Pada fraksi dialisat, kadar klorofil yang terhitung menunjukkan adanya penyerapan klorofil dan derivatnya dalam kantung dialisis sebagai
model penyerapan. Kadar klorofil terdialisis dari ekstrak daun suji perlakuan tanpa kolesterol hampir sama dengan kadar klorofil SCC
terdialisis yaitu sebesar 0.38 mgg Gambar 11. Sedangkan pada perlakuan dengan penambahan kolesterol kadar klorofil ekstrak daun suji
yang terdialisis lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar klorofil terdialisis dari SCC Gambar 12. Apabila dibandingkan kadar klorofil
yang terdialisis dari ekstrak daun dengan perlakuan tanpa kolesterol dan dengan perlakuan penambahan kolesterol diperoleh keterangan bahwa
kadar klorofil yang terdialisis dari ekstrak daun suji dengan perlakuan penambahan kolesterol lebih sedikit
. Rendahnya kadar klorofil terdialisis
dari ekstrak daun suji pada perlakuan dengan penambahan kolesterol diduga karena adanya interaksi antara klorofil ekstrak daun suji dan
kolesterol. Selain itu kemungkinan ekstrak daun suji memiliki komponen yang bisa mengikat kolesterol dibandingkan dengan SCC. Sedikitnya kadar
klorofil yang terhitung menunjukkan bahwa tidak semua klorofil dan derivatnya terserap oleh kantung dialisis.
2. Profil Kadar Kolesterol Selama Pencernaan in vitro
Selama proses pencernaan in vitro juga dilakukan pengamatan terhadap kadar kolesterol sampel dari tiap-tiap fase. Analisis dilakukan
dengan menggunakan kit kolesterol dan kandungan kolesterol dihitung berdasarkan metode spektrofotometri pada panjang gelombang 500 nm.
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kandungan kolesterol terdialisis. Profil kadar kolesterol selama pencernaan in vitro
baik pada perlakuan tanpa kolesterol maupun dengan penambahan kolesterol dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16 dibawah ini.
40.356 26.113
30.663
6.33 48.467
3.759 35.017
1.387 10
20 30
40 50
60
K a
d a
r k o
le s
te ro
l m
g d
l
F0 F2
F3 F4
F0 F2
F3 F4
Suji SCC
Gambar 15. Perubahan kadar kolesterol ekstrak daun suji dan SCC dengan
perlakuan tanpa penambahan kolesterol selama pencernaan in vitro
. Keterangan : F0 = fraksi awal, F2 = fraksi gastric, F3 = fraksi
digesta, F4 = fraksi dialisat
32.938 124.629
235.608
46.291 109.792
257.567
3.561 55.489
46.291
50 100
150 200
250 300
K a
d a
r K o
le s
te ro
l m
g d
l
F 0 F 1
F 2 F 3
F 4 F 0
F 1 F 2
F 3 F 4
S uji S C C
Gambar 16. Perubahan kadar kolesterol ekstrak daun suji dan SCC dengan
perlakuan penambahan kolesterol selama pencernaan in vitro. Keterangan : F0 = fraksi awal, F1 = fraksi awal+kolesterol, F2
= fraksi gastric, F3 = fraksi digesta, F4 = fraksi dialisat
Berdasarkan hasil analisis seperti yang ditampilkan pada Gambar 15 dan 16 di atas, diperoleh keterangan bahwa baik sampel ekstrak daun
suji maupun sampel larutan SCC keduanya menunjukkan adanya kolesterol pada fase awal. Hal ini tampaknya tidak logis karena kedua sampel baik
ekstrak daun suji maupun SCC termasuk golongan nabati yang diidentifikasi tidak mengandung kolesterol. Namun, kit kolesterol dapat
digunakan untuk menghitung fitosterol Moreau, 2003. Karena itu, diduga tingginya kadar kolesterol dari kedua sampel adalah karena adanya
fitosterol yaitu sejenis steroid yang terdapat pada tanaman atau nabati. Dugaan terhadap adanya kandungan fitosterol dalam ekstrak daun suji
dicoba diamati dengan menganalisis kandungan fitosterol dalam daun suji. Hasil analisis kandungan fitosterol dalam ekstrak daun suji yang dilakukan
dengan metode spektrofotometri membuktikan adanya kadar fitosterol dalam ekstrak tersebut. Walaupun begitu, nilai absorbansi yang dihasilkan
lebih rendah bila dibandingkan dengan sampel uji lainnya yaitu bayam dan kangkung data tidak dicantumkan. Hal ini menunjukkan bahwa
kandungan fitosterol dalam ekstrak daun suji sebenarnya tidak terlalu tinggi dibandingkan daun hijau lain.
Pada fraksi gastric dari sampel perlakuan tanpa kolesterol baik pada ekstrak daun suji maupun SCC juga diduga yang terukur adalah
komponen fitosterol. Sedangkan pada sampel dengan perlakuan penambahan kolesterol pada fraksi awal+kolesterol F1, terdapat dua
kemungkinan yang terukur yaitu kolesterol yang telah ditambahkan dan juga komponen fitosterol yang mungkin ada. Namun, nilai kadar kolesterol
fraksi F1 pada ekstrak daun suji lebih tinggi dibandingkan pada larutan SCC. Hal ini karena kolesterol susah larut dalam larutan SCC karena
pelarut SCC adalah air, sehingga ketika mengalami sentrifuse dan penyaringan sebelum di ukur kadar kolesterolnya banyak kolesterol yang
tidak larut sehingga tidak terukur. Oleh karena itu nilai kadar kolesterol pada F0 dan F1 dari larutan SCC perlakuan dengan penambahan kolesterol
hampir sama Gambar. 16. Selain itu juga, rendahnya kadar kolesterol pada fraksi gastric setelah diberi penambahan kolesterol kemungkinan
akibat kondisi yang asam ataupun juga belum terhidrolisisnya kolesterol. Berbeda dengan yang terjadi pada sampel ekstrak daun suji, dimana nilai
kadar kolesterol yang terukukr pada F1 lebih tinggi. Hal ini karena kolesterol mudah larut dalam pelarut ekstrak daun suji karena pelarutnya
Tween 80 dalam Na sitrat merupakan emulsifier. Pada fraksi digesta, nilai kadar kolesterol dari kedua sampel baik
pada perlakuan tanpa kolesterol maupun dengan penambahan kolesterol meningkat tajam. Hal ini diduga karena adanya pemberian ekstrak bile
pada fase digesta, sehingga meningkatkan kadar kolesterol yang terukur. Jadi, pada sampel tanpa perlakuan penambahan kolesterol, kolesterol yang
terukur adalah hanya yang berasal dari ekstrak bile. Adanya kandungan kolesterol pada fraksi dialisat menunjukkan
adanya kemungkinan penyerapan kolesterol atau fitosterol dari digesta ke dalam kantung dialisis. Pada fraksi dialisat dari sampel ekstrak daun suji
tanpa perlakuan penambahan kolesterol, terdapat kadar kolesterol yang terserap dalam kantung dialisis. Sebenarnya yang terukur dan terserap
dalam kantung tersebut kemungkinan adalah ekstrak bile atau komponen fitosterol, bukan kolesterol. Begitu juga yang terjadi pada larutan SCC.
Perbedaan nilai terdialisis dari sampel ekstrak daun suji dan SCC, dimana SCC lebih rendah nilainya kemungkinan adalah perbedaan komponen
fitosterol pada kedua sampel. Pada fraksi dilaisat dari sampel ekstrak daun suji dengan perlakuan penambahan kolesterol tidak terdapat kadar
kolesterol yang terukur. Berarti tidak terdapat kolesterol yang terdialisis ke dalam kantung. Tetapi pada sampel larutan SCC, walaupun nilainya
rendah tetap ada kadar kolesterol yang terukur.
3. Persentase Klorofil dan Kolesterol Terdialisis Secara in vitro