Analisis Regional Kawasan
3.2 Analisis Regional Kawasan
3.2.1 Analisis Kedudukan dan Keterkaitan Sosial Budaya dan Kependudukan Kawasan Pada Wilayah Regional
Sebagian besar aktivitas sosial-ekonomi masyarakat Kota Lhokseumawe adalah bergerak di kegiatan jasa. Pada tahun 2010, jenis lapangan pekerjaan yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah jasa kemasyarakatan (58,45%), pertanian (15,06%), dan perdagangan (11,72%). Mayoritas penduduk Kota Lhokseumawe menganut agama Islam. Jumlah pemeluk agama Islam yang besar didukung juga tersedianya sarana dan prasarana peribadatan bagi umat Islam. Kerukunan antar sesama pemeluk agama terbina secara harmonis, karena terjalin toleransi yang tinggi antara satu pemeluk agama dengan pemeluk agama yang lain.
Dilihat dari keragaman suku bangsa, penduduk Kota Lhokseumawe cukup heterogen, karena terdiri dari berbagai suku bangsa antara lain, seperti Aceh, Melayu, Batak, Jawa, Minang, Cina, Gayo, dan lainnya. Kondisi sosial budaya masyarakat Kota Lhokseumawe yang heterogen tersebut, termasuk sebagai salah satu kota yang paling heterogen dinamika kehidupan sosial budaya masyarakat setelah kota Banda Aceh. Kendatipun demikian, tantangan- tantangan tidak dapat dihindari antara lain sebagai berikut:
1. Kebudayaan dan nilai-nilai tradisi daerah Kota Lhokseumawe yang sudah mulai hilang dalam kehidupan masyarakat, bahkan banyak dari masyarakat yang tidak lagi mengerti tentang adat dan budaya Aceh. Hal ini mungkin disebabkan oleh pengaruh derasnya arus informasi komunikasi yang bersumber dari budaya asing yang diserap secara langsung tanpa adanya filter. Untuk itu perlu ditata kembali proses pembelajaran tentang 1. Kebudayaan dan nilai-nilai tradisi daerah Kota Lhokseumawe yang sudah mulai hilang dalam kehidupan masyarakat, bahkan banyak dari masyarakat yang tidak lagi mengerti tentang adat dan budaya Aceh. Hal ini mungkin disebabkan oleh pengaruh derasnya arus informasi komunikasi yang bersumber dari budaya asing yang diserap secara langsung tanpa adanya filter. Untuk itu perlu ditata kembali proses pembelajaran tentang
2. Mengembangkan, melestarikan nilai-nilai adat budaya daerah serta mengelola keanekaragaman budaya daerah yang dapat dimanfaatkan untuk kemajuan daerah; dan
3. Masih terbatasnya informasi mengenai budaya dan adat istiadat Aceh. Terbendungnya nilai-nilai budaya yang bertentangan dengan Syariat Islam.
Penduduk di lokasi yang diusulkan sebagai KEK dan sekitarnya pada tahun 2013 berjumlah 260.877 jiwa. Penduduk ini tersebar di tiga Kecamatan Kota Lhokseumawe (Kecamatan Muara Satu, Kecamatan Muara Dua, dan Kecamatan Banda Sakti) dan di empat Kecamatan Kabupaten Aceh Utara (Kecamatan Dewantara, Kecamatan Muara Batu, Kecamatan Banda Baro, dan Kecamatan Nisam). Kecamatan Banda Sakti (Kota Lhokseumawe) yang wilayahnya berbatasan dengan Kecamatan Muara Satu yang diusulkan sebagai lokasi KEK memiliki jumlah penduduk terbanyak sementara Kecamatan Dewantara (Kabupaten Aceh Utara) yang sebagian wilayahnya diusulkan sebagai KEK jumlah penduduknya berada di urutan kedua.
Pada tahun 2013 rasio jenis kelamin penduduk yang berada di Kecamatan Muara Satu (Kota Lhokseumawe) dan Kecamatan Dewantara (Kabupaten Aceh Utara) sebesar 99. Rasio ini menggambarkan bahwa jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki dimana pada setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 99 orang penduduk laki-laki.
4.2.2 Analisis Kedudukan dan Keterkaitan Struktur Ekonomi Kawasan Pada Wilayah Regional
Struktur perekonomian menunjukkan besarnya kontribusi masing- masing sektor ekonomi di suatu daerah. Pola kegiatan ekonomi Kota Lhokseumawe sejak tahun 2009 dapat dikatakan sama. Kontribusi terbesar Struktur perekonomian menunjukkan besarnya kontribusi masing- masing sektor ekonomi di suatu daerah. Pola kegiatan ekonomi Kota Lhokseumawe sejak tahun 2009 dapat dikatakan sama. Kontribusi terbesar
Apabila dilihat dari sektor-sektor pembentuk sektor sekunder, maka diketahui bahwa selama periode 2009 hingga 2012 sektor industri pengolahan mempunyai peranan paling besar, bahkan sangat mendominasi dalam struktur ekonomi Kota Lhokseumawe secara keseluruhan. Kendati demikian, kontribusinya dalam kurun waktu tersebut cenderung mengalami penurunan dengan rata-rata penurunan 5,8 persen tiap tahunnya. Kontribusi tahun 2009 mencapai 56,39 persen dan terus menurun menjadi 45,18 persen pada tahun 2012.
Industri pengolahan menjadi leading sector perekonomian wilayah Lhokseumawe karena pengaruh beberapa industri besar terutama industri pengolahan migas, yakni PT Arun. Meskipun mengalami penurunan peranan dalam perekonomian dikarenakan produksi migas yang menurun, sektor industri pengolahan migas masih menjadi primadona dalam perekonomian Kota Lhokseumawe. Sementara itu, sektor bangunan/konstruksi memberikan kontribusi sebesar 6,98 persen pada tahun 2012. Sektor ini cenderung mengalami kenaikan sejak tahun 2009 sejalan dengan maraknya pembangunan properti seperti perumahan dan pertokoan di wilayah kota ini.
Sektor sekunder mengalami penurunan sejalan dengan berkurangnya peranan sektor industri pengolahan dalam perekonomian Kota Lhokseumawe. Dua sektor lainnya, yakni sektor konstruksi dan sektor listrik, air, dan gas, masing-masing mengalami kenaikan selama empat tahun terakhir. Meskipun demikian kenaikan tersebut tidak signifikan menaikkan share sektor sekunder karena dominasi sektor industri pengolahan yang cukup besar.
Secara keseluruhan, kontribusi terbesar kedua pada perekonomian Lhokseumawe selama empat tahun terakhir diberikan oleh sektor tersier Secara keseluruhan, kontribusi terbesar kedua pada perekonomian Lhokseumawe selama empat tahun terakhir diberikan oleh sektor tersier
Sektor pendukung sektor tersier rata-rata semua mengalami kenaikan share selama empat tahun terakhir. Hal ini menyebabkan sektor tersier juga terdukung kenaikannya. Sektor jasa-jasa mengalami kenaikan meskipun cenderung stabil selama empat tahun, sedangkan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan mempunyai kontribusi sebesar 1,27 – 1,54 persen.
Sektor pertanian mempunyai andil yang cenderung stabil dalam perekonomian Kota Lhokseumawe dengan besaran 4,66–5,24 persen. Pada tahun 2012 peranan sektor pertanian adalah sebesar 5,24 persen; terbesar kelima dalam perekonomian Kota Lhokseumawe. Konversi lahan pertanian yang terjadi sebagai konsekuensi dari wilayah yang berstatus kota memerlukan perhatian lebih. Konversi lahan yang terjadi harus diusahakan ke sektor-sektor produktif agar perekonomian tetap stabil, bahkan meningkat.
Berbeda dengan sektor pertanian, kontribusi sektor pertambangan dan penggalian sebagai bagian dari sektor primer sangat kecil dan juga cenderung stabil. Kontribusi yang diberikan terhadap perekonomian Kota Lhokseumawe hanya sebesar 0,16 persen pada tahun 2009 dan empat tahun kemudian, yaitu tahun 2012 menunjukkan besaran yang mengalami hanya sedikit kenaikan menjadi 0,19 persen.
Berdasarkan struktur perekonomian yang terbentuk sepanjang periode 2009 hingga 2012, masih mengukuhkan Kota Lhokseumawe sebagai kota indutri migas terbesar di Aceh, dengan kontribusi kelompok sektor sekunder mencapai lebih dari 50 persen terhadap perekonomian Kota Lhokseumawe sendiri. Kontribusi yang telah diberikan oleh masing-masing kelompok sektor tentunya harus lebih dioptimalkan, meskipun nantinya optimalisasi kontribusi ini Berdasarkan struktur perekonomian yang terbentuk sepanjang periode 2009 hingga 2012, masih mengukuhkan Kota Lhokseumawe sebagai kota indutri migas terbesar di Aceh, dengan kontribusi kelompok sektor sekunder mencapai lebih dari 50 persen terhadap perekonomian Kota Lhokseumawe sendiri. Kontribusi yang telah diberikan oleh masing-masing kelompok sektor tentunya harus lebih dioptimalkan, meskipun nantinya optimalisasi kontribusi ini
Sementara itu, jika sektor migas dikeluarkan dari peranannya terhadap perekonomian Kota Lhokseumawe, akan terlihat bahwa PDRB tahun 2012 didominasi oleh kelompok tersier. Share sebesar 75,29 persen diberikan oleh sektor tersier. Besaran share sektor tersier terhadap perekonomian Kota Lhokseumawe tanpa migas, sangat mendominasi karena jauh diatas 50 persen
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran memberikan kontribusi terbesar dari total PDRB tanpa migas dan merupakan leading sector dari sektor tersier. Sektor ini terus meningkat dari tahun ke tahun, walaupun kenaikannya cenderung stabil. Sektor pengangkutan & komunikasi serta sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan juga cenderung stabil dalam kurun waktu 2009- 2012 dengan peningkatan yang relatif kecil. Sektor jasa-jasa mengalami penurunan share selama kurun waktu empat tahun, dari 6,64 persen pada 2009 menjadi 6,02 persen pada 2012.
Yang berada di posisi kedua adalah kelompok sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan, sektor listrik dan air bersih serta sektor konstruksi. Kelompok sekunder ini lebih didominasi oleh sektor konstruksi yang memberikan kontribusi sebesar 12,42 persen pada tahun 2012. Sektor konstruksi juga menunjukkan kecenderungan menurun peranannya setiap tahun.
Kelompok primer berada pada posisi terakhir peranannya dalam pembentukan PDRB Kota Lhokseumawe. Pada tahun 2012 kelompok primer ini memberikan kontribusi sebesar 9,67 persen. Namun, kontribusi yang diberikan cenderung menurun setiap tahunnya. Misalnya saja pada tahun 2009 kontribusi kelompok ini mencapai angka 10,75 persen dan menjadi 9,67 persen pada tahun 2012. Sektor yang dominan pada kelompok primer adalah sektor pertanian dimana pada tahun 2012 memberikan kontribusi sebesar 9,32 persen. Sementara itu peranan sektor pertambangan dan penggalian menyumbang tidak lebih dari setengah persen sejak periode 2009-2012. Adapun sektor industri pengolahan Kelompok primer berada pada posisi terakhir peranannya dalam pembentukan PDRB Kota Lhokseumawe. Pada tahun 2012 kelompok primer ini memberikan kontribusi sebesar 9,67 persen. Namun, kontribusi yang diberikan cenderung menurun setiap tahunnya. Misalnya saja pada tahun 2009 kontribusi kelompok ini mencapai angka 10,75 persen dan menjadi 9,67 persen pada tahun 2012. Sektor yang dominan pada kelompok primer adalah sektor pertanian dimana pada tahun 2012 memberikan kontribusi sebesar 9,32 persen. Sementara itu peranan sektor pertambangan dan penggalian menyumbang tidak lebih dari setengah persen sejak periode 2009-2012. Adapun sektor industri pengolahan
Tabel 3.2 Distribusi PDRB Kota Lhokseumawe Tahun 2009-2012 Menurut Sektor Ekonomi Non Migas Atas Dasar Harga Berlaku (persen)
2010 2011 2012 Primer
Sektor Ekonomi
9,75 9,58 9,32 2. Pertambangan & Penggalian
15,28 15,12 15,04 3. Industri Pengolahan
2,52 2,51 2,48 4. Listrik & Air Minum
0,15 0,15 0,15 5. Bangunan/Konstruksi
74,64 74,96 75,29 6. Perdagangan, Hotel & Restoran
54,26 54,79 55,11 7. Pengangkutan & Komunikasi
11,33 11,43 11,43 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
3.2.3 Analisis Kedudukan dan Keterkaitan Sistem Jaringan Kawasan pada Wilayah Regional
Dalam menganalisis keterkaitan sistem jaringan kawasan pada wilayah regional, tidak terlepas dari sistem secara keseluruhan baik lingkup nasional, wilayah provinsi maupun wilayah kabupaten. Berdasarkan penetapan struktur ruang nasional dan wilayah Provinsi Aceh yang berkenaan dengan Kota
Lhokseumawe, adalah:
a. Dalam sistem pusat kegiatan di Aceh sesuai RTRW Aceh, Kota Lhokseumawe termasuk sebagai pusat kegiatan primer yang merupakan
PKN sebagai kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Aceh, nasional dan internasional.
b. Dalam sistem pusat-pusat pelayanan, Kota Lhokseumawe merupakan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) di wilayah Provinsi Aceh yang melayani arus orang, barang dan jasa dari luar ke dalam wilayah Kota Lhokseumawe ataupun sebaliknya dalam lingkup domestik. Selain itu dapat melayani arus barang dalam lingkup internasional sebagai perwujudan dari Pusat Kegiatan Nasional (PKN).
c. Pengembangan sistem jaringan transportasi di Aceh terdiri atas sistem jaringan transportasi darat, sistem jaringan transportasi perairan, dan sistem jaringan transportasi udara. Sistem jaringan transportasi darat terdiri atas sistem jaringan jalan dan sistem jaringan kereta api. Kota Lhokseumawe termasuk dalam pengembangan sistem jaringan jalan bebas hambatan (highway) di lintas timur yang menghubungkan simpul-simpul Blang Bintang (Aceh Besar) – Sigli – Meureudu – Bireuen – Kota Lhokseumawe – Lhoksukon – Idi – Kuala Simpang – Perbatasan Sumatera Utara.
d. Kota Lhokseumawe termasuk juga dalam pengembangan jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan jaringan trayek Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), meliputi : Banda Aceh – Sigli – Meureudu – Bireuen – Lhokseumawe – Lhoksukon – Panton Labu – Idi Rayeuk – Langsa – Kuala Simpang – Medan;
e. Pengembangan dan revitalisasi jaringan kereta api di pesisir timur menghubungkan Banda Aceh-Lhokseumawe, ke Provinsi Sumatera Utara, sebagai bagian dari jaringan kereta api lintas timur Pulau Sumatera;
f. Bandar Udara Malikussaleh di Kabupaten Aceh Utara ditetapkan sebagai Bandar Udara Internasional, yang juga akan melayani wilayah Kota
Lhokseumawe. Bandar udara tersebut menjadi pendukung aksesibilitas dan mobilitas orang, barang, dan jasa di KEK Lhokseumawe.
g. Pelabuhan laut di Aceh dikelompokkan ke dalam beberapa zona kerja berdasarkan letak geografis dan rencana pengembangan kawasan strategis Aceh. Pelabuhan Krueng Geukueh di Kabupaten Aceh Utara berada di zona utara-timur Aceh. Pelabuhan Krueng Geukueh (Kabupaten Aceh Utara sebagai pelabuhan utama yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dengan jenis pelayanan utama kontainer, kargo umum, curah cair, dan curah kering lingkup nasional dan internasional. Pelabuhan tersebut yang akan dimanfaatkan Kota Lhokseumawe dalam mendukung pengembangan KEK.
h. Sistem jaringan energi di Aceh meliputi pembangkit tenaga listrik, jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik, dan jaringan pipa minyak dan gas bumi. PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas), dikembang pada daerah yang mempunyai potensi gas dan pada terminal Gas Arun (Arun Gas Receiving Terminal) meliputi PLTG Eks PT. Arun 160 MW, PLTU PT. KKA
18 MW, PLTG Peaker Arun 200 MW. PLTG tersebut sangat mendukung Kota Lhokseumawe dalam pengembangan KEK.
i. Pengembangan jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik meliputi pengembangan jaringan transmisi, yang mencakup Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 275 KV, meliputi Banda Aceh - Sigli - Lhokseumawe – Pangkalan Brandan dan Sigli – Nagan Raya; dan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 KV, meliputi jalur pantai timur Aceh meliputi Krueng Raya – Ulee Kareng- Banda Aceh – Jantho - Seulawah- Sigli – Samalanga - Bireuen – Cot Trueng - Lhokseumawe – Panton Labu – Idi – Langsa – Tualang Cut – Sumatera Utara.
Sistem pusat-pusat pelayanan di Kota Lhokseumawe yang dibentuk meliputi :
- Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa
provinsi. - Pusat Pelayanan Kota (PPK) adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau administrasi yang melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional.
- Sub Pusat Pelayanan Kota (SPPK) adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau administrasi yang melayani sub wilayah kota.
- Pusat Lingkungan (PL) adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau administrasi lingkungan kota.
Struktur ruang di Kota Lhokseumawe terbentuk oleh sistem pusat-pusat pelayanan yang saling terintegrasi. Sistem pusat pusat pelayanan ini dilengkapi dengan sistem jaringan prasarana wilayah dan terhubungkan oleh sistem jaringan transportasi untuk meningkatkan aksesibilitas transportasi antar pusat- pusat pelayanan. Dengan demikian sistem pusat pusat pelayanan yang ditetapkan di Kota Lhokseumawe, yakni:
1. Pusat Kegiatan Nasional dengan pusatnya di Kota Lhokseumawe dan sekitarnya.
2. Pusat Pelayanan Kota dengan pusatnya di Keude Cunda. Merupakan pusat Kecamatan Muara Dua;
3. Sub Pusat Pelayanan Kota dengan pusatnya di Lhoksemawe (sekitar Jalan Sukaramai dan Jalan Perdagangan), Kandang, Batuphat Timur, Keude Peunteuet. Merupakan pusat-pusat dari tiap kecamatan;
4. Pusat Lingkungan dengan pusatnya di Lhokseumawe Selatan, Lhokseumawe Utara, Kandang, Cunda, Paloh Timur, Paloh Barat, Meuraksa, Peunteuet, Mangat Makmu. Merupakan pusat-pusat dari tiap mukim;
Tabel 3.3 Pusat-pusat Pelayanan Kegiatan di Kota Lhokseumawe
No Fungsi Pelayanan
Pusat Kegiatan
Keterangan
1 Pusat Kegiatan Kota Lhokseumawe dan Kota Lhokseumawe dan Nasional
sekitarnya
sekitarnya (wilayah Kab. Aceh Utara,
yaitu Kecamatan Dewantara dan Muara Batu)
2 Pusat Pelayanan Kota Keude Cunda Kecamatan Muara Dua 3 Sub Pusat Pelayanan Lhoksemawe
Pusat Kecamatan Banda Sakti Kota
Kandang
Pusat Kecamatan Muara Dua
Batuphat Timur
Pusat Kecamatan Muara Satu
Pusat Kecamatan Blang Mangat 4 Pusat Lingkungan
Keude Peunteuet
Lhokseumawe Selatan
Pusat Mukim Lhokseumawe Selatan
Lhokseumawe Utara
Pusat Mukim Lhokseumawe Utara
Kandang
Pusat Mukim Kandang
Cunda
Pusat Mukim Cunda
Paloh Timur
Pusat Mukim Paloh Timur
Paloh Barat
Pusat Mukim Paloh Barat
Meuraksa
Pusat Mukim Meuraksa
Peunteuet
Pusat Mukim Peunteuet
Pusat Mukim Mangat Makmu Sumber : RTRW Kota Lhokseumawe
Mangat Makmu
Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi Kota Lhokseumawe terdiri dari sistem jaringan transportasi darat, sistem jaringan transportasi laut, dan sistem jaringan transportasi udara, dan sistem jaringan Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi Kota Lhokseumawe terdiri dari sistem jaringan transportasi darat, sistem jaringan transportasi laut, dan sistem jaringan transportasi udara, dan sistem jaringan
Rencana pengembangan jaringan jalan darat di Kota Lhokseumawe, terdiri dari jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal. Jalan Arteri yang direncanakan di Kota Lhokseumawe, meliputi:
a. Ruas Jalan Banda Aceh - Medan yang berada di wilayah Kota Lhokseumawe. Jalan Arteri ini menghubungkan antara PKN yang ada di Provinsi Aceh (Kota Lhokseumawe dan sekitarnya) dan PKN di Provinsi Sumatera Utara (Mebidangro). Jalan ini dikenal juga dengan Jalan Lintas Timur (Jalintim) Sumatera yang menghubungkan antara Banda Aceh - Lhokseumawe - Medan dan merupakan salah satu urat nadi perekonomian Pulau Sumatera di wilayah pesisir timur. Status jalan ini merupakan Jalan Nasional yang telah ditetapkan dalam PP No.26 Tahun 2008 tentang RTRWN.
b. Ruas Jalan Bebas Hambatan (Highway) yang menghubungkan Banda Aceh - Batas Provinsi Sumatera Utara. Panjang jalan ini direncanakan yaitu 390 km yang melintasi Kota Lhokseumawe. Jalan ini merupakan komplementer Jalan Lintas Timur. Jalan Jalan Bebas Hambatan (Highway) ini merupakan Jalan Nasional yang telah ditetapkan dalam PP No.26 Tahun 2008 tentang RTRWN. Diusulkan untuk menempatkan pintu masuk di sekitar Kecamatan Blang Mangat.
Sementara itu, jalan khusus yang terdapat di Kota Lhokseumawe merupakan Jalan yang dipergunakan oleh perusahaan untuk kepentingan usaha pertambangan. Jalan Khusus tersebut adalah jalan line pipa dan jalan yang berada di instalasi perusahaan. Secara detail, rencana sistem jaringan jalan Kota Lhokseumawe dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Sistim Jaringan Jalan di Kota Lhokseumawe
Keterangan Ruas Jalan
Batas Kab. Aceh Utara-Kota 1. Lhokseumawe-
23 Jalan Lintas Timur Batas Kab. Aceh Utara Aceh 2. Bebas Hambatan (Tol)
Jalur ke 3. Pelabuhan Umum
Pelabuhan Krueng Geukeuh
4. Batas Kabupaten Aceh Utara - Bukit Rata
30 Jalan Elak 5. Cot Trieng - Jalan Ateri (via
Ujong Pacu) 6. Los Kala - Simpang Kandang
7. Tgk Cik Di Paloh
8. Paya Bilih
9. Merdeka Barat
10. Merdeka Timur
12. T. Hamzah Bendahara
13. Buloh Blang Ara
14. Asan Kareung
17. Alue Raya
18. Keude Peunteuet
19. Raya Meuraksa
26. Iskandar Muda
31. Jalan Dalam Kota
- Lokal 2
Kota
20 Menghubungkan antar Mukim
30 Milik perusahaan Sumber : RTRW Kota Lhokseumawe
32. Jalan Line Pipa
27,33 Khusus
Privat
Pengembangan jaringan jalan perlu didukung oleh adanya prasarana terminal. Sesuai dengan RTRW Kota Lhokseumawe, terminal yang direncanakan di Kota Lhokseumawe adalah terminal penumpang dan terminal barang. Terminal yang direncanakan di Kota Lhokseumawe meliputi terminal penumpang tipe A, terminal penumpang tipe B, terminal penumpang tipe C, dan terminal barang. Keberadaan terminal penumpang tersebut dipandang sangat penting dalam mendukung aksessibilitas dan kelancaran mobilitas orang, barang, dan jasa di KEK Lhokseumawe. Adapun terminal penumpang yang direncanakan di Kota Lhokseumawe sebagai berikut : • Terminal Penumpang Tipe A;
Pembangunan Terminal Penumpang Tipe A terletak di Alue Awe, Kecamatan Blang Mangat. Terminal ini sebagai tempat pertemuan moda kereta api, angkutan kota, bus antarkota, dan moda internal kota lainnya. Terminal ini yang difungsikan untuk melayani transportasi angkutan penumpang regional yang menghubungkan pusat kegiatan di Banda Aceh - Lhokseumawe - Medan.
• Terminal Penumpang Tipe B; Peningkatan Terminal Penumpang Tipe B yang terletak di Mon Geudong. Terminal ini yang difungsikan untuk melayani transportasi angkutan penumpang dalam Kota Lhokseumawe yang menghubungkan antara Terminal Penumpang Tipe A dengan Terminal Penumpang Tipe C.
• Terminal Penumpang Tipe C; Pembangunan Terminal Penumpang Tipe C terletak di Batuphat Timur,
Keudeu Aceh, dan Peunteuet. Terminal ini yang difungsikan untuk melayani transportasi angkutan penumpang dalam wilayah kecamatan yang menghubungkan antara Terminal Penumpang Tipe B dengan Terminal Penumpang Tipe C.
• Terminal Barang
Pembangunan Terminal Barang yang terletak di Kandang, Kecamatan Mara Dua. Terminal ini yang difungsikan untuk melayani transportasi angkutan barang Kota Lhokseumawe dari luar ke dalam atau sebaliknya.
Jaringan layanan lalu lintas angkutan jalan yang direncanakan di Kota Lhokseumawe meliputi:
a. lintas angkutan barang non BBM, yaitu Jalan Arteri - Jalan Ujong Pacu – Jalan Elak – Jalan Arteri, sedangkan lintasan angkutan barang BBM yaitu Jalan Arteri - Jalan Los Kala – via Jembatan - Jalan Arteri.
b. lintas angkutan penumpang, yaitu Jalan Arteri – Jalan Merdeka Timur – Jalan Pase – Jalan Merdeka Timur – Jalan – Merdeka – Jalan Merdeka Barat – Jalan Arteri – Jalan Elak – Jalan Arteri.
Rencana pengembangan sistem transportasi laut di Kota Lhokseumawe, yaitu Terminal Khusus yang dikelola oleh Pemerintah yakni Terminal Khusus Arun terdapat di Blang Lancang untuk melayani suplai gas dan Terminal Khusus depo BBM (Bahan Bakar Minyak) terdapat di Hagu Tengah untuk melayani suplai bahan bakar minyak Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Pidie. Rute pelayaran Pelabuhan depo BBM adalah Kota Lhokseumawe – Kota Jakarta.
3.2.4 Analisis Kedudukan dan Keterkaitan Pengelolaan Lingkungan
Kawasan pada Wilayah Regional
Pengembangan KEK Lhokseumawe mempunyai implikasi positif dilihat dari sudut pandang kepentingan ekonomi dan fungsi kawasan industri. Meski demikian, pengembangan industri pengolahan, energi, dan kegiatan logistik di KEK Lhokseumawe juga berpotensi terjadinya pencemaran lingkungan. Di KEK Lhokseumawe, telah tersedia Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) yang dikelola oleh PT PIM dan PT Arun LNG-PAG. IPAL tersebut akan dimanfaatkan secara optimal sebagai upaya dalam mengantisipasi terjadinya pencemaran lingkungan di kawasan (KEK) Lhokseumawe.
Dalam konteks yang lebih luas, peran KEK Lhokseumawe juga mampu Dalam konteks yang lebih luas, peran KEK Lhokseumawe juga mampu
Dalam jangka panjang (sejalan dengan perkembangan KEK) yang perlu mendapat perhatian secara serius adalah masalah menumpuknya sampah padat, baik sampah organik maupun an-organik. Tempat pembuangan akhir (TPA) harus menjadi p;erhatian serius agar tidak terjadi pencemaran lingkungan ataupun menimbulkan bau yang tidak sedap, banjir, dan penyakit serta sampah- sampah tersebut mencemari laut.. Dalam kaitan tersebut, akan diupayakan proses pengolahan sampah menjadi kompos untuk sampah organik dan menjadikan barang yang lebih bermanfaat melalui daur ulang maupun daur pakai.
3.3 Analisis Internal Kawasan
3.3.1 Analisis Demografi dan Sosial-Budaya
Jumlah penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2013 adalah sebanyak 181.976 jiwa terdiri atas 90.691 jiwa laki-laki dan 91.285 jiwa perempuan. Kecamatan Banda Sakti adalah kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak dengan proporsi hampir 43 persen dari total penduduk Lhokseumawe atau 78.264 jiwa. Kecamatan Blang Mangat mempunyai jumlah penduduk paling kecil diantara kecamatan lainnya di Lhokseumawe yakni 23.089 jiwa atau sekitar 12,7 persen.
Pada tahun 2013 tercatat jumlah pencari kerja di Kota Lhokseumawe adalah sebanyak 1.019 orang terdiri dari 568 laki-laki dan 523 perempuan. Dari jumlah ini, lebih dari 50 % diantaranya berpendidikan sarjana muda atau sarjana.
Adapun penduduk di lokasi KEK dan sekitarnya berjumlah 260.877 jiwa (kondisi tahun 2013). Di Kota Lhokseumawe, penduduk ini tersebar di tiga kecamatan, meliputi Kecamatan Muara Satu, Kecamatan Muara Dua, dan Kecamatan Banda Sakti). Kemudian terdistribusi di empat Kecamatan di Kabupaten Aceh Utara, mencakup Kecamatan Dewantara, Kecamatan Muara Batu, Kecamatan Banda Baro, dan Kecamatan Nisam. Kecamatan Banda Sakti (Kota Lhokseumawe) yang wilayahnya berbatasan dengan Kecamatan Muara Satu yang diusulkan sebagai lokasi KEK memiliki jumlah penduduk terbanyak sementara Kecamatan Dewantara (Kabupaten Aceh Utara) yang sebagian wilayahnya diusulkan sebagai KEK jumlah penduduknya berada di urutan kedua.
Dari sisi struktur penduduk menurut jenis kelamin, jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan lebih banyak di lokasi KEK Lhokseumawe, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki. Setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 99 orang penduduk laki-laki (rasio sebesar 99).
3.3.2 Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Ekonomi Kawasan
Keunggulan komparatif dimaknai bagaimana untuk mencapai tujuan bersama dengan segala keunggulan yang dimiliki baik oleh satu wilayah terhadap wilayah lainnya, sedangkan keunggulan kompetitif dimaknai bagaimana memanfaatkan keunggulan yang dimiliki oleh satu wilayah untuk bias mendapatkan tujuan tertentu dengan cara berkompetisi dengan wilayah lainnya (Badudu Zein dan Tangkilisan dalam El-Anshary Redha: 2014).
Keunggulan komparatif disebabkan oleh adanya perbedaan dalam kepemilikan atas faktor-faktor produksi seperti sumber daya alam, modal, tenaga kerja dan kemampuan dalam penguasaan teknologi. Melalui spesialisasi sesuai dengan keungggulan komparatifnya, maka jumlah produksi yang dihasilkan bisa jauh lebih besar dengan biaya yang lebih murah dan pada akhirnya bisa mencapai skala ekonomi yang diharapkan. Untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya suatu negara harus memanfaatkan keunggulan Keunggulan komparatif disebabkan oleh adanya perbedaan dalam kepemilikan atas faktor-faktor produksi seperti sumber daya alam, modal, tenaga kerja dan kemampuan dalam penguasaan teknologi. Melalui spesialisasi sesuai dengan keungggulan komparatifnya, maka jumlah produksi yang dihasilkan bisa jauh lebih besar dengan biaya yang lebih murah dan pada akhirnya bisa mencapai skala ekonomi yang diharapkan. Untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya suatu negara harus memanfaatkan keunggulan
a. Jumlah tenaga kerja yang relatif banyak;
b. Sumber daya alam yang melimpah;
c. Sumber modal yang besar;
d. Kemampuan dan penguasaan ilmu pengetahuan teknologi yang tinggi;
e. Letak geografis yang cukup strategis;
f. Potensi pasar domestik/dalam negeri yang cukup besar;
g. Jumlah pengusaha kecil, menengah dan koperasi yang besar;
h. Sektor agrobisnis yang mengandalkan lahan produktif yang luas.
Di samping keunggulan komparatif diatas masih ada keunggulan kompetitif yang harus dimiliki suatu negara untuk dapat memenangkan dan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional seperti (Perizade Badia, 2013) :
a. Suatu negara harus memiliki produk (barang ataupun jasa) dengan kuantitas danmutu (kualitas) yang sesuai dengan standar internasional, disertai denganketepatan waktu penyerahannya. Tingkat harga produk juga harus lebihbersaing/kompetitif dengan meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
b. Sumber daya manusia (SDM) pelaku bisnis harus bermutu tinggi dengan jiwa dan semangat kewirausahaan, disiplin, kemandirian, dan etos kerja, kemampuan manajemen, serta profesionalisme yang tinggi. Kualitas (mutu) SDM yang dimaksud di sini berkaitan pula dengan daya kreatif, dinamika prakarsa dan dayasaing. Dengan daya saing yang tinggi, dunia usaha nasional suatu negara dan produksi dalam negerinya akan mampu menguasai dan mengembangkan pasar dalam negeri dan sekaligus mampu melakukan transaksi ekspor yang lebih besar ke manca negara.
c. Usaha yang ada juga harus lentur, lincah dan cepat tanggap terhadap perubahan permintaan pasar.
d. Struktur dunia usaha nasional suatu negara harus kokoh dan efisien sehinggamampu menguasai dan mengembangkan pasar domestik serta sekaligus meningkatkan daya saing global.
e. Iklim ekonomi suatu negara yang kondusif serta sehat, di mana pertumbuhan ekonomi berjalan di atas landasan kebersamaan berusaha di antara berbagai pelaku ekonomi yang ada.
f. Mekanisme pasar berfungsi secara efisien dan efektif. Dalam hal ini koreksi dari pemerintah terhadap pasar sangatlah berperan. Koreksi yang dilakukan pemerintah pada dasarnya bertujuan untuk mendorong dan melindungi agar mekanisme pasar dapat berjalan secara sempurna dan sehat.
g. Kondisi dimana ada peluang dan kesempatan, membangkitkan, mengembangkan dan mendorong maju wirausaha nasional untuk mengadakan kerjasama sekaligus bersaing ketat dengan bangsa-bangsa yang lain.
h. Adanya penguasaan dan kemampuan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
i. Adanya stabilitas politik dan kebijaksanaan pemerintah termasuk di dalamnyajaminan kepastian hukum dalam berusaha. j. Adanya penegakan hak asasi manusia (HAM). k. Adanya perhatian dan penanganan usaha dalam hal mutu lingkungan
hidup
Dengan memperhatikan uraian diatas maka Kawasan Ekonomi Khusus Kota Lhokseumawe sudah tepat dikarenakan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yaitu :
1. Letak geoekonomi yaitu mempunyai potensi sektor perhubungan laut dan energi;
2. Dari letak geostrategis yaitu berada pada jalur lintasan perdagangan 2. Dari letak geostrategis yaitu berada pada jalur lintasan perdagangan
3. Letak geopolitik yaitu adanya keberpihakan Kebijakan pemerintah pusat terhadap pengembangan pembangungan wilayah barat Indonesia. Memperhatikan keuntungan geoekonomi dan geostrategis tersebut maka KEK Lhokseumawe berfungsi untuk pengembangan kegiatan industry pengolahan, energi, pusat logistik, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan mempunyai daya saing internasional sesuai pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009.
3.3.3 Analisis Penggunaan Lahan
Secara umum Kota Lhokseumawe berkembang secara alamiah membentuk suatu wilayah yang terdiri dari persil-persil atau kavling tanah yang tidak beraturan. Bentuk wilayah seperti ini terjadi disebabkan oleh pembagian persil tanahnya yang didasarkan pada pola kepemilikan tanah dan kedekatan sumber mata pencaharian, sehingga bila dilihat dari sudut tata wilayah kota terlihat adanya pola penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kondisi lahannya, terutama pada kawasan pesisir yang tidak seharusnya berkembang kawasan permukiman.
Sebagian besar penggunaan lahan adalah untuk kawasan permukiman, selebihnya digunakan untuk pertanian, perdagangan, pemerintahan, pendidikan, dan fasilitas sosial lainnya. Dari pengamatan dilapangan, dapat terlihat bahwa penyebaran kawasan permukiman tidak merata dan cenderung terkonsentrasi di wilayah pusat kota Lhokseumawe yaitu Banda Sakti dan pertumbuhannya mengikuti pola jaringan jalan.
Kota Lhokseumawe dimanfaatkan untuk berbagai keperluan atau kebutuhan masyarakat. Penggunaan lahan terbesar adalah untuk kebutuhan permukiman, yaitu 10.877 Ha (60,07%), kemudian secara berturut-turut untuk Kota Lhokseumawe dimanfaatkan untuk berbagai keperluan atau kebutuhan masyarakat. Penggunaan lahan terbesar adalah untuk kebutuhan permukiman, yaitu 10.877 Ha (60,07%), kemudian secara berturut-turut untuk
Dalam kaitannya pengembangan KEK Lhokseumawe, luas wilayah KEK mencapai 2.031 Ha. Luas wilayah KEK meliputi wilayah PT. Arun 1.370 Ha, wilayah PT.PIM 277 Ha, PT. AAF 236 Ha, dan PT. Pelindo 148 Ha. Dari luasan tersebut lahan yang masih dapat dikembangkan adalah 540 Ha di wilayah PT. Arun dan sekitar 70 Ha di wilayah PT. PIM.