antara 800 sampai 1.500 meter diatas permukaan laut Kalima 1996 dalam Sumarna 2004.
Potensi sumber daya pohon rotan penghasil getah jernang saat ini mendapat perhatian dunia kedokteran modern. Beberapa komponen kimia yang terkandung di
dalam getah jernang, dapat digunakan sebagai bahan pewarna dalam industri marmer, porselin, pewaran kain dan berbagai jenis ornament. Sejalan dengan
perkembangan industri obat alami herbal yang diminati oleh dunia pengobatan, jernang antara lain dapat dijadikan sebagai bahan obat pendarahan b
lo o
d in
g ,
operasi dalam, liver, hepatitis, dll Arifin 2004. Secara spesifik tanaman rotan jernang dapat dikenali dari Arifin 2007 :
a. Buah
Gambar 4 Penampang buah jernang.
b. Akar Sebagai tumbuhan, palmae liana memiliki sistem perakaran serabut dengan akar
yang vertikal sangat sedikit dibanding dengan akar yang bergerak sejajar dengan permukaan tanah. Kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa tumbuhan tidak dapat
tegak seperti pohon, sehingga untuk tetap tegaknya tumbuhan rotan dalam memperoleh cahaya sebagai sumber energi hidup asimilasi diperlukan adanya
pohon panjatan, untuk tujuan tegaknya batang rotan, maka secara biologis rotan jernang akan membentuk duri kait serta adanya sulur panjat flagellum sebagai alat
untuk memanjat dan mengait pada percabangan pohon. Bagian akar khusus untuk kelompok jenis rotan berumpun, bagian akar akan membentuk calon batang stolon.
c. Batang Dengan bentuk silindris beruas-ruas dan atau menonjol, tumbuh tunggal soliter
atau berumpun. Ukuran diameter batang rotan jernang lebih kecil dari rotan manau.
d. Daun Dengan sifat majemuk dan berpelepah menutupi permukaan ruas, batang bentuk
tabung pada masa pertumbuhan vegetatif dan tumbuhan rotan dapat berdiri tegak, pada satuan daun bagian ke ujung akan termodifikasi menjadi duri kait untuk
membantu pohon dan tegaknya batang. e. Organ Panjat
Berupa sulur panjat flagellum yang muncul pada pangkal ruas dan umumnya akan tumbuh bila pohon rotan memerlukan alat untuk membentuk tegaknya batang dalam
mencari cahaya. f. Duri
Berposisi mengarah kedalam, secara fisiologis tumbuh pada bagian bawah permukaan tulang daun dan pelepah serta ujung daun, terbentuk sebagai bagian dari
kelengkapan hidup dan tumbuhnya rotan dalam mengait pohon.
2.11 Usahatani Karet
Indonesia pernah menjadi negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Komoditi ini pernah diandalkan sebagai penopang perekonomian negara. Karet telah
menjadi komoditi ekspor utama Indonesia dan telah menjadi mata pencaharian bagi berjuta-juta keluarga. Usahatani karet terdiri atas perkebunan rakyat dan perkebunan
besar. Karet rakyat meliputi 83 dari total luas kebun karet di Indonesia dengan volume produksi 68 dari total produksi karet di Indonesia. Perkebunan karet
rakyat di Indonesia menyebar di Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Riau dan Sumatera Utara, sedangkan perkebunan besar negara dan swasta sebagian besar
terdapat di Sumatera Utara Balitbang Pertanian 2005. Provinsi Jambi merupakan penghasil karet terbesar ketiga setelah Sumatera
Selatan dan Sumatera Utara. Perkebunan karet rakyat di Jambi pertama kali dibudidayakan pada tahun 1904. Karet rakyat tersebut ada yang dipelihara dengan
baik dan ada yang tidak. Perkebunan yang tidak dirawat tampak seperti tanaman liar yang tumbuh diantara vegetasi lainnya dengan produktivitas tanaman yang rendah.
Perkebunan karet rakyat di Jambi menyebar ke seluruh wilayah karena karet
merupakan salah satu komoditi ekspor Provinsi Jambi Joshi et l
_
2006 dalam Sunarti 2009
Karet rakyat menyumbangkan produksi ”getah” di Jambi hingga 97 terhadap total produksi. Tahun 1992 dan 1998, laju perkembangan kebun karet di
Jambi mencapai 5 520 hatahun, tetapi produktivitas karet rakyat masih tetap rendah, yaitu 500 – 650 kg KKKhatahun; produktivitas ini hanya sepertiga hingga setengah
kali produktivitas perkebunan karet klon yang mencapai 1 000 – 1 800 kg KKKhatahun Joshi et
l
_
2006 dalam Sunarti 2009. Volume ekspor karet di Jambi tahun 2010 mencapai 2,8 juta ton BPS Prov. Jambi 2010. Berdasarkan data Disbun
Provinsi Jambi 2004, tahun 2003 luas total kebun karet di Jambi adalah 563 502 ha dan 122 060 ha diantaranya merupakan tanaman karet tua dengan produksi hanya
sekitar 250 kg latekshatahun. Penurunan produksi juga terkait dengan pengelolaan lahan dan tanaman yang
kurang optimal. Usahatani karet rakyat hanya diusahakan secara tradisional, tanpa ada pemeliharaan yang baik seperti pemupukan ataupun penyiangan. Perkebunan
karet lebih menyerupai hutan karet “sesap karet”, yang dari aspek konservasi lebih menguntungkan karena kemungkinan terjadinya kerusakan lahan akibat erosi lebih
kecil dan dapat menghasilkan kekayaan biodiversiti seperti hutan, tetapi tidak didukung oleh produksi yang optimal. Erosi yang relatif besar terjadi pada awal
pembukaan lahan hingga tajuk tanaman dapat menutupi permukaan tanah dengan baik karena tidak ada penerapan teknik konservasi tanah dan air yang memadai.
Produksi lateks yang optimal dari karet dapat dicapai bila ada pengelolaan ideal dan memenuhi persyaratan lingkungan yang diinginkan oleh karet. Karet dapat
tumbuh baik pada ketinggian 1 – 600 m diatas permukaan laut dpl, curah hujan yang cukup tinggi 2 000 – 2 500 mmtahun dan merata sepanjang tahun serta sinar
matahari dengan intensitas cukup 5 – 7 jamhari. Karet dapat berproduksi maksimal pada tanah-tanah subur, tetapi tanaman karet mempunyai tingkat toleran yang tinggi
terhadap tanah yang kurang subur bila dilakukan pemupukan. Tanaman ini masih dapat tumbuh pada batas pH 4 – 8, namun paling cocok pada pH 5 – 6 Tim Penulis
Penebar Swadaya 2004. Karet membutuhkan perawatan, baik sebelum maupun setelah menghasilkan.
Perawatan tanaman sebelum menghasilkan meliputi penyulaman, penyiangan,