BALI BALI BALI BALI BALI

A. BALI A. BALI A. BALI A. BALI A. BALI

Oleh Fatimana Agustinanto

Bali adalah sebuah pulau kecil, panjangnya hanya 160 kilometer dari utara ke selatan, dan 280 kilometer dari barat ke timur. Populasi Bali berjumlah 3,15 juta jiwa didominasi oleh etnis Bali (88,6%). Kelompok etnis terbesar kedua adalah Jawa (6,8%), diikuti oleh etnis Baliaga, Madura, Melayu, Sasak, dan Tionghoa dengan komposisi yang kurang lebih sama (masing-masing kurang dari 1% total populasi), ditambah sejumlah etnis lain (BPS, 2000b). Kepadatan penduduk pada tahun 2000 adalah 559 orang per kilometer persegi (BPS, 2000g). Populasi terdiri dari masyarakat kota dan desa, dengan komposisi yang hampir seimbang. Kira-kira 15% dari seluruh penduduk adalah pendatang dari provinsi lain. Di Denpasar, ibu kota provinsi, hampir separuh penghuninya adalah pendatang (BPS, 2000b). Bali memiliki populasi Hindu terbesar di Indonesia, yaitu 93,18% dari populasi. Populasi sisanya memeluk agama Islam (5,22%), Kristen Protestan (0,58%), Katolik Roma (0,47%) dan Buddha (0,55%) (Kedutaan Besar Indonesia di Kanada, 1996).

Kontributor utama bagi perekonomian Bali adalah pariwisata dan pertanian. Produk pertanian antara lain adalah kelapa, cengkeh, karet, vanila, dan produk buah-buahan serta kehutanan, seperti minyak kayu putih, rotan dan kemenyan (Kedutaan Besar Indonesia di Kanada, 1996).

Dibandingkan dengan Indonesia secara keseluruhan, Bali mempunyai indeks pembangunan dan gender yang baik, seperti yang terlihat dalam Tabel 22. Meski pendidikan dan pendapatan provinsi sama dengan rata-rata Indonesia secara keseluruhan, akses untuk memperoleh layanan kesehatan dan air bersih jauh lebih tinggi dari rata-rata.

Tabel 22: Indikator Pembangunan dan Gender - 1999

Tingkat Melek (Perempuan) 75.4 84.1 Tingkat Melek (Laki-laki)

90.2 92.9 Rata-Rata Lama Bersekolah (Perempuan)

5.9 6.1 Rata-Rata Lama Bersekolah Perempuan (Laki-laki)

7.7 7.3 Belanja per Kapita (Rp. 000,-)

578.8 Penduduk tanpa akses ke air bersih (1998)

51.9% Penduduk tanpa akses ke layanan kesehatan (1998)

Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia

Bentuk-Bentuk Perdagangan Bentuk-Bentuk Perdagangan Bentuk-Bentuk Perdagangan Bentuk-Bentuk Perdagangan Bentuk-Bentuk Perdagangan Bali tampaknya merupakan daerah penerima untuk perdagangan domestik, daerah pengirim

untuk perdagangan internasional, dan daerah transit untuk keduanya. Meski perdagangan dari dan ke Bali kelihatannya terutama ditujukan untuk industri seks, untuk jenis eksploitasi tenaga kerja lain, Bali mungkin berfungsi sebagai daerah transit, di mana penduduk dari daerah lain yang merantau ke Bali untuk mencari pekerjaan kemudian direkrut oleh pelaku perdagangan untuk dikirim ke kota lain atau ke luar negeri.

Kerja Seks Komersial – Domestik Kerja Seks Komersial – Domestik Kerja Seks Komersial – Domestik Kerja Seks Komersial – Domestik Kerja Seks Komersial – Domestik Kerja seks komersial tampaknya menjadi tujuan utama bagi perdagangan domestik dan

internasional dari dan ke Bali. Para perempuan kebanyakan datang dari Jawa Timur ke Bali. Kadang-kadang mereka dijanjikan pekerjaan di pabrik atau di hotel, dan kemudian dipaksa untuk bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK). Sejumlah perempuan lainnya datang ke Bali bermodalkan sedikit sumber daya dan didorong oleh kebutuhan untuk menghidupi keluarga mereka di kampung. Sesampainya di pelabuhan, mereka dihampiri oleh sopir taksi dan agen yang mengaku tahu di mana mereka dapat memperoleh pekerjaan yang baik dan kemudian malah membawa mereka ke sebuah rumah bordil. Para perempuan itu mungkin merasa takut karena berada di tempat yang asing, yakin bahwa mereka tidak mempunyai cara lain untuk mencari uang, dan tidak mampu atau tidak mau pulang ke daerah asalnya.

Kerja Seks Komersial – Internasional Kerja Seks Komersial – Internasional Kerja Seks Komersial – Internasional Kerja Seks Komersial – Internasional Kerja Seks Komersial – Internasional Bali memiliki program pertukaran seni dan budaya resmi yang bernama Impresariat. Program

ini memfasilitasi perjalanan kelompok seni Bali ke berbagai negara. Akhir-akhir ini banyak laporan yang memberitakan bahwa pelaku perdagangan menggunakan program ini sebagai cara untuk membawa perempuan dari Indonesia ke Jepang untuk bekerja dalam industri seks komersial. Para perempuan direkrut sebagai penari, dan dijanjikan bahwa pekerjaan mereka adalah menampilkan tarian Bali tradisional di sejumlah klub di Jepang. Namun di Jepang para perempuan itu biasanya tidak akan bekerja sebagai duta budaya di Jepang, sebaliknya di tempat-tempat hiburan malam di mana tugas mereka bermacam-macam, mulai dari menyajikan makanan, menari, menemani tamu, hingga melakukan hubungan seks dengan tamu (Kurniawan & Santosa, 2002). Menurut sebuah sumber LSM di Jepang, mereka belum pernah menjumpai perempuan yang benar-benar bekerja sebagai penari tarian tradisional Indonesia di Jepang (Wawancara, 2002).

Para perempuan biasanya memasuki Jepang dengan visa turis yang tidak memberi mereka hak untuk secara sah bekerja di negara itu (Kurniawan & Santosa, 2002), atau dengan visa kerja singkat yang mungkin akan mereka langgar. Mengingat status mereka adalah ilegal, maka mereka amat rentan terhadap kekerasan selama berada di Jepang. Pengalaman para perempuan yang dikirim ke Jepang tersebut amat bervariasi dari satu kasus ke kasus yang lain. Dalam beberapa kasus, perempuan mengalami pelecehan dan bahkan kekerasan seksual, sebagaimana dalam kasus dua perempuan Bali yang sekembalinya dari Jepang mengajukan

Kunjungan Provinsi

pengaduan tentang perusahaan yang telah mengirim mereka, mereka menuturkan telah ditipu dan dilecehkan secara seksual di tempat hiburan malam di mana mereka dipaksa bekerja (Jakarta Post, 2002). Dalam beberapa kasus lain, sejumlah gadis melaporkan bahwa mereka menerima gaji yang bagus dan diperlakukan dengan layak serta mengungkapkan bahwa hubungan seks dengan pelanggan sebenarnya tidak dianjurkan oleh majikan mereka (Kurniawan & Santosa, 2002).

Eksploitasi Seksual Anak Eksploitasi Seksual Anak Eksploitasi Seksual Anak Eksploitasi Seksual Anak Eksploitasi Seksual Anak Pada tahun silam, pihak media berulang kali memberitakan meningkatnya jumlah kasus

kekerasan seksual terhadap anak oleh lelaki berkebangsaan asing secara khusus datang ke Bali untuk berteman dan merekrut anak lelaki dan perempuan dari kampung-kampung di daerah pedesaan. Beberapa harian dan LSM melaporkan bahwa sejumlah anak diambil dari kampung-kampung di daerah pedesaan dan dibawa ke kota-kota besar di Bali dan dalam beberapa kasus ke Eropa. Antara tahun 1999 sampai 2002, LSM Yayasan Anak Kita di Bali , mencatat ada 13 orang yang dicurigai sebagai paedofil secara terbuka beroperasi di Bali dan paling sedikit ada 60 korban yang berusia antara lima sampai tiga belas tahun (Damayanti & Nusantara, 2002a). Sumber dari sebuah klinik di Bali juga melaporkan telah merawat paling tidak 21 anak berumur antara 12 sampai 13 tahun yang telah mengalami kekerasan seksual (Juniartha, 2002). Meski sudah banyak laporan mengenai paedofilia, belum seorang pun yang ditangkap oleh polisi. Menurut sejumlah LSM setempat, salah satu hambatan utama adalah anak dan orang tua enggan membuat pengaduan, dan tidak ada bukti lain yang dapat dipakai, seperti cairan dari tubuh atau luka-luka (Kunjungan lapangan proyek, 2002).

Perdagangan anak untuk kerja seks di Bali paling banyak dilaporkan dari dua daerah, Karangasem dan Singaraja, beberapa daerah termiskin di Bali. Paedofil datang ke desa-desa dengan alasan akan melakukan kegiatan bantuan kemanusiaan (perseorangan maupun atas nama lembaga) untuk membantu keluarga dan pemerintah setempat guna mengentaskan kemiskinan. Keluarga-keluarga di sana kemudian akan mulai mempercayai mereka, menghargai hadiah yang mereka berikan kepada anak-anak, dan membiarkan anak-anak menghabiskan semakin banyak waktu dengan mereka. Ini dapat berubah menjadi perdagangan anak dalam kasus-kasus di mana keluarga membiarkan anak mereka pergi dengan para pria tersebut ke kota-kota di Bali seperti Ubud dan Denpasar atau bahkan ke luar negeri, di mana para lelaki itu berjanji akan membayar pendidikan sang anak (Kunjungan lapangan proyek, 2002).

Menurut sejumlah sumber, sebagian besar paedofil adalah lelaki asing (Juniartha, 2002). Negara-negara asal para paedofil di Indonesia adalah Australia, Jerman, Kanada, Belanda, Italia dan Prancis. Namun ada juga lelaki Indonesia yang terlibat dan bersalah melakukan paedofilia (Irwanto et al., 2001: 62), perhatian yang sama juga harus diberikan kepada kasus- kasus yang melibatkan warga negara Indonesia yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak. Untuk informasi lebih lanjut mengenai pedofilia di Indonesia, lihat bagian III C, Kerja Seks komersial.

Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia

Pengemisan dan Pengedaran Narkoba Pengemisan dan Pengedaran Narkoba Pengemisan dan Pengedaran Narkoba Pengemisan dan Pengedaran Narkoba Pengemisan dan Pengedaran Narkoba Pihak LSM juga melaporkan sejumlah kasus di mana anak-anak direkrut untuk mengemis

dan mengedarkan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba). Ada beberapa metode yang kabarnya digunakan oleh pelaku perdagangan untuk mendorong anak mengedarkan narkoba. Sebagian anak dipengaruhi oleh teman untuk memakai narkoba. Pelaku perdagangan mendorong mereka untuk menggunakan narkoba sampai mereka kecanduan. Begitu mereka sudah menjadi pecandu, mereka akan tergantung kepada pelaku perdagangan dan akan menjual narkoba untuk pelaku perdagangan. Dalam kasus lain, pelaku perdagangan akan membiayai kehidupan sang anak dan melatihnya menjual narkoba.

Rute Perdagangan dan Migrasi Transportasi dari dan ke Bali difasilitasi oleh sebuah bandara internasional, juga kapal

penumpang. Bandara Internasional: Bandara Ngurah Rai terletak di Denpasar. Bandara ini melayani

penerbangan dari dan ke sejumlah daerah di seluruh Indonesia, juga penerbangan internasional dari dan ke Singapura, Timor Leste, Jepang, Australia, Inggris, Rusia dan Belanda.

Pelabuhan Gilimanuk berada di Kabupaten Jembaran, sebelah barat Bali. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan utama Bali untuk feri penumpang dari Jawa.

Pelabuhan Teluk Padang bertempat di Bali timur (di Kabupaten Karangasem). Feri dari NTB mengangkut penumpang ke Bali melalui pelabuhan ini.

Bali memiliki sebuah terminal bus, Terminal Ubung, yang melayani perjalanan dari dan ke Jawa dan NTB. Terminal ini terletak di Denpasar (di Kabupaten Badung).

Kerja Seks Komersial-

Kabupaten Banyuwangi dan Jember, Denpasar, Sanur dan Nusa

Domestik

Jawa Timur

Dua

Paedofilia dan

Singaraja, Karangasem, Buleleng,

Denpasar, Kuta, Legian,

Pengemisan

Bangli, Ubud, Seminyak, Kuta

Gianyar dan Tuban, Eropa

Pengedar Narkobak

Sanur

Denpasar, Kuta dan Legian

Anak Kerja Seks Komersial-

Banyak kabupaten di Bali

Jepang

Internasional

Transit: Untuk jenis-jenis eksploitasi tenaga kerja lain, para korban berasal dari sejumlah kabupaten miskin di Jawa Timur seperti Banyuwangi dan Jember, juga dari (NTB), dan mereka transit di Bali dalam perjalanan menuju Batam, Provinsi Riau, Malaysia, Hong Kong dan Taiwan.

Kunjungan Provinsi

Nama saya Luh Putu Weni. Sekarang saya berusia 16 tahun. Saya adalah anak sulung dari sebuah keluarga yang sangat miskin. Saya memutuskan untuk berhenti sekolah guna mencari pekerjaan agar adik lelaki dan perempuan saya dapat pergi bersekolah. Semula saya merasa amat beruntung karena ketika saya berpikir bahwa saya tidak akan pernah dapat memperoleh pekerjaan, seseorang kemudian datang ke rumah kami dan mengatakan ingin mencari pembantu. Saya tidak tahu bagaimana orang itu bisa tahu rumah kami. Pak Chandra amat baik dan mengatakan bersedia menolong kami dari kemelut ekonomi yang membelit kami. Ia berjanji akan membiayai sekolah saya sampai lulus SMU nanti.

Orang tua dan juga saya sendiri sepakat bahwa saya akan pergi bersama Pak Chandra dan tinggal bersamanya. Ia kemudian menjelaskan bagaimana saya harus menjaga rumahnya. Sementara itu saya melanjutkan pendidikan hingga lulus SLTP. Memasuki SMU, Pak Chandra mulai memaksa saya untuk mengedarkan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba). Pada waktu itu saya amat takut dan tidak berani menolak permintaannya. Lalu ia melatih saya untuk melakukannya seperti seorang ahli. Sepanjang saya mau bekerja sama, ia akan melindungi saya. Namun di sisi lain, ia akan membunuh saya kalau saya sampai berani melarikan diri. Saya terus bersekolah dan juga mencoba untuk kabur, namun selalu gagal. Situasi itu membuat saya menjadi stres berat dan pada akhirnya membuat saya juga menjadi seorang pemakai narkoba. Sekali, pernah saya melarikan diri dari sekolah dan pergi ke Jakarta hampir selama dua minggu sebelum orang Pak Chandra menangkap saya. Ia dan temannya mengancam akan memperkosa dan membunuh saya kalau berani mengulangi perbuatan ini. Pada akhirnya saya menyerah dan pasrah pada nasib. Sekarang saya bukan hanya menjadi pengedar narkoba yang bekerja untuk Pak Chandra dan komplotannya, tetapi juga seorang pecandu narkoba.

(Diambil dari Gerakan Anti Narkoba Bali – Diceritakan Kembali oleh Yayasan Anak Kita Bali) (Irwanto, et.al., 2001: 76).

Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia