Istilah dan Pengertian Azas Oportunitas

BAB II AZAS OPORTUNITAS SEBAGAI SEBAGAI DASAR KEWENANGAN

JAKSA AGUNG YANG DAPAT MENJADI ALASAN PENGHENTIAN PENUNTUTAN

A. Azas Oportunitas

1. Istilah dan Pengertian

Kata oportunitas bahasa Indonesia, opportuniteit bahasa Belanda, opportunity bahasa Inggris kesemuanya berasal dari bahasa Latin yaitu opportunitas. Kamus bahasa Indonesia karangan W.J.S Poerwadarminto mengartikan oportunitas adalah kesempatan yang baik. Azas oportunitas ialah azas memberikan wewenang kepada penuntut umum untuk meniadakan penuntutan hukum terhadap seseorang yang disangka telah mewujudkan suatu perbuatan. Peniadaan penuntutan berdasarkan pertimbangan bahwa lebih menguntungkan kepentingan umum jika tidak diadakan penuntutan. 23 Pengertian azas oportunitas tersebut merupakan azas oportunitas yang merupakan yuridiksi kejaksaan yaitu sebatas penyampingan perkara demi kepentingan umum. Pasal 35 sub c Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia maupun penjelasannya tidak ada memberikan defenisi ataupun pengertian dari azas oportunitas itu akan tetapi hanya menyatakan bahwa : “Jaksa Agung dapat menyampingkan suatu perkara berdasarkan kepentingan umum”, yang dalam ilmu hukum pidana disebut dengan istilah azas oportunitas. Oleh karena pasal 35 sub c dan penjelasan dari Undang-undang No.16 Tahun 2004 itu tidak ada memberikan defenisi ataupun pengertian maka timbullah beberapa pendapat sebagai berikut : 23 Andi Hamzah, 1986, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, hal. 151. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 1. Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio, bahwa opportuniteits principle bahasa belanda adalah suatu prinsip yang mengizinkan penuntut umum untuk tidak melakukan tuntutan terhadap seorang tersangka, pun dalam hal dapat dibuktikan kiranya bahwa tersangka benar telah melakukan suatu tindak pidana. Dikatakannyalah bahwa penuntut umum berhak mendep ialah mendeponir suatu perkara apabila kepentingan umum, menurut pendapatnya, menghendaki pendeponiran itu. 24 2. A. Z. Abidin dengan terlebih dahulu mengutip pendapat dari Fochema dan Van Aveldorn menyatakan bahwa ; azas oportunitas itu memberikan wewenang kepada penuntut umum untuk meniadakan penuntutan hukum terhadap seseorang yang disangka telah mewujudkan suatu perbuatan pidana berdasarkan pertimbangan bahwa lebih menguntungkan kepentingan umum jikalau tidak diadakan penuntutan. 25 Dari pengertian-pengertian yang telah disebutkan diatas maka dapatlah kita menarik suatu pemikiran bahwa pengertian azas oportunitas itu, termasuk dalam skripsi ini, haruslah kita artikan dalam arti yang luas, yang mencakup wewenang jaksa agung untuk mendeponir atau menyampingkan perkara berdasarkan kepentingan umum mulai dari penyidikan hingga penuntutan. Disamping penyampingan perkara untuk kepentingan umum azas oportunitas, di dalam hukum pidana juga dikenal penyampingan perkara atas dasar penilaian hukum pidana strafrechtelijk 26 , yaitu karena : 1. Gugurnya hak menuntut yang disebabkan oleh : a. Ne bis in idem pasal 76 KUHP; 24 Subekti dan Tjitrosoedibio, 1971, Kamus Hukum, Pradya Paramitha, Jakarta, hal. 79. 25 A. Z. Abidin, 1983, Bunga Rampai Hukum Pidana, Pradya Paramitha, Jakarta, hal. 86. 26 Djoko Prakoso , Op.Cit, hal. 90-91. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Artinya seseorang tidak boleh dituntut sekali lagi lantaran perbuatan peristiwa yang baginya telah diputuskan oleh hakim, atau seseorang tidak boleh dituntut terhadap sesuatu delik , apabila terhadap delik yang telah dilakukannya itu telah pernah ada keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Jadi tehadap suatu perkara pidana tidak boleh ada dua keputusan hakim atau lebih. b. Meninggalnya tertuduh pasal 77 KUHP; Hal ini adalah wajar sebab kejahatan itu sifatnya adalah pribadi, maksudnya bahwa kejahatan itu hanya dapat dituntut kepada pelakunya sendiri. c. Lewat waktudaluarsa pasal 78 KUHP, yaitu; • Satu tahun bagi segala pelanggaran dan kejahatan dengan mempergunakan percetakan. • Enam tahun bagi kejahatan yang terancam hukuman denda, kurungan atau penjara yang tidak lebih dari tiga tahun. • Dua belas tahun bagi kejahatan yang terancam hukuman penjara tiga tahun atau lebih. • Delapan belas tahun bagi semua kejahatan yang terancam hukuman mati atau penjara seumur hidup. Dengan ketentuan bahwa bagi orang yang sebelum melakukan perbuatan itu umurnya belum cukup 18 tahun, waktu gugur itu dikurangi sehingga menjadi sepertiganya menjadi 4 bulan; 1,5 tahun; 4 tahun; dan 6 tahun. d. Afdoening buiten process pasal 82 KUHP, Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Artinya terhadap suatu perbuatan yang hanya diancam hukuman pokok dengan hukuman denda maka hak menuntut gugur apabila maksimum denda dibayar dengan kemauan sendiri, dan ongkos perkara jika penuntutan telah dilakukan. e. Amnesti, Merupakan hak kepala negara yang menyatakan bahwa suatu kejahatan tertentu yang telah dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang, tidak mempunyai akibat hukum bagi orang yang tersangkut dalam kejahatan. Contoh : dalam suatu kejahatan tersangkutterlibat 10 orang, diantara mereka tiga orang sudah dijatuhi hukuman, lima orang sedang dituntut dan dua orang lagi sedang diburon. Dengan diberikannya amnesti oleh kepala negara maka ketiga orang yang sudah dijatuhi hukuman menjadi dibebaskan hukumannya digugurkan, penuntutan yang sedang dilakukan diberhentikan sama sekali dan terhadap orang yang belum diketahui diburon tidak diadakan penuntutan. f. Abolisi, Merupakan hak kepala negara untuk menghentikan dan meniadakan penuntutan, yang dilakukan terhadap seseorang yang telah melakukan kejahatan atau pelanggaran dan terhadap orang yang mana telah dimulai dengan penuntutan. 2. Pencabutan pengaduan pasal 75 KUHP, Batas pencabutan pengaduan adalah 3 bulan sejak tanggal surat apabila pengaduan dilakukan secara tulisan dan sejak diucapkan apabila secara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara lisan. Khususnya untuk kejahatan zinah pasal 284 KUHP, pengaduan itu dapat dicabut kembali, selama peristiwa itu belum diperiksa dalam sidang pengadilan. 3. Tiada cukup alasan untuk menuntut, Hal ini sesuai dengan pasal 140 ayat 2 sub a KUHAP yang berbunyi : “dalam hal penuntut umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa itu ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum, penuntut umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan”. Khusus mengenai penyampingan perkara diatas telah ada suatu pegangan yang berdasarkan Instruksi Jaksa Agung tanggal 7 Juni 1962, No. 7 InstHK1962, antara lain disebutkan ; bahwa perkara-perkara yang dapat dikesampingkan oleh Jaksa Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri yang telah memegang perkara-perkara yang bersangkutan ialah perkara : 1. Yang telah lewat waktudaluarsa; 2. Yang dicabut pengaduannya 3. Yang mana tertuduh meninggal dunia 4. Yang tidak ada alasan untuk menuntut terdakwa, tetapi dengan konsekuensi dalam hal perkara-perkara : a. Yang dalam peraturan-peraturan lain diatur tersendiri misalnya perkara korupsi, b. Yang menarik perhatian umum, Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara c. Yang diterima dari Kejaksaan Agung, berlaku suatu ketentuan dimana penyampingan perkara pada sub a, b, dan c di atas harus seizin Jaksa Agung. 27 Disamping itu KUHAP juga memberi peluang mengenai keberlakuan azas oportunitas walaupun tidak diatur secara tegas seperti dalam Undang-undang N0. 16 Tahun 2004. Pasal-pasal mengenai penyampingan perkara tidak diatur sendiri melainkan tersebar di ketentuan mengenai benda sitaan dan praperadilan. Pasal 46 ayat 1 c KUHAP menyatakan “perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum, dst,,”. 28 Dalam ketentuan tersebut tidak ada penjelasan sama sekali mengenai penyampingan perkara kecuali tentang benda sitaan. Namun dalam penjelasan pasal 77 KUHAP terdapat penjelasan yang lebih memadai mengenai wewenang penyampingan perkara yang berada di tangan Jaksa Agung. Penjelasan pasal 77 KUHAP yang berbunyi : “yang dimaksud penghentian penuntutan tidak termasuk penyampingan perkara demi kepentingan umum yang menjadi wewenang Jaksa Agung”. 29 Berdasarkan penjelasan pasal 77 KUHAP, buku pedoman pelaksanaan KUHAP, KUHAP mengakui eksistensi perwujudan azas oportunitas.

2. Sejarah Singkat Azas Oportunitas di Belanda dan Indonesia