Kristal Protein δ-endotoksin Determination of C/N Ratio and development of Bioinsecticide Production by Bacillus thuringiensis Using Tofu waste Cultivation Media

Bt menggunakan siklus TCA dengan bantuan dua enzim, isositrat liase dan malat sintase, dimana transformasi isositrat menjadi malat melalui jalur asam glyoxylic. Polimer asam β-hidroksibutirat adalah komponen utama granul lemak bakteri. Keberadaan polimer ini dibentuk dengan adanya glukosa. Polimer ini dibentuk selama tahap pertumbuhan dan mencapai jumlah maksimum pada saat sel-sel memasuki fase stasioner, dan menurun dengan pembentukan spora. Ada indikasi bahwa polimer ini dimanfaatkan oleh sel selama pembentukan spora.

2.2 Kristal Protein δ-endotoksin

Kriteria yang membedakan Bt dengan spesies Bacillus yang lain adalah adanya kristal protein yang dapat dilihat dengan mudah di bawah mikroskop elektron. Sinonim dari kristal protein adalah badan paraspora, inklusi paraspora dan δ-endotoksin. Menurut Tokcaer 2003, bentuk struktur protein kristalnya menyeb abkan kristal ini dsebut sebagai protein kristal Cry atau δ-endotoksin. Gen yang mengkode kristal ini adalah cry gen, dimana gen ini diekspresikan selama fase stasionernya. Protein kristal terakumulasi di dalam sel induk dan dilepaskan setelah masa sporulasi selesai. Selain cry gen, protein sitolitik yaitu sitolsin cyt juga ditemukan pada galur ini. Kebanyakan galur B. thuringiensis memproduksi lebih dari satu protein kristal dan mempunyai sifat toksisitas dalam kombinasinya. Tabel 1 menunjukkan empat subspesies utama dan jenis serangga target Federici et al. 2010 . Delta-endotoksin merupakan senyawa yang mengandung unit-unit glikoprotein yang berbentuk batang atau halter. Kristal protein tidak mengandung asam nukleat, tidak larut di dalam air tetapi dapat larut dalam larutan alkalin. Bulla et al. 1979 di dalam Rivera 1998. Untuk mengetahui berat molekul dan komposisi asam aminonya, kristal protein dapat diuraikan melalui elektroforesis gel poliakrilamid. Tabel 1 Subspesies Bt yang digunakan sebagai insektisida Subspesies Subunit protein Insektisidal pada kurstaki Cry1Aa 133, Cry1Ab 131, Cry1Ac 133, Cry2Aa 72 Lepidoptera aizawai Cry1Aa 133, Cry1Ab 131, Cry1Ca 135, Cry1Da 133 Lepidoptera morrisoni Cry3Aa , Cry3Bb 73 Coleoptera israelensis Cry4Aa 134, Cry4Ab 128, Cry11Aa 72, Cyt1Aa 27 Diptera Federici et al. 2010 Morfologi, ukuran dan jumlah kristal protein sangat bervariasi dalam setiap galur Bt. Ada empat jenis morfologi kristal protein yang berbeda : kristal bipiramid berhubungan dengan protein Cry1; kristal kubus berhubungan dengan protein Cry2 ; bentuk kristal protein yang amorfus berhubungan dengan protein Cry4 dan Cyt; kristal segiempat merupakan tipe protein Cry3 sedangkan bentuk bar berhubungan dengan protein Cry4D Lopez-Meza dan Ibarra 1996; Schnepf 1998 di dalam Apaydin 2004. Ada hubungan nyata antara bentuk kristal dengan kisaran daya bunuhnya. Misal pada Bt HD1 Gambar 2 menunjukan dua bentuk kristal, dalam kristal bipiramid terdapat protein Cry1Aa, Cry1Ab, dan Cry1Ac, sedangkan Cry2Aa terdapat pada kristal protein berbentuk kubus. Galur ini memiliki daya bunuh terhadap serangga ordo Lepidoptera. B. thuringiensis subsp. israelensi memiliki kristal protein berbentuk bulat bersifat toksik pada golongan Diptera. Kristal protein dari subspesies ini mengandung empat protein utama, Cry4Aa, Cry4Ba, Cry11Aa dan Cyt1Aa Frederici et al. 2010. a b Gambar 2 Profil kristal protein murni dari isolat HD1 B. thuringiensis subsp. Kurstaki a dan badan paraspora B.thuringiensis subsp. israelensis b Frederici et al. 2010 2 .3 Mekanisme Patogenesis Protein kristal yang termakan oleh ulat akan larut dalam lingkungan basa pada usus organisme sasaran yang memiliki nilai pH antara 9,0 dan 10,5, sedangkan spora akan mengalami germinasi pada pH tersebu Hofman et al. 1988; Frederici et al. 2010. Pada serangga target, protein tersebut akan teraktifkan melalui pemisahan proteolitik oleh enzim protease. Berat molekul protein menurun dari 130 kDa menjadi 65 kDa. Protein yang teraktifkan akan menempel pada protein receptor yang berada pada langit-langit sel epitel usus serangga. Masuknya toksin kedalam membran sel usus terjadi dalam dua tahap ikatan, yaitu ikatan yang bersifat reversible dan irreversibel. Ikatan reversible sangat penting pada aktivitas racun selanjutnya, karena hilangnya ikatan akan menurunkan toksisitas racun, sebaliknya jika afinitas meningkat maka daya toksisitas racun pun meningkat Schnepf et al. 1998 di dalam Apaydin 2004. Setelah insersi ke dalam membran dan terbentuk pori terjadi influk air yang mengandung ion yang menyebabkan sel menjadi swelling dan akhirnya menjadi lisis Knowles and Ellar 1987. Pada akhirnya serangga akan mengalami gangguan pencernaan dengan berhentinya makan yang menyebabkan kematian larva. Tiga faktor yang mempengaruhi potensi delta-endotoksin adalah Jaquet et al. 1987:  Galur B. thuringiensis yang digunakan berhubungan dengan asal toksin.  Derajat kelarutan toksin dalam usus serangga sasaran, dan  Faktor intrinsik dari serangga sasaran yang berpengaruh terhadap toksin

2.4 Limbah Industri Tahu