Kebijakan dan Strategi Pengembangan
5.2 Kebijakan dan Strategi Pengembangan
Upaya percepatan pertumbuhan dan perkembangan wilayah, dilakukan melalui peningkatan konektivitas atau keterkaitan antarkegiatan produksi, kegiatan pengolahan (processing), dan kegiatan pemasaran melalui penyiapan infrastruktur serta pengembangan kegiatan usaha. Upaya pengembangan usaha hanya dapat terjadi apabila didukung oleh kesiapan pengembangan kawasan dengan ketersediaan fasilitas tenaga listrik, infrastruktur jalan, pelabuhan laut dan udara, tersedianya air bersih, serta dukungan sanitasi wilayah. Di dalam kawasan (KEK) Lhokseumawe, tersedia infrastruktur meliputi pelabuhan internasional Krueng Geukuh, pelabuhan laut yang dikelola PT PIM dan PT. Arun-PAG, jalan, listrik, gudang, kilang penyediaan gas, dan instalasi pengolahan air bersih dan limbah. Di luar kawasan atau prasarana wilayah yang mendukung KEK Lhokseumawe, seperti Bandar Udara Malikussaleh, jalan, kelistrikan, dan fasilitas sosial-ekonomi lainnya (perbankan, koperasi, lembaga pendidikan/perguruan tinggi).
KEK Lhokseumawe merupakan kawasan pusat industri pengolahan berbasis agroindustri (hilirisasi kelapa sawit, kakao, padi), energi, dan kawasan pendistribusian logistik. Untuk zona logistik, akan ditingkatkan ketersediaan pergudangan dan pengepakan. Strategi pengembangan wilayah bagi KEK Lhokseumawe dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan tingkat perkembangan ekonomi yang terjadi. Sehubungan dengan hal tersebut terdapat
3 (tiga) tahapan pembangunan, meliputi :
1. Tahap Pertama, diperkirakan dalam jangkauan 1-5 tahun (periode 2015- 2020) merupakan tahap persiapan segala sesuatunya seperti persiapan organisasi pelaksana dan pengelola kegiatan kawasan, sosialisasi KEK Lhokseumawe, penyiapan kerjasama (MoU) dan kemitraan antarBUMN, dan dunia usaha/swasta/investor, revitalisasi industri, penyusunan detail design enginering (DED) kegiatan/program pembangunan KEK, pembangunan industri pengolahan (hilirisasi kelapa sawit, kopi, kakao, dan padi), peningkatan infrastruktur, dan fasilitas logistik.
Masterplan KEK Lhokseumawe
2. Tahap Kedua, diperkirakan dalam jangkauan 5–10 tahun (periode 2021- 2025), merupakan tahapan pengembangan aktivitas ekonomi dimana terjadi peningkatan volume produksi dan kegiatan ekspor (energi, pupuk) dan produk industri pengolahan. Aktivitas ekonomi di pelabuhan Krueng Geukuh dan pelabuhan (PT PIM dan PAG) semakin meningkat dan padat. Dalam tahap ini, telah berkembang kegiatan industri pengolahan (hilirisasi kelapa sawit, kakao, padi) yang cukup signifikan. Selain itu, infrastruktur pendukung KEK, termasuk fasilitas pelabuhan dan logistik (pergudangan dan pengepakan) telah ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal dalam mendorong aktivitas bisnis dalam kawasan.
3. Tahap Ketiga, dengan rentan waktu antara 10-15 tahun (periode 2026-2030), merupakan tahapan ekstensifikasi dari aktivitas produksi (PT. PIM, PAG), industri pengolahan. Diperkirakan kegiatan produksi di kawasan sudah menunjukkan output atau produk yang meningkat signifikan. Pergerakan barang terutama untuk ekspor dan aktivitas logistik membutuhkan dukungan fasilitas pelabuhan laut yang lebih besar. Pergerakan arus barang melalui Pelabuhan Krueng Geukueh semakin berkembang, termasuk juga di pelabuhan (PT PIM dan PAG). Intensitas hubungan fungsional antara Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara akan jauh semakin meningkat, disamping juga berdampak terhadap wilayah hinterland yang merupakan pemasok bahan baku industri pengolahan (hilirisasi kelapa sawit, kakao, dan padi).
Implikasi dari 15 tahun pelaksanaan KEK Lhokseumawe, diperkirakan pembangunan dan perkembangan kawasan perkotaan Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara semakin padat. Hal ini akan berdampak terhadap penurunan produktivitas ekonomi perkotaan yang terindikasi dari kemacetan
Masterplan KEK Lhokseumawe
KEK Lhokseumawe dalam rentan waktu setelah 15 tahun akan terjadi aglomerasi infrastruktur dan kegiatan perkotaan yang sangat signifikan dan akan berperan sebagai “pusat pertumbuhan” bagi wilayah sekitarnya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, terjadinya proses penjalaran pertumbuhan dan perkembangan antar wilayah hanya dapat terjadi apabila “daerah hinterland” sudah siap menghasilkan produksi terutama dari sektor pertanian untuk ditingkatkan nilai tambahnya atau di pasarkan. Untuk itu ada beberapa aspek yang harus disiapkan, yakni : pertama, jalan akses yang menghubungkan kawasan produksi dengan kawasan pengolahan atau pusat- pusat pemasaran menuju ke Pelabuhan Krueng Geukuh. Kedua, tersedianya tenaga listrik dan air bersih pada daerah hinterland sehingga dapat berperan sebagai pusat pengumpul dan pengolahan produk-produk primer.