JAWA TENGAH JAWA TENGAH JAWA TENGAH JAWA TENGAH JAWA TENGAH

D. JAWA TENGAH D. JAWA TENGAH D. JAWA TENGAH D. JAWA TENGAH D. JAWA TENGAH

Oleh Wahyuningrum dan Farida Mahri

Jawa Tengah merupakan provinsi besar di Pulau Jawa dengan luas sebesar 34.206 km 2 . Provinsi ini berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra India dan Provinsi

Yogyakarta di sebelah selatan, Provinsi Jawa Barat di sebelah barat, dan Provinsi Jawa Timur di sebelah timur. Provinsi Jawa Tengah dibagi menjadi 29 kabupaten, 6 kota madya dan 3 kota administratif, dengan Semarang sebagai ibu kotanya. Jumlah penduduk Jawa Tengah pada tahun 1994 adalah 29.674.076 jiwa. Kepadatan penduduk pada tahun 2000

adalah 959 jiwa per km 2 (BPS, 2000g). Populasinya didominasi oleh etnis Jawa. 97% populasi Jawa Tengah adalah Muslim. Populasi sisanya menganut agama Kristen Protestan (1,60%),

Kristen Katolik (0,20%), Hindu (0,40%), Buddha (0,10%), dan lain-lain (Deppen, 1992: 55-72).

Dibandingkan dengan Indonesia secara keseluruhan, Jawa Tengah tidak mempunyai indeks pembangunan dan gender yang baik, seperti yang terlihat dalam Tabel 25. Meski belanja per kapita di provinsi itu sedikit lebih tinggi dari rata-rata Indonesia secara keseluruhan, tingkat pendidikan dan melek huruf jauh di bawah rata-rata dan akses ke layanan kesehatan serta air bersih hanya sedikit lebih baik dari rata-rata.

Tabel 25: Indikator Pembangunan dan Gender - 1999

Indeks

Jawa Tengah

Indonesia

Tingkat Melek (Perempuan) 78.4 84.1 Tingkat Melek (Laki-laki)

91.4 92.9 Rata-Rata Lama Bersekolah (Perempuan)

5.4 6.1 Rata-Rata Lama Bersekolah Perempuan (Laki-laki)

6.7 7.3 Belanja per Kapita (Rp. 000,-)

578.8 Penduduk tanpa akses ke air bersih (1998)

51.9% Penduduk tanpa akses ke layanan kesehatan (1998)

21.6% Sumber: UNDP/BPS, 2001: 78, 80, 82

Bentuk-Bentuk Perdagangan Bentuk-Bentuk Perdagangan Bentuk-Bentuk Perdagangan Bentuk-Bentuk Perdagangan Bentuk-Bentuk Perdagangan Jawa Tengah terutama merupakan daerah pengirim untuk perdagangan domestik dan

internasional, namun di beberapa kota yang lebih besar, provinsi itu juga dapat berfungsi sebagai daerah transit dan penerima. Perdagangan internasional perempuan dan anak dari Jawa Tengah dilaporkan adalah untuk tujuan kerja seks dan perhambaan di dalam rumah tangga.

Perdagangan domestik terutama untuk tujuan pekerjaan rumah tangga, pekerjaan di pabrik, pengemisan, perburuhan anak dan prostitusi. Misalnya, Yayasan Setara (YS) melaporkan bahwa pada tahun 1999, 10 anak perempuan dari Jawa Tengah dijual oleh seorang agen ke

Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia

sebuh rumah bordil di Pulau Batam untuk tujuan prostitusi anak. Pada tahun 2001, YS menangani sebuah kasus perdagangan anak dari Brebes, Jawa Tengah, ke Medan, Sumatra Utara, juga untuk prostitusi anak. Sebuah laporan dari Yayasan Perisai di Jawa Tengah menunjukkan bahwa dua broker memperdagangkan enam anak perempuan dari Jawa Tengah ke Jakarta dan Surabaya untuk prostitusi anak. Laporan itu juga menuturkan bahwa pada bulan Juli 2002, sejumlah perempuan muda dari Purbalingga, Jawa Tengah, diperdagangkan oleh seorang agen gelap ke Kalimantan Barat untuk prostitusi.

Rute Perdagangan dan Migrasi Rute Perdagangan dan Migrasi Rute Perdagangan dan Migrasi Rute Perdagangan dan Migrasi Rute Perdagangan dan Migrasi Domestik: Menurut laporan dari pihak LSM dan pers, perempuan dan anak yang menjadi

korban perdagangan berasal dari banyak daerah di Jawa Tengah, antara lain Wedhoro (Purwodadi), daerah pantai utara, Solo, Wonosobo, Purbalingga, Klaten, Brebes, Banyumas, Cilacap, Ambarawa, Jepara, Pati, Wonogiri, Grobogan, Sragen, Pekalongan dan Semarang. Daerah-daerah ini merupakan daerah pengirim buruh migran besar.

Korban biasanya dikirim ke Jakarta, Surabaya, Kalimantan Barat, Batam atau Medan di Sumatra Utara. Biasanya mereka menjadi pengemis, buruh pabrik, dan pembantu rumah tangga, atau dipaksa melakukan kerja seks. Banyak dari para perempuan muda itu transit di Jakarta untuk kemudian ditempatkan di daerah lain seperti Medan atau Batam.

Perdagangan internasional: Arab Saudi, Singapura, Malaysia dan Taiwan merupakan negara tujuan utama perempuan dan anak asal Jawa Tengah yang diperdagangkan. Perempuan dan anak pergi ke negara-negara ini untuk mencari nafkah dengan bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Banyak yang pada akhirnya malah diperdagangkan untuk dijadikan pekerja seks dan terjerumus ke dalam perhambaan dalam rumah tangga atau kerja paksa, terutama sebagai pramuwisma, namun juga ada kabar bahwa mereka terkadang diperdagangkan untuk pekerjaan di perkebunan atau pabrik.

Setelah seorang agen merekrut seorang buruh migran, biasanya si agen akan membawa buruh migran itu ke kantor cabang di Semarang, Klaten, Cilacap atau Solo untuk memperoses surat-suratnya. Banyak LSM di Jawa Tengah yang mengatakan bahwa Cilacap merupakan pusat pemrosesan dokumen palsu terbesar untuk imigran gelap atau korban perdagangan di Jawa Tengah. Kadang-kadang para buruh migran dibawa ke Jakarta, Pontianak di Kalimantan Barat atau Batam di Riau agar dokumen mereka dapat diproses. Kalangan LSM di Jawa Tengah mengungkapkan bahwa perempuan dan anak asal Jawa Tengah yang direkrut untuk bekerja di Malaysia sering kali transit di Pontianak, Kalimantan Barat, untuk mengajukan dan memperoleh paspor palsu serta dokumen perjalanan palsu lainnya sebelum menyeberang perbatasan menuju Malaysia dengan menggunakan jalur darat dari Kalimantan Barat.

Bandara: Bandara utama di Jawa Tengah antara lain adalah bandara internasional di Solo dan Semarang. Banyak desa di Jawa Tengah yang juga terletak tak jauh dari bandara internasional di Yogyakarta.

Kunjungan Provinsi

Pelabuhan: Semarang merupakan pelabuhan utama di pantai tengah Jawa. Kapal-kapal dari pelabuhan tersebut, termasuk kapal kargo dan penumpang, beroperasi dari dan ke Pelabuhan Sampit, Kumai, Banjarmasin, dan Pontianak di Kalimantan. Kapal-kapal lain berlayar dari dan ke Banyuwangi dan Sulawesi Selatan (Makassar). Pelabuhan lain di Jawa Tengah antara lain adalah Kalipucang, Cilacap, dan Jepara.

Kereta Api/Bus: Seperti halnya provinsi lain di Pulau Jawa, Jawa Tengah juga dapat dicapai melalui berbagai layanan kereta api dan bus, yang beroperasi di dalam Jawa Tengah dan ke seluruh Pulau Jawa dan Bali. Jalur kereta api utama di Pulau Jawa adalah Jakarta— Yogyakarta—Surabaya. Jalur kereta api utama ini berhenti di Solo dan Semarang.

Yamina (nama samaran) adalah seorang gadis berusia 17 tahun asal Blora, Jawa Tengah. Ia dijanjikan pekerjaan sebagai pelayan di sebuah restoran mewah di Kalimantan. Heri, seseorang yang tak dikenalnya, memperkenalkan diri sebagai calo tenaga kerja. Ia mengatakan bahwa Yamina akan mendapat gaji Rp.350.000,00/bulan. Diyakinkan oleh banyak kisah sukses yang dituturkan oleh Heri, Yamina setuju untuk menemuinya di Kedongndoro. Dari sana mereka pergi ke Surabaya dengan bus. Heri kemudian membawanya ke rumah kerabatnya. Rumah itu besar, dan di situ Yamina bertemu dengan banyak gadis lain yang seumur dengan dirinya. Di sana, mereka semua menunggu untuk diberangkatkan ke Kalimantan. Yamina dikirim ke Nunukan, Kalimantan Timur, melalui Ponorogo. Di sana ia menginap semalam di sebuah rumah kecil, sementara Heri mengurus surat-surat perjalanannya. Yamina tidak membawa KTP miliknya karena ia tidak mempunyai banyak waktu ketika mempersiapkan perjalanannya dari Blora.

Pada akhirnya, Yamina harus menempuh perjalanan singkat ke Tawau, Malaysia. Di sana ia bersama beberapa gadis lain dibawa ke sebuah rumah milik Sri (warga negara Malaysia asal Indonesia). Sri ternyata adalah seorang mama ayam (pengelola rumah bordil atau mami). Yamina diberitahu oleh Sri bahwa ia telah dibeli dari Heri seharga RM2.000 (Rp.4,6 juta). Sri menyuruhnya untuk mengenakan baju yang seksi dan memberikan layanan seks kepada para pelanggan di sebuah hotel setempat. Kenyataan ini membuatnya terkejut karena ia ternyata tidak akan bekerja sebagai pelayan seperti yang sudah dijanjikan oleh Heri.

Biasanya Sri akan menerima telepon dari seorang pelanggan lalu ia akan mengantarkan Yamina ke hotel tempat sang pelanggan menunggu. Sri akan mengambil pembayaran dan kemudian pergi. Seorang penjaga akan menunggu sampai Yamina selesai untuk mengawalnya kembali ke rumah. Ia tidak pernah dibayar untuk pekerjaannya. Menurut Sri, bayaran untuknya digunakan untuk melunasi utangnya kepada Sri. Setelah dua bulan, Yamina bertemu dengan Nasir yang membelinya dari Sri seharga RM1.500 (Rp. 3,45 juta). Ia terus bekerja sebagai gadis panggilan yang tidak pernah menerima bayaran dari germonya. Ia hanya diperbolehkan mengantungi tip, yang dipakainya untuk membayar makanannya. Setelah dua bulan berlalu, ia kembali dijual ke germo lain. Germo yang terakhir ini memberi tahu bahwa ia harus bekerja selama 10 bulan untuk membayar utangnya kepada sang germo.

Setelah bekerja selama sebulan, Yasmina diselamatkan oleh para pejabat Konsulat Indonesia. Bersama dengan beberapa korban perdagangan lain, ia tinggal di penampungan konsulat selama seminggu sebelum dipulangkan ke Blora.

(Sumber: Wawancara, 2002 •Kunjungan lapangan proyek)

Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia