Strategi Berdasarkan Aspek Ekonomi

105 meningkatkan kepadatan pengunjung, gangguan, sampah dan erosi alam serta menurunkan kesan alam bebas. Sumber: Sudantoko 2010; modifikasi Gambar 29. Strategi Pengelolaan Wisata Alam TWA Grojogan Sewu Sebagai pilihan prioritas, maka aspek ekonomi akan menjadi penggerak pariwisata alam di TWA Grojogan Sewu. Sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yang harus mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan ekologi, maka kedua aspek yang lain pun harus turut bergerak simultan untuk saling melengkapi. Visi Kementerian Kehutanan yang hendak mewujudkan “Hutan Lestari Untuk Kesejahteraan Masyarakat Yang Berkeadilan”, secara paralel akan menjadi visi pariwisata berkelanjutan di TWA Grojogan Sewu.

4.6.1. Strategi Berdasarkan Aspek Ekonomi

Bagi pemerintah, PNBP telah menjadi indikator keberhasilan pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam. Namun visi menyejahterakan masyarakat juga menjadi indikator keberhasilan. Dua indikator keberhasilannya adalah 1 peningkatan pemberdayaan masyarakat dan wisata alam di sekitar kawasan konservasi dan 2 peningkatan pendapatan masyarakat di sekitar kawasan konservasi tertentu meningkat menjadi minimal Rp.800.000,- per bulan per kepala Pariwisata Alam Berkelanjutan Aspek Ekonomi: Pengembangan ekonomi kreatif Aspek Sosial: Edukasi konservasi lingkungan Aspek Ekologi: Penguatan lereng dan perlindungan tanah BKSDA Jateng PT DID Perdabita TWA GS Wisatawan Kepuasan Berwisata 106 keluarga atau sebesar 30 melalui upaya-upaya pemberdayaan masyarakat. Peningkatan kapasitas ekonomi kreatif masyarakat lokal menjadi pilihan pertama dari para pemangku kepentingan bobot 0,254. Keberdayaan masyarakat lokal dalam aktivitas pariwisata alam memegang peranan untuk mengoptimalkan pendapatan. Menurut Richards 2011, kreativitas memberikan aktivitas, konten dan suasana untuk pariwisata dan pariwisata pada gilirannya mendukung kegiatan kreatif. Integrasi tumbuh pariwisata dan kreativitas jelas dalam pengobatan pariwisata sebagai industri kreatif. Kemampuan untuk mengolah produk maupun jasa wisata secara kreatif akan mengubah paradigma semakin banyak pengunjung semakin besar peluang terjualnya produk atau jasa wisata. Masyarakat diharapkan lebih menitikberatkan kepada kualitas produk atau jasa dengan harga bersaing. Melalui ekonomi kreatif, diharapkan nilai keistimewaan produk atau jasa akan menjadi acuan jangka panjang. Kondisi yang dianggap lebih baik daripada berharap jangka pendek pada peluang terjualnya produk atau jasa dengan volume tinggi berkualitas rendah. Kualitas yang semakin baik akan semakin disukai wisatawan. Indikator peningkatan pendapatan sebesar 30 memungkinkan untuk dicapai. Peningkatan kapasitas ekonomi kreatif masyarakat lokal menjadi momentum awal dalam menyambut progam pemerintah Jawa Tengah yaitu Program Visit Jawa Tengah 2013. Menurut Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2012, program ini ditujukan sebagai gerakan bersama pemerintah daerah dan masyarakat, dan dunia usaha melalui joint promotion, mempromosikan Jawa Tengah sebagai wilayah yang ideal untuk MICE Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions. Pencanangan Visit Jawa Tengah 2013 ini sangat didukung dengan keterhubungan transportasi udara di dua gerbang utama Jawa Tengah, yaitu Semarang dan Solo yang melayani rute langsung dari Malaysia dan Singapura. Visit Jawa Tengah 2013 akan menjadi bukti gerakan pemasaran pariwisata secara nasional yang semakin diikuti 107 dengan kematangan berencana di daerah-daerah. Hal ini bisa dijadikan momentum untuk mempercepat pengembangan potensi pariwisata agar efektif menjadi kegiatan ekonomi, sekaligus kegiatan sosial dan seni budaya yang produktif. Dengan demikian daerah destinasi wisata Indonesia lainnya sungguh harus mempercepat langkah melalui sektor pariwisata yang akan menggerakkan pertanian, membuka akses lapangan pekerjaan mengurangi kemiskinan dan menggalakkan kesenian dan budaya. Diperlukan kerja sama pemerintah dan Perdabita. Pemerintah dalam hal ini BKSDA Jawa Tengah dapat menginisiasi melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat. Kerja sama dapat dilakukan antara BKSDA Jawa Tengah, PT Duta Indonesia Djaya, Dinas Pariwisata Kabupaten Karanganyar dan Perdabita. Meski hambatan sosial masih ada, terbukti dengan menempatkan Penguatan komunikasi antar para pihak forummusyawarah pada urutan prioritas terakhir pada AHP, namun langkah awal diskusi tetap perlu dilakukan. Selanjutnya perlu dilakukan kesepakatan-kesepakatan legal formal untuk memperjelas hak dan kewajiban para pihak dalam aktivitas pariwisata yang diparalelkan dengan ekonomi kreatif masyarakat lokal. Seperti halnya izin pengusahaan pariwisata alam, aktivitas Perdabita perlu dipertegas bentuk-bentuk kerja samanya dengan PT Duta Indonesia Jaya. Hal agar ketika ekonomi kreatif telah diimplementasikan dan tumbuh berkembang, maka tidak memunculkan konflik kepentingan berlabel pemberdayaan masyarakat. Sebagai salah satu pemangku kepentingan yang memiliki pengaruh besar dalam pengelolaan areal wisata, peran PT Duta Indonesia Djaya akan menentukan dalam pemberdayaan masyarakat. Menurut Selby et al. 2011, sikap pengambil keputusan cenderung mempengaruhi kesediaan mereka untuk mengatur sumber daya yang diperlukan untuk pengembangan alam berbasis pariwisata, misalnya kepemimpinan, penyebaran pengetahuan, mendidik masyarakat, perencanaan, 108 memberikan bantuan teknis dan konsultasi dan membangun infrastruktur pariwisata. Menurut Steck 1999, ketika dilakukan kerja sama pengelolaan dengan pengusaha swasta, maka harus diperjelas dalam wilayah apa sasaran pembangunan pariwisata berkelanjutan selaras dengan kepentingan ekonomi perusahaan dan di mana kecenderungan munculnya konflik. Umumnya, berkaitan dengan rasa tanggung jawab terhadap keberlanjutan pariwisata alam yang memunculkan biaya kelayakan penilaian. Bagi unit usaha, biaya ini hendaknya sedapat mungkin ditekan serendah-rendahnya atau setidaknya tidak akan menambah biaya operasional. Hal ini berkaitan dengan pencegahan kerusakan sumber daya obyek wisata misalnya kerusakan lansekap, polusi air, menganggu hidupan liar. Di sisi lain, kelayakan penilaian akan mendorong citra positif dan akan menarik minat masyarakat untuk berwisata. Kesiapan fundamental untuk kerja sama operasional dengan komunitas lokal memang memiliki permasalahan. Bagi perusahaan, hal ini akan menunda dan meningkatkan kompleksitas proses pengelolaan. Namun hal ini akan menguntungkan ketika kerja sama ini memberikan peluang untuk terciptanya produk dan jasa wisata yang menarik.

4.6.2. Strategi Berdasarkan Aspek Sosial