yang diberikan pada tanaman semusim. Selain itu, menurut hasil penelitian Priyardashini 2011, populasi makrofauna tanah cacing tanah lebih besar pada
tegakan yang multistrata. Populasi makrofauna tersebut juga dipengaruhi oleh masukan bahan organik. Serasah merupakan sumber bahan organik dan energi
bagi makrofauna tanah, khususnya cacing tanah. Peningkatan aktivitas cacing tanah akan meningkatkan pori makro tanah yang baik bagi proses infiltrasi air.
Wolf dan Snyder 2003 diacu dalam Priyardashini 2011 menyatakan, pori makro sangat berguna untuk mempertukarkan udara dan menginfiltrasikan air
dengan baik, serta mendrainasekan kelebihan air. Tingginya populasi dan aktivitas makrofauna tanah ini juga dapat menjadi faktor pendukung kesuburan tanah pada
pola AF3. Berdasarkan hasil penelitian, pola AF2 menunjukkan interaksi yang
negatif dengan rata-rata pertumbuhan yang paling rendah dibandingkan pola agroforestri lainnya. Menurut Mahendra 2009, interaksi negatif yang terjadi
pada sistem agroforestri dapat berupa kompetisi yang tidak sehat dalam memperebutkan unsur hara, cahaya matahari, air, serta ruang tumbuh. Akibatnya,
salah satu tanaman bisa tertekan bahkan mati karena pengaruh tanaman lainnya. Rendahnya intensitas pemupukan dapat diduga menjadi salah satu faktor
penyebab terhambatnya pertumbuhan, karena pada pola ini yang diberi pupuk hanya tanaman jagung saja. Sifat tanaman singkong yang rakus akan unsur hara
terutama unsur P dan K dapat mengakibatkan defisiensi unsur hara bagi tanaman pokok. Penggunaan K oleh ubi kayu berfungsi untuk pembentukan gula dan
kandungan patinya.
5.2 Persentase Penutupan Tajuk
Selain H
2
O, CO
2
, unsur hara, dan suhu, cahaya juga merupakan faktor yang mempengaruhi fotosintesis dan juga merupakan salah satu faktor pembatas
dalam pertumbuhan. Cahaya merupakan faktor penting terhadap berlangsungnya fotosintesis, sementara fotosintesis merupakan proses yang menjadi kunci dapat
berlangsungnya proses metabolisme yang lain di dalam tanaman. Tempat utama terjadinya fotosintesis adalah pada daun atau tajuk. Dalam penerapan sistem
agroforestri, cahaya merupakan faktor pembatas utama dalam pertumbuhan dan
produktivitas tanaman semusim karena adanya pengaruh naungan.
Radiasi cahaya rendah mengakibatkan laju fotosintesis rendah sehingga biomassa juga rendah dan akhirnya hasil tanaman rendah Purnomo 2005.
Persentase penutupan tajuk tergantung pada jumlah pohon dan tipe kerapatan tajuk. Kerapatan tajuk sengon tergolong tajuk ringan jarang. Pohon dengan tajuk
jarang sangat baik bila dipadukan dengan tanaman tumpangsari, karena tanaman di strata di bawahnya masih mendapat suplai cahaya Mahendra 2009. Hasil
penelitian terhadap beberapa pola agroforestri menunjukkan adanya perbedaan persentase penutupan tajuk. Rata-rata ukuran tajuk tanaman P. falcataria pada
masing-masing pola agroforestri disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Rata-rata ukuran tajuk tanaman P. falcataria pada 3 tiga pola agrofores-
tri di RPH Jatirejo
Pola Agroforestri
Rata-rata panjang tajuk
m Rata-rata lebar
tajuk m Persentase
penutupan tajuk Live Crown
Ratio AF1
4,57 3,38
42,95 26,32
AF2 3,26
2,31 32,83
25,24 AF3
3,30 2,33
34,88 25,67
AF1 = sengon+mindi+cabai+jagung; AF2 = sengon+mindi+jagung+singkong; AF3 = sengon+mindi+cabai+jagung+nanas
Produksi tanaman budidaya pada dasarnya tergantung pada efisiensi sistem fotosintesis. Cahaya yang dapat dipergunakan untuk fotosintesis adalah
cahaya yang mempunyai panjang gelombang antara 400 –700 nm. Cahaya itu
kemudian disebut sebagai radiasi aktif untuk fotosintesis. Tanaman yang memperoleh pencahayaan dibawah optimum, produksi biomassa akan menjadi
rendah meskipun faktor pertumbuhan lain optimum. Persentase penutupan tajuk menggambarkan besarnya cahaya yang masuk
pada tegakan. Berdasarkan data hasil pengukuran, pola AF1 menunjukkan persentase penutupan tajuk terbesar yaitu 42,95. Nilai tersebut menunjukkan
besarnya cahaya matahari yang tertahan oleh tajuk. Hal ini berarti cahaya matahari yang sampai ke tanah dan yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman
tumpang sari adalah sebesar 57,05. Tajuk pohon yang terlalu lebat menyebabkan cahaya matahari tidak sampai ke strata di bawahnya yang menjadi
tempat tumbuh tanaman pertanian Mahendra 2009. Rata-rata lebar dan panjang tajuk yang paling tinggi, menyebabkan luasan penyerapan cahaya matahari lebih
banyak pada tanaman pokok di pola ini. Pada keadaan ternaungi spektrum cahaya yang aktif dalam proses fotosintesis 400
‒700 nm menurun. Pola agroforestri AF2 memilki persentase penutupan tajuk yang paling
rendah, yaitu 32,83, sehingga cahaya matahari yang sampai ke tanah memiliki persentase yang paling besar, yaitu sebesar 67,17. Tingginya persentase
keterbukaan tajuk pada pola ini juga dipengaruhi oleh tingginya tindakan pemangkasan yang hanya menyisakan 2
‒3 ranting tiap pohon. Kondisi seperti ini dapat mengoptimalkan pemanfaatan cahaya matahari oleh tanaman semusim
dalam berlangsungnya proses fotosintesis. Rata-rata lebar dan panjang tajuk pada pola ini juga menunjukkan nilai yang paling kecil dibandingkan dengan pola lain,
sehingga juga dapat mengurangi luasan penyerapan cahaya matahari pada tanaman pokok untuk fotosintesis Rifa’i 2010. Hal ini dapat terjadi sebagai
dampak dari terhambatnya pertumbuhan tanaman pokok sengon akibat pemupukan yang kurang intensif dan dengan tingginya persaingan unsur hara
yang kebanyakan diserap oleh tanaman singkong. Menurut Gardner et al. 1991, untuk memperoleh laju pertumbuhan tanaman budidaya yang maksimum, harus
terdapat cukup banyak daun dalam tajuk untuk menyerap sebagian besar radiasi matahari yang jatuh ke atas tajuk tanaman.
5.3 Suhu dan Kelembaban