Pengertian Pulau

B.1. Pengertian Pulau

Dalam upaya memberikan pengertian pulau sebelum Konvensi Hukum Laut 1982, pertama-tama kita perlu merujuk pada Konferensi Liga Bangsa- Bangsa mengenai Kodifikasi Hukum Internasional (Konferensi Kodifikasi Den Haaq) Tahun 1930, yang meliputi 3 masalah yakni :

1. Kewarganegaraan (nationality);

2. Perairan teritorial (territorial waters); dan

3. Tanggungjawab negara untuk kerugian yang ditimbulkan dalam wilayahnya terhadap pribadi atau kekayaan orang asing

(responsibility of states) 38 .

Bertalian dengan perairan teritorial, Sub Komite II memperbincangkan delapan persoalaan yang bertalian erat dengan laut teritorial, yaitu: (1) garis pangkal laut teritorial; (2) teluk; (3) pelabuhan; (4) dermaga; (5) pulau; (6) selat; (7) lintas kapal perang melalui selat; dan (8) penutupan laut teritorial

37 Ibid., h. 7. 38 Mochtar Kusumaatmadja, “Hukum Laut Internasional”, Op.Cit., h. 54.

pada muara sungai. 39 Dalam hubungannya dengan persoalan pulau tersebut, Sub Komite II Konferensi Kodifikasi Den Haaq Tahun 1930 memberikan

definisi pulau sebagai berikut: “An island is an area of land, surrounded by water, which is

permanently above highwater mark. 40 (pulau merupakan suatu daratan yang dikelilingi oleh air dan yang ada di atas permukaan

air pada waktu air pasang). Dalam rangka mempersiapkan rancangan pasal mengenai pulau untuk

penyelenggaraan Konferensi Hukum Laut I Tahun 1958, Komisi Hukum Internasioal menggunakan karya Konferensi Kodifikasi Den Haaq 1930, dengan memasukan rancangan pasal mengenai pulau. Menurut Rancangan Pasal 10 Laporan Akhir Komisi Hukum Internasional bahwa setiap pulau mempunyai laut teritorialnya. Dalam pada itu, definisi pulau yang dimuat dalam Pasal 10 ayat 1 Konvensi Hukum Laut Jenewa I 1958 mengenai Laut

Teritorial dan Jalur Tambahan, 41 berbunyi sebagai berikut:

“An island is a naturally-formed area of land, surrounded by water, which is above water at high- tide”. (sebuah pulau adalah suatu kawasan tanah atau daratan yang dikelilingi oleh perairan, yang tampak di atas permukaan pada waktu perairan tersebut pasang).

Rumusan yang sama mengenai definisi pulau ini diberikan oleh Pasal 121 ayat 1 Konvensi Hukum Laut 1982, yaitu: 42

39 Dikdik Mohamad Sodik, Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di Indonesia (Edisi Revisi), Op.Cit.,

h. 218.

40 Candidate Number: 8031, “Islands and Their Capacity to Generate Maritime Zones Case law Romania v. Ukraine”, Thesis, Faculty of Law, University of Oslo, 2008, h. 7.

41 I Wayan Parthiana, Landas Kontinen dalam Hukum Laut Internasional, Mandar Maju, Bandung, 2005, h. 38.

42 Article 121 para. (1) United Nations Convention on the Law of the Sea 1982.

“An island is a naturally-formed area of land, surrounded by water, which is above water at high- tide”.

Dari bunyi ketentuan di atas nampak bahwa pulau merupakan suatu daratan yang dibentuk secara alamiah yang dikelilingi oleh air dan yang ada di atas permukaan air pada waktu air pasang.

Dari uraian di atas, nampak bahwa definisi pulau yang dirumuskan dalam Konferensi Kodifikasi Den Haaq Tahun 1930 merupakan definisi pertama mengenai pulau, yang kemudian dikuatkan oleh Konvensi Hukum Laut Jenewa I 1958 dan Konvensi Hukum Laut 1982.

Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km 2 (dua ribu kilometer persegi )beserta kesatuan ekosistemnya. Pulau-

Pulau Kecil Terluar (disingkat = PPKT) adalah pulau-pulau kecil yang memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis

pangkal laut kepulauan sesuai dengan hukum internasional dan nasional. 43

Berdasarkan penjelasan diatas kategori Pulau-Pulau Kecil Terluar ialah tidak memiliki luas area yang besar (kecil), sehingga daripada itu untuk melindungi kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI di atas laut, Pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan dalam bentuk Peraturan Presiden. Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar dan Peraturan Pemerintah No. 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar.

43 Pasal 1 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 62 Tahun 2010 tentang pemanfaatan Pulau- Pulau Kecil Terluar.

Pulau Kecil Terluar adalah pulau dengan luas areal kurang atau sama dengan 2000 km2 (dua ribu kilomenter persegi) yang memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai

dengan hukum internasional dan nasional. 44

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Tayangan Drama Korea “Goblin” terhadap Interaksi Sosial Mahasiswa Fiskom Universitas Kristen Satya Wacana

0 0 20

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Tayangan Drama Korea “Goblin” terhadap Interaksi Sosial Mahasiswa Fiskom Universitas Kristen Satya Wacana

0 3 16

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Tayangan Drama Korea “Goblin” terhadap Interaksi Sosial Mahasiswa Fiskom Universitas Kristen Satya Wacana

0 2 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Tayangan Drama Korea “Goblin” terhadap Interaksi Sosial Mahasiswa Fiskom Universitas Kristen Satya Wacana

0 0 17

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Wacana - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Ideologi Ketuhanan dalam Berbagai Kepentingan: Analis wacana kritis Norman Fairclough dalam Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba

0 0 11

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Ideologi Ketuhanan dalam Berbagai Kepentingan: Analis wacana kritis Norman Fairclough dalam Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba

0 0 12

1.1 Isi Buku Tuhan Maha Asyik - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Ideologi Ketuhanan dalam Berbagai Kepentingan: Analis wacana kritis Norman Fairclough dalam Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba

1 3 47

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Ideologi Ketuhanan dalam Berbagai Kepentingan: Analis wacana kritis Norman Fairclough dalam Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Ideologi Ketuhanan dalam Berbagai Kepentingan: Analis wacana kritis Norman Fairclough dalam Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

0 0 12