JAWA BARAT JAWA BARAT JAWA BARAT JAWA BARAT JAWA BARAT
C. JAWA BARAT C. JAWA BARAT C. JAWA BARAT C. JAWA BARAT C. JAWA BARAT
Oleh Ira Soedirham dan Anna Puspita
Provinsi Jawa Barat mempunyai luas 46.229 kilometer persegi. Penduduknya berjumlah kurang lebih 40 juta jiwa. Kepadatan penduduknya tinggi dan pada tahun 2000 mencapai 1.033 orang per kilometer persegi (2000g). Kelompok etnis asli di Jawa Barat adalah Sunda, Jawa, dan Badui; setiap kelompok memiliki budaya, kebiasaan dan tradisi seni dan bahasanya sendiri. Provinsi Jawa Barat terbagi menjadi 20 kabupaten, 5 kota madya dan 6 kota administratif dengan Bandung sebagai ibu kota. Mayoritas penduduk menganut agama Islam, namun ada juga penduduk yang beragama Kristen Protestan, Hindu, Buddha dan Katolik. Bandung berpenduduk sekitar 2 juta orang dan merupakan kota terbesar keempat di Indonesia.
Kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Barat berasal dari sektor manufaktur, industri hotel, perdagangan dan pertanian yang menyumbangkan 68% dari total PDRB. Provinsi Jawa Barat merupakan pusat berbagai industri manufaktur karena tersedia 51 zona industri yang tersebar di segenap Kabupaten Bekasi, Kerawang and Purwakarta. Terdapat konsentrasi pabrik tekstil yang tinggi di daerah-daerah ini.
Jawa Barat mengimbangi Indonesia secara keseluruhan dalam indeks gender dan pembangunan, seperti yang terlihat dalam Tabel 24. Pendidikan, belanja per kapita, dan akses ke layanan kesehatan di provinsi itu sama dengan rata-rata Indonesia secara keseluruhan, sementara akses untuk memperoleh air bersih lebih rendah dari rata-rata.
Tabel 24: Indikator Pembangunan dan Gender - 1999
Indeks
Jawa Barat
Indonesia
Tingkat Melek (Perempuan) 89.2 84.1 Tingkat Melek (Laki-laki)
95.2 92.9 Rata-Rata Lama Bersekolah (Perempuan)
6.2 6.1 Rata-Rata Lama Bersekolah Perempuan (Laki-laki)
7.3 7.3 Belanja per Kapita (Rp. 000,-)
578.8 Penduduk tanpa akses ke air bersih (1998)
51.9% Penduduk tanpa akses ke layanan kesehatan (1998)
21.6% Sumber: UNDP/BPS, 2001: 78, 80, 82
Bentuk-Bentuk Perdagangan Bentuk-Bentuk Perdagangan Bentuk-Bentuk Perdagangan Bentuk-Bentuk Perdagangan Bentuk-Bentuk Perdagangan Bersama dengan Jawa Timur dan NTB, Jawa Barat merupakan salah satu daerah pengirim
buruh migran terbesar di Indonesia.Tentu saja tidak mengherankan kalau banyak korban perdagangan asal Indonesia banyak yang berasal dari Jawa Barat. Perempuan dan anak dari Jawa Barat biasanya diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi seksual, perburuhan anak, atau untuk pekerjaan eksploitatif sebagai PRT.
Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia
Di Jawa Barat belum lama ini terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran yang menimpa buruh industri tekstil. Pabrik tekstil merupakan salah satu sumber lapangan kerja terbesar bagi buruh, khususnya buruh perempuan dari Jawa Barat. Serikat Buruh/ serikat pekerja di kawasan tersebut melaporkan bahwa sejak gelombang PHK yang dimulai pada 2001 lalu, sejumlah PJTKI dan agen mendekati serikat buruh/serikat pekerja untuk membantu mereka merekrut perempuan dan gadis muda untuk dipekerjakan di luar negeri sebagai buruh migran. Namun serikat buruh/serikat pekerja enggan menolong para agen, karena mereka merasa para agen tersebut tidak mewakili kepentingan buruh. Selain itu, mereka takut kalau para buruh akan rentan terhadap eksploitasi dan/atau perdagangan.
Kerja Seks Komersial – Indramayu Kerja Seks Komersial – Indramayu Kerja Seks Komersial – Indramayu Kerja Seks Komersial – Indramayu Kerja Seks Komersial – Indramayu Jawa Barat terkenal untuk kabupatennya yang bernama Indramayu. Seperti yang dikemukakan
sebelumnya dalam bagian IV C, Pendidikan •Kebutahurufan Anak Perempuan, Indramayu memiliki tingkat melek huruf perempuan yang terendah dan tingkat bersekolah terendah bagi anak perempuan dari seluruh kabupaten di Indonesia. Pernikahan dini dan tingkat perceraian yang tinggi juga menjadi karakter kabupaten ini.
Untuk tujuan kerja seks, Jawa Barat terkenal sebagai daerah dari mana banyak perempuan muda bermigrasi, sering kali melalui jalur ilegal, dan dengan andil atau keterlibatan orang tua mereka, untuk menjadi pekerja seks. Praktik ini mungkin telah berlangsung selama bertahun-tahun di Indramayu, sejak jaman kesultanan dulu ketika mengirim anak perempuan untuk menjadi anggota harem milik sultan merupakan suatu kehormatan (Hull & Sulistyaningsih, 1998). Sebagian bahkan berani mengatakan bahwa orang tua di sana bangga bila anak perempuan mereka dapat menjadi pekerja seks komersial yang berhasil. Validitas stereotip terhadap Indramayu ini masih perlu dipelajari secara sistematis. Namun sejumlah studi mengenai pekerja seks di Indonesia tampaknya menunjukkan amat banyak perempuan dari Indramayu yang bekerja di rumah bordil di seantero negeri, dan hal ini telah dikonfirmasi oleh kunjungan lapangan ACILS dan ICMC.
Juga ada bukti anekdotal bahwa sebagian gadis/perempuan muda dari daerah lain di Jawa Barat yang dijanjikan pekerjaan di luar negeri atau di provinsi lain namun pada akhirnya dijual ke germo, rumah bordil, atau karaoke untuk dijadikan pekerja seks.
Pernikahan Dini dan Perceraian Pernikahan Dini dan Perceraian Pernikahan Dini dan Perceraian Pernikahan Dini dan Perceraian Pernikahan Dini dan Perceraian Di beberapa daerah di Jawa Barat, pernikahan gadis pada usia dini (12 atau 13 tahun) masih
merupakan tradisi budaya. Praktik ini dapat mengakibatkan perceraian pada usia belia, yang dapat membuat gadis muda rentan terhadap perdagangan untuk tujuan seksual. Usia yang muda pada pernikahan pertama terkait erat dengan angka perceraian yang tinggi (Oey- Gardiner, 1999: 9). Meski di Indonesia perceraian mungkin tidak menciptakan stigma yang berat, gadis muda yang menikah kemudian bercerai juga pada usia belia rentan terhadap perdagangan untuk alasan ekonomi. Ketika seorang gadis menikah pada usia dini, ia akan
Kunjungan Provinsi
berhenti sekolah. Seorang gadis yang bercerai pada usia muda biasanya tidak memiliki sumber penghasilan sendiri, dan tanpa pendidikan, mungkin tidak akan mempunyai keterampilan yang diperlukan guna mencari pekerjaan atau jalan komersial lain untuk bertahan hidup. Faktor-faktor ini membuat mereka rentan terhadap perdagangan karena banyak gadis muda yang sudah bercerai meninggalkan kampung halaman mereka untuk mencari pekerjaan agar dapat menghidupi diri dan keluarga mereka. Bila seorang gadis yang bercerai sudah mempunyai anak, biasanya ia akan menitipkan anaknya pada orang tua atau kerabatnya ketika ia bekerja ke luar negeri atau di kota besar di Indonesia.
Di beberapa daerah seperti Indramayu, tersiar berita bahwa pelaku perdagangan menggunakan lamaran pernikahan sebagai modus operasi. Para gadis muda ini dinikahi pada usia muda dan suami mereka kemudian akan menjual mereka ke rumah bordil.
Rute Perdagangan dan Migrasi Rute Perdagangan dan Migrasi Rute Perdagangan dan Migrasi Rute Perdagangan dan Migrasi Rute Perdagangan dan Migrasi Domestik: Perdagangan domestik terutama dilakukan untuk tujuan kerja seks (meski ada
juga perdagangan domestik terhadap gadis muda dari Jawa Barat untuk perhambaan dalam rumah tangga). Gadis dan perempuan muda direkrut kemudian diambil dari rumah mereka di kampung-kampung Kabupaten Indramayu, Cirebon, Cianjur, Bandung Selatan, Cimahi dan Majalengka kemudian dibawa ke Jakarta, Kalimantan (Timur maupun Barat), dan Batam atau Tanjung Balai Karimun di Provinsi Riau.
Internasional: Perempuan dan gadis dari Jawa Barat kerap dikirim ke Singapura, Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Japan, dan Arab Saudi untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga (dalam situasi kerja paksa atau sistem ijon), atau dalam industri seks.
Transit: Bandung dan Jakarta merupakan daerah transit bagi perempuan dari Jawa Barat yang akan dikirim ke pulau lain di Indonesia atau ke luar negeri.
Bandara dan Pelabuhan: Bandara Husein Sastra Negara merupakan bandara di Bandung yang mempunyai penerbangan ke Jakarta dan Surabaya. Pelabuhan Merak terletak di ujung barat laut Pulau Jawa, 140 km dari Jakarta. Pelabuhan tersebut merupakan terminal utama untuk feri dari dan ke Bakauheni di ujung selatan Sumatra.
Kereta Api/Bus: Seperti di sebagian besar daerah lain di Jawa, perjalanan dari dan ke desa- desa di Jawa Barat dan seluruh Jawa dilakukan dengan kereta api atau bus.
Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia
Dian (nama samaran) adalah seorang gadis berumur 14 tahun yang sangat cantik dan tinggi pula. Ia berasal dari Desa Bongas, Indramayu. Bersama dengan 50 gadis lain, ia direkrut untuk bekerja sebagai penari di Jepang. Ia berangkat dengan visa turis yang berlaku selama 6 bulan yang dibuatkan oleh PJTKI yang merekrutnya. PJTKI tersebut terdaftar di Departemen Tenaga Kerja dan juga memegang ijin resmi.
Dian amat bersemangat menantikan keberangkatannya ke Jepang ini. Ia tidak hanya akan menjadi duta budaya bagi Indonesia, tetapi juga akan mendapat gaji sekitar Rp.15 juta per bulan. Uang sebesar itu tentu akan amat membantu orang tuanya dalam membiayai pendidikan kedua adiknya.
Namun ada satu hal yang mengusik Dian. Di antara sejumlah gadis yang ia jumpai, ia bertemu dengan Ina, kawannya dari desa tetangga. Meski Ina sangat cantik dan hampir setinggi Dian, ia sama sekali tidak bisa menari. Orang-orang selalu mengagumi Ina karena ia amat mirip dengan Tracy Trinita, model terkemuka Indonesia. Dan Ina bukan satu-satunya gadis yang tidak bisa menari di antara mereka. Tetapi iming-iming gaji besar dan prospek untuk menjadi penari profesional membuat Dian memendam saja kekhawatirannya.
Setibanya di Jepang, Dian langsung dibawa ke sebuah “klub hiburan”. Percakapan yang ia dengar berlangsung dalam bahasa Jepang sehingga ia tidak mengetahui apa yang terjadi. Namun ia menyaksikan transaksi tunai yang dilakukan oleh agennya dengan pemilik klub. Kemudian pemilik klub itu mengambil paspornya. Setelah itu Dian tinggal dan bekerja di sana. Dian merasa tidak nyaman dengan begitu banyak “aktivitas seksual” yang berlangsung di klub itu. Setelah beberapa pekan berlalu, ia sadar bahwa ia tidak dibawa ke Jepang karena kemampuannya membawakan tarian tradisional. Pada akhirnya ia dipaksa untuk memberikan layanan seks kepada para pelanggan klub dan hanya menerima imbalan yang sangat sedikit.
(Sumber: Wawancara dengan LSM di Jawa Barat)
Kunjungan Provinsi