Analisis Komposisi Media Kultivasi

Berdasarkan penelitian Sarfat 2010, penggunaan substrat oleh B thuringiensis masih dapat tumbuh pada total karbon sebesar 56,3 gL, oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan perbandingan ampas tahu dan limbah cair tahu sebesar 1: 9 atau sebanding dengan total karbon sebesar 80,7 gL medium. Dari Tabel 7, total fermentable sugars dari limbah tahu apabila menggunakan perbandingan yang sama diperoleh 7,1 gL. Tabel 7 Hasil analisis kadar karbon dan nitrogen pada media kultivasi Sumber nutrisi lain yang diperlukan mikroba dalam media kultivasi adalah nitrogen. Kandungan nitrogen dalam limbah indutri tahu relatif rendah sehingga diperlukan sumber lain seperti urea. Urea di dalam air akan membentuk ion amonium yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan mikroba. Selain itu ion amonium bersifat buffer sehingga mampu mempertahankan pH. Namun demikian, urea bersifat tidak stabil sehingga penggunaannya harus dibatasi Stanbury dan Withaker 1984. Kandungan unsur-unsur mikro dalam ampas tahu dan limbah cair tahu juga menunjang pertumbuhan, sporulasi dan produksi endotoksin oleh B. thuringiensis. Menurut Dulmage dan Rhodes 1971, Ca selain berperan dalam pertumbuhan dan produksi endotoksin juga berfungsi untuk menjaga kestabilan spora terhadap panas, sedangkan Fe, Mn, dan Cu diperlukan untuk produksi toksin. Hasil analisis kandungan mineral pada ampas tahu dan limbah cair tahu diberikan Tabel 8. Kadar kalsium yang sangat tinggi berasal dari penggunaan garam CaSO 4 pada saat penggumpalan protein dalam susu kedelai. Menurut Moo- Young et al. 1985 dalam Rahayuningsih 2002, ion kalsium diperlukan sebagai Komponen berat basis basah Urea Limbah ampas tahu Limbah cair tahu Nitrogen N 0,42 0,02 46,67 Karbon C 5,64 0,27 20,00 Fermentable Sugars 0,44 0,03 - kofaktor untuk menstabilkan dan mengaktivasi enzim amilase dan eksoprotease B thuringiensis selama pertumbuhan sel vegetatif dan mempunyai peran penting dalam pembentukan protein dinding sel serta bahan penyusun polimer kapsul bakteri. Tabel 8 Kandungan mikro elemen pada ampas tahu dan limbah cair tahu

4.2 Seleksi B. thuringiensis

Hasil seleksi dari culture collection memberikan dua koloni yang berbeda yaitu koloni bertitik B1 dan koloni tak bertitik B2, sedangkan hasil isolasi dari ulat menunjukan satu jenis koloni B3. Galur yang di tumbuhkan pada media agar menunjukkan morfologi koloni B. thuringiensis Gambar 7. a b Gambar 7 Kultur Bt Hasil Seleksi dari culture collection a dan ulat sutera b Menurut Bucher 1981, jika B. thuringiensis ditumbuhkan pada media padat, koloninya berbentuk bulat dengan tepian berkerut, memiliki diameter 5-10 Komponen Hasil Analisa Ampas Tahu mgKg Limbah cair tahu LCT mgL Calsium Ca 1708,66 249,25 Mangan Mn 0,17 0,02 Magnesium Mg 104,61 33,51 Besi Fe 9,33 5,32 Seng Zn 8,98 2,42 Koloni tak bertitik Koloni bertitik Koloni tak bertitik mm dan berwarna putih. Di bawah pengamatan mikroskop sel vegetatifnya berbentuk batang Gambar 8. B1 B2 B3 Gambar 8 Sel vegetatif B. thuringiensis koloni tidak bertitik B1, koloni bertitik B2, koloni dari ulat B3 dengan perbesaran 400x Pada Gambar 9 ditunjukan bahwa B. thuringiensis dapat membentuk spora S selama fase stasioner dalam daur hidupnya Schnepf et al. 1998. Ciri yang membedakan B. thuringiensis dengan spesies bacillus yang lain adalah kemampuan menghasilkan badan inklusi parasporal berupa kristal protein yang dapat diamati dibawah mikroskop fase kontras. Morfologi, ukuran, dan jumlah protein kristal sangat bervariasi pada setiap galur B. thuringiensis Apaydin 2004; Xavier et al. 2010. Masing-masing morfologi protein kristal dikode oleh gen Cry gen dan gen Cyt . Ada lima jenis morfologi kristal protein yang masing-masing dikode oleh gen yang berbeda pula: kristal bipiramid berhubungan dengan protein Cry1; kristal kubus berhubungan dengan protein Cry2; kristal bulat dan komposit