Persentase Klorofil dan Kolesterol Terdialisis Secara in vitro

akibat kondisi yang asam ataupun juga belum terhidrolisisnya kolesterol. Berbeda dengan yang terjadi pada sampel ekstrak daun suji, dimana nilai kadar kolesterol yang terukukr pada F1 lebih tinggi. Hal ini karena kolesterol mudah larut dalam pelarut ekstrak daun suji karena pelarutnya Tween 80 dalam Na sitrat merupakan emulsifier. Pada fraksi digesta, nilai kadar kolesterol dari kedua sampel baik pada perlakuan tanpa kolesterol maupun dengan penambahan kolesterol meningkat tajam. Hal ini diduga karena adanya pemberian ekstrak bile pada fase digesta, sehingga meningkatkan kadar kolesterol yang terukur. Jadi, pada sampel tanpa perlakuan penambahan kolesterol, kolesterol yang terukur adalah hanya yang berasal dari ekstrak bile. Adanya kandungan kolesterol pada fraksi dialisat menunjukkan adanya kemungkinan penyerapan kolesterol atau fitosterol dari digesta ke dalam kantung dialisis. Pada fraksi dialisat dari sampel ekstrak daun suji tanpa perlakuan penambahan kolesterol, terdapat kadar kolesterol yang terserap dalam kantung dialisis. Sebenarnya yang terukur dan terserap dalam kantung tersebut kemungkinan adalah ekstrak bile atau komponen fitosterol, bukan kolesterol. Begitu juga yang terjadi pada larutan SCC. Perbedaan nilai terdialisis dari sampel ekstrak daun suji dan SCC, dimana SCC lebih rendah nilainya kemungkinan adalah perbedaan komponen fitosterol pada kedua sampel. Pada fraksi dilaisat dari sampel ekstrak daun suji dengan perlakuan penambahan kolesterol tidak terdapat kadar kolesterol yang terukur. Berarti tidak terdapat kolesterol yang terdialisis ke dalam kantung. Tetapi pada sampel larutan SCC, walaupun nilainya rendah tetap ada kadar kolesterol yang terukur.

3. Persentase Klorofil dan Kolesterol Terdialisis Secara in vitro

Banyaknya klorofil yang terdialisis dapat menggambarkan banyaknya klorofil yang terserap. Hal ini seperti apa yang telah dilakukan terhadap bioavaibilitas Fe. Proses penyerapan klorofil digambarkan dengan simulasi kantung dialisis sebagai model usus. Klorofil dan derivatnya yang terdapat di fraksi digesta akan masuk ke dalam kantung dialisis. Semakin banyak klorofil yang dapat masuk lolos ke dalam kantung dialisis diduga berkolerasi positif dengan tingkat penyerapan klorofil. Dalam eksperimen ini, estimasi kasar tingkat penyerapan klorofil dilakukan dengan mengukur kadar klorofil dalam kantung dialisis terhadap kadar klorofil ekstrak awal yang telah dikoreksi dengan masing-masing pelarut Lampiran 3. Rata-rata persentase klorofil terdialisis disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata persentase klorofil terdialisis Perlakuan Sampel Tanpa Kolesterol - Dengan kolesterol + Suji 5.76 4.74 SCC 19.78 8.05 Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh keterangan bahwa rata-rata klorofil terdialisis sampel ekstrak daun suji dari kedua perlakuan 5-6. Klorofil terdialisis lebih tinggi pada perlakuan tanpa kolesterol dibandingkan dengan perlakuan dengan penambahan kolesterol. Pada perlakuan tanpa kolesterol, diketahui bahwa rata-rata persentase klorofil terdialisis ekstrak daun suji sebesar 5.76 . Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Ferruzi et al bahwa penyerapan derivat-derivat klorofil dari pure bayam berkisar 5-10 . Namun, pada penelitian Ferruzi tersebut untuk melihat penyerapannya digunakan sel Caco-2 sebagai model sel enterosit manusia. Adapun persentase SCC terdialisis dengan perlakuan tanpa kolesterol lebih tinggi dibanding suji yaitu rata-rata sekitar 19 . Nilai signifikansi perbedaan klorofil terdialisis ekstrak daun suji dan SCC lebih kecil dari 0.05 p0.05 Lampiran 4. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara nyata klorofil terdialisis dari kedua sampel. Berdasarkan hasil penelitian Ferruzi et al 2002 tentang studi absorbsi menggunakan SCC, dikemukakan bahwa SCC yang terserap dalam sel sebesar 45-60. Penelitian tersebut juga masih menggunakan sel Caco-2 untuk melihat tingkat penyerapannya. Tingginya klorofil SCC yang terdialisis dibandingkan klorofil dari ekstrak daun suji diduga akibat kelarutan SCC yang tinggi dalam digesta karena adanya komponen polar dalam SCC sehingga memudahkan klorofil terdialisis. Pada perlakuan dengan penambahan kolesterol, nilai klorofil terdialisis kedua sampel yaitu ekstrak daun suji dan SCC tampak menurun bila dibandingkan perlakuan tanpa kolesterol. Namun, setelah diolah secara statistik, klorofil dari ekstrak daun suji dengan penambahan kolesterol tidak berbeda bila dibandingkan dengan ekstrak daun suji tanpa kolesterol p0.05. Hal tersebut menunjukkan dugaan bahwa klorofil ekstrak daun suji kurang mampu mengikat kolesterol. Klorofil terdialisis yang terjadi pada SCC dengan penambahan kolesterol lebih rendah dibandingkan SCC tanpa kolesterol p0.05. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan kolesterol terjadi perbedaan secara nyata klorofil terdialisis dari SCC ke dalam kantung dialisis. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa komponen klorofil SCC diduga mampu mengikat kolesterol. Kemungkinan komponen klorofil dan derivatnya dari sampel SCC berinteraksi atau berikatan dengan kolesterol sehingga berat molekulnya menjadi lebih besar. Hal ini menyulitkan klorofil terdialisis ke dalam kantung dialisis, akibatnya klorofil yang terdialisis lebih sedikit. Berbeda halnya dengan perlakuan tanpa kolesterol, karena tidak adanya kolesterol maka tidak ada ikatan antara kolesterol- klorofil sehingga klorofil lebih banyak terdialisis. Dugaan adanya kemampuan derivat klorofil, terutama yang telah kehilangan gugus fitolnya, berikatan dengan kolesterol adalah berdasarkan artikel yang ditulis oleh Ma dan Dolphin 1999. Mereka menyebutkan ditemukannya beberapa ester klorin-kolesterol di sedimen permukaan danau. Strukturnya memperlihatkan posisi kolesterol menggantikan gugus fitol dalam berikatan dengan klorin. SCC merupakan derivat klorofil yang telah kehilangan gugus fitol, sehingga kemampuan mengikat kolesterol lebih besar. Hal tersebut dibuktikan dengan jumlah klorofil terdialisis dari SCC berbeda nyata. Pada ekstrak suji diduga belum banyak kehilangan gugus fitol, oleh karena itu kemampuan mengikat kolesterol lebih kecil dari SCC sehingga jumlah klorofil terdialisis tidak berbeda. Nilai klorofil terdialisis ekstrak daun suji dengan perlakuan penambahan kolesterol lebih rendah bila dibandingkan dengan SCC terdialisis dengan penambahan kolesterol. Namun, perbedaan tersebut menghasilkan nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 p0.05. Artinya bahwa perbedaan klorofil terdialisis antara ekstrak daun suji dengan perlakuan penambahan kolesterol dan SCC dengan perlakuan penambahan kolesterol tidak berbeda secara nyata. Perbedaan klorofil terdialisis dari kedua sampel karena adanya perbedaan komponen dari kedua sampel. Untuk melihat tingkat kemampuan pengikatan kolesterol oleh ekstrak daun suji, maka perlu dilihat seberapa besar kolesterol terdialisis dari sampel. Persentase kolesterol terdialisis dari masing-masing sampel dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Persentase kolesterol terdialisis Sampel Ulangan ke- Suji SCC Pelarut Suji 1 4.97 109.7 2 2.86 114.3 Rata-rata 0 3.92 112 Berdasarkan data Tabel 6 di atas tentang kolesterol terdialisis, maka diperkirakan bahwa pada sampel ekstrak daun suji tidak terdapat kolesterol maupun fitosterol terdialisis dalam kantung dialisat. Sedangkan pada SCC, kolesterol dan fitosterol terdialisis ke dalam kantung dialisis rata-rata sebesar 3.92. Adapun nilai kolesterol terdialisis pada sampel pelarut suji sangat besar dibandingkan suji ataupun SCC yaitu lebih dari 100 yaitu 112 . Dari data ini bisa diambil kesimpulan bahwa rendahnya kolesterol terdialisis dari ekstrak daun suji dan SCC diduga karena adanya suatu komponen yang terdapat pada ekstrak daun suji dan SCC yang mampu menahan kolesterol tedialisis. Diduga karena peran fitosterol dari ekstrak daun suji dan SCC berikatan kompleks dengan kolesterol. Berdasarkan data klorofil terdialisis ekstrak daun suji yang tidak berbeda nyata, maka diduga kemampuan pengikatan kolesterol oleh ekstrak daun suji adalah karena peran fitosterol bukan klorofil. Sedangkan pada SCC yang berperan adalah fitosterol dan klorofil, karena berdasarkan data klorofil terdialisis SCC berbeda nyata. Berdasarkan hal tersebut, maka SCC lebih berpotensi menahan kolesterol terdialisis. Namun, berdasarkan data kolesterol terdialisis oleh ekstrak daun suji lebih rendah dibandingkan SCC, meski lebih rendah tapi tidak berbeda dibandingkan tanpa kolesterol. Maka diduga ekstrak daun suji lebih berpotensi menahan penyerapan kolesterol dibandingkan SCC. Kemungkinan jenis fitosterol pada ekstrak daun suji berbeda dengan SCC sehingga berbeda terhadap kapasitas pengikatan kolesterol.

D. SEPARASI PIGMEN