3 dalam proses pertumbuhan kawasan pinggiran kota ini, antara lain : berkurangnya
lahan pertanian produktif, persoalan pengembangan dan pengelolaan lahan perkotaan Kombaitan 1992.
Konversi lahan yang terjadi di pusat Kota Palu yaitu dari aktitifitas permukiman menjadi komersial dan jasa. Kawasan-kawasan terbuka seperti
daerah pesisir pantai atau kawasan konservasi dikonversi untuk aktifitas yang secara ekonomi jauh lebih menguntungkan, yaitu aktifitas komersial dan jasa
berupa pembangunan perumahan dan ruko. Akibatnya dalam penggunaan ruang, kawasan-kawasan ini berorientasi pada maksimalisasi keuntungan finansial.
Orientasi pembangunan untuk mengejar maksimalisasi keuntungan ekonomi menyebabkan pembangunan yang dilaksanakan cenderung mengutamakan
pembangunan fisik
dan kurang
memperhatikan aspek
lingkungan Dai et al. 2001.
Dari beberapa uraian diatas, rumusan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah pola pemanfaatan ruang yang ada sudah sesuai dengan arahan RTRW
Kota Palu? 2.
Mengevaluasi faktor – faktor yang mempengaruhi perubahan dan konsistensi pola pemanfaatan ruang.
1.3 Kerangka Berfikir
Menurut UU 26 Tahun 2007, penataan ruang didefinisikan sebagai suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Penataan ruang merupakan acuan dalam menentukan peluang dan batasan dalam pembangunan Wahyuni 2006. Tujuan dari penataan ruang
wilayah adalah terwujudnya pemanfaatan ruang yang berkualitas, berdaya guna dan berhasil guna untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat secara
berkelanjutan melalui upaya-upaya optimalisasi dan efisiensi dalam penggunaan ruang, kenyamanan bagi penghuninya, peningkatan produktivitas kota, sehingga
mampu mendorong sektor perekonomian wilayah dengan tetap memperhatikan aspek kesinergian, keberkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
4 Salah satu tahapan dari penataan ruang Kota Palu adalah perencanaan,
yang menghasilkan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kota Palu Gambar 1. Dokumen ini merupakan acuan yang sah dalam melaksanakan
pembangunanpemanfaatan ruang. Namun, dalam penerapannya terjadi penyimpangan, yang dapat terjadi karena kurang akomodatifnya RTRW maupun
partisipasi masyarakat yang rendah. Inkonsistensi tata ruang tentu bukan kesalahan masyarakat semata sebagai pelaku utama pengguna lahan. Tentu hal ini
didukung oleh faktor-faktor lain sehingga membentuk masyarakat mengambil sikap sendiri terhadap jenis pemanfaatan lahan yang mereka miliki. Oleh karena
itu, menurut Bintarto 2007 ”.....Supaya RTRW bagus dan diterima semua pihak, maka dalam penetapan RTRW harus melibatkan masyarakat”.
Gambar 1. Diagram alir kerangka pikir penelitian
Penataan Ruang Kota Palu
Pengendalian Pemanfaatan
Persepsi masyarakat
Perencanaan
Konsistensi penggunaan lahan : -
Sangat konsisten -
Konsisten sengaja -
Inkonsisten tanpa sengaja -
Inkonsisten sengaja -
Sangat tidak konsisten
KESIMPULAN Aktifitas
pembangunan Dokumen
RTRW
Tahun 1998 Tahun 2006
5 Kondisi diatas merupakan salah satu faktor pendorong perubahan fungsi
lahan yang dapat berakibat pada penurunan kualitas lingkungan Savitri 2007. Berdasarkan RTRW, Penggunaan lahan tahun 1998, dan penggunaan lahan tahun
2006, bentuktingkat konsistensi penggunaan lahan dapat dibagi dalam lima bagian yaitu : Sangat Konsisten, konsisten sengaja, inkonsisten tanpa sengaja,
inkonsisten sengaja, dan sangat tidak konsisten. Kelima kategori ini disusun berdasarkan kategori yang paling konsisten dan yang paling tidak konsisten
Gambar 1. Sehingga identifikasi penyebab maupun akar permasalahan terjadinya konsistensi penggunaan lahan yang terjadi di kota Palu akan ditinjau
dari sisi perencanaan, pemanfaatan, maupun dari sisi pengendalian.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan