Selain sebagai pewarna dan penyubur rambut, tanaman suji juga dapat digunakan di bidang pengobatan. Air rebusan akar tanaman suji dapat
digunakan sebagai campuran obat sakit gonorrhoe. Di Ambon, daun tanaman suji dimanfaatkan untuk mengobati penyakit beri-beri dengan cara
menggosokkan kuat-kuat daun yang telah dipanaskan pada anggota tubuh penderita. Heyne, 1987.
B. KLOROFIL
1. Klorofil dan Turunannya
Klorofil chlorophyll adalah zat pembawa warna hijau pada tumbuh-tumbuhan. Klorofil berasal dari bahasa Yunani: khloros hijau
kekuningan dan phullon daun. Nama klorofil pada mulanya diberikan pada pigmen-pigmen hijau yang berperan pada proses fotosintesis tanaman
tingkat tinggi, yang kemudian diperluas kepada semua golongan pigmen porfirin fotosintetik Francis, 1985.
Secara kimiawi, klorofil adalah porfirin yang mengandung cincin dasar tetrapirol, dimana keempat cincin berikatan dengan ion Mg
2+
. Cincin isosiklik yang kelima berada dekat dengan cincin pirol ketiga. Dalam
cincin keempat, subtituen asam propionat diesterifikasi oleh diterpen alkohol fitol C
20
H
39
OH yang bersifat hidrofobik, dan jika dihilangkan menjadi hidrofilik Gross, 1991. Molekul klorofil terdiri dari sebuah
porfirin sebagai kepala, yang bersifat polar larut dalam air, yang terbentuk dari cincin tetrapirol dengan sebuah atom Mg dan sebuah fitol
sebagai ekor Hall dan Rao, 1986. Klorofil dapat ditemukan pada daun dan permukaan batang, yaitu
di dalam lapisan spongi di bawah kutikula. Menurut Clydesdale dan Francis 1976, klorofil terletak dalam badan-badan plastid yang disebut
kloroplas. Kloroplas memiliki bentuk yang teratur, di bawah mikroskop lensa lemah tampak sebagai lempengan berwarna hijau dengan panjang
sekitar 5-10 mikrometer dan lebar 1-2 mikrometer. Klorofil berikatan erat dengan lipid, protein dan lipoprotein. Kloroplas kering mengandung
sekitar 10 klorofil dan 60 protein Hutchings, 1994.
Beberapa jenis klorofil telah diketahui seperti klorofil a, b, c, d, bakterioklorofil a dan b, dan klorobium klorofil Clydesdale et al., 1976.
Beberapa tipe klorofil tersebut distribusinya kecil. Hanya dua yang perlu diperhatikan karena peranannya dalam warna hijau daun pada tanaman
yaitu klorofil-a dan b. Klorofil a adalah suatu struktur tetrapirol melalui ikatan Mg,
dengan subtitusi metil pada posisi 1, 3, 5 dan 8, vinil pada posisi 2, etil pada posisi 4, propionat yang diesterifikasi dengan fitil alkohol fitol
pada posisi 7, keto pada posisi 9 dan karbometoksi pada posisi 10. Rumus molekul klorofil-a adalah C
55
H
72
N
4
O
5
Mg. Klorofil–b memiliki struktur yang sama dengan klorofil-a, kecuali pada posisi 3 terdapat gugus formil,
bukan gugus metil yang dimiliki klorofil a. Rumus empiris dari klorofil-b adalah C
55
H
70
N
4
O
6
Mg. Rumus struktur dari klorofil ditentukan oleh Fischer 1940 di Jerman dan ditegaskan melalui sintesis molekul yang
lengkap oleh Woodward 1960 di Harvard. Struktur molekul klorofil-a dan b dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Rumus bangun klorofil a R = CH
3
dan klorofil b R = CHO Hutchings, 1994.
Perbedaan kecil dalam struktur dari dua klorofil menghasilkan perbedaan dalam penyerapan spektrum, biru-hijau untuk klorofil-a dan
kuning-hijau untuk klorofil-b. Posisi penyerapan maksimum bervariasi sesuai dengan pelarut yang digunakan. Klorofil merupakan ester dan larut
pada pelarut organik.
Kandungan klorofil pada beberapa tanaman sekitar 1 basis kering. Pada semua tanaman hijau, sebagian besar klorofil berada dalam
dua bentuk yaitu klorofil-a dan klorofil-b dengan perbandingan 3:1 Robinson, 1991. Tabel 1. memperlihatkan kandungan klorofil dari
beberapa jenis daun. Klorofil-a terdapat sekitar 75 dari pigmen hijau tanaman. Dengan analisis yang sama, Hakim 2005 menyebutkan bahwa
total klorofil daun suji sebesar 3773 µgg bahan dengan rasio klorofil a dan
klorofil b sebesar 2:1. Tabel 1. Kandungan klorofil beberapa jenis daun Alsuhendra, 2004
Kandungan klorofil µgg bahan Jenis
a b
Total Rasio a:b
Daun singkong 2853.2
1114.3 3967.5
2.6:1 Daun katuk
1688.1 513.9
2202.0 3.3:1
Daun poh-pohan 1495.4
587.1 2013.5
2.9:1 Daun kangkung
1493.6 519.9
2013.5 2.9:1
Daun bayam 1205.0
255.9 1460.9
4.7:1 Daun kemangi
842.9 479.8
1322.7 1.8:1
Caisin 815.0
393.1 1208.1
2.1:1 Selada
482.7 148.6
631.3 3.2:1
Alang-alang 1831.2
495.1 2326.3
3.7:1 Rumput gajah
2123.7 549.5
2673.2 3.9:1
Salah satu sifat kimia klorofil yang penting adalah kelabilan yang ekstrim, seperti sensitif terhadap cahaya, panas, oksigen, dan degradasi
kimia. Oleh karena itu, untuk menjaga agar tidak terjadi perubahan pada klorofil, maka berbagai faktor tersebut harus diperhatikan. Klorofil dapat
diubah baik secara in vivo maupun in vitro ke dalam bentuk derivatnya Gross, 1991. Pada Tabel 2. dibawah ini disajikan jenis-jenis senyawa
turunan klorofil.
Tabel 2. Jenis-jenis senyawa turunan klorofil Robinson, 1991
Jenis Turunan
Keterangan
Klorin Dihidroporfirin
Rodin Dihidroporfirin dengan karbonil berdampingan dengan
cincin pirol Forbin
Dihidroporfirin dengan cincin karboksilik tambahan Forbida
Ester dari forbin Feoforbida
Ester metil dari forbin Fitin
Ester fitil dari forbin Feofitin
Ester metil dan fitil dari forbin Filin
Turunan magnesium dari salah satu senyawa diatas Klorofilin
Turunan magnesium dari fitin Klorofilida
Turunan magnesium dari feoforbida Perubahan klorofil menjadi senyawa derivatnya terjadi akibat
ketidakstabilan senyawa klorofil sehingga terdegradasi. Menurut Eskin 1979 secara umum senyawa klorofil dapat terdegradasi secara kimia
menjadi turunannya melalui salah satu atau lebih dari proses-proses berikut yaitu reaksi feofitinisasi, reaksi pembentukan klorofilid dan reaksi
oksidasi. Hubungan dari reaksi-reaksi perubahan klorofil menjadi senyawa turunannya digambarkan dengan skema pada Gambar 4.
klorofilase Klorofil + H
2
O Klorofilid + Fitol Klorofil
- fitol
Klorofilid -Mg
2+
-Mg
2+
- fitol Feofitin Feoforbid
-CH
2
CH
3
-CH
2
CH
3
Pirofeofitin
- fitol
Pirofeoforbid Gambar 4. Perubahan klorofil menjadi beberapa senyawa turunannya
Clydesdale et al., 1976.
Reaksi feofitinisasi adalah reaksi pembentukan feofitin yang berwarna hijau kecoklatan. Reaksi feofitinisasi disebut juga dengan
demetalasi atau reaksi pelepasan ion Mg. Reaksi ini terjadi karena ion Mg di pusat molekul klorofil terlepas dan diganti oleh ion H. Denaturasi
protein pelindung dalam kloroplas mengakibatkan ion magnesium mudah terlepas dan diganti ion hidrogen membentuk feofitin. Ion magnesium dari
klorofil akan semakin banyak lepas dengan proses pemanasan serta pengaruh keasaman. Menurut Gross 1991, feofitin adalah derivat klorofil
bebas magnesium. Feofitin-a dan b mudah didapat dari klorofil dengan perlakuan asam, sehingga melepaskan magnesium. Reaksi terjadi 1 sampai
2 menit dan konsentrasi HCl yang digunakan 13 . Mac Kinney dan Joslyn 1938 menemukan bahwa kecepatan pembentukan feofitin
merupakan reaksi ordo pertama terhadap konsentrasi asam. Reaksi feofitinisasi yang biasa terjadi dapat dilihat pada proses
perebusan sayuran yang mengandung klorofil. Klorofil terdapat dalam bentuk terikat secara kompleks dengan molekul protein. Pada proses
perebusan tersebut, protein dari senyawa kompleks tersebut akan mengalami denaturasi, sehingga klorofil akan dibebaskan. Klorofil yang
bebas ini sangat tidak stabil, dan ion magnesium yang terdapat didalamnya dapat dengan mudah digantikan oleh ion hidrogen. Akibatnya warna
sayuran yang semula hijau berubah menjadi kecoklatan karena terbentuknya feofitin Muchtadi, 1992. Disamping itu, bila pada proses
perebusan tersebut wadahnya tertutup, maka asam-asam volatil dari sayuran yang dikeluarkan pada awal perebusan tidak dapat keluar dan
akhirnya bereaksi dengan klorofil. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya perubahan klorofil menjadi feofitin.
Reaksi feofitinasi yang secara kinetika merupakan reaksi pseudomono-molekular digambarkan secara skematis oleh Kyzlink 1990
seperti terlihat pada Gambar 5. Energi aktivasi yang dibutuhkan untuk perubahan klorofil a menjadi feofitin a adalah sebesar 25.2 kkalmol dan
untuk klorofil b sebesar 22.5 kkalmol Schwartz dan Von Elbe, 1983.
Gambar 5. Reaksi feofitinasi Kyzlink, 1990 Beberapa peneliti melaporkan bahwa klorofil-a mengalami
perubahan menjadi feofitin-a sebesar 5-10 kali lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan perubahan klorofil-b menjadi feofitin-b. Mac Kinney
dan Joslyn 1940 melaporkan bahwa dalam pelarut aseton, pelepasan magnesium dari klorofil-a lebih cepat sembilan kali lipat dibandingkan
dengan klorofil-b. Reaksi pembentukan klorofilid dapat terjadi melalui hidrolisis
klorofil menjadi klorofilid dan fitol baik dalam kondisi asam maupun basa. Oleh karena itu, reaksi pembentukan klorofilid disebut juga dengan reaksi
pelepasan fitol. Pembentukan klorofilid dikatalisis secara enzimatik oleh adanya enzim klorofilase. Enzim klorofilase biasa ditemukan dalam
jaringan tanaman hijau. Enzim klorofilase dapat menghidrolisis gugus fitol dari klorofil sehingga terlepas membentuk klorofilid. Penghilangan gugus
fitol dari klorofil akan menghasilkan molekul klorofilid yang bersifat polar dan larut dalam air. Klorofilid juga dapat kehilangan ion magnesium yang
diganti dengan ion hidrogen membentuk feoforbid Clydesdale et al., 1976.
Enzim klorofilase klorofil klorofilid hidrolase, E.C.3.1.1.14 termasuk jenis enzim esterase. Enzim ini memiliki sifat dapat
mengkatalisis hidrolisis ikatan ester antara residu asam 7-propionat pada cincin IV makrosiklik dengan fitol, baik pada klorofil maupun feofitin.
Pada suhu kamar enzim ini hanya aktif jika ada pelarut-pelarut organik. Sedangkan dalam pelarut air, fungsi enzim akan optimum pada
kisaran suhu 65-75 C. Diduga hal ini diakibatkan oleh keadaan enzim
yang secara fisik terikat kuat pada lipoprotein lamela. Menurut laporan Mac Kinney dan Weast 1940 bahwa aktifitas maksimum dari enzim
klorofilase adalah 75 C. Jones et al. 1963 melaporkan bahwa blansir
pada suhu 100 C selama 4 detik secara nyata menginaktivasi enzim
klorofilase. Hal ini ditandai dengan sedikitnya atau tidak ada perubahan ke arah pembentukan klorofilid atau feoforbid.
Salah satu upaya untuk mempertahankan warna hijau dari jaringan tanaman antara lain dilakukan dengan cara mengubah klorofil menjadi
klorofilid. Clydesdale et al. 1976 menggunakan digitonin 0.1 pada pure bayam untuk membebaskan klorofil dan klorofilase dari ikatannya
dengan lipoprotein dalam kloroplas. Surfaktan atau detergen non-ionik ini mampu melindungi warna hijau seperti halnya penambahan MgCO
3
0.35 untuk membuat suasana alkali. Enzim klorofilase hanya mampu menghidrolisis klorofil 40
dalam kompleks klorofil-protein bayam. Namun, dengan adanya detergen hampir semua klorofil dapat dihidrolisis Gross, 1991. Jika reaksi
hidrolisa gugus fitol oleh enzim klorofilase terjadi dalam pelarut-pelarut tertentu seperti etanol atau metanol, maka akan terjadi penukaran gugus
fitol oleh pelarut, misalnya membentuk etil klorofilid Aronof, 1958. Feoforbid a dan b adalah klorofilid yang juga kehilangan
magnesium, jadi tidak memiliki gugus fitol maupun Mg. Senyawa ini dapat dibuat dengan cara memperlakukan klorofil dengan asam pekat HCl
30 atau dengan memberi perlakuan asam pada klorofilid Gross, 1991. Reaksi oksidasi klorofil terjadi pada grup fungsionalnya yaitu
cincin isosiklik yang membentuk klorofil teralomerasi dan pecahnya cincin tetrapirol sehingga membentuk produk yang tidak berwarna
Clydasdale et al., 1976. Menurut Gross 1991, proses ini dinamakan alomerisasi karena produk oksidasi tersebut mempunyai absorbsi spektra
yang identik dengan senyawa induknya. Klorofil dioksidasi secara spontan oleh oksigen atmosfer meskipun dalam kondisi gelap. Alomerisasi klorofil
dapat diperoleh dengan melewatkan O
2
selama 72 jam pada larutan klorofil dalam metanol. Senyawa ini juga dapat terbentuk selama
perebusan dedaunan. Proses otoksidasi klorofil dapat dihambat dengan karotenoid.
Reaksi oksidasi dapat dibagi menjadi reaksi oksidasi non enzimatik dan reaksi oksidasi enzimatik. Reaksi oksidasi non enzimatik terjadi
karena pemanasan dan selama penyimpanan. Menurut Eskin 1979, kecepatan degradasi oksidatif meningkat sejalan dengan lamanya
pertambahan waktu blansir dan penyimpanan. Pengaruh blansir tampak dalam dua hal. Pertama, blansir menginaktivasi enzim-enzim yang
membantu degradasi klorofil sehingga klorofil lebih stabil selama penyimpanan. Kedua, blansir dalam waktu yang lama, meskipun
menginaktivasi enzim, tetapi merangsang reaksi oksidasi yang mengakibatkan kehilangan klorofil. Waktu blansir yang paling optimum
adalah 45 detik sampai satu menit, dimana aktivitas enzim dan perangsang reaksi oksidasi dihambat.
Reaksi oksidasi enzimatik terjadi dengan adanya enzim lipoksigenase linoleat oksidoreduktase yang terdapat di sebagian besar
sayuran dan buah-buahan. Enzim lipoksigenase diidentifikasi sebagai enzim yang memberikan pengaruh pemucatan pada klorofil a dan klorofil
b dengan kehadiran lemak dan oksigen. Enzim ini mengkatalisa reaksi oksidasi klorofil jika diinkubasi dengan asam linoleat atau linolenat.
Klorofil sangat peka terhadap cahaya. Sinar dalam ruangan lemah, jika mengenai klorofil kurang dari satu detik dapat mengakibatkan reaksi
protopigmen Holden, 1976 yang dikutip oleh Oktaviani 1987.
Pengerjaan klorofil dan penyimpanan zat warna harus dilakukan dalam ruang gelap atau ruang redup dengan cahaya yang aman dan sejuk.
Klorofil-a dan feofitin-a larut dalam alkohol, eter dan aseton. Dalam keadan murni sedikit larut dalam petroleum eter dan tidak larut
dalam air. Klorofilid dan feoforbid–a tidak larut dalam pelarut organik tetapi larut dalam air Clydesdale et al., 1976
Pemanasan merupakan proses fisika yang dapat mengakibatkan kerusakan klorofil. Klorofil terdapat dalam bentuk ikatan kompleks
dengan protein yang diduga menstabilkan molekul klorofil dengan cara
memberikan ligan tambahan. Pemanasan dapat mengakibatkan denaturasi protein sehingga klorofil menjadi tidak terlindung lagi yang dikutip oleh
Oktaviani 1987. Selama pemanasan, asam-asam organik dalam jaringan dibebaskan yang mengakibatkan pembentukan feofitin.
Pemanasan juga memberi pengaruh terhadap aktivitas enzim klorofilase dan enzim
lipoksigenase. Pengaruh blansir pada sayuran hijau terhadap pembentukan klorofilid dan feoforbid menunjukkan bahwa blansir pada suhu 82.2
C meningkatkan aktivitas enzim klorofilase, tetapi blansir pada suhu 100
C membuat klorofilase inaktif.
2. Pencernaan dan Penyerapan Klorofil