Usahatani Karet TINJAUAN PUSTAKA

merupakan salah satu komoditi ekspor Provinsi Jambi Joshi et l _ 2006 dalam Sunarti 2009 Karet rakyat menyumbangkan produksi ”getah” di Jambi hingga 97 terhadap total produksi. Tahun 1992 dan 1998, laju perkembangan kebun karet di Jambi mencapai 5 520 hatahun, tetapi produktivitas karet rakyat masih tetap rendah, yaitu 500 – 650 kg KKKhatahun; produktivitas ini hanya sepertiga hingga setengah kali produktivitas perkebunan karet klon yang mencapai 1 000 – 1 800 kg KKKhatahun Joshi et l _ 2006 dalam Sunarti 2009. Volume ekspor karet di Jambi tahun 2010 mencapai 2,8 juta ton BPS Prov. Jambi 2010. Berdasarkan data Disbun Provinsi Jambi 2004, tahun 2003 luas total kebun karet di Jambi adalah 563 502 ha dan 122 060 ha diantaranya merupakan tanaman karet tua dengan produksi hanya sekitar 250 kg latekshatahun. Penurunan produksi juga terkait dengan pengelolaan lahan dan tanaman yang kurang optimal. Usahatani karet rakyat hanya diusahakan secara tradisional, tanpa ada pemeliharaan yang baik seperti pemupukan ataupun penyiangan. Perkebunan karet lebih menyerupai hutan karet “sesap karet”, yang dari aspek konservasi lebih menguntungkan karena kemungkinan terjadinya kerusakan lahan akibat erosi lebih kecil dan dapat menghasilkan kekayaan biodiversiti seperti hutan, tetapi tidak didukung oleh produksi yang optimal. Erosi yang relatif besar terjadi pada awal pembukaan lahan hingga tajuk tanaman dapat menutupi permukaan tanah dengan baik karena tidak ada penerapan teknik konservasi tanah dan air yang memadai. Produksi lateks yang optimal dari karet dapat dicapai bila ada pengelolaan ideal dan memenuhi persyaratan lingkungan yang diinginkan oleh karet. Karet dapat tumbuh baik pada ketinggian 1 – 600 m diatas permukaan laut dpl, curah hujan yang cukup tinggi 2 000 – 2 500 mmtahun dan merata sepanjang tahun serta sinar matahari dengan intensitas cukup 5 – 7 jamhari. Karet dapat berproduksi maksimal pada tanah-tanah subur, tetapi tanaman karet mempunyai tingkat toleran yang tinggi terhadap tanah yang kurang subur bila dilakukan pemupukan. Tanaman ini masih dapat tumbuh pada batas pH 4 – 8, namun paling cocok pada pH 5 – 6 Tim Penulis Penebar Swadaya 2004. Karet membutuhkan perawatan, baik sebelum maupun setelah menghasilkan. Perawatan tanaman sebelum menghasilkan meliputi penyulaman, penyiangan, pemupukan, seleksi dan penjarangan, penanaman tanaman penutup tanah serta pengendalian hama dan penyakit. Tanaman yang sudah menghasilkan diatas 5 tahun perlu dilakukan penyiangan dan pemupukan. Pemupukan karet harus dilakukan dengan cara, waktu dan takaran yang tepat. BPP Sembawa 2003 mengeluarkan rekomendasi pemupukan untuk karet dengan takaran pupuk pupuk urea, SP-36 dan KCl yang bervariasi sesuai dengan umur tanaman Tabel 6. Tabel 6 Rekomendasi takaran pupuk dan frekuensi pemupukan tanaman karet sesuai dengan umur tanaman Umur Tanaman tahun Urea gpohontahun SP-36 gpohontahun KCl gpohontahun Frekuensi Pemupukan 1 2 3 4 5 6 – 15 16 – 25 - 250 250 250 300 300 350 300 125 150 250 250 250 250 260 190 - 100 200 200 250 250 300 250 2 kalitahun 2 kalitahun 2 kalitahun 2 kalitahun 2 kalitahun 2 kalitahun 2 kalitahun 2 kalitahun Sumber : BPP Sembawa 2003. Karet dapat ditanam secara monokultur dan tumpangsari. Karet yang ditanam secara tumpangsari di Jambi sering dikenal dengan istilah “sesap karet” atau dikenal pula dengan “wanatani karet” atau “agroforestri karet”. Salah satu contoh pengusahaan karet dengan sistem wanatani adalah di Desa Bebeko Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. Kebun karet sudah berumur 40 tahun tetapi masih menghasilkan lateks sekitar 40 kg per minggu dari 300 pohon karet. Pemanenan penyadapan karet dilakukan tidak serentak, karena umur tanaman berbeda-beda. Di dalam kebun karet ini juga ditemukan species kayu seperti ` lseo d a p h n e sp p kayu medang, b h o re a sp p . kayu meranti, b ty c a x benzoin kemenyan, garcinia parvifolia asam kandis, bambu, parkia speciosa petai, Pithecellobium ellipticum kabau dan Baccaurea spp. rambe. Beberapa tahun yang lalu pemilik telah dapat menjual kayu meranti dan kayu medang dari kebun ini Joshi et al. 2006 dalam Sunarti 2009. Karet juga dapat ditanam secara tumpang sari dengan tanaman pertanian lain seperti kopi, kakao dan pisang ataupun tanaman kehutanan seperti rotan.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Lamban Sigatal, Kecamatan Pauh, Kabupaten Sarolangun, Propinsi Jambi. Pemilihan tempat ini dilakukan secara sengaja Purposive sampling yang didasarkan pada 2 dua alasan, yaitu : 1 lokasi merupakan salah satu desa yang kawasannya baru dicadangkan sebagai kawasan hutan tanaman rakyat, dan 2 tempat bermukimnya masyarakat yang melakukan pengelolaan rotan jernang. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5. Pelaksanaan penelitian mulai dari pengumpulan data sekunder dan primer sampai analisis data, secara keseluruhan selama 10 bulan dimulai dari bulan Februari sampai Desember 2010. Gambar 5 Peta tempat penelitian dan pencadangan HTR Sumber : Peta Pencadangan HTR Kab. Sarolangun, Dept. Kehutanan. Lokasi 3.2 Rancangan Penelitian 3.2.1 Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus, karena gejala sosial dipilih untuk diteliti dengan menerapkan serumpun metode penelitian. Menurut Sitorus 1998 ada sejumlah definisi “studi kasus”, tetapi keseluruhannya merujuk pada pengertian yang sama, yaitu: memilih satu atau mungkin juga lebih dari satu- kejadian atau gejala sosial untuk diteliti dengan menerapkan serumpun metode penelitian. Pengertian ini sekaligus menjelaskan bahwa: a studi kasus adalah studi aras mikro menyorot satu atau beberapa kasus; b studi kasus adalah strategi penelitian yang bersifat multi metode. Mengenai hal terakhir ini, lazimnya peneliti kasus akan memadukan metode pengamatan, wawancara, dan analisis dokumen. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai maka pelaksanaan penelitian bersifat ek sp lo d e tif f d esk rip tif , maksudnya adalah mengeksplorasi penemuan fakta lapangan berdasarkan potensi maupun gejala faktual yang ada pada lokasi penelitian. Selanjutnya dibuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat tehadap fakta- fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang ditelaah dan merumuskan berbagai alternatif solusi sesuai dengan aspek yang dikaji. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumentasi. Penggunaan teknik ini selain mengumpulkan sekaligus melakukan validitas data. Menurut Sitorus 1998 dengan memadukan sedikitnya tiga metode, misalnya pengamatan, wawancara dan analisis dokumen, maka satu dan lain metode akan saling menutup kelemahan sehingga tangkapan atas realitas sosial menjadi lebih valid. Untuk mendapatkan data dan informasi objektif sesuai dengan kebutuhan studi, maka dilakukan pengumpulan data dan informasi yang dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatanteknik sebagai berikut: a Wawancara terstruktur in terv iew , dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi dari kelompok sasaran yang telah ditetapkan. Menurut Irianto et e l . 2006, wawancara terstruktur adalah proses percakapan dengan maksud untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan, dan sebagainya yang dilakukan dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dengan orang yang diwawancarai.