20 halaman 43; blender; hot plate; kertas saring Whatman no. 42; krus porselen;
spatula; botol kaca dan alat-alat gelas Pyrex.
3.4 Pembuatan Pereaksi
3.4.1 Larutan HNO3 1:1
Larutan HNO3 65 bv sebanyak 50 ml diencerkan dengan 50 ml aqua demineralisata Ditjen POM, 1979.
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Pengambilan sampel
Sampel kentang granola dan kentang mini dibeli di Pasar Tradisional Jl. Setia Budi- Medan dengan metode pengambilan sampel secara purposif. Metode
pengambilan secara purposif ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang diambil mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang ada dan
dianggap sebagai sampel representatif Sudjana, 2002.
3.5.2 Penyiapan sampel
Sebanyak 1 kg kentang granola dan kentang mini yang segar dibersihkan dari pengotoran, dicuci bersih, ditiriskan. Selanjutnya dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan di udara terbuka kemudian dikupas kulitnya lalu dipotong- potong
± 2 cm dan dihaluskan dengan blender.
3.5.3 Proses dekstruksi
Sampel yang telah dihaluskan masing-masing ditimbang sebanyak 25 gram dimasukkan ke dalam krus porselen, lalu diarangkan di atas hot plate selama
± 1 jam, ditambahkan 5 mL HNO
3
1:1 dan diarangkan kembali selama 5 jam, kemudian diabukan dengan tanur pada temperatur awal 100
o
C dan dinaikkan
21 perlahan-lahan hingga 500
o
C dengan interval 25
o
C setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 48 jam dan dibiarkan hingga dingin dalam desikator Isaac,
1990. Bagan alir proses dekstruksi kering dapat dilihat pada lampiran 4, halaman 44.
3.5.4 Pembuatan larutan sampel
Sampel hasil destruksi dilarutkan dalam 5 mL HNO
3
1:1, lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL, dibilas krus porselen hingga tiga kali, dan larutan
dicukupkan dengan aqua demineralisata hingga garis tanda. Kemudian disaring dengan kertas Whatman no. 42 dan 5 mL filtrat pertama dibuang untuk
menjenuhkan kertas saring kemudian filtrat selanjutnya ditampung dalam botol. Filtrat ini digunakan sebagai larutan sampel untuk analisis kualitatif dan
kuantitatif. Perlakuan yang sama diulang sebanyak enam kali untuk masing- masing sampel. Bagan alir pembuatan larutan sampel dapat dilihat pada lampiran
5, halaman 46.
3.5.5 Pemeriksaan kuantitatif
3.5.5.1 Pembuatan kurva kalibrasi kalium
Larutan baku kalium 1000 µgmL dipipet sebanyak 2 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan aqua
demineralisata larutan induk baku II, konsentrasi 40 µgmL. Larutan untuk kurva kalibrasi kalium dibuat dengan memipet larutan induk baku II sebanyak 2,5;
5; 7,5; 10; dan 12,5 mL, dilarutkan dalam labu 50 mL dan dicukupkan sampai garis tanda dengan aqua demineralisata sehingga didapatkan konsentrasi berturut-
turut 2,0; 4,0; 6,0; 8,0; 10,0 µgmL dan diukur pada panjang gelombang 766,5 nm dengan tipe nyala udara-asetilen .
22
3.5.5.2 Pembuatan kurva kalibrasi natrium
Larutan baku natrium 1000 µgmL dipipet sebanyak 1 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan aqua
demineralisata larutan induk baku II, konsentrasi 20 µgmL. Larutan untuk kurva kalibrasi natrium dibuat dengan memipet larutan induk baku II sebanyak
0,5; 1; 1,5; 2; dan 2,5 mL, dilarutkan dalam labu 50 mL dan dicukupkan sampai garis tanda dengan aqua demineralisata sehingga didapatkan konsentrasi berturut-
turut 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 µgmL dan diukur pada panjang gelombang 589,0 nm dengan tipe nyala udara-asetilen .
3.5.5.3 Pembuatan kurva kalibrasi magnesium
Larutan baku magnesium 1000 µgmL dipipet sebanyak 1 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda
dengan aqua demineralisata larutan induk baku II, konsentrasi 20 µgmL. Larutan untuk kurva kalibrasi magnesium dibuat dengan memipet larutan induk
baku II sebanyak 0,5; 1; 1,5; 2; dan 2,5 mL, dilarutkan dalam labu 50 mL dan dicukupkan sampai garis tanda dengan aqua demineralisata sehingga didapatkan
konsentrasi berturut-turut 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 µgmL dan diukur pada panjang gelombang 285,2 nm dengan tipe nyala udara-asetilen.
3.5.5.4 Penetapan kadar kalium
Larutan sampel hasil dekstruksi masing-masing dipipet sebanyak 0,1 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan dengan aqua
demineralisata hingga garis tanda LIB II, faktor pengenceran 500 kali. Lalu diukur absorbansi dari masing-masing larutan sampel dengan menggunakan
spektrofotometer serapan atom yang telah dikondisikan dan diatur metodenya di
23 mana penetapan kadar kalium dilakukan pada panjang gelombang 766,5 nm. Nilai
absorbansi yang diperoleh berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan
garis regresi dari kurva kalibrasi.
3.5.5.5 Penetapan kadar natrium
Larutan sampel hasil destruksi masing-masing dipipet sebanyak 0,25 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL dan dicukupkan dengan aqua
demineralisata hingga garis tanda LIB II, faktor pengenceran 100 kali. Lalu diukur absorbansi dari masing-masing larutan sampel dengan menggunakan
spektrofotometer serapan atom yang telah dikondisikan dan diatur metodenya dimana penetapan kadar natrium dilakukan pada panjang gelombang 589,0 nm.
Nilai absorbansi yang diperoleh berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku natrium. Konsentrasi natrium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan
garis regresi dari kurva kalibrasi.
3.5.5.6 Penetapan kadar magnesium
Larutan sampel hasil destruksi masing-masing dipipet sebanyak 0,1 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan dengan aqua
demineralisata hingga garis tanda LIB II, faktor pengenceran 500 kali. Diukur absorbansi dari masing-masing larutan sampel dengan menggunakan
spektrofotometer serapan atom yang telah dikondisikan dan diatur metodenya dimana penetapan kadar magnesium dilakukan pada panjang gelombang 285,2
nm. Nilai absorbansi yang diperoleh berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku magnesium. Konsentrasi magnesium dalam sampel ditentukan berdasarkan
persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
24
3.5.5.7 Perhitungan kadar kalium, natrium dan magnesium dalam sampel
Kadar kalium, natrium dan magnesium dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
Kadar µgg =
C × V × Fp W
Keterangan: C
= Konsentrasi logam dalam larutan sampel µgmL V
= Volume larutan sampel mL Fp
= Faktor pengenceran W
= Berat sampel g
3.5.6 Analisis data secara statistik
Menurut Gandjar dan Rohman 2011, kadar yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis secara statistik dengan cara
mengitung standar deviasi menggunakan rumus sebagai berikut:
�� = � ∑Xi − X�
2
n − 1
Keterangan: Xi = Kadar sampel
�� = Kadar rata-rata sampel n
= Jumlah pengulangan Kadar yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing ke enam larutan
sampel, diuji secara statistik dengan uji t. Untuk mengetahui data ditolak atau diterima dilakukan dengan uji t yang
dapat dihitung dengan rumus:
t
hitung
=
n SD
X Xi
−
Hasil pengujian atau nilai t
hitung
yang diperoleh ditinjau terhadap tabel distribusi t, apabila t
hitung
t
tabel
maka data tersebut ditolak.
25 Menurut Sudjana 2002, untuk menentukan kadar suatu zat di dalam
sampel dengan interval kepercayaan 99 , α = 0.01, dk = n-1, dapat digunakan
rumus: µ = �
� ± �
1 2�
, ��
SD √n
⁄ Keterangan:
µ = kadar logam
�� = kadar rata-rata sampel t
= harga t tabel sesuai dengan dk = n-1 α
= tingkat kepercayaan SD = standar deviasi
n = jumlah pengulangan
3.5.7 Validasi metoda