Alasan Kepentingan Umum. AZAS OPORTUNITAS SEBAGAI SEBAGAI DASAR KEWENANGAN

3. Padi sejumlah 22 buah sebagai tanggal peringatan berdirinya kejaksaan. 4. Kapas sejumlah 7 buah, kecuali bertujuan menegakkan keadilan, menciptakan kemakmuran, juga peringatan bulan 7 berdirinya kejaksaan. 47 5. 3 tiga bintang, berupa doktrin kejaksaan Tri Krama Adhyaksa, sebagai pedoman yang menjiwai setiap Warga Kejaksaan Republik Indonesia dan terwujud dalam sikap mental yang terpuji, yaitu; a Satya = Setia dan taat serta melaksanakan sepenuhnya perwujudan nilai- nilai Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, serta peraturan perundang-undangan Negara sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat. b Adhi = Jujur, berdisiplin dan bertanggung jawab. c Wicaksana = Bijaksana dan berprilaku terpuji. 48 Dan landasan Doktrin Kejaksaan TRI KRAMA ADHYAKSA adalah Pancasila sebagai landasan idiil Kejaksaan Republik Indonesia, sebagai sumber hukum demi tercapainya cita-cita dan tujuan Negara dan bangsa Indonesia. Oleh karena itu baik pelaksanaan dan tujuan penegakan hukum yang berintikan keadilan adalah dengan menerapkan sepenuhnya nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

D. Alasan Kepentingan Umum.

Menurut Prof. J. M. Van Bemmelen, terdapat tiga alasan untuk tidak melakukan penuntutan, yaitu : 49 47 Bismar Siregar, 1983, Hukum Acara Pidana, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Dep.Keh, Bina Cipta, hal. 59. 48 Doktrin Kejaksaan, Lampiran Keputusan Jaksa Agung RI No. Kep 030JA31988. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 1. Demi Kepentingan Negara staatsbelang Kepentingan Negara tidak menghendaki suatu penuntutan jika terdapat kemungkinan bahwa aspek-aspek tertentu dari suatu perkara akan memperoleh tekanan yang tidak seimbang. Sehingga kecurigaan yang dapat timbul pada rakyat, dalam keadaan tersebut menyebabkan kerugian besar pada negara. Contohnya ialah bila terjadi penuntutan akan berakibat suatu pengumuman openbaring yang tidak dikehendaki dari rahasia negara. 2. Demi Kepentingan Masyarakat maatschapelijk belang Tidak dituntutnya perbuatan pidana karena secara sosial tidak dapat dipertanggungjawabkan. Termasuk dalam kategori ini tidak menuntut atas dasar pemikiran-pemikiran yang telah atau sedang berubah dalam masyarakat. Contohnya pendapat-pendapat yang dapat berubah atau sedang berubah tentang pantas tidaknya dihukum beberapa delik susila. 3. Demi Kepentingan Pribadi particular belang Termasuk di dalamnya kategori-kategori bila kepentingan pribadi menghendaki tidak dilakukannya penuntutan ialah persoalan-persoalan hanya perkara-perkara kecil. Dan atau jika yang melakukan tindak pidana telah membayar kerugian dan dalam keadaan ini masyarakat tidak mempunyai cukup kepentingan dengan penuntutan atau penghukuman. Bagi si petindak sendiri kepentingan-kepentingan pribadinya terlampau berat terkena jika dibandingkan 49 Andi Hamzah, 2004, Hukum Acara Pidana Edisi Revisi, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 156. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara dengan kemungkinan hasil dari proses pidana yang bagi kepentingan umum tidak akan bermanfaat. Jadi keuntungan yang diperoleh dari penuntutan adalah tidak seimbang dengan kerugian-kerugian yang timbul terhadap terdakwa dan masyarakat. Pasal 32 sub c Undang-undang No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan, yang dimaksud kepentingan umum ialah kepentingan bangsa dan Negara. 50 Sedangkan dalam penjelasan pasal 35 sub c yang dimaksud kepentingan umum ialah sama dengan perumusan pasal undang-undang terdahulu namun ditambah kalimat “danatau demi kepentingan masyarakat luas”. 51 Perumusan kepentingan umum berdasarkan ketentuan di atas sangat luas dan dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda bila tidak digariskan secara tegas. Kepentingan umum dalam suatu negara hukum mempunyai peranan penting terhadap hukum, yaitu peranan aktif dan peranan pasif. Dalam peranan aktif, kepentingan umum menuntut eksistensi dari hukum dan sebagai dasar menentukan isi hukum agar tujuan hukum dapat dicapai. Jadi peranan aktif kepentingan umum dalam hal ini adalah mengenai cita-cita hukum. 52 Bagi bangsa Indonesia cita-cita hukum diwujudkan pada pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan turut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 53 50 UU No. 5 Tahun 991 tentang Kejaksaan RI, Penjelasan pasal 32 sub c. 51 UU No. 16 Tahun 2004, Op.Cit, penjelasan pasal 35 sub c. 52 Pusat Penelitian dan Kajian Hukum Kejaksaan Agung,.Op.Cit,.hal. 39. 53 UUD 1945, Pembukaan, alinea IV. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Kepentingan umum mempunyai peranan secara pasif apabila dijadikan objek pengaturan daripada peraturan hukum. Pelaksanaan azas oportunitas yang berlandaskan kepentingan umum harus dilihat dari dua segi peranan kepentingan umum baik aktif maupun pasif. Kepentingan umum yang diatur dalam suatu peraturan hukum apabila dilanggar tidak dapat dijadikan sebagai landasan oportunitas untuk menyampingkan perkara pidana. Sebab justru kepentingan umum menuntut agar diadakan penuntutan di muka hakim pidana untuk dijatuhkan pidana yang setimpal. Untuk itu, kepentingan umum yang dapat dijadikan sebagai landasan menyampingkan perkara pidana harus diketemukan dalam aturan hukum lain yang mengatur tentang kepentingan umum yang harus dilindungi dan dipelihara. Apabila kepentingan umum yang dimaksud tidak diketemukan dalam aturan hukum lainnya, maka harus dikembalikan kepada peranan kepentingan umum secara aktif mengenai cita-cita hukum bangsa Indonesia. 54 54 Pusat Penelitian dan Kajian Hukum Kejaksaan Agung,. Op.Cit.,hal. 40. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB III PENGGUNAAN ASAS OPORTUNITAS DALAM SISTEM

PERADILAN PIDANA BAGI PERKEMBANGAN HUKUM PIDANA Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa untuk menyampingkan perkara pidana maupun penghentian penuntutan dilakukan hanyalah karena alasan teknis dan alasan kebijakan. Untuk alasan teknis yaitu sebagaimana diatur dalam KUHAP pasal 140 ayat 2 huruf a. Sedangkan untuk alasan kebijakan diatur dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 pasal 35 huruf c. Untuk penghentian penuntutan dengan alasan tehnis tidak lagi menjadi permasalahan karena sudah secara limitatif diatur dalam undang-undang. Yang dipermasalahkan di sini adalah penyampingan perkara pidana untuk alasan kebijakan berdasarkan asas oportunitas, karena selama ini hanya Jaksa Agunglah yang dapat menggunakan kewenangan itu dan demi kepentingan umum. Menjadi pertanyaan selanjutnya, bagaimana bila Jaksa melakukan penyampingan perkara pidana yang berdasarkan pada asas oportunitas ? karena sebagai orang yang langsung mengetahui proses penyelesaian perkara pidana sehari-hari, Jaksa senantiasa bertemu dengan berbagai hal yang menurut pendapatnya, terhadap perkara tersebut tidak perlu dilakukan penuntutan. Berbeda dengan penghentian penuntutan karena alasan teknis, dalam penyampingan perkara pidana di sini sudah jelas-jelas perkara ini merupakan tindak pidana dan bukti-buktinya pun sudah terpenuhi. Bisa dikatakan terhadap perkara pidana ini Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara