Sumber-Sumber Hukum Laut Internasional

Komite Satu

Komite Satu bertugas menangani soal-soal yang bertalian dengan laut teritorial dan jalur tambahan (teritorial sea and contiguous zone). Bermacam-macam usul tentang laut teritorial dan jalur tambahan diajukan di dalam Komite Satu ini, antara lain Kanada mengusulkan 6 mil laut teritorial dan tambahan 6 mil zona perikanan dan Amerika Serikat mengajukan 6 mil laut teritorial dan 6 mil zona perikanan. Usul lainnya ialah yang mengusulkan 12 mil lebar laut teritorial oleh negara Mexico, India, Indonesia, Maroko, Saudi Arabia, Republik Persatuan Arab dan Venezuela. Untuk negara-negara yang mengajukan claim kurang dari 12 mil, mereka dapat melakukan claim atas zona perikanan ekslusif sampai 12 mil.

Dari usul-usul di atas tidak ada yang memperoleh suara terbanyak sewaktu diadakan pemungutan suara, sehingga UNCLOS I ini telah gagal

36 Ibid., h. 3.

untuk menetapkan lebar laut teritorial dan jalur tambahan. Majelis Umum PBB tahun 1958 menentukan untuk mengadakan konferensi kedua untuk menetapkan masalah lebar laut teritorial dan jalur tambahan.

Komite Dua

Komite Dua yang bertugas membicarakan laut lepas (the high seas), masalah yang banyak berkaitan dengan kebebasan di laut lepas yang oleh International Law Commission telah dipersiapkan sebagai berikut:

1. Kebebasan pelayaran;

2. Kebebasan menangkap ikan;

3. Kebebasan meletakkan kabel di bawah laut dan pipa-pipa;

4. Kebebasan terbang di atas laut lepas. Rancangan International Law Commission tersebut seluruhnya diterima dan dimasukkan ke dalam pasal 2 dari Konvensi tentang Laut Lepas 1958.

Komite Tiga

Komite Tiga membahas rancangan-rancangan International Law Commission tentang penangkapan ikan yang didasarkan atas prinsip-prinsip yang disetujui pada United Nations Technical Conference on Living Resources of the Sea di Roma, tahun 1955. Pasal-pasal dari International Law Commission meliputi:

1. Definisi;

2. wilayah penangkapan ikan oleh satu negara;

3. wilayah penangkapan ikan oleh dua atau lebih negara;

4. penangkap-penangkap ikan baru;

5. kepentingan khusus dari negara pantai pada perairan lepas pantai;

6. hak-hak negara pantai untuk mengadakan tindakan-tindakan secara unilateral tetapi tidak memihak;

7. kepentingan khusus dari pihak ketiga tentang upaya-upaya konservasi;

8. pendirian dari Komisi Arbitrase.

Komite Empat

Komite Empat membahas pengaturan perihal landas kontinen. Dengan demikian Konferensi Hukum Laut PBB I (UNCLOS I) telah berhasil menyetujui empat buah konvensi, yaitu:

1. Convention on The Territorial Sea and Contiguous Zone;

2. Convention on The High Seas;

3. Convention on Fishing and Conservation of the Living Resources of the High Seas;

4. Convention on Continental Shelf. Di samping itu konferensi juga menyetujui sembilan resolusi meliputi test nuklir di laut lepas, polusi laut lepas oleh bahan-bahan radio aktif, konservasi perikanan internasional, kerjasama di dalam upaya-upaya konservasi, pembunuhan oleh manusia terhadap makhluk hidup kelautan, situasi khusus tentang penangkapan ikan pantai, ketentuan-ketentuan tentang perairan sejarah, dan penyelenggaraan konferensi hukum laut kedua.

Antara tahun 1958 dan 1960, terdapat berbagai perbedaan dalam claim terhadap laut teritorial. Islandia menetapkan jalur tambahan perikanan selebar 12 mil. Pembicaraan yang diadakan pada Committee of The Wole Antara tahun 1958 dan 1960, terdapat berbagai perbedaan dalam claim terhadap laut teritorial. Islandia menetapkan jalur tambahan perikanan selebar 12 mil. Pembicaraan yang diadakan pada Committee of The Wole

Kepentingan-kepentingan dunia atas hukum laut yang telah terlihat dalam perjalanan sejarah dunia mencapai puncaknya pada abad ke-20 ini. Modernisasi dalam segala bidang kehidupan, tersedianya kapal-kapal yang lebih cepat, bertambah pesatnya perdagangan dunia, tambah canggihnya komunikasi internasional, pertambahan penduduk dunia yang membawa konsekuensi bertambahnya perhatian yang diarahkan kepada usaha penangkapan ikan serta kekayaan dari lautan, kesemuanya telah membuat dunia membutuhkan suatu pengaturan dan tatanan hukum laut yang lebih sempurna.

Di dalam dekade-dekade dari abad ke-20 ini telah empat kali diadakan usaha-usaha untuk memperoleh suatu himpunan hukum laut yang menyeluruh, yaitu:

(1) Konferensi Kodifikasi Den Haag 1930 (The Hague Codification Conference in 1930) di bawah naungan Liga Bangsa-Bangsa.

(2) Konferensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1958 (The U.N. Conference on the law of The Sea in 1958). (3) Konferensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1960 (The U.N. Conference on the Law of The Sea in 1960). (4) Konvensi Hukum Laut 1982, yang dihasilkan oleh Konferensi Hukum Laut PBB III. Konferensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1958 telah menghasilkan empat konvensi penting, yaitu: (1) Konvensi tentang Laut Teritorial dan Jalur Tambahan (The Convention on Territorial Sea and Contiguous zone) ; (2) Konvensi tentang Laut Lepas (The Convention on The High Seas); (3) Konvensi tentang Landas Kontinen (The Convention on Continental

Shelf) ; (4) Konvensi tentang Perikanan dan Perlindungan Sumber-sumber Hayati di Laut Lepas (The Convention on Fishing and Conservation of Living Resources of The High Seas).

Konvensi Hukum Laut 1982 adalah merupakan puncak karya dari PBB tentang hukum laut, yang disetujui di Montego Bay, Jamaica tanggal

10 Desember 1982. Konvensi hukum laut dengan hasil gemilang ini yang ditandatangani oleh 119 negara pada hari pertama konvensi ini terbuka untuk penandatangan, diberi nama julukan sebagai Konstitusi lautan (Constitution for the Ocean) oleh Presiden dari Konferensi Hukum Laut PBB III. Terdiri dari 17 Bagian (Parts) dan 9 Annex, konvensi antara lain terdiri dari ketentuan-ketentuan tentang batas-batas dari yurisdiksi nasional 10 Desember 1982. Konvensi hukum laut dengan hasil gemilang ini yang ditandatangani oleh 119 negara pada hari pertama konvensi ini terbuka untuk penandatangan, diberi nama julukan sebagai Konstitusi lautan (Constitution for the Ocean) oleh Presiden dari Konferensi Hukum Laut PBB III. Terdiri dari 17 Bagian (Parts) dan 9 Annex, konvensi antara lain terdiri dari ketentuan-ketentuan tentang batas-batas dari yurisdiksi nasional

fungsi-fungsi untuk realisasi tujuan-tujuan tertentu dari konvensi. 37

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Tayangan Drama Korea “Goblin” terhadap Interaksi Sosial Mahasiswa Fiskom Universitas Kristen Satya Wacana

0 0 20

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Tayangan Drama Korea “Goblin” terhadap Interaksi Sosial Mahasiswa Fiskom Universitas Kristen Satya Wacana

0 3 16

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Tayangan Drama Korea “Goblin” terhadap Interaksi Sosial Mahasiswa Fiskom Universitas Kristen Satya Wacana

0 2 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Tayangan Drama Korea “Goblin” terhadap Interaksi Sosial Mahasiswa Fiskom Universitas Kristen Satya Wacana

0 0 17

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Wacana - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Ideologi Ketuhanan dalam Berbagai Kepentingan: Analis wacana kritis Norman Fairclough dalam Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba

0 0 11

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Ideologi Ketuhanan dalam Berbagai Kepentingan: Analis wacana kritis Norman Fairclough dalam Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba

0 0 12

1.1 Isi Buku Tuhan Maha Asyik - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Ideologi Ketuhanan dalam Berbagai Kepentingan: Analis wacana kritis Norman Fairclough dalam Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba

1 3 47

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Ideologi Ketuhanan dalam Berbagai Kepentingan: Analis wacana kritis Norman Fairclough dalam Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Ideologi Ketuhanan dalam Berbagai Kepentingan: Analis wacana kritis Norman Fairclough dalam Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

0 0 12