MASTERPLAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS KEK LH

MASTERPLAN

KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK)

LHOKSEUMAWE

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

KATA PENGANTAR KEPALA BAPPEDA ACEH

Kota Lhokseumawe merupakan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) di wilayah Aceh yang melayani arus orang, barang dan jasa dari luar ke dalam wilayah Kota Lhokseumawe ataupun sebaliknya dalam lingkup domestik maupun dalam lingkup internasional. PKN dipusatkan di Kota Lhokseumawe dan sebagian wilayah Kabupaten Aceh Utara yang berperan sebagai pusat pelayanan skala nasional, regional dan internasional yang didukung oleh Kawasan Industri Lhokseumawe, Pelabuhan Lhokseumawe, dan Bandar Udara Malikussaleh (berada di wilayah Kabupaten Aceh Utara yang merupakan wilayah pendukung PKN Lhokseumawe). Dukungan lain diberikan dengan adanya Perguruan Tinggi yaitu Universitas Malikussaleh dan Politeknik Lhokseumawe yang mencetak sumber daya manusia yang terampil dan siap untuk terlibat dalam pengembangan Lhokseumawe untuk menjadi suatu kawasan ekonomi khusus.

Dengan adanya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Lhokseumawe diharapkan akan mentransformasikan struktur ekonomi Aceh terutama struktur ekonomi Lhokseumawe dan daerah-daerah penyangganya untuk memiliki nilai tambah yang lebih besar yang berbasis pada industri pengolahan, energi dan logistik. Disamping itu dengan adanya KEK Lhokseumawe akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang lebih meningkat di masa mendatang. Ketiga komponen industri yang berbasis pada pengolahan, energi dan logistik ini adalah sangat layak untuk menjadi sumber mesin pertumbuhan ekonomi (economic growth driver) di kawasan Lhokseumawe dan sekitarnya.

Industri pengolahan masih sangat dominan (leading sector) dalam perekonomian Lhokseumawe dan sekitarnya, meskipun perannya mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir karena produksi migas yang menurun. Dengan diberlakukannya Kawasan Ekonomi Khusus Lhokseumawe, sektor industri pengolahan akan tetap memiliki porsi yang lebih besar dalam Industri pengolahan masih sangat dominan (leading sector) dalam perekonomian Lhokseumawe dan sekitarnya, meskipun perannya mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir karena produksi migas yang menurun. Dengan diberlakukannya Kawasan Ekonomi Khusus Lhokseumawe, sektor industri pengolahan akan tetap memiliki porsi yang lebih besar dalam

Kami selaku penyusun dokumen Masterplan KEK Lhokseumawe mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang selama ini telah memberikan masukan dan data penunjang yang diperlukan. Kami berharap dokumen Masterplan KEK Lhokseumawe ini dapat menjadi salah satu basis dan acuan didalam kegiatan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Lhokseumawe selama periode tahun 2015-2030.

Terakhir, kami berharap semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk kepada kita semua dalam rangka mewujudkan dan mengembangkan KEK Lhokseumawe sehingga mampu mensejahterakan rakyat Aceh terutama yang berada dalam kawasan Lhokseumawe dan daerah penyangganya, amin ya rabbal alamin.

B ANDA A CEH , S EPTEMBER 2015 K EPALA B APPEDA A CEH P ROF .D R .I R .A BUBAKAR K ARIM , MS

P EMBINA U TAMA M ADYA N IP . 19621010 198811 1 001

Lhokseumawe atas dasar harga berlaku menurut sektor 2010 – 2013 dengan dan tanpa migas (persen) ..................................

42

53

3.1 Penetapan kawasan strategis di Kota Lhokseumawe ......................

3.2 Distribusi PDRB kota lhokseumawe tahun 2009 – 2012 Menurut sektor ekonomi non migas atas dasar harga berlaku.......

65

69

3.3 Pusat pelayanan di kota Lhokseumawe .............................................

71

3.4 Sistem Jaringan jalan dikota Lhokseumawe ......................................

86

4.1 Rencana pengembangan fasilitas eks kilang PT. Arun ....................

87

4.2 Rencana pengembangan fasilitas eks kilang PT. PIM ......................

4.3 Kompilasi dampak potensial pada tahapan pembangunan KEK Lhokseumawe ...............................................................................

94

5.1 Distribusi PDRB Kota Lhokseumawe Tahun 2009 – 2012 Menurut Sektor Ekonomi dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku 112

5.2 Kewajiban Penyaluran Pupuk Subsidi PT PIM Tahun 2015 ........... 117

5.3 Program Pengembangan PT. PIM Tahun 2016 – 2019...................... 118

6.1 Komposisi Struktur Ekonomi Lhokseumawe dan Aceh Utara 2015 – 2030...................................................................................

127

6.2 Pertumbuhan Ekonomi Lhokseumawe 2011 – 2014 ......................... 129

6.3 Estimasi pertumbuhan ekonomi 2015 – 2030 (Lhokseumawe Dan Aceh Utara ......................................................................................

130

6.4 Data pencari kerja di Kota Lhokseumawe yang telah Terdaftar dan yang belum/telah ditempatkan .................................

133

6.5 Kapasitas produksi, jumlah produksi dan kapasitas Produksi yang terpkai pabrik pupuk urea di Indonesia..................

141

6.6 Kapasitas produksi Jumlah produksi dan kapasitas produksi Yang terpkai pabrik pupuk amonia di Indonesia .............................

142

6.7 Proyeksi jumlah produksi PT. PIM ..................................................... 143

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan UU Nomor 39 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa untuk mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah dalam kesatuan ekonomi nasional, perlu dikembangkan Kawasan Ekonomi Khusus. Kemudian untuk mendukung pelaksanaan Kebijakan pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) tersebut maka RPJMN 2015-2019 bidang ekonomi disebutkan bahwa penetapan kawasan strategis nasional mempunya iupaya untuk memacu pusat-pusat pertumbuhan dalam rangka meningkatkan nilai tambah produk komoditas unggulan yang berasal dari desa-desa, wilayah-wilayah tertinggal, dan kawasan perbatasan serta melancarkan distribusi pemasaran baik nasional maupun global melalui pembentukan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Pusat-pusat pertumbuhan tersebut yaitu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, Kawasan Industri, dan pusat-pusat pertumbuhan penggerak ekonomi daerah pinggiran lainnya. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan tersebut diantaranya untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi nasional berbasis maritim (kelautan) di kawasan pesisir dengan memanfaatkan sumber daya kelautan dan jasa kemaritiman, yaitu peningkatan produksi perikanan; pengembangan energi dan mineral kelautan; pengembangan kawasan wisata bahari dan kemampuan industri maritim dan perkapalan.

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yang selanjutnya disebut KEK, adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yang selanjutnya disebut KEK, adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi

1. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung;

2. Mendapat dukungan pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan;

3. Terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau dekat dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan; dan

4. Mempunyai batas yang jelas.

Salah satu kawasan yang memiliki potensi serta kedudukan strategis yang mempunyai pengaruh besar serta dapat dijadikan pendorong bagi pembangunan Aceh adalah Kawasan Industri Lhokseumawe. Dalam kaitannya dengan pengembangan kawasan ekonomi khusus, maka Pemerintah Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara bersama-sama dengan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat sekarang ini sedang mempersiapkan kawasan ini agar dapat ditetapkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Lhokseumawe. Kawasan Ekonomi Khusus Lhokseumawe ini diharapkan pada masa mendatang akan menjadi sumber pertumbuhan baru di Aceh. Sejalan dengan berakhirnya produki gas di Lhokseumawe, pemerintah memiliki inisiasi

untuk menggunakan fasilitas industri yang telah terbangun sebelumnya. Hal ini merupakan langkah tepat dalam menumbuhkan mesin pertumbuhan ekonomi baru di Aceh. Transformasi struktur ekonomi yang memiliki nilai tambah yang lebih baik dan luas yang berbasis pada industri untuk menggunakan fasilitas industri yang telah terbangun sebelumnya. Hal ini merupakan langkah tepat dalam menumbuhkan mesin pertumbuhan ekonomi baru di Aceh. Transformasi struktur ekonomi yang memiliki nilai tambah yang lebih baik dan luas yang berbasis pada industri

Gambar 1. Sebaran Lokasi KEK 2009-2014 dan Rencana KEK 2014-2019 Melihat dari keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki, maka

Kawasan Ekonomi Khusus Kota Lhokseumawe sudah sangat layak untuk dikembangkan karena beberapa hal berikut :

1. Letak geoekonomi yaitu mempunyai potensi sektor perhubungan laut dan energi;

2. Dari letak geostrategis yaitu berada pada jalur lintasan perdagangan internasional Asia. Letak geostrategis yang dimaksud yaitu sistem logistik/transhipment bahwa Kota Lhokseumawe merupakan pintu gerbang sistem distribusi logistik dari kawasan Asia, maupun dari wilayah 2. Dari letak geostrategis yaitu berada pada jalur lintasan perdagangan internasional Asia. Letak geostrategis yang dimaksud yaitu sistem logistik/transhipment bahwa Kota Lhokseumawe merupakan pintu gerbang sistem distribusi logistik dari kawasan Asia, maupun dari wilayah

3. Letak geopolitik yaitu adanya keberpihakan Kebijakan pemerintah pusat terhadap pengembangan pembangungan wilayah barat Indonesia.

4. Memperhatikan keuntungan geoekonomi dan geostrategis tersebut maka KEK Lhokseumawe berfungsi untuk pengembangan kegiatan industry pengolahan, energi, pusat logistik, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan mempunyai daya saing internasional sesuai pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009.

Secara umum pengembangan KEK Lhokseumawe dibagi dalam tiga tahapan lima tahunan. Tahap awal; (2016-2020) akan tertuju pada revitalisasi fasilitas yang ada, Tahap Pengembangan (2021-2025); pembangunan industri manufaktur dan Tahapan ekstensifikasi (2026-2030); pengembangan industri hilir. Tiga tahapan ini akan berdampak pada perubahan struktur ekonomi, perdagangan dan ketenagakerjaan di Lhokseumawe serta beberapa kawasan sekitar yang menjadi penyangga ekonomi.

Kontribusi sektor pertambangan dan industri semakin mengecil dalam perekonomian di Aceh. Sementara sektor-sektor lainnya seperti pertanian, perdagangan dan jasa-jasa memiliki komposisi semakin besar dalam perekonomian (Gambar 2 dan Gambar 3). Penetapan fondasi dan arah perekonomian yang kuat dalam masa transisi menjadi semakin penting untuk menjaga momentum tingkat pertumbuhan ekonomi yang baik.

Dengan diberlakukannya Kawasan Ekonomi Khusus Lhokseumawe (lihat gambar 4), sektor industri akan memiliki porsi yang lebih besar. Struktur ekonomi Aceh akan bergeser secara mendasar dengan diberlakukannya kawasan ekonomi khusus. Dalam waktu 15 tahun kedepan sejak diberlakukannya kawasan ekonomi khusus Lhokseumawe, di perkirakan struktur ekonomi Aceh akan bertopang pada industri dan sektor tersier, sekarang tercatat sebesar 14 persen dan akan menjadi sekitar 30 persen pada akhir tahun 2030.

Dengan adanya kawasan ekonomi khusus Lhokseumawe, laju pertumbuhan ekonomi di perkirakan akan meningkat cukup signifikan di masa mendatang. Kawasan ekonomi khusus ini akan bertitik tolak pada tiga komponen utama, yaitu; sebagai kawasan yang memiliki industri pengolahan migas dan energi, industri pengolahan pupuk dan produk pertanian, serta industri logistik.

Ketiga komponen ini akan menjadi sumber mesin pertumbuhan ekonomi di kawasan Aceh Utara dan Lhokseumawe.

Gambar 4 Peta rencana pengembangan KEK Lhokseumawe

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penyusunan Master Plan Kawasan Ekonomi Khusus Lhokseumawe yaitu sebagai acuan/panduan untuk Pembangunan dan Pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus Lhokseumawe sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi Aceh serta panduan untuk perencanaan yang lebih detail untuk Kawasan Ekonomi Khusus Lhokseumawe. Sedangkan tujuannya yaitu terumuskannya rencana pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Lhokseumawe dengan pencapain seperti dibawah ini :

(1) Memberikan arah pengembangan kawasan dan tahapan-tahapan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Lhokseumawe. (2) Memberikan informasi awal peluang investasi pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Lhokseumawe. (3) Terlaksananya kajian potensi sumberdaya terkait dengan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Lhokseumawe. (4) Teridentifikasi kondisi eksisting infrastruktur

pada KEK Lhokseumawe. (5) Teridentifikasinya potensi market (growth opportunity) eksisting dan peluangnya di masa mendatang. (6) Teridentifikasinya total kebutuhan investasi di Kawasan Ekonomi

Lhokseumawe selama 15 tahun (2016-2030). (7) Tersusunnya Buku Master Plan Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus

Lhokseumawe.

1.3 Ruang Lingkup Materi

Lingkup Materi Masterplan Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Lhokseumawe ini adalah sebagai berikut:

1. Kajian potensi pengembangan Kawasan Ekonomi Khususi Lhokseumawe

2. Kajian ketersedian sarana dan prasarana pendukung

3. Desain layout Kawasan Ekonomi Khusus Lhokseumawe

4. Analisa pra kelayakan finansial Pengembangan KEK Lhokseumawe

5. Peta Lokasi KEK Lhokseumawe

1.4 Metodologi Pendekatan

Dalam penyusunan master plan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Lhokseumawe ini metodologi yang digunakan adalah mengumpulkan data berdasarkan kajian yang ada, kemudian mengidentifikasi dan menyesuaikan/cros-cek dengan kondisi riil dilapangan, sebagai bahan analisa dan rencana. Adapun tahapan-tahapan perencanaan yang dilakukan adalah:

1. Tahapan persiapan;

2. Tahapan pengumpulan data;

3. Survey dan identifikasi kawasan perencanaan;

4. Kompilasi dan analisis data;

5. Identifikasi potensi dan permasalahan serta perkiraan kebutuhan;

6. Analisis Pengembangan Kawasan;

7. Formulasi strategi penanganan pembangunan kawasan;

8. Rencana Pengembangan Sektor dan Komoditas Unggulan;

9. Indikasi Program.

1.5 Sistematika Penyusunan

Master Plan ini terdiri dari 8 (delapan) Bab yaitu sebagai berikut: Bab I

Pendahuluan Bab II

Gambaran Umum Bab III Analisis Pengembangan Kawasan Bab IV Analisis Perkiraan Dampak Lingkungan Bab V Rencana Pengembangan Kawasan Bab VI Analisis Perkiraan Ekonomi dan Keuangan Bab VII Indikasi Program dan Pembiayaan Bab VIII Pengelolaan KEK Lhokseumawe

BAB II

BAB II GAMBARAN UMUM KEK LHOKSEUMAWE

2.1 GAMBARAN UMUM

2.1.1. Kota Lhokseumawe

2.1.1.1 Aspek Geografis

Kota Lhokseumawe adalah sebuah kota di Provinsi Aceh yang berada persis di tengah-tengah jalur timur Sumatera, di antara Banda Aceh dan Medan, sehingga kota ini merupakan jalur distribusi dan perdagangan yang sangat penting bagi Aceh. Lhokseumawe ditetapkan statusnya menjadi pemerintah kota berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2001. Letak Geografis Kota Lhokseumawe berada pada posisi 04° 54’ – 05° 18’ Lintang Utara dan 96° 20’ – 97° 21’ Bujur Timur, yang diapit oleh Selat Malaka. Kota Lhokseumawe memiliki batas-batas sebagai berikut :

 Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka;  Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Utara (Kecamatan

Kuta Makmur);  Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Utara (Kecamatan Dewantara);  Sebelah timur berbatasan dengaan Kabupaten Aceh Utara (Kecamatan Syamtalira Bayu).

Kota Lhokseumawe memiliki wilayah sekitar 181,06 Km2. Wilayah administrasi Kota Lhokseumawe terdiri dari 4 (empat) wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Banda Sakti, Muara Satu, Muara Dua, dan Blang Mangat. Selain itu terdapat 9 (sembilan) Kemukiman, dan 68 (enam puluh dua) Gampong. Kecamatan dengan luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Muara Dua (57,80 Km²). Untuk lebih jelasnya mengenai luasan kecamatan dan wilayah Kota Lhokseumawe memiliki wilayah sekitar 181,06 Km2. Wilayah administrasi Kota Lhokseumawe terdiri dari 4 (empat) wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Banda Sakti, Muara Satu, Muara Dua, dan Blang Mangat. Selain itu terdapat 9 (sembilan) Kemukiman, dan 68 (enam puluh dua) Gampong. Kecamatan dengan luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Muara Dua (57,80 Km²). Untuk lebih jelasnya mengenai luasan kecamatan dan wilayah

2.1 dibawah ini.

Tabel 2.1. Luas Kecamatan di Kota Lhokseumawe Tahun 2013 No.

Kecamatan

Luas (Km²)

1 Muara Dua

2 Banda Sakti

3 Blang Mangat

4 Muara Satu

181.06 Sumber: BPS Kota Lhokseumawe, 2014

Total

Gambar 2.1 Peta Wilayah Administrasi Kota Lhokseumawe

2.1.1.2 Topografi

Wilayah Kota Lhokseumawe yang berada di daerah pesisir dan daerah sebelah timur merupakan daerah dataran dengan kemiringan antara 0 – 8 %. Sedangkan pada daerah yang menjauhi pesisir merupakan daerah yang berbukit-bukit dengan kemiringan antara 8 – 15 %. Dengan kondisi Wilayah Kota Lhokseumawe yang berada di daerah pesisir dan daerah sebelah timur merupakan daerah dataran dengan kemiringan antara 0 – 8 %. Sedangkan pada daerah yang menjauhi pesisir merupakan daerah yang berbukit-bukit dengan kemiringan antara 8 – 15 %. Dengan kondisi

Kondisi ketinggian lahan menunjukan bahwa Kota Lhokseumawe berada di antara ketinggian 0 – 100 m dpl. Daerah pesisir di sebelah utara dan daerah di sebelah timur berada pada ketinggian antara 0 – 5 m dpl. Sedangkan pada daerah di sebelah selatan memiliki kondisi yang relatif berbukit-bukit dengan ketinggian antara 5 – 100 m dpl.

Gambar 2.2 Peta Kemiringan Lereng Kota Lhokseumawe

2.1.1.3. Geologi

Gambaran mengenai kondisi geologi menunjukan bahwa di Kota Lhokseumawe terbentuk oleh batuan Alluvium Muda, Formasi Idi, Formasi Julurayeu dan Formasi Seureula. Sebaran batuan Aluvium Muda berupa endapan pesisir dan fluviatill berada pada daerah di sebelah utara dan selatan Kota Lhokseumawe. Sebaran Formasi Idi berupa kerikil, pasir, gamping dan lempung berada pada daerah sebelah barat yaitu sebagian wilayah

Kecamatan Muara Satu dan Muara Dua dan sebelah timur yaitu sebagian Kecamatan Muara Dua dan Blang Mangat.

Sebaran Formasi Julurayeu berupa endapan sungai batu pasir tufaan, lempung berlignit, dan batu lumpur berada pada daerah sebelah barat hingga tengah Kota Lhokseumawe yaitu sebagian wilayah Kecamatan Muara Satu dan Muara Dua. Sedangkan sebaran Formasi Seureula berupa batu pasir gunung api, dan batu lumpur gampingan berada pada daerah tengah Kota Lhokseumawe yaitu sebagian wilayah Kecamatan Muara Satu dan Muara Dua.

Gambar 2.3 Peta Geologi Kota Lhokseumawe

2.1.1.4 Klimatologi

Berdasarkan data Meteorologi dan Geofisika (BMG) wilayah Kota Lhokseumawe termasuk dalam type iklim tropis basah yang sangat dipengaruhi oleh iklim laut. Musim kemarau terjadi antara bulan Maret hingga Agustus, sedangkan musim penghujan antara bulan Agustus hingga Februari dengan jumlah curah hujan berkisar antara 1400 - 2000 mm/tahun.

Berdasarkan data pada Tahun 2012, curah hujan tahunan berkisar antara 6.7- 428,1 mm/tahun dimana curah hujan tertinggi terjadi pada Bulan

November sebesar 428,1 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada Bulan Februari sebesar 6,7 mm perbulan. Jumlah hari hujan berkisar antara 3 –

22 hari dimana jumlah hari hujan tertinggi terjadi pada Bulan November sebanyak 22 hari, sedangkan jumlah hari hujan terendah terjadi pada Bulan Januari sebanyak 3 hari. Seperti halnya kondisi kota-kota pesisir lain di Indonesia, suhu udara di Kota Lhokseumawe cukup tinggi dengan kisaran

antara 26 - 320

C, dengan kelembaban udara berkisar antara 69% - 86%. Kondisi curah hujan di Kota Lhokseumawe dapat dilhat pada Gambar 2.4 dibawah.

Gambar 2.4 Peta Curah Hujan Kota Lhokseumawe

2.1.1.5 Potensi Pengembangan Wilayah

Pengembangan Kawasan Kota Lhokseumawe didasarkan pada dampak yang terjadi terhadap aspek pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya dan Lingkungan. Rencana Tata Ruang Kota Lhokseumawe Tahun 2011-2031 memberikan arah pengembangan wilayah Kota Lhokseumawe yang dibagi menjadi 3 (tiga) zona pengembangan diantaranya :

1. Zona pesisir, merupakan daerah pinggiran pantai dan memiliki kondisi wilayah relatif datar, zona pesisir mencakup:

• Zona Pesisir di Kecamatan Muara Satu dengan kegiatan

utamanya diperuntukkan bagi sektor industri besar, industri menengah dan pariwisata;

• Zona Pesisir di Kecamatan Banda sakti dengan kegiatan utamanya untuk pelayanan kota seperti: pendidikan, pemerintahan, kesehatan, permukiman dan pariwisata, perdagangan dan Jasa;

• Zona pesisir di Kecamatan Blang Mangat dengan kegiatan utamanya diperuntukkan bagi sektor perikanan laut, dan sektor perikanan darat.

2. Zona Tengah merupakan daerah sekirat Jalan Banda Aceh – Medan, memiliki kondisi wilayah relatif datar dan berbukit, wilayah ini mencakup Kecamatan Muara Satu, Kecamatan Muara Dua dan Kecamatan Blang Mangat dengan kegiatan utamanya diperuntukkan bagi perdagangan dan permukiman.

3. Zona Dalam merupakan daerah dataran tinggi disekitar Jalan Elak memiliki kondisi wilayah berbukit, dengan kegiatan utama pada kawasan ini diperuntukkan bagi kegiatan pertanian (lahan basah dan lahan kering), peternakan, pariwisata dan sebagian permukiman.

Gambar 2.5 Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Lhokseumawe

2.1.1.6 Wilayah Rawan Bencana

Kawasan rawan bencana di Kota Lhokseumawe meliputi kawasan rawan bencana gempa bumi, kawasan rawan bencana tsunami, kawasan rawan bencana banjir, kawasan rawan abrasi dan gelombang pasang. Kawasan rawan bencana ini berada pada kawasan lindung dan sebagian kawasan budidaya, sehingga diperlukan pengelolaan intensif terutama yang berada pada kawasan budidaya. Dengan adanya resiko kerawanan terhadap bencana pada kawasan budidaya ini tidak berarti bahwa pada kawasan tersebut tidak dapat dibangun, akan tetapi pemanfaatannya harus disertai dengan upaya untuk mengantisipasi/ mengurangi kemungkinan terjadinya dampak bencana alam (mitigasi).

Kawasan rawan bencana gempa bumi tersebar di seluruh wilayah di Kota Lhokseumawe. Pemanfaatan kawasan budidaya yang berada pada kawasan rawan bencana ini harus memperhatikan tingkat kekuatan gempa, terutama terhadap ketangguhan struktur bangunan. Sebagai acuan dalam ketangguhan struktur bangunan adalah dengan memperhatikan tingkat kekuatan gempa yang terjadi pada tahun 2004.

Selain itu kawasan yang rawan akan bencana abrasi, gelombang pasang, adalah Pantai Ujong Blang, Rancung, Meuraksa. Sedangkan kawasan yang rawan akan bencana banjir terdapat di Kecamatan Banda Sakti, meliputi Gampong Jawa, Gampong Jawa lama, Lancang Garam, dan Tumpok Teungoh. Pemanfaatan kawasan budidaya yang berada pada kawasan rawan bencana ini juga harus memperhatikan potensi abrasi dan gelombang pasang, serta potensi dan besaran banjir yang terjadi.

Gambar 2.6 Peta Rawan Bencana Kota Lhokseumawe

2.1.2 Kabupaten Aceh Utara

2.1.2.1 Aspek Geografis

Kabupaten Aceh Utara merupakan bagian dari Provinsi Aceh yang berada di sebelah utara. Berdasarkan Peta Bakosurtanal skala 1 : 50.000, maka secara geografis Kabupaten Aceh Utara terletak pada posisi 96 0 47’ – 97 0 31’ Bujur Timur dan 04 0 43’ – 05 0 16’ Lintang Utara. Batas wilayah Kabupaten Aceh Utara dengan wilayah lainnya sebagaimana pada Gambar 2.3 adalah:

Sebelah utara : Kota Lhokseumawe dan Selat Malaka.

• Sebelah timur : Kabupaten Aceh Timur. •

Sebelah selatan : Kabupaten Bener Meriah. •

Sebelah barat : Kabupaten Bireun

Sementara Luas wilayah Kabupaten Aceh Utara yang tercatat adalah 3.296,86 km 2 , atau 329.686 Ha. Dengan panjang garis pantai 51 km, dan kewenangan kabupaten adalah sampai 4 mil laut, maka luas wilayah laut kewenangan ini adalah 37.744 Ha atau 3.774,4 km 2 . Gambar 2.7 dibawah memberikan gambaran peta wilayah administrasi Kabupaten Aceh Utara.

Gambar 2.7 Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Aceh Utara

2.1.2.2 Topografi Wilayah Kabupaten Aceh Utara

Dengan batas di sebelah utara merupakan laut, yaitu Selat Malaka, dan di sebelah selatan adalah kaki atau lereng pegunungan, maka secara umum bentuk topografi Kabupaten Aceh Utara dari arah pantai ke arah pegunungan adalah : • Dataran pantai, yang terletak sepanjang tepi pantai.

• Dataran aluvial, yang terletak relatif memanjang di belakang dataran pantai. • Zona lipatan, yang terletak relatif memanjang di belakang dataran aluvial. • Zona volkanik, yang merupakan kaki/lereng sampai punggungan

pegunungan.

Gambar 2.8 Peta ketinggian lahan di Kabupaten Aceh Utara

2.1.2.3 Geologi

Struktur geologi yang ada di wilayah Kabupaten Aceh Utara secara garis besar terdiri atas batuan Quarter yang cenderung di bagian pesisir (bagian utara), dan batuan Tersier yang cenderung di bagian pedalaman (bagian selatan). Sebaran ini selaras dengan topografi yang menaik dari utara ke selatan, dan selaras pula dengan pola hilir ke hulu dalam DAS. Jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.9 dibawah ini.

Gambar 2.9 Peta Geologi Kabupaten Aceh Utara

2.1.2.4 Klimatologi Wilayah Kabupaten Aceh Utara sebagai bagian dari wilayah Provinsi Aceh, termasuk tipe iklim muson dan termasuk iklim tipe C. Wilayah Kabupaten Aceh Utara relatif lebih kering dibandingkan dengan dengan wilayah lainnya di Provinsi Aceh, karena pengaruh Pegunungan Bukit Barisan, di mana wilayah sebelah utara dan timur Pegunungan Bukit Barisan cenderung lebih kering dibandingkan wilayah sebelah barat dan selatannya.

Curah hujan tahunan di wilayah Kabupaten Aceh Utara berkisar antara 1000 – 2500 mm, dengan hari hujan 92 hari. Musim hujan terjadi pada bulan Agustus sampai Januari, dengan curah hujan maksimal terjadi di bulan Oktober- November, yang mencapai di atas 350 mm per bulan dengan hari hujan lebih dari

14 hari. Sementara musim dengan curah hujan lebih rendah (cenderung kemarau) terjadi pada bulan Februari sampai Juli, dan yang cenderung terendah adalah sekitar bulan Maret-April.

Rata-rata suhu udara adalah 30 0 C, dengan kisaran antara 26 0 C sampai

36 0 C. Suhu rata-rata pada musim penghujan adala 28 0 C, dan pada musim 36 0 C. Suhu rata-rata pada musim penghujan adala 28 0 C, dan pada musim

89 %, dengan rata-rata 86,6 %. Lebih jelasnya sebagaimana tercantum pada Gambar 2.10. dibawah ini.

Gambar 2.10 Peta curah hujan Kabupaten Aceh Utara

2.1.2.5. Potensi Pengembangan Wilayah

Pembangunan Kabupaten Aceh Utara diprioritaskan pada pembangunan yang memperhatikan

potensi wilayah yaitu melalui pengembangan kawasan perkebunan, pertanian tanaman pangan, dan perikanan yang merupakan mata pencaharian utama sehingga dapat memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan RTRW Kabupaten Aceh Utara 2012 – 2032 dan sesuai karakteristik wilayah maka pengembangan kawasan budidaya dalam rencana pola ruang Kabupaten Aceh Utara yaitu :

1. Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Kawasan hutan produksi ini relatif terletak antara kawasan hutan lindung dan batas dengan Kabupaten Bener Meriah dengan kawasan perkebunan dan kawasan budidaya lainnya. Selain pemantapan kawasan hutan produksi yang telah ada sebelumnya, juga direncanakan pemanfaatan belukar di bagian lebih hulu lagi dari yang direncanakan untuk kawasan perkebunan. Total luas kawasan hutan produksi ini adalah 30.687 Ha.

2. Kawasan Peruntukan Pertanian Kawasan sawah (pertanian lahan basah) merupakan pemantapan dari kawasan sawah yang ada dewasa ini dan direkomendasikan penambahan/

perluasannya pada lahan-lahan yang potensial di sekitarnya dan berpeluang untuk dapat dilayani oleh jaringan irigasi/pengairan. Kendati dengan luas yang bervariasi, kawasan sawah terdapat di semua kecamatan. Total luas kawasan sawah ini adalah 46.901 Ha.

3. Kawasan Peruntukan Perikanan Kawasan tambak merupakan pemantapan dari kawasan tambak yang ada dewasa ini, yang sebarannya adalah di bagian wilayah pesisir, dengan kecenderungan sebaran yang lebih besar di bagian timur. Total luas kawasan tambak adalah 16.712 Ha sedangkan Perikanan tangkap kurang lebih seluas 37.744 Ha.

4. Kawasan Peruntukkan Pertambangan Potensi tambang yang terdapat di Kabupaten Aceh Utara dapat dibedakan atas pertambangan mineral logam, pertambangan mineral non logam, pertambangan batuan, pertambangan batubara, dan bahan tambang dari dalam perut bumi, yang dalam hal ini berupa gas alam, seperti yang telah dieksploitasi oleh Perusahaan EMOI (Exxon Mobil Oil Indonesia) yang dikenal dengan LNG Arun, instalasi tambang gas melewati beberapa kecamatan di Kabupaten Aceh Tengah dengan luas area kurang lebih 498 (empat ratus sembilan puluh delapan) hektar.

Gambar 2.11

Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Aceh Utara

2.1.2.6 Wilayah Rawan Bencana

Wilayah rawan bencana di Kabupaten Aceh Utara dapat dibedakan berdasarkan jenis bencana yang terjadi, yaitu :

1. Bencana longsor, dengan jalur dan ruang evakuasi di Gampong Gunci dan Gampong Riseh Teungoh (Kecamatan Sawang), Gampong Pase Sentosa (Kecamatan Geureudong Pase), Meunasah Leubok Kliet (Kecamatan Meurah Mulia), Gampong Meuria Matangkuli (Kecamatan Matangkuli), Gampong Alue Semambu (Kecamatan Cot Girek);

2. Bencana gelombang pasang, dengan jalur dan ruang evakuasi di Gampong Krueng Mate (Kecamatan Syamtalira Bayu), Gampong Beuringen, Gampong Matang Ulim, dan Gampong Keude Blang Mee (Kecamatan Samudera), Gampong Matang Janeng (Kecamatan Tanah Pasir), Gampong Keude Lapang (Kecamatan Lapang), Gampong Meunasah Hagu

(Kecamatan Baktiya Barat), Gampong Cot Trueng dan Gampong Ulee Titi (Kecamatan Seunuddon), dan Gampong Glumpang Umpung Uno (Kecamatan Tanah Jambo Aye);

3. Bencana gempa bumi dan Bencana tsunami, dengan jalur dan ruang evakuasi di Gampong Pante Gurah dan Gampong Pulo Makmur dan Gampong Pulo Makmur (Kecamatan Muara Batu), Gampong Uteun Geulinggang, Gampong Kd. Krueng Geukeuh, Gampong Paloh Igeuh, dan Gampong Tambon Baroh (Kecamatan Dewantara), Gampong Krueng Mate (Kecamatan Syamtalira Bayu), Gampong Beuringen, Gampong Matang Ulim, dan Gampong Keude Blang Mee (Kecamatan Samudera), Gampong Matang Janeng (Kecamatan Tanah Pasir), Gampong Keude Lapang (Kecamatan Lapang), Gampong Meunasah Hagu (Kecamatan Baktiya Barat), Gampong Cot Trueng dan Gampong Ulee Titi (Kecamatan Seunuddon), dan Gampong Glumpang Umpung Uno (Kecamatan Tanah Jambo Aye).

2.2 Kegiatan-kegiatan Industri dalam KEK Lhokseumawe

Lokasi Kawasan Ekonomi Khusus secara administrasi melibatkan 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Muara Satu di Kota Lhokseumawe dengan luas areal 2128 Ha serta Kecamatan Dewantara di Kabupaten Aceh Utara dengan luas areal 513 Ha. Luas wilayah KEK Lhokseumawe berdasarkan pada wilayah PT. ARUN 1370 Ha, wilayah PT.PIM 277 Ha PT. AAF 236 Ha, dan PT. Pelindo 148 Ha, maka total luasnya adalah 2.031 Ha, seperti dapat pada Gambar 2.5 dibawah ini.

Gambar 2.12 Peta Rencana KEK Lhokseumawe

Kegiatan industri besar di Kota Lhokseumawe adalah industri pengolahan migas (LNG Arun). Kawasan ini terletak di Blang Lancang, Kecamatan Muara Satu. Kawasan ini merupakan bagian dari Kawasan Industri Lhokseumawe (KIL) yang meliputi wilayah Kota Lhokseumawe dan sebagian wilayah Kabupaten Aceh Utara. Kawasan industri besar lain yang menjadi bagian dari Kawasan Industri Lhokseumawe (KIL) yang terletak di Kabupaten Aceh Utara adalah industri Pupuk Iskandar Muda (PIM), Aceh Asean Fertilizer (AAF), dan Kertas Kraft Aceh (KKA). Keberadaan KIL mendukung Kota Lhokseumawe dan sebagian wilayah Kabupaten Aceh Utara sebagai PKN. Luas lahan yang diperuntukkan untuk kawasan industri besar merupakan luasan instalasi pabrik, tidak termasuk lahan permukiman industri besar dan fasilitas lainnya.

Kawasan industri menengah diarahkan untuk pengembangan industri pengolahan. Sektor pendukung industri pengolahan adalah hasil pertanian, perkebunan, peternakan, dan lain-lain. Pengembangan sektor industri menengah diharapkan dapat melengkap sektor industri untuk menggerakan perekonomian Kota Lhokseumawe. Kawasan industri menengah ini terdiri dari Kawasan industri menengah diarahkan untuk pengembangan industri pengolahan. Sektor pendukung industri pengolahan adalah hasil pertanian, perkebunan, peternakan, dan lain-lain. Pengembangan sektor industri menengah diharapkan dapat melengkap sektor industri untuk menggerakan perekonomian Kota Lhokseumawe. Kawasan industri menengah ini terdiri dari

Dalam RTRW Kabupaten Aceh Utara, kawasan industri besar diarahkan di Kecamatan Dewantara dan Sawang, yaitu terdiri atas industri PIM, AAF, dan KKA dengan luas total 263 Ha. Luas lahan industri besar tersebut hanya merupakan luasan instalasi pabrik, tidak termasuk lahan permukiman industri besar dan fasilitas lainnya. Kawasan industri besar yang ditetapkan dalam RTRW merupakan pemantapan dari kompleks industri besar yang telah ada sebelumnya, yaitu PIM, AAF, dan KKA.

Beberapa kegiatan yang sudah ada di sekitar kawasan KEK Lhokseumawe, diantaranya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) yang dikelola PLN dengan kapasitas 200 MW, saat ini sedang dalam taraf pengerjaan dan diperkirakan akan dapat beroperasi pada akhir tahun 2015. Di dalam kawasan ini juga terdapat PLTG kepunyaan PT. LNG Arun dengan kapasitas 8 x

20 MW. Di sisi Barat terdapat PT. AAF yang kondisi saat ini sangat memprihatinkan, karena dimungkinkan akan menjadi besi tua karena keterbatasan bahan baku. PT. AAF sudah tidak beroperasi lagi semenjak Desember tahun 2003.

Kawasan strategis yang berada di Kota Lhokseumawe terdiri dari Kawasan Strategis Nasional yang ditetapkan dalam RTRWN, Kawasan Strategis Provinsi yang ditetapkan dalam RTRW Aceh dan Kawasan Strategis Kota yang ditetapkan dalam RTRW Kota Lhokseumawe. Untuk kawasan industri besar, meliputi Kawasan Industri Lhokseumawe, yang terletak di Blang Lancang, Kecamatan Muara Satu, seluas kurang lebih 915 Ha.kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional dengan sudut pandang kepentingan Kawasan strategis yang berada di Kota Lhokseumawe terdiri dari Kawasan Strategis Nasional yang ditetapkan dalam RTRWN, Kawasan Strategis Provinsi yang ditetapkan dalam RTRW Aceh dan Kawasan Strategis Kota yang ditetapkan dalam RTRW Kota Lhokseumawe. Untuk kawasan industri besar, meliputi Kawasan Industri Lhokseumawe, yang terletak di Blang Lancang, Kecamatan Muara Satu, seluas kurang lebih 915 Ha.kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional dengan sudut pandang kepentingan

2.6 memberikan foto udara kawasan existing industri Lhokseumawe.

Gambar 2.13 Kawasan existing Industri Lhokseumawe ( PT. Arun, PT. PIM dan PT. AAF )

Komponen Sosial dan Ekonomi

2.3.1 Komponen Sosial

2.3.1.1 Kota Lhokseumawe

A. Demografi

Jumlah penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2013 mencapai 181.976 jiwa dengan komposisi penduduk laki-laki sebanyak 90.691 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 91.285 jiwa. Jika dibandingkan dengan luas

wilayah Kota Lhokseumawe yang seluas 181,06 Km 2 , maka kepadatan

penduduk di kota ini mencapai 1.005 jiwa per Km 2 .

Dari empat kecamatan yang ada di Kota Lhokseumawe, Kecamatan Banda Sakti adalah kecamatan dengan penduduk terbanyak, mencapai 78.264 jiwa. Kecamatan Blang Mangat merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit yaitu 23.089 jiwa.

Tabel 2.2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan Lhokseumawe Tahun 2013

Kepadatan/ Kecamatan/

Sub District

Population

Area (Km²)

(jiwa/Km²)

411 2 Muara Dua

1 Blang Mangat

818 3 Muara Satu

596 4 Banda Sakti

Jumlah/Total

Sumber : Lhokseumawe Dalam Angka 2014

Komposisi penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2013 untuk kelompok usia 0-14 tahun sebesar 32,07 persen. Kelompok usia 15-64 tahun 65,32 persen dan kelompok usia 65 tahun ke atas 2,61 persen. Rasio beban tanggungan (dependency ratio) sebesar 53,09 yang berarti sebanyak 53 penduduk usia non produktif (usia 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) di Kota Lhokseumawe di tanggung oleh 100 penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun).

Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Menurut Usia Produktif Kota Lhokseumawe Tahun 2013

Jenis Kelamin

Kelompok Usia L+P

Laki-laki

Perempuan

58 354 15-64 tahun

0-4 tahun

118 866 65+ tahun

4 756 Jumlah

181 976 Angka Ketergantungan

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Lhoseumawe 2014

B. Aspek Ketenagakerjaan

Jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja di Kota Lhokseumawe tahun 2013 adalah sebesar 65.454 jiwa. Dari sejumlah itu penduduk perkotaan yang bekerja mempunyai persentase sebesar 75,34 persen, sisanya adalah penduduk pedesaan. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Kota Lhokseumawe pada tahun 2013 adalah 56,77. TPAK merupakan rasio antara angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja. Angka ini juga dapat menggambarkan jumlah penduduk yang masuk dalam dunia kerja. Angka TPAK sebesar 56,77 dapat diartikan diantara 100 orang penduduk usia kerja terdapat sekitar 56 orang yang bekerja atau mencari pekerjaan. TPAK penduduk pedesaan di Kota Lhokseumawe lebih besar daripada penduduk perkotaan. Hal ini menunjukkan keadaan bahwa penduduk pedesaan lebih banyak yang bekerja dan aktif mencari pekerjaan dibanding penduduk perkotaan.

Tabel 2.4 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Berdasarkan Sektor Pekerjaan Utama di Kota Lhokseumawe Tahun 2013

Klasifikasi Daerah

Sektor Jumlah

49.312 65.454 Sumber: BPS Kota Lhokseumawe

Angka TPT Kota Lhokseumawe untuk penduduk laki-laki adalah 6,79 sedangkan angka TPT untuk penduduk perempuan lebih tinggi yaitu sebesar 8,92. Penggangguran terbuka sebagian besar adalah pencari kerja, sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar angkatan kerja perempuan masih membutuhkan lapangan kerja untuk mereka.

C. Indikator Pendidikan

Penduduk Kota Lhokseumawe yang berumur 10 tahun ke atas pada tahun 2013 yang berijazah (pendidikan tertinggi yang ditamatkan) SMA sederajat sebesar 38,31 persen; berijazah SMP sederajat sebanyak 17,40 persen; SD sederajat sebanyak 22,51 persen; dan perguruan tinggi sebanyak 10,27 persen. Sementara itu persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang belum/tidak tamat SD adalah 11,51 persen. Berdasarkan fakta bahwa sebagaian besar penduduk berpendidikan SMA sederajat, maka pembangunan sumber daya manusia di bidang pendidikan di Kota Lhokseumawe dapat dikatakan telah berlangsung dengan baik karena sebagian besar penduduk telah melampaui Program Wajib Belajar 9 Tahun. Hal ini berkaitan dengan daya saing dengan sumber daya manusia daerah lain dalam menghadapi era kompetesi global sekarang ini.

Gambar 2.14 Persentase Penduduk menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kota Lhokseumawe Tahun 2013

Pada tahun 2013 angka melek huruf penduduk Kota Lhokseumawe umur 15 tahun ke atas mencapai 99,69 persen. Dengan kata lain, sebesar 0,31 persen penduduk umur 15 tahun ke atas di kota ini belum atau tidak dapat membaca dan menulis. Namun, dapat dimaklumi karena pada umumnya penduduk yang belum atau tidak membaca dan menulis tersebut terkonsentrasi pada penduduk kelompok umur tua.

Gambar 2.15 Angka Melek Huruf di Kota Lhokseumawe Tahun 2008 – 2013

Sumber BPS Kota Lhokseumawe 2014

D. Indikator Kesehatan

Sejalan dengan penurunan angka kematian bayi, maka angka harapan hidup penduduk di Kota Lhokseumawe pun mengalami peningkatan. Secara perlahan peluang hidup penduduk di Kota Lhokseumawe menunjukkan perbaikan pada tahun 2013. Angka harapan hidup penduduk kota ini pada tahun 2013 mencapai 72,03 tahun, sedikit lebih baik dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 71,47 tahun. Hal ini berarti pada tahun tersebut penduduk Kota Lhokseumawe memiliki harapan hidup sekitar 71 tahun.

Gambar 2.16 Angka Harapan Hidup di Kota Lhokseumawe Tahun 2009 – 2013

Sumber BPS Kota Lhokseumawe 2014

2.3.1.2 Kabupaten Aceh Utara

A. Demografi

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara Tahun 2014, jumlah penduduk Kabupaten Aceh Utara tercatat 556.566 jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 1,69% per tahun. Luas wilayah 3.296,86 km 2 maka kepadatan penduduk mencapai 168 jiwa/km 2 dengan sebaran di 27 kecamatan selama periode tahun 2010 -2013 sebagaimana tercantum pada Tabel 2.2. Ditinjau dari distribusi penduduk terbesar di Kecamatan Lhoksukon mencapai 47.123 jiwa dan kepadatan penduduk terbesar di Kecamatan Dewantara mencapai 1.137 jiwa/km 2 , sedangkan jumlah dan kepadatan penduduk terkecil di Kecamatan Geureudong Pase mencapai 4.663 jiwa dan 17 jiwa/km 2 . Bila dilihat dari letaknya, maka dapat diindikasikan bahwa kecamatan-kecamatan di sekitar sumbu wilayah atau di sekitar jalan nasional cenderung mempunyai jumlah dan kepadatan penduduk lebih besar.

Tabel 2.4 Perkembangan Distribusi Penduduk Kabupaten Aceh Utara menurut Kecamatan Tahun 2010–2013

No. Kecamatan

3 Nisam Antara

4 Banda Baro

5 Kuta Makmur

6 Simpang Kramat

7 Syamtalira Bayu

8 Geureudong Pase

9 Meurah Mulia

10 Matang Kuli

11 Paya Bakong

12 Pirak Timu

Sumber: Aceh Utara Dalam Angka Tahun 2014

B. Aspek Ketenagakerjaan

Permasalahan seperti tingkat pengangguran, lapangan pekerjaan, produktivitas pekerja, usia kerja menjadi perhatian kebijakan pemerintah karena terkait dengan pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah Kabupaten Aceh Utara masih menghadapi tantangan di bidang ketenagakerjaan, berupa terbatasnya lapangan kerja dan kualitas tenaga kerja yang relatif rendah.

Tabel 2.5 Rasio Penduduk Kabupaten Aceh Utara yang Bekerja Selama Periode Tahun 2010– 2013

Rasio Penduduk yang Bekerja

Angkatan kerja

Penduduk yang bekerja

Rasio Penduduk yang

Sumber : Dinsosnaker Kabupaten Aceh Utara 2014

C. Indikator Pendidikan

Salah satu aspek pendidikan yang mempengaruhi IPM adalah Angka Melek Huruf (AMH). Angka Melek Huruf adalah proporsi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya. Pada periode 2010-2014, capaian angka melek huruf Kabupaten Aceh Utara selalu mengalami peningkatan. Angka melek huruf di pada tahun 2012 sebesar 90,50%, meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2010 yang berada di tingkat 90,47%. Pencapaian angka melek huruf di Kabupaten Aceh Utara untuk tahun 2014 sudah mencapai 94,88%, hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.6 Perkembangan Angka Melek Huruf Kabupaten Aceh UtaraTahun 2010-2015

Jumlah Penduduk Usia 428.946 433.092 437.274 441.506 432.911 diatas 15 Tahun yang bisa Membaca dan menulis Jumlah Penduduk Usia 15

474.107 478.640 483.170 487.989 456.233 Tahun Ke Atas Persentase dapat baca tulis

% % Sumber : Disdikpora Kab. Aceh Utara 2015 Selain itu, aspek pendidikan yang menjadi salah satu indikator penting adalah Angka Pendidikan Tamatan (APT). APT bermanfaat untuk menunjukkan

pencapaian pembangunan pendidikan di suatu daerah, juga berguna untuk pencapaian pembangunan pendidikan di suatu daerah, juga berguna untuk

Trend angka siswa menamatkan sekolah di Kabupaten Aceh Utara menunjukkan jumlah siswa yang menamatkan pendidikan pada setiap jenjang sekolah sejak tahun 2010 hingga 2014 terus menalami peningkatan. Meningkatnya angka siswa yang menamatkan sekolah pada setiap jenjang pendidikan menunjukkan tingkat kesejahteraan dan kesadaran penduduk terhadap pendidikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table 2.7 berikut :

Tabel 2.7 Angka Pendidikan yang Ditamatkan Kabupaten Aceh Utara Tahun 2010-2014

APT SD (%) 25,00

APT SMP (%) 20,00

APT SMA (%) 15,00

Jenjang

2014 Pendidikan

SD

APT SD (%)

46.08 46.15 47.31 48.84 48.59 SMP

141,418 APT SMP (%)

84,595 APT SMA (%) 16.75 16.36 16.13 16.93 15.01

563,742 Penduduk Sumber Dispora Aceh Utara 2015

Jumlah

Berdasarkan table diatas secara umum tingkat Angka Pendidikan yang ditamatkan setiap jenjang pendidikan mengalami peningkatan kecuali pada tahun 2014 mengalami penurunan untuk semua jenjang pendidikan. APT kabupaten Aceh Utara yang paling banyak menamatkan adalah lulusan SD yaitu rata-rata 47,39 %, kemudian SMP 25,83% dan yang paling sedikit adalah SMA sebanyak 16,23%.

D. Indikator Kesehatan

Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program pemberantasan kemiskinan. Perkembangan Angka Usia Harapan Hidup (UHH) di Kabupaten Aceh Utara selama periode tahun 2010 – 2014 menunjukkan kecenderungan peningkatan, hal ini dipengaruhi oleh keberhasilan program kesehatan dan pembangunan sosial ekonomi masyarakat pada umumnya, sebagaimana pada gambar 2.17.

Gambar 2.17 Angka Usia Harapan Hidup

Angka Usia Harapan Hidup

Indikator kesehatan penting lainnya adalah jumlah balita gizi buruk dalam kurun waktu 4 tahun di Kabupaten Aceh Utara tertinggi ada pada tahun 2012 dan pada Tahun 2013 persentase terhadap kasus ini 0,009 persen sedangkan pada tahun 2014 kembali meningkat menjadi 0,014 persen sebagaimana tertera pada tabel 2.8, sehingga hal ini harus menjadi perhatian khusus oleh pemerintah daerah melalui respon positif terhadap program/kegiatan dalam kasus ini.

Tabel 2.8 Persentase balita gizi buruk

2013 2014 jumlah balita gizi

buruk jumlah balita

0,009 0,014 Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Aceh Utara

2.3.2. Struktur Ekonomi Kota Lhokseumawe

Indikator makroekonomi merupakan komponen yang sangat penting yang menjadi acuan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan arah dan sasaran kebijakan pembangunan. Gambar 2.18 dibawah ini memberikan beberapa indikator penting makroekonomi Kabupaten Aceh Utara 2010 – 2013. Gambar 2.18 dibawah ini memberikan beberapa penting indikator makroekonomi

Kabupaten Aceh Utara tahun 2010 – 2013.

Makroekonomi Outlook Kota Lhokseumawe 2010- 2013

120,00 Indeks Pembangunan Manusia 100,00

(IPM) Persentase Penduduk Miskin

Tingkat Inflasi 40,00

Tingkat Pengangguran 20,00

0,00 Tingkat pertumbuhan ekonomi 2010

(tampa migas)

Indikator

Tahun

No Makroekonomi

2012 2013 Tingkat pertumbuhan

1 ekonomi (tampa migas)

2 Tingkat Pengangguran

3 Tingkat Inflasi

2,44 8,27 Persentase Penduduk

13,06 12,47 Indeks Pembangunan

5 Manusia (IPM)

Sementara itu, pola kegiatan ekonomi Kota Lhokseumawe sejak tahun 2010 dapat dikatakan sama. Kontribusi terbesar selalu disumbangkan oleh sektor sekunder. Walaupun mengalami penurunan di tiap tahunnya, kontribusi sektor sekunder mencapai lebih dari 50 persen. Sektor yang mempunyai peningkatan berarti tiap tahun adalah sektor tersier. Sektor primer mempunyai kontribusi terkecil dalam perekonomian Kota Lhokseumawe.

Apabila dilihat dari sektor-sektor pembentuk sektor sekunder, selama periode 2010 hingga 2013 sektor industri pengolahan mempunyai peranan paling besar, bahkan sangat mendominasi dalam struktur ekonomi Kota Lhokseumawe secara keseluruhan. Namun kontribusinya dalam kurun waktu tersebut cenderung mengalami penurunan dengan rata-rata penurunan 5,8 persen tiap tahunnya. Kontribusi tahun 2010 mencapai 51,15 persen dan terus menurun menjadi 42,27 persen pada tahun 2013.

Tabel 2.9

Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku

Menurut Sektor, 2010-2013 Dengan Migas (persen)

2. Pertambangan & Penggalian

3. Industri Pengolahan

4. Listrik, Gas & Air Bersih

5. Bangunan/Konstruksi

6. Perdagangan, Hotel & Restoran

7. Pengangkutan & Komunikasi

8. Keuangan, Persewaan & Jasa

100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Kota Lhokseumawe

Ket: *) Angka Revisi **) Angka Sementara