Suhu dan Kelembaban Parameter Tanah

banyak pada tanaman pokok di pola ini. Pada keadaan ternaungi spektrum cahaya yang aktif dalam proses fotosintesis 400 ‒700 nm menurun. Pola agroforestri AF2 memilki persentase penutupan tajuk yang paling rendah, yaitu 32,83, sehingga cahaya matahari yang sampai ke tanah memiliki persentase yang paling besar, yaitu sebesar 67,17. Tingginya persentase keterbukaan tajuk pada pola ini juga dipengaruhi oleh tingginya tindakan pemangkasan yang hanya menyisakan 2 ‒3 ranting tiap pohon. Kondisi seperti ini dapat mengoptimalkan pemanfaatan cahaya matahari oleh tanaman semusim dalam berlangsungnya proses fotosintesis. Rata-rata lebar dan panjang tajuk pada pola ini juga menunjukkan nilai yang paling kecil dibandingkan dengan pola lain, sehingga juga dapat mengurangi luasan penyerapan cahaya matahari pada tanaman pokok untuk fotosintesis Rifa’i 2010. Hal ini dapat terjadi sebagai dampak dari terhambatnya pertumbuhan tanaman pokok sengon akibat pemupukan yang kurang intensif dan dengan tingginya persaingan unsur hara yang kebanyakan diserap oleh tanaman singkong. Menurut Gardner et al. 1991, untuk memperoleh laju pertumbuhan tanaman budidaya yang maksimum, harus terdapat cukup banyak daun dalam tajuk untuk menyerap sebagian besar radiasi matahari yang jatuh ke atas tajuk tanaman.

5.3 Suhu dan Kelembaban

Menurut Badan Kerjasama Ilmu Tanah BKSPTN 1991, secara langsung suhu mempengaruhi fotosintesis tumbuhan, absorpsi air, serta transpirasi. Persentase penutupan tajuk menggambarkan besarnya cahaya yang masuk, sehingga jika cahaya merupakan pembatas, maka suhu memberikan pengaruh yang kecil terhadap proses fotosintesis. Kondisi ini dapat dialami pada tanaman pertanian di pola AF1 yang memperoleh asupan cahaya paling rendah dibandingkan dengan pola lain. Pengaruh suhu terhadap transpirasi yaitu pada suhu yang rendah maka jumlah transpirasi akan rendah, dan sebaliknya Badan Kerjasama Ilmu Tanah BKSPTN 1991. Data hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada 3 tiga pola agroforestri disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Rata-rata suhu dan kelembaban pada 3 tiga pola agroforestri di RPH Jatirejo Pola Agroforestri Rata-rata Suhu ⁰C RH AF1 25,13 74 AF2 25,72 75 AF3 25,33 67 AF1 = sengon+mindi+cabai+jagung; AF2 = sengon+mindi+jagung+singkong; AF3 = sengon+mindi+cabai+jagung+nanas Secara umum kondisi suhu dan kelembaban masing-masing tegakan memilki nilai yang tidak jauh berbeda. Menurut Soekotjo 1976 diacu dalam anonim 2011, pertumbuhan diameter batang tergantung pada kelembaban nisbi, permukaan tajuk, iklim dan kondisi tanah. Tingginya suhu udara akan meningkatkan laju transpirasi yang biasanya ditandai dengan turunnya kelembaban udara relatif. Apabila hal seperti ini cukup lama berlangsung, maka dapat menyebabkan keseimbangan air tanaman terganggu dan dapat menurunkan pertumbuhan tanaman termasuk diameter tanaman seperti yang terjadi pada pola AF2.

5.4 Parameter Tanah

Tanah merupakan kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air, dan udara dan merupakan media tumbuh tanaman Hardjowigeno 2003. Menurut Hanafiah 2005, tanah sebagai media tumbuh memiliki 4 fungsi utama antara lain: sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran, penyedia kebutuhan primer tanaman air, udara, unsur hara, penyedia kebutuhan sekunder tanaman hormon, vitamin, enzim, serta sebagai habitat biota tanah. Sifat fisik tanah berhubungan dengan kesesuaian tanah untuk berbagai penggunaan, yang meliputi: penetrasi akar, sirkulasi air dan udara, dan kemampuan tanah dalam menyimpan air. Peranan sifat fisik tersebut tergantung dari jumlah, ukuran, dan komposisi partikel masing-masing tanah. Hasil analisis sifat fisik tanah pada tiga pola agroforestri disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil analisis sifat fisik tanah pada 3 tiga pola agroforestridi RPH Jatirejo No Lokasi Tekstur BD gcm 3 PR Kadar Air Volume pada Pf Air Tersedia Pasir Debu Liat ...................................... Pf 2,54 Pf 4,2 1 AF1 84,26 7,35 8,39 1,09 58,77 36,21 22,51 13,70 2 AF2 75,90 17,51 6,59 1,37 48,34 35,96 24,33 11,63 3 AF3 81,69 11,61 6,70 1,40 47,08 33,95 24,49 9,46 AF1 = sengon+mindi+cabai+jagung; AF2 = sengon+mindi+jagung+singkong; AF3 = sengon+mindi+cabai+jagung+nanas Tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap kemampuan daya serap air,ketersediaan air di dalam tanah, besar aerasi, infiltrasi dan laju pergerakan air. Dengan demikian secara tidak langsung tekstur tanah jugadapat mempengaruhi perkembangan perakaran dan pertumbuhan tanaman serta efisiensi dalam pemupukan. Tanah dengan kandungan debu tinggi memiliki kombinasi yang baik antara permukaan tanah dan ukuran pori-pori tanah. Secara umum tanah tersebut mengandung unsur hara yang lebih besar karena fraksi debu berasal dari mineral feldspar dan mika yang sifatnya cepat lapuk tergolong lebih cepat dibanding pasir Foth 1984. Bulk Density BD merupakan berat suatu massa tanah per satuan volume tertentu termasuk ruang porinya. BD merupakan petunjuk kepadatan tanah Hardjowigeno 2003. Semakin tinggi nilai BD, semakin padat suatu tanah. Hal ini ditunjukkan oleh kondisi tanah di pola AF3 yang memiliki nilai BD tertinggi. Pada pola ini dapat diartikan bahwa kemampuan tanah untuk meneruskan air atau ditembus akar tanaman makin sulit. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya nilai BD pada lokasi ini yaitu adanya pemadatan tanah akibat aktivitas hewan yang mencari makan, sehingga dapat mengakibatkan peningkatan kepadatan tanah walaupun pengaruhnya tidak terlalu besar. Lee 1990 diacu dalam Dirjen Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial menyatakan, kondisi seperti ini dapat mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air dengan tertutupnya pori-pori tanah. Berkurangnya pori-pori tanah yang umumnya disebabkan oleh pemadatan tanah, menyebabkan menurunnya infiltrasi. Tanah dengan BD tinggi dapat menurunkan laju pergerakan air di dalam tanah dan aerasi tanah juga menjadi rendah. Nilai porositas tanah tertinggi terdapat pada pola AF1 yaitu 58,77. Jika nilai porositasnya tinggi maka nilai BD akan semakin rendah. Porositas merupakan proporsi ruang pori ruang kosong total dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara Hanafiah 2005. Tanah yang porositasnya tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki ruang pori yang cukup untuk pergerakan air dan udara keluar masuk tanah. Kondisi ini didukung dengan tingginya kandungan fraksi pasir, sehingga akar mudah untuk berpenetrasi serta air dan udara untuk bersikulasi. Selain itu, kondisi ini juga dapat mengakibatkan kapasitas infiltrasi yang tinggi sehingga tercipta drainase dan aerasi yang baik. Fraksi liat yang tinggi menyebabkan air tidak mudah hilang, sehingga meningkatkan air tersedia dalam tanah. Hubungan nilai BD dengan porositas dan air tesedia dalam tanah pada tiga pola agroforestri di RPH Jatirejo disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 Hubungan nilai bulk density dengan porositas dan air tesedia dalam tanah pada 3tiga pola agroforestri di RPH Jatirejo Pertumbuhan tanaman yang baik memerlukan penyediaan yang cukup dari berbagai unsur-unsur yang penting. Jika setiap unsur berada dalam jumlah yang tidak seimbang maka akan mengakibatkan pertumbuhan yang tidak normal. Rekapitulasi data hasil analisis sifat kimia tanah pada 3 tiga pola agroforestri disajikan pada Tabel 6. Sedangkan data lengkap hasil analisis kimia tanah dari laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan terdapat pada Lampiran 2. 10 20 30 40 50 60 70 1,09 1,37 1,4 P er se n ta se Bulk Density gcm 3 Porositas Air tersedia Tabel 6 Hasil analisis sifat kimia tanah pada 3 tiga pola agroforestri Parameter Hasil Analisis AF1 AF2 AF3 pH 1:1 H 2 O 4,80 4,70 5,50 KCl 4,00 3,90 5,10 Walkley Black C-org 1,68 2,15 2,00 Kjeldhal N-Total 0,15 0,19 0,18 CN Rasio 11,20 11,32 11,11 Bray I P ppm 116,60 128,80 139,30 NNH 4 OAc pH 7.0 Ca 1,56 1,24 2,40 Mg 0,32 0,18 1,04 K 0,44 0,30 0,34 KTK 3,96 4,23 4,11 KB 65,15 47,04 98,30 0,05 N HCl Fe 0,36 0,54 4,81 Cu 0,10 0.14 1,06 B ppm 1,20 0,65 1,53 AF1 = sengon+mindi+cabai+jagung; AF2 = sengon+mindi+jagung+singkong; AF3 = sengon+mindi+cabai+jagung+nanas Tingkat kemasaman tanah pada masing-masing pola agroforestri tergolong masam. Nilai pH tanah dapat digunakan sebagai indikator kesuburan kiamiawi tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah tersebut. Berdasarkan data di atas pola yang memiliki nilai pH terendah adalah pada pola AF2 dan tertinggi pada pola AF3. Menurut Hanafiah 2005, pH yang rendah 6,5 dapat mengakibatkan terjadinya defisiensi P, Ca, dan Mg, serta terjadi toksisitas unsur mikro seperti Al dan Fe. Pengetahuan mengenai pengaruh pH terhadap pola ketersediaan hara tanah dapat digunakan sebagai acuan dalam pemilihan jenis tanaman yang sesuai pada suatu jenis tanah. Kisaran pH optimum untuk tanaman nanas berkisar antara 4,5 –6,5, namun masih mampu bertahan pada pH di bawah 5,0. Jagung akan tumbuh secara optimum pada kisaran pH 5,5 –7 dan agak mampu untuk bertahan pada tanah dengan pH di bawah 5,5 Hanafiah 2005. Dari pernyataan tersebut dapat menunjukkan bahwa tanaman nanas dan jagung masih dapat dijadikan pilihan untuk dikembangkan pada tanah tersebut. pH optimum untuk tanaman cabai terdapat pada kisaran 5,5‒6,8. Cabai akan mengalami pertumbuhan kerdil pada tanah yang masam pH kurang dari 5,5 karena keracunan aluminium Al atau Mn Suwandi et al. 2007, diacu dalam Yudilastri et al. 2010. Unsur hara berfungsi sebagai bahan makanan pada tanaman. Unsur hara makro relatif diperlukan dalam jumlah besar oleh tanaman. Kekurangan unsur hara makro menimbulkan defisiensi yang tidak bisa digantikan oleh unsur hara lain, sedangkan jika kelebihan tidak menimbulkan pengaruh karena akan terlarut ke dalam tanah atau larut oleh air. Unsur hara mikro diperlukan tanaman dalam jumlah sedikit. Kekurangan unsur hara mikro biasanya dapat digantikan oleh unsur-unsur hara mikro yang lainnya, sedangkan kelebihan unsur hara mikro dapat menjadi racun. Kandungan N pada ketiga pola agroforestri tergolong rendah yaitu terdapat pada kisaran 0,10 –0,20 Irawan 2011. Namun pada AF2 menunjukkan kandungan N yang paling tinggi dibanding pola lainnya. Hal ini dikarenakan pemberian pupuk kandang berupa kotoran ayam mengandung N tiga kali lebih besar daripada pupuk kandang yang lain Hardjowigeno 2003. Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti batang, cabang, dan daun serta mendorong terbentuknya klorofil sehingga daunnya menjadi lebih hijau, yang berguna bagi proses fotosintesis Lingga 1986. Selain itu N juga berfungsi mempercepat pertumbuhan tanaman serta berperan dalam pembentukan protein tanaman. Tanaman yang tumbuh harus mengandung N untuk membentuk sel-sel baru. Proses fotosintesis dapat menghasilkan karbohidrat dari CO 2 dan H 2 O, namun proses tersebut tidak dapat berlangsung untuk menghasilkan protein tanpa adanya N. Oleh karena itu, jika terjadi kekurangkan N akan menghambat proses pertumbuhan Badan Kerjasama Ilmu Tanah BKSPTN 1991. Kandungan N yang lebih tinggi dapat mengasamkan reaksi tanah, menurunkan pH tanah, dan merugikan tanaman, sebab akan mengikat unsur hara lain seperti Mg. Banyaknya kandungan air tersedia pada pola AF1 dapat mengurangi kandungan N. Suplai air yang tinggi dapat mempengaruhi proses dekomposisi melalui penurunan kecepatan dekomposisi. C-organik atau karbon yang terdapat dalam bahan organik merupakan sumber energi bagi mikroorganisme. Dalam proses pencernaan oleh mikroorganisme terjadi reaksi pembakaran antara unsur karbon dan oksigen menjadi kalori dan karbon dioksida CO 2 . CO 2 ini dilepas menjadi gas, kemudian unsur N yang terurai ditangkap mikroorganisme untuk membangun tubuhnya. Pada waktu mikroorganisme ini mati, unsur N akan tinggal bersama kompos dan menjadi sumber nutrisi bagi tanaman. Selama proses fotosintesis tanaman menggunakan CO 2, kemudian bergabung dengan ekositem melalui serasah tanaman yang jatuh. Sumber utama pemasok C pada tanah yaitu melalui: 1 serasah yang berasal dari tajuk tanaman tahunanpohon maupun tanaman musiman, serta dari tanaman sisa panen; 2 akar tanaman, melalui akar-akar yang mati, ujung-ujung akar, dan respirasi akar; 3 biota yang terdapat pada tanah. Proses hilanganya unsur C dalam tanah dapat terjadi melalui respirasi tanah, respirasi tanaman, terangkut panen, dipergunakan oleh biota, serta melalui erosi Hairiah et al. 2002. Nilai kandungan C-organik pada ketiga pola agroforestri tersebut termasuk ke dalam kategori rendah hingga sedang. Perubahan imbangan CN menunjukkan kecepatan dekomposisi bahan organik. Nilai CN antara 12 ‒14 adalah merupakan nilai tengah, artinya kandungan bahan organiknya cukup baik apabila digunakan sebagai bahan pendukung pertumbuhan tanaman. Nilai kurang dari 11 artinya bahan organiknya sudah sangat melapuk dalam tanah dan sebaiknya ditambahkan bahan yang mengandung organik, seperti kompos atau kotoran ternak. Nilai CN di atas 15 berarti bahwa bahan organik belum terdekomposisi sehingga perlu waktu untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Faktor yang mempengaruhi penghancuran bahan organik antara lain suhu, kelembaban, tata udara tanah, pengolahan tanah, pH dan jenis bahan organik hancur atau sulit hancur. Nisbah CN terendah ditunjukkan pada pola AF3. Kandungan CN yang lebih rendah menunjukkan bahwa tanah tersebut mengandung bahan organik yang lebih tinggi Sudaryono 2009 dan telah terdekomposisi dengan baik. Kisaran nilai CN pada ketiga pola agroforestri tersebut tergolong sedang, yaitu CN berada pada kisaran nilai antara 11‒15 Irawan 2012. Jumlah kandungan P dalam tanah sangat dipengaruhi oleh sifat dan ciri suatu tanah. Unsur P berperan bagi tanaman dalam hal pembelahan dan pembesaran sel, pembentukan bunga, buah, dan biji, serta merangsang perkembangan akar. Kadar P yang tinggi ditemukan pada top soil atau lapisan olah, karena adanya penimbunan bahan organik. Salah satu faktor yang mempengaruhi ketersediaan P adalah pH tanah. Menurut Badan Kerjasama Ilmu Tanah BKSPTN 1991, ketersediaan P maksimum dijumpai pada kisaran pH 5,5 –7,0. Hal ini dapat dilihat pada pola AF3 yang menunjukkan kandungan P tertinggi dengan pH 5,5. Pada tanah masam banyak ditemukan unsur Al yang selain bersifat racun juga mengikat P, sehingga unsur P tidak dapat diserap oleh tanaman Hardjowigeno 2003. Hal ini dapat dijadikan indikator pertumbuhan pada pola AF 2. Walaupun kandungan P lebih tinggi dibanding pola AF1, namun apabila tanahnya lebih masam, maka unsur P tersebut tidak memberikan pengaruh yang positif bagi pertumbuhan karena tanaman tidak bisa menyerapnya. Peningkatan produksi ubi kayu atau singkong diikuti dengan peningkatan pembentukan akar tanaman, dimana dengan adanya pembentukan akar baru ini akan meningkatkan jumlah umbi per tanaman Ispandi dan Munip 2005. Peningkatan pembentukan akar tanaman tersebut merupakan peran utama dari unsur P, sehingga dalam pola AF2 ini, tanaman pokok sengon kurang mendapat asupan unsur P karena unsur P banyak yang terserap oleh ubi kayu. Menurut data BPS 2005 di dalam Subandi et al. 2006, kebutuhan hara kgha untuk tanaman ubi kayu lebih besar dibanding tanaman jagung. Ubi kayu membutuhkan 20,7 kgha unsur P dan 96,1 kgha unsur K, sedangkan jagung hanya membutuhkan 16,0 kgha unsur P dan 60,8 kgha unsur K. Hal ini berdampak pada pertumbuhan tanaman sengon yang kurang baik dibandingkan dengan pada pola lain karena defisiensi unsur hara terutama P dan K. Oleh karena itu, apabila ubi kayu ditanam pada tanah tanpa pemupukan yang cukup, produktivitas tanah akan menurun karena deplesi kandungan hara baik akibat terangkut hasil penen ataupun erosi Howeler 2002, diacu dalam Hafif 2011. Hal ini juga dapat menjadi salah satu faktor tertinggalnya pertumbuhan tanaman sengon dibandingkan dengan pola lain. Penambahan P dalam tanah dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain: penambahan pupuk fosfat dan dari sisa-sisa hewan dan tanaman. Penambahan P yang berasal dari sisa-sisa tanaman dan hewan tergolong sangat kecil, karena konsumsi fosfat oleh tanaman dan hewan juga sedikit. Oleh karena itu, penambahan P tertinggi adalah berasal dari pemberian pupuk P. Kehilangan unsur P dapat terjadi melalui beberapa cara, seperti karena erosi, tercuci leaching, dan karena terangkut tanaman. Pengaruh nyata dari K adalah dapat meningkatkan sintesis dan translokasi karbohidrat, sehingga mempercepat penebalan dinding sel dan meningkatkan turgor batang, sehingga batang tidak mudah patah atau rebah Hanafiah 2005. Pengaruh K pada tanaman pokok sengon terlihat pada pola AF1 yang memiliki jumlah pohon terbanyak yaitu 54 pohon dengan kandungan K tertinggi. Selain itu, unsur K berfungsi untuk membentuk pati, mengaktifkan enzim, serta berperan dalam pembukaan stomata. Apabila tanaman kekurangan unsur K, maka dapat menghambat pembukaan stomata oleh tanaman Hardjowigeno 2003. Hal ini dapat menyebabkan terhambatnya penetrasi cahaya matahari untuk berlangsungnya proses fotosintesis, sehingga pada akhirnya akan menurunkan laju fotosintesis yang akan berdampak pada pertumbuhan tanaman seperti yang terjadi pada pola AF2 yang menunjukkan kandungan K yang terendah. Kalsium Ca merupakan komponen struktural dinding sel terutama pada daun dan batang tanaman yang dapat memperkuat bagian-bagian tersebut. Selain itu Ca juga berfungsi dalam pemanjangan sel dan pembelahan sel. Tanaman yang kekurangan Ca pertumbuhannya akan lebih lambat cenderung kerdil karena terganggunya pembentukan pucuk atau tunas tanaman, ujung-ujung akar titik tumbuh, dan jaringan penyimpan Hanafiah 2005. Kondisi seperti ini dapat dilihat pada pola AF2 yang memiliki kandungan Ca yang lebih rendah dibandingkan pola lain. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata pertumbuhan tinggi yang lebih rendah dari pola lain. Unsur Mg merupakan satu-satunya molekul anorganik yang menyusun molekul klorofil untuk proses fotosintesis, sehingga kekurangan unsur Mg dapat menghambat proses fotosintesis yang pada akhirnya akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Selain unsur Mg dan N, unsur hara mikro seperti Fe dan Cu juga berperan dalam pembentukan klorofil dan penyusunan protein. Rendahnya kandungan unsur B pada pola AF2, dapat mengakibatkan beberapa pohon yang mengalami mati pucuk die back. Kapasitas Tukar Kation KTK merupakan salah satu sifat kimia tanah yang terkait erat dengan ketersediaan hara bagi tanaman dan menjadi indikator kesuburan tanah. Pada ketiga pola agroforestri nilai KTK tergolong sangat rendah yaitu kurang dari 5me100g Irawan 2012. Nilai KTK yang rendah berarti menunjukkan kemampuan tanah dalam menjerap dan menyediakan unsur hara kurang baik Hardjowigeno 2003. Pemberian pupuk organik yang lebih banyak berupa pupuk kandang dari kotoran ayam pada pola AF2, secara kimiawi dapat meningkatkan KTK tanah. Namun tanah dengan KTK tinggi jika memiliki kejenuhan basa yang rendah, maka dapat mengurangi kesuburan tanah Hardjowigeno 2003. Nilai Kejenuhan Basa KB tanah merupakan persentase dari total KTK yang diduduki oleh kation-kation basa, yaitu Ca, Mg, Na, dan K. KB berbanding lurus dengan pH tanah, makin rendah pH, maka KB juga makin rendah seperti yang ditunjukkan pola AF2. Nilai KB pada ketiga pola agroforestri tergolong sedang hingga sangat tinggi. Nilai KB tertinggi ditunjukkan pada pola AF3 yang berarti tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan merupakan tanah yang subur Hardjowigeno 2003.

5.5 Pengelolaan Lahan dan Pemeliharaan Tanaman