RTRWN, Kawasan Strategis Provinsi yang ditetapkan dalam RTRW Aceh dan Kawasan Strategis Kota yang ditetapkan dalam RTRW Kota Lhokseumawe. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Penetapan Kawasan Strategis Di Kota Lhokseumawe

Sudut Kepentingan Kawasan Strategis No. Kawasan Strategis

di Kota Lhokseumawe A. Kawasan Strategis Nasional

1. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Industri Lhokseumawe

B. Kawasan Strategis Provinsi

1. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Koridor Banda Aceh-Lhokseumawe- Langsa-Kuala Simpang

C. Kawasan Strategis Kota

1. Pertumbuhan Ekonomi a. Kawasan Perdagangan Cunda b. Kawasan Industri Sedang c. Kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pusong d. Kawasan Wisata Pantai Pulau Semadu, Ujong Blang, Pulau Darut dan KP3; e. Kawasan Wisata Krueng Cunda f. Kawasan Perkantoran g. Kawasan Permukiman Blang Crum h. Kawasan Koridor Jalan Elak

2. Fungsi dan daya dukung a. Kawasan Rawan Bencana Abrasi Pantai lingkungan hidup

b. Kawasan Waduk (Reservoir) Sumber : RTRW Kota Lhokseumawe

Kawasan Strategis Nasional yang terdapat dalam wilayah Kota Lhokseumawe adalah Kawasan Industri Lhokseumawe (KIL). Penetapan kawasan strategis ini didasarkan pada sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi. Kawasan Industri Lhokseumawe ini secara fungsional terkait dengan penetapan PKN di Kota Lhokseumawe dan sekitarnya. Kawasan Industri Lhokseumawe berada di wilayah Kota Lhokseumawe dan sebagian wilayah Kabupaten Aceh Utara (Kecamatan Dewantara dan Kecamatan Muara Batu). Kawasan Industri Lhokseumawe (KIL) yang terletak Kota Lhokseumawe yaitu PT. Arun LNG yang terdiri dari instalasi pabrik di Blang Lancang dan kawasan permukiman di Batuphat Barat. Adapun Kawasan Industri Lhokseumawe (KIL) yang terletak di wilayah Kabupaten Aceh Utara yaitu Perusahaan AAF, PIM, dan KKA.

Kawasan Strategis Provinsi yang ditetapkan berdasarkan RTRW Aceh dan berada dalam wilayah Kota Lhokseumawe adalah Koridor Banda Aceh- Lhokseumawe-Langsa-Kuala Simpang. Kawasan Strategis Koridor Banda Aceh- Lhokseumawe-Langsa-Kuala Simpang ditetapkan karena memiliki sektor unggulan sehingga perlu didorong pertumbuhan ekonominya. Kawasan strategis provinsi tersebut dalam wilayah Kota Lhokseumawe terletak di sepanjang koridor Jalan Arteri Banda Aceh-Medan dimulai dari perbatasan dengan Kabupaten Aceh Utara di Kecamatan Muara Satu hingga perbatasan dengan Kabupaten Aceh Utara di Kecamatan Blang Mangat.

Untuk Kawasan Strategis Kota Lhokseumawe berdasarkan sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi adalah Kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pusong, Kawasan Wisata Pantai Ujong Blang, Kawasan Wisata Pantai Pulau Semadu, dan Kawasan Perdagangan Cunda. Sedangkan penetapan Kawasan Strategis Kota yang ditetapkan berdasarkan pada sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup adalah Kawasan Pantai Kota.

Dalam RTRW Kota Lhokseumawe, peruntukan lahan untuk Kawasan Industri Besar seluas 763, 81 ha dan Kawasan Industri Menengah seluas 187,53

ha. Kawasan Industri Besar di Kota Lhokseumawe adalah industri pengolahan ha. Kawasan Industri Besar di Kota Lhokseumawe adalah industri pengolahan

Kawasan industri menengah diarahkan untuk pengembangan industri pengolahan. Sektor pendukung industri pengolahan adalah hasil pertanian, perkebunan, peternakan, dan lain-lain. Pengembangan sektor industri menengah diharapkan dapat melengkap sektor industri untuk menggerakan perekonomian Kota Lhokseumawe. Kawasan industri menengah ini terdiri dari kawasan industri di Jeulikat, Kecamatan Blang Mangat dan kawasan industri di Blang Naleung Mameh, Batuphat Barat, Batuphat Timur. Adapun Kawasan Industri Kecil letaknya menyisip pada kawasan lainnya. Kegiatan industri yang cukup berkembang adalah kegiatan pembuatan border khas Aceh dan pembuatan tikar. Industri bordir industri khas Aceh terletak di Batuphat, Kecamatan Muara Satu dan di Blang Cut, Kecamatan Blang Mangat. Sedangkan industri tikar terdapat di Jambo Mesjid, Kecamatan Blang Mangat.

Dalam RTRW Kabupaten Aceh Utara, kawasan industri besar diarahkan di Kecamatan Dewantara dan Sawang, yaitu terdiri atas industri PIM, AAF, dan KKA dengan luas total 263 Ha. Luas lahan industri besar tersebut hanya merupakan luasan instalasi pabrik, tidak termasuk lahan permukiman industri besar dan fasilitas lainnya. Kawasan industri besar yang ditetapkan dalam RTRW merupakan pemantapan dari kompleks industri besar yang telah ada sebelumnya, yaitu PIM, AAF, dan KKA.

3.1.4 Analisis Kebijakan Pembangunan Sektoral

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian mempunyai semangat untuk menciptakan struktur ekonomi yang kokoh melalui pembangunan industri yang maju. Pembangunan industri yang maju diwujudkan melalui penguatan struktur industri yang mandiri, sehat, dan berdaya saing, dengan mendayagunakan sumber daya secara optimal dan efisien, serta mendorong perkembangan industri ke seluruh wilayah Indonesia dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional yang berlandaskan pada kerakyatan, keadilan, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa dengan mengutamakan kepentingan nasional.

Semangat ini tercermin juga dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. UU tersebut menyatakan bahwa peranan perdagangan sangat penting dalam meningkatkan pembangunan ekonomi, yakni dengan melaksanakan demokrasi ekonomi sebagai penggerak utama dalam pembangunan perekonomian nasional yang dapat memberikan daya dukung dalam meningkatkan produksi dan memeratakan pendapatan serta memperkuat daya saing produk dalam negeri. Semangat ini tentunya harus menjadi dasar kebijakan dalam pengembangan kawasan ekonomi khusus.

Pembangunan industri dalam rangka pengembangan kawasan ekonomi khusus tentunya harus selaras dengan tujuan pembangunan perindustrian nasional yakni (Pasal 3 UU Nomor 3 Tahun 2014):

1. Mewujudkan industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional;

2. Mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur Industri;

3. Mewujudkan Industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta Industri Hijau;

4. Mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan atau penguasaan Industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan masyarakat;

5. Membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja;

6. Mewujudkan pemerataan pembangunan Industri ke seluruh wilayah Indonesia guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; dan

7. Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan.

UU No.7/2014 mempertimbangkan bahwa pelaksanaan demokrasi ekonomi yang dilakukan melalui kegiatan perdagangan merupakan penggerak utama dalam pembangunan perekonomian nasional yang dapat memberikan daya dukung dalam meningkatkan produksi dan memeratakan pendapatan serta memperkuat daya saing produk dalam negeri. Peran perdagangan sangat penting dalam meningkatkan pembangunan ekonomi, namun diperlukan keberpihakan politik ekonomi yang lebih memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional.

Dalam UU No.7/2014, dinyatakan tujuan pengaturan kegiatan perdagangan meliputi :

1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;

2. Meningkatkan penggunaan dan Perdagangan Produk Dalam Negeri;

3. Meningkatkan kesempatan berusaha dan menciptakan lapangan pekerjaan;

4. Menjamin kelancaran Distribusi dan ketersediaan Barang kebutuhan pokok dan Barang penting;

5. Meningkatkan fasilitas, sarana, dan prasarana Perdagangan;

6. Meningkatkan kemitraan antara usaha besar dan koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah, serta Pemerintah dan swasta;

7. Meningkatkan daya saing produk dan usaha nasional;

8. Meningkatkan citra Produk Dalam Negeri, akses pasar, dan Ekspor nasional;

9. Meningkatkan Perdagangan produk berbasis ekonomi kreatif;

10. Meningkatkan pelindungan konsumen;

11. Meningkatkan penggunaan SNI;

12. Meningkatkan pelindungan sumber daya alam; dan

13. Meningkatkan pengawasan Barang dan/atau Jasa yang diperdagangkan.

Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan merupakan kebijakan yang mendorong tumbuhnya industri pariwisata dengan memanfaatkan modal pembangunan kepariwisataan yang dimiliki seperti; keadaan alam, flora, dan fauna, serta peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni, dan budaya. Kepariwisataan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta kepentingan nasional. Disamping itu pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.

3.1.5 Analisis Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan

Semangat pembangunan berkelanjutan tertuang secara eksplisit maupun implisit hampir di semua kebijakan yang tertuang dalam peraturan perundangan yang mendukung pengembangan KEK.

Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

Arahan kebijakan utama pembangunan berkelanjutan tertuang dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang juga merupakan pelaksanaan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia. Lebih lanjut, diamanatkan juga bahwa pembangunan ekonomi nasional diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Otonomi daerah Arahan kebijakan utama pembangunan berkelanjutan tertuang dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang juga merupakan pelaksanaan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia. Lebih lanjut, diamanatkan juga bahwa pembangunan ekonomi nasional diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Otonomi daerah

Dalam kaitannya dengan pengembangan KEK, kebijakan yang tertuang dalam UU No.32/2009 harus menjadi acuan agar pengembangan KEK sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Prinsip-prinsip dasar yang harus diperhatikan selaras dengan tujuan UU No.32/2009, Pasal 3 (tiga), bertujuan sebagai berikut :

1. Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;

2. Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;

3. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;

4. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;

5. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;