Pengujian Mutu Bahan Baku dan Produk Susu Pasteurisasi
Pengujian susu sebagai bahan baku utama mengacu pada SNI No. 01-3141- 1998 yaitu pengujian warna, bau, rasa, kekentalan, uji alkohol, berat jenis, kadar
lemak, kadar protein, derajat asam, cemaran mikroba TPC, E.coli, Salmonella dan cemaran logam timbal dan seng. Pengujian produk mengacu pada SNI No. 01-
3951-1995 yaitu pengujian bau, rasa, warna, kadar lemak, kadar protein, bahan kering tanpa lemak, cemaran mikroba Total kuman dan Coliform dan cemaran
logam timbal, tembaga, arsen dan seng.
Uji Alkohol
. Susu sebanyak 5 cc dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 cc alkohol 70, kemudian dikocok pelan-pelan. Jika terdapat butir-
butir pada susu maka dinilai positif.
Uji Berat Jenis BSN, 1998. Susu dihomogenkan secara sempurna, kemudian
sebanyak 500 ml dimasukkan ke dalam gelas ukur. Laktodensimeter dengan hati-hati dicelupkan ke dalam susu, dibiarkan timbul dan ditunggu sampai diam. Skala dan
temperatur susu yang ditunjukkan laktodensimeter tersebut dibaca, selanjutnya dilihat pada tabel penyesuaian berat jenis susu yang diuji pada temperatur 27,5
o
C. Uji Derajat Keasaman.
Sampel sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 2-3 tetes larutan fenoftalin 2 dan larutan
alkohol 96. Salah satu labu Erlenmeyer tersebut dititrasi dengan larutan NaOH 0,25N hingga timbul warna merah muda yang tidak lenyap jika dikocok, kemudian
dicatat banyaknya NaOH 0,25N yang terpakai.
Uji Kadar Lemak Metode Gerber BSN,1998. Sampel sebanyak 10,75 diambil
dengan pipet volumetric ke dalam botol butirometer, ditambahkan 10 ml H
2
SO
4
91- 92 dan 1 ml amylalcohol. Butirometer tersebut disumbat rapat, kemudian dikocok
perlahan sampai larutan homogen. Setelah terbentuk warna ungu tua sampai kecoklatan, tabung butirometer dimasukkan ke dalam sentrifuge Gerber dan
disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 1200 rpm. Tabung butirometer yang telah disentrifugasi dimasukkan ke dalam penangas air selama 5 menit dengan
temperature 65
o
C, setelah itu kadar lemak dibaca pada skala butirometer.
Uji Bahan Kering dan Bahan Kering Tanpa Lemak . Bahan Kering Tanpa Lemak
BKTL dapat dihitung dengan mengurangi kadar bahan kering dengan kadar lemak dan dihitung dengan menggunakan rumus Fleischman jika kadar lemak dan berat
jenis telah diperoleh. Bahan Kering = 1,23 L + 2,71 100B.J
– 1 B.J
Uji Kadar Protein dengan Titrasi Formol. Sampel sebanyak 10 ml dimasukkan
dalam labu Erlenmeyer, ditambahkan fenoftalin 1 sebanyak 2-3 tetes, kemudian ditambahkan kalium oksalat 0,4 ml dan dihomogenkan, jika telah homogen maka
dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna merah muda. Banyaknya NaOH yang digunakan tidak dicatat. Formalin 40 ditambahkan hingga
warna merah muda hilang. Titrasi dilakukan kembali dengan NaOH 0,1N dan dicatat
banyaknya NaOH yang terpakai p ml. Titrasi blanko dibuat dengan mencampur 10
ml aquades, 2 tetes fenoftalin 1, 0,4 ml kalium oksalat dan 2 ml formalin 40. Campuran bahan tersebut dititrasi dengan larutan NaOH 0,1N hingga warna merah
muda terbentuk dan dicatat banyaknya NaOH yang terpakai q ml. Kadar protein dapat dihitung dengan rumus :
kadar protein = p-q ml x 1,7 ; 1,7 = faktor formol
Total Plate Count BSN, 1992. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan media
plate count agar PCA dengan cara pengambilan sampel sebanyak 1 ml dimasukkan dalam 9 ml buffer pepton water BPW untuk mendapatkan pengenceran
sepersepuluh P
-1
. Pengenceran dilanjutkan dengan cara yang sama untuk mendapatkan pengenceran seperseratus P
-2
hingga diperoleh P
-8
. Sebanyak 1 ml dari pengenceran yang dikehendaki P
-5
sampai P
-8
diambil dengan pipet dan dimasukkan ke dalam cawan Petri steril, kemudian ditambahkan media PCA yang
telah dingin sebanyak 12-15 ml kira-kira 45 ± 1
o
C yang dituangkan ke dalam cawan Petri steril. Campuran tersebut dihomogenkan dengan cara menggerakkan
cawan Petri dengan arah membentuk angka delapan. Setelah agar mengeras cawan Petri diinkubasikan dengan posisi terbalik pada suhu 37 ± 1
o
C selama 24-48 jam. Jumlah bakteri ditentukan dengan metode hitungan cawan dan untuk melaporkan
hasil analisis digunakan Standard Plate Count SPC.
Jumlah Bakteri Coliform DSN, 1998. Sampel sebanyak 1 ml dimasukkan ke
dalam 9 ml Buffer Pepton Water BPW sebagai pengenceran sepersepuluh P
-1
. Pengenceran ini dilakukan hingga P
-3
. Penentuan dari pengenceran P
-1
sampai P
-3
diambil menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam cawan Petri steril, dipupukkan dengan 12 ml Violet Red Bile Agar VRBA, selanjutnya dihomogenkan dengan cara
menggerakan cawan Petri membentuk arah angka delapan. Apabila permukaan agar sudah membeku kemudian dilapisi over lay dengan medium yang sama tetapi lebih
tipis ±3 ml agar membeku, cawan Petri diinkubasi pada posisi terbalik pada suhu 37 ± 1
o
C selama 24-48 jam. Analisis Kuantitatif
Escherichia coli DSN, 1992. Sampel sebanyak 10 ml
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer berisi 90 ml larutan Buffer Pepton Water BPW steril. Campuran dihomogenkan dan didapatkan pengenceran satu per
sepuluh P
-1
. Selanjutnya dari P
-1
diambil dengan menggunakan pipet sebanyak 1 ml dan dilarutkan ke dalam 9 ml larutan pengencer BPW untuk memperoleh P
-2
, demikian seterusnya dengan cara yang sama dilakukan sampai diperoleh P
-3
. Pemupukan dilakukan terhadap semua pengenceran yang telah dilakukan P
sampai P
3
dengan cara sebanyak 1 ml pengenceran diambil dengan pipet, dimasukkan ke dalam cawan Petri secara duplo dan ditambahkan medium agar EMBA sebanyak 12-
15 ml. Campuran dihomogenkan dengan cara digerakkan membentuk angka delapan di atas bidang datar dan dibiarkan hingga agar-agar mengeras. Cawan Petri
selanjutnya diinkubasi pada suhu 37
o
C dengan posisi terbalik. Penghitungan koloni
yang tumbuh dilakukan setelah inkubasi 24 jam sampai 48 jam. Cara perhitungan jumlah koloni adalah sebagai berikut:
Jumlah bakteri = rata-rata jumlah koloni x faktor pengencer
Analisis Kuantitatif Salmonella APHA, 1992. Analisa pendugaan Salmonella
dilakukan terlebih dahulu melalui tahap perbanyakan dengan medium SCB Selenite Citein Broth, kemudian sebanyak 10 ml sampel diambil dengan pipet secara aseptik
ke dalam 90 ml SCB dan diinkubasi selama 12-16 jam. Apabila terdapat koloni bening yang terpisah dengan atau tanpa bintik hitam, maka proses selanjutnya adalah
penggoresan pada cawan Petri steril yang telah berisi medium SSA Salmonella Shigella Agar, kemudian cawan tersebut diinkubasi pada suhu 30
o
C selama satu
hari. Pengujian lebih lanjut yang dilakukan adalah uji TSI Triple Sugar Iron dan
SIM Sugar Indole Motility, Penetapan Cemaran Logam Timbal Pb dan Tembaga Cu BSN, 2009
. Sampel sebanyak 5-10 g ditimbang dalam cawan porselinkuarsaplatina m. Cawan
yang berisi sampel dimasukkan dalam penangas listrik dan dipanaskan secara bertahap hingga sampel menjadi arang dan tidak berasap lagi ditambahkan juga 10
ml M
g
NO
3
, 6H
2
O 10 dalam alkohol untuk mempercepat pengabuan. Pengabuan dilakukan dalam tanur 500 ± 50
o
C hingga abu berwarna putih, bebas dari karbon. Apabila abu belum bebas dari karbon yang ditandai dengan warna keabu-abuan,
maka dibasahkan terlebih dahulu dengan beberapa tetes air dan ditambahkan HNO
3
pekat kira-kira 0,5 - 3 ml. Cawan dikeringkan di atas penangas listrik dan dimasukkan kembali ke dalam tanur pada suhu 500
o
C dan dilanjutkan pemanasan hingga abu berwarna putih. Abu yang sudah berwarna putih dilarutkan dalam 5 ml
HCl 6 N atau 5 ml HNO
3
1N sambil dipanaskan di atas penangas listrik atau penangas air selama 2-3 menit dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, kemudian
ditambahkan air suling v hingga mencapai tanda garis. Larutan blanko disiapkan dengan penambahan pereaksi, lalu dibaca absorbans larutan baku kerja dan larutan
sampel terhadap blanko menggunakan SSA pada panjang gelombang maksimum sekitar 324 nm untuk Cu dan 283 nm untuk Pb. Kurva kalibrasi dibuat antara
konsentrasi logam µgml sebagai sumbu X dan absorbans sebagai sumbu Y. Diplotkan hasil pembacaan larutan sampel terhadap kurva kalibrasi dan dihitung
kandungan logam dalam sampel. Perhitungan : Kandungan logam mgkg =
Pengujian Raksa Hg BSN, 2009. Sampel 5 g m ditimbang ke dalam labu
destruksi dan ditambahkan 25 ml H
2
SO
4
18N, 20 ml HNO
3
7N, 1 ml larutan natrium molibdat 2 dan 5 sampai dengan 6 batu didih. Labu destruksi dihubungkan dengan
pendingin dan dipanaskan di atas penangas listrik selama 1 jam, setelah itu pemanasan dihentikan dan dibiarkan selama 15 menit dan ditambahkan 20 ml HNO
3
: HClO
4
1 : 1 melalui pendingin. Aliran air pada pendingin dihentikan dan dipanaskan dengan panas tinggi sehingga timbul uap putih. Pemanasan dilanjutkan
selama 10 menit kemudian didinginkan. Air sebanyak 10 ml ditambahkan melalui
pendingin dengan hati-hati sambil digoyang-goyangkan dan dididihkan lagi selama 10 menit. Pemanas dimatikan dan pendingin dicuci dengan 15 ml air suling sebanyak
3 kali, kemudian didinginkan sampai suhu kamar. Larutan destruksi sampel dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml secara kuantitatif dan diencerkan dengan air
suling sampai tanda garis. Larutan tersebut diambil dengan pipet sebanyak 25 ml ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan larutan pengencer sampai tanda
garis. Larutan blanko dengan penambahan pereaksi yang sama seperti contoh disiapkan dan ditambahkan larutan pereduksi ke dalam larutan baku kerja Hg, larutan
sampel dan larutan blanko pada alat “HVG”. Absorbans larutan baku kerja, larutan sampel dan larutan blanko dapat dibaca menggunakan SSA tanpa nyala pada
panjang gelombang 253,7 nm. Kurva kalibrasi dapat dibuat dengan konsentrasi Hg μgml sebagai sumbu X dan absorbans sebagai sumbu Y dan hasil pembacaan
larutan sampel diplotkan terhadap kurva kalibrasi. Pengerjaan dilakukan secara duplo.
Perhitungan: Kandungan Hg mgkg = Keterangan:
C adalah konsentrasi Hg dari kurva kalibrasi μgml V adalah volume larutan akhir ml
M adalah bobot contoh g Fp adalah faktor pengenceran
Pengujian Arsen As . Sebanyak ± 1gram sampel dimasukkan ke dalam tabung
Erlenmeyer ukuran 125 ml atau 100 ml, kemudian ditambahkan 5 ml HNO
3
dan didiamkan pada suhu ruang di ruang asam. Sampel dipanaskan di atas hot plate
dengan suhu rendah selama 4-6 jam masih dalam ruang asam, kemudian sampel ditutup dan dibiarkan semalam. Sebanyak 0,4 ml H
2
SO
4
ditambahkan ke dalam sampel, lalu dipanaskan di atas hot plate sampai larutan berkurang lebih pekat,
biasanya ± 1 jam. Sampel ditambahkan kembali dengan larutan campuran HClO
4
dan HNO
3
dengan perbandingan 2:1 sebanyak 2-3 tetes. Sampel masih tetap berada di atas hot plate hingga terjadi perubahan warna dari coklat menjadi kuning tua
kemudian kuning muda. Pemanasan dilanjutkan selama 10-15 menit setelah terjadi perubahan warna. Sampel dipindahkan dari atas hot plate. Sebanyak 2 ml aquades
dan 0,6 ml HCl ditambahkan pada sampel yang telah didinginkan terlebih dahulu. Sampel kembali dipanaskan selama ± 15 menit agar larut dengan baik, kemudian
dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Sampel yang mengandung endapan disaring dengan glass wool. Hasil pengabuan basah kemudian dianalisis menggunakan AAS
untuk analisis arsen As.
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Mutu Bahan Baku Utama dan Produk Susu Pasteurisasi dengan
Fishbone Diagram Diagram Sebab akibat
Faktor yang dapat mempengaruhi mutu susu segar dan susu pasteurisasi dianalisis dengan menggunakan fishbone diagram diagram sebab akibat. Penentuan
faktor yang dapat mempengaruhi mutu tersebut digambarkan dengan diagram yang memaparkan sumber penyebab variasi dari suatu proses menurut Ishikawa 1988,
yaitu sebagai berikut:
Gambar 1. Penentuan Faktor Analisis Mutu Susu Segar
BAHAN SDM
Mutu Susu
Segar
METOD
E
LINGKUNGAN
Sebab Akibat
Faktor rinci Faktor lebih rinci
BAHAN SDM
Mutu Susu
Pasteu- risasi
METOD
E
LINGKUNGAN
Sebab Akibat
Faktor rinci Faktor lebih rinci
Gambar 2. Penentuan Faktor Analisis Mutu Susu Pasteurisasi
KEADAAN UMUM LOKASI Unit Pengolahan Susu PT D-Farm Agriprima
Riwayat Perusahaan
Unit pengolahan susu PT D-Farm Agriprima merupakan unit usaha yang berada di Fakultas Peternakan IPB. Produk utama unit pengolahan susu ini yaitu susu
pasteurisasi dan yoghurt. Keberadaan D-Farm berawal sejak kepindahan kampus
Fakultas Peternakan IPB dari Gunung Gede ke Darmaga pada tahun 1994. Tahun 2006-2007 unit usaha ini dikelola langsung oleh Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB. Tenaga kerja yang terlibat yaitu teknisi dan tenaga honorer Fakultas Peternakan.
Saat ini, unit pengolahan susu D-Farm diberi kewenanganan untuk mengelola aset yang ada secara mandiri. Unit pengolahan D-Farm berfungsi ganda
sebagai Teaching Industry. D-Farm dikelola oleh alumni Fakultas Peternakan IPB yang diberi kepercayaan untuk dapat mengelola dan merawat aset yang ada. D-Farm
melakukan diversifikasi produk susu olahan yang dipasarkan dengan merek FAPET. Produk susu olahan yang dihasilkan antara lain susu pasteurisasi, yoghurt, kefir,
puding susu, es krim, kerupuk susu, karamel susu dan dodol susu. Terhitung sejak tanggal 29 Juni 2010, lima varian produk susu pasteurisasi FAPET yaitu susu
pasteurisasi plain, susu pasteurisasi rasa coklat, susu pasteurisasi rasa stroberi, susu pasteurisasi rasa kopi moka, susu pasteurisasi rasa vanila telah memperoleh
persetujuan pendaftaran produk pangan No. MD. Produksi susu pasteurisasi perhari di unit pengolahan ini yaitu sekitar 30-40 literhari.
Lokasi Perusahaan
Lokasi pabrik produk olahan susu FAPET berada di Jl. Kayu Manis Laboratorium Lapang A Fakultas Peternakan, sedangkan untuk kantor pemasaran
terletak di Jl.Agatis Departemen IPTP lantai 3 wing 4 Fakultas Peternakan IPB. Ruangan pabrik unit pengolahan terdiri atas ruang penerimaan dan uji kualitas susu,
ruang penyimpanan susu, ruang pengolahan, ruang pengemasan, ruang cuci, gudang produk dan bahan produksi, serta terdapat satu buah kamar mandi yang berada di
bagian luar pabrik. Pabrik telah dilengkapi dengan sarana pengolahan dan perlengkapan lainnya yang menunjang proses produksi. Denah lokasi pabrik PT D-
Farm Agriprima dapat dilihat pada Lampiran 1.
Aspek Organisasi, Manajemen dan Ketenagakerjaan
PT D-Farm Agriprima berbentuk perseroan terbatas dengan status pemodal dalam negeri dan sudah memperoleh perizinan sebagai berikut :
1. Akta Notaris Pendirian Perseroan Terbatas “PT D-Farm Agriprima” dari Notaris
Ny. Natalia Lini Handayani, SH No.30 tanggal 12 Mei 2009 2.
Surat Keterangan Usaha No. 50323V2009 Tanggal 27 Mei 2009 dari Desa Babakan Kecamatan Dramaga
3. Surat Izin Usaha Perdagangan SIUP – Mikro No. 041110-20PmP0VI2009
tanggal 22 Juni 2009 dari Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor 4.
Tanda Daftar Industri No. 535.30060007BPT2009 tanggal 25 Juni 2009 dari Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor
5. Tanda Daftar Perusahaan PT No. 10.20.1.15.00419 Tanggal 9 Juli 2009 dari
Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor 6.
SK Menteri Hukum dan HAM Nomor :AHU-37384.AH.01.01. Tahun 2009 Struktur organisasi PT D-Farm Agriprima dikepalai oleh seorang direktur
yang membawahi empat divisi, yaitu divisi administrasi Adm. keuangan, penjualan dan kantor, divisi distribusi dan pemasaran, divisi produksi serta divisi logistik.
Bagan struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran 2.
Peternakan Eco Farm
Eco Farm merupakan salah satu peternakan sapi perah yang terletak di jl. Kayu Manis Laboratorium Kandang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Eco Farm berdiri pada tahun 2003 yang terbentuk atas bantuan dana dari Departemen Pertanian sebesar Rp 250 juta dengan 20 ekor sapi serta fasilitasnya. Luasan kandang
Eco Farm yaitu sekitar 8 x 20 m
2
dan memiliki kebun rumput seluas 2 hektar. Saat ini Eco Farm memiliki jumlah sapi perah bangsa Frisian Holland FH
sebanyak 20 ekor yang terdiri atas 13 ekor sapi laktasi dan 7 ekor sapi yang tidak diperah sapi bunting dan sakit. Eco Farm memasarkan hasil produksinya berupa
susu segar ke unit pengolahan PT D-Farm Agriprima sebanyak 60 literhari. Pihak peternakan juga memasarkan susu ke lembaga lain dan juga melayani konsumen
yang langsung datang ke peternakan. Strategi pemasaran susu segar dari pihak Eco Farm pada saat itu dirasa masih kurang, karena susu segar yang dihasilkan terkadang
tidak dapat terjual seluruhnya. Kondisi tersebut memunculkan ide dari pihak Eco Farm untuk membuka unit pengolahan susu secara mandiri, hingga akhirnya ide itu
direalisasikan dengan membuka unit pengolahan susu dengan produk utama susu pasteurisasi dan yoghurt.
Eco Farm berada di bawah binaan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, di bawah pengawasan Dekan Fakultas Peternakan IPB. Pihak Eco Farm
setiap bulannya memberikan laporan kondisi, perkembangan serta administrasi pada pihak penanggung jawab, kemudian penanggung jawab memberikan laporan lanjutan
kepada Dekan Fakultas Peternakan IPB. Struktur organisasi Eco Farm terdiri atas penanggung jawab, unit teknis pelaksana, pengolahan dan pemasaran. Jumlah
Karyawan di peternakan ini yaitu sebanyak 10 orang. Karyawan ditempatkan pada beberapa bagian diantaranya satu orang sebagai kepala unit pelaksana teknis, tiga
orang di bagian kandang, dua orang pengambil rumput, satu orang di bagian kebun, dan dua orang di bagian pengolahan. Jam kerja karyawan yaitu pada hari senin
sampai dengan jumat dimulai dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Namun khusus untuk bagian kandang, rumput dan kebun memiliki jam kerja yaitu
sekitar pukul 05.30 WIB setiap hari.
Koperasi Wirausaha Indonesia KWI
Koperasi Wirausaha Indonesia KWI merupakan salah satu koperasi yang digandeng oleh Fakultas Peternakan untuk mengelola pembibitan sapi perah.
Fakultas Peternakan berhasil mendapatkan dana dari Departemen Koperasi untuk pengelolaan peternakan sapi perah yang dalam pelaksanaannya harus melalui
koperasi. Berdasarkan akta pengesahan tanggal 25 Mei 1999 Nomor Pengesahan 350BHKDK.105VI1999 alamat koperasi berada di Kampus Dalam Kp
Cangkurawok desa Babakan Lebak kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Bentuk kerjasama diwujudkan dengan pemberian ijin penggunaan lokasi
pemeliharaan sapi perah di laboratorium lapang B Fakultas Peternakan. Sapi perah yang dikelola KWI merupakan bangsa sapi Frisian Holland FH
yang berasal dari Australia sebanyak 40 ekor. Perbedaan iklim dan manajemen pemeliharaan yang berbeda menyebabkan beberapa ekor sapi kurang bisa beradaptasi
dengan baik sehingga jumlah sapi menurun dan yang tersisa yaitu sebanyak 26 ekor. Jumlah sapi laktasi sebanyak 21 ekor dan sapi bunting sebanyak 5 ekor. Jumlah rata-
rata produksi susu sebanyak 160 literhari. Susu dipasarkan ke D-Farm Agriprima setiap pagi dan sore dengan total sebanyak 60-100 liter, selain itu KWI juga
melayani konsumen yang langsung datang ke peternakan dan konsumen yang berada di luar peternakan.
Struktur kepengurusan KWI terdiri atas ketua, sekretaris dan bendahara. Jumlah karyawan KWI yaitu sebanyak dua belas orang yang terdiri atas satu orang
operasional manager, satu orang kepala kandang, dua staf administrasi, satu orang accounting, dua orang tenaga kebun rumput, dua orang security dan tiga orang
tenaga kandang. Setiap bulan KWI memberikan laporan kepada Program Fakultas Peternakan berupa perkembangan program, kemudian laporan pertanggungjawaban
tersebut oleh Fakultas Peternakan dilanjutkan kepada Kementrian Koperasi setiap tiga bulan sekali.
HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Produksi
Proses produksi susu pasteurisasi di unit pengolahan susu D-Farm Agriprima meliputi penerimaan dan pengujian kualitas susu segar, penambahan sirup flavor,
pasteurisasi, pendinginan, pelabelan dan penyimpanan.
Penerimaan dan Pengujian Kualitas Susu Segar
Pengujian kualitas terhadap susu dilakukan dengan uji alkohol 70. Sebelum dilakukan uji alkohol, susu dihomogenisasi dengan menggunakan pengaduk stainless
steel yang telah disterilisasi menggunakan air panas. Pengujian alkohol dilakukan dengan tujuan untuk melihat kondisi susu yang masih baik. Danasaputra 2004
menyatakan bahwa pengujian alkohol dilakukan untuk menentukan kualitas susu segar dan layak tidaknya susu untuk diproses. Teori tentang pengujian ini yaitu
bahwa bakteri yang ada di dalam susu akan mampu merubah komposisi susu sampai pada tahap penggumpalan bila diberi alkohol.
Pengujian selanjutnya yaitu pengujian komposisi susu. Sampel sebanyak 100 ml diambil untuk dilakukan pengujian komposisi susu dengan menggunakan alat
milkotester di laboratorium susu bagian Teknologi Hasil Ternak. Hasil analisis yang diperoleh dari penggunaan alat milkotester yaitu data berupa nilai berat jenis, kadar
lemak, Solid Non Fat SNF, protein, laktosa, titik beku, solid dan kadar air.
Penambahan Sirup Flavor
Penambahan sirup flavor hanya dilakukan untuk proses produksi susu pasteurisasi dengan penambahan cita rasa. Bahan yang digunakan untuk membuat
sirup flavor yaitu air mineral, gulasukrosa dan dan flavor berupa essence. Sirup flavor dibuat dengan memanaskan air yang ditambahkan dengan gula dan flavor.
Sirup tersebut ditambahkan pada susu yang sudah berada pada batch dan siap dipasteurisasi. Volume sirup flavor yang ditambahkan tergantung pada volume susu
segar yang akan dipasteurisasi. Penambahan sirup flavor yaitu hingga kemanisan susu mencapai 14-15
o
Brix. Apabila kemanisan kurang maka ditambahkan lagi sirup flavor hingga mencapai kemanisan tersebut.
Pasteurisasi
Susu yang telah diukur volumenya dimasukkan ke dalam batch pasteurizer untuk dipasteurisasi. PT D-Farm memiliki tiga mesin batch pasteurizer dengan
kapasitas 500 liter, 40 liter dan 20 liter. Sebelum proses pasteurisasi berlangsung, mesin pasteurisasi harus dalam keadaan bersih dan dilakukan pemanasan mesin
dengan menggunakan air hingga mencapai suhu 90ºC pemanasan awal. Setelah air mencapai suhu tersebut, mesin dimatikan dan air diturunkan. Susu kemudian
dimasukkan ke dalam batch pasteurizer, dicatat suhu awalnya dan mulai dilakukan proses pasteurisasi hingga mencapai suhu 70
– 75
o
C selama 30 menit. Susu pasteurisasi dengan penambahan cita rasa ditambahkan sirup flavor sesuai yang
dibutuhkan sebelum dilakukannya proses pasteurisasi. Setelah mencapai suhu tersebut, susu yang telah melalui proses diturunkan untuk selanjutnya dilakukan
pendinginan. Pencatatan suhu dan waktu selalu dilakukan pada log book selama proses pasteurisasi. Buckle et al. 2007 menyatakan bahwa kesesuaian waktu dan
suhu pasteurisasi harus dilakukan secara tepat. Apabila proses pasteurisasi dilaksanakan secara tepat maka dapat menghancurkan semua organisme patogen.
Pencegahan timbulnya bakteri yang masih dapat hidup dalam susu yang sudah
dipasteurisasi dapat dilakukan dengan pendinginan secara cepat setelah dipanaskan.
Gambar 3. Batch Pasteurizer Kapasitas a 20 Liter, b 40 Liter dan c 500 Liter
Pendinginan
Susu yang telah dipasteurisasi kemudian diturunkan dan ditampung di milk can atau toples tahan panas yang telah disterilisasi dengan menggunakan air panas.
Pendinginan dilakukan dengan cara perendaman milk can atau toples pada wadah yang dialiri dengan air. Pendinginan dilakukan hingga suhu susu mencapai maksimal
50ºC. c
b a
Pengemasan
Susu pasteurisasi dikemas pada cup aseptis berwarna putih dengan volume 120 ml. Filling dilakukan secara manual dengan menggunakan gelas ukur yang telah
disterilkan dengan air panas. Cup yang telah diisi kemudian disusun pada mesin pengemas untuk dilakukan penutupan cup dengan menggunakan penutup metalizing.
Setelah selesai dikemas kemudian produk disimpan sementara pada freezer.
Gambar 4. Mesin Pengemas
Pelabelan
Pelabelan dilakukan dengan menempelkan label berupa sticker pada permukaan penutup setelah pengemasan produk. Label dibuat sesuai dengan ukuran
penutup dengan kombinasi warna yang berbeda untuk setiap rasa. Label tersebut menyajikan informasi yang terdiri dari merk dagang, volume kemasan, tanggal
kadaluarsa, petunjuk penyimpanan, komposisi, No MD, nama unit pengolahan, alamat unit pengolahan dan cara penggunaan.
Penyimpanan
Produk susu pasteurisasi disimpan pada freezer dengan suhu sekitar -4
o
C. Setiap produk yang masuk selalu dihitung dan dicatat jumlah dan variasi rasanya
pada log book yang telah disediakan. Pengeluaran produk dilakukan secara sistem First in First Out FIFO yaitu produk yang pertama masuk merupakan produk yang
pertama dikeluarkan pula. Setelah itu produk didistribusikan ke kantor pemasaran dan disimpan di outlet penjualan yang ditempatkan pada show case dengan
pengaturan suhu 4ºC. Produk memiliki umur simpan hingga ± 1 bulan dari proses produksi, namun biasanya dalam waktu kurang dari dua minggu produk telah habis
terjual. Winaro dan Ivone 2007 menyatakan bahwa untuk memperpanjang daya simpannya, susu yang telah dipasteurisasi harus segera didinginkan dan disimpan di
suhu dingin 10
o
C dan pada suhu yang lebih rendah akan lebih baik, karena pada suhu tersebut mikroba pembusuk tidak lagi mampu tumbuh dan berkembang biak.
Gambar 5. Freezer Penyimpanan Produk
Pengujian Bahan Baku Utama dan Produk Akhir Bahan Baku Utama Susu Segar
Perolehan produk susu pasteruisasi yang memiliki kualitas baik salah satunya dapat ditinjau dari keamanan bahan baku utama berupa susu segar. Pengujian bahan
baku dapat dilakukan untuk mengetahui mutu dari susu segar yang akan digunakan. Pengujian bahan baku utama mengacu pada SNI susu segar No. 01-3141-1998.
Pengujian yang dilakukan terhadap susu segar yaitu pengujian alkohol, berat jenis, kadar lemak, bahan kering tanpa lemak BKTL, kadar protein, derajat keasaman,
cemaran mikroba TPC, Salmonella dan E.coli dan cemaran logam sepert timbal Pb dan seng Zn. Pengujian sampel susu segar yang digunakan sebagai bahan baku
pembuatan susu pasteruisasi di D-Farm Agriprima dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengujian Sampel Susu Segar No.
Parameter Hasil
1. Warna, bau, rasa
Normal 2.
Berat jenis pada suhu 27,5
o
C minimal 1,030 gcm
3
3. Kadar lemak
3,32 4.
Kadar protein 3,51
5. Derajat keasaman
8,19 6.
Uji alkohol 70 Negatif
7. Cemaran mikroba maksimal
Total kuman Salmonella
1x10
3,38
CFUml Negatif
E. coli patogen Negatif
8. Cemaran logam berbahaya maksimal
Timbal Pb Seng Zn
0,048 ppm
4,18 ppm
Hasil pengujian organoleptik untuk susu segar yaitu memiliki warna, bau dan rasa yang normal. Buckle et a.l 2007 menyatakan bahwa warna air susu berkisar
dari putih kebiruan hingga kuning keemasan. Warna putih dari susu merupakan hasil dispersi dari refleksi cahaya oleh globula lemak dan partikel koloidal dari casein dan
calsium phosphat. Warna kuning berasal dari kandungan lemak dan karoten yang dapat larut. Air susu terasa sedikit manis, yang disebabkan oleh laktosa, sedangkan
rasa asin berasal dari klorida, sitrat dan garam-garam mineral lainnya. Hasil pengujian susu segar untuk uji alkohol rata-rata bernilai negatif. Hal
tersebut sesuai dengan standar susu segar SNI-01-3141-1998, dimana pengujian alkohol 70 harus negatif. Danasaputra 2004 menyatakan bahwa pengujian
alkohol merupakan salah satupengujian susu untuk menentukan keadaan susu apakah dalam kondisi baik atau tidak. Keadaan air susu dikatakan baik apabila hasil uji
negatif. Apabila hasilnya positif maka air susu tersebut sudah asam atau rusak sehingga tidak dapat diperdagangkan.
Hasil pengujian susu segar untuk berat jenis rata-rata yaitu sebesar 1,030 gcm
3.
Nilai berat jenis susu segar menurut SNI No. 01-3141-1998 yaitu sebesar 1,028 gcm
3
. Berdasarkan acuan tersebut dapat dikatakan bahwa berat jenis bahan baku susu segar berada di atas nilai minimum standar yang ditetapkan. Rahman et al.
1992 menyatakan bahwa berat jenis susu dipengaruhi oleh zat-zat padatan yang terkandung di dalam susu seperti lemak, protein, laktosa dan mineral. Semakin tinggi
partikel tersebut maka berat jenis susu akan semakin tinggi. Hasil pengujian susu segar untuk kadar lemak rata-rata yaitu sebesar 3,32.
Nilai kadar lemak minimal menurut SNI No. 01-3141-1998 yaitu sebesar 3. Berdasarkan hasil pengujian kadar lemak diketahui bahwa kadar lemak susu segar
berada di atas nilai minimum yang dipersyaratkan. Kadar lemak dalam susu sangat penting. Kadar lemak susu secara ekonomis dapat digunakan untuk menentukan
harga air susu. Kandungan lemak menggambarkan kebutuhan energi setiap ternak. Lemak merupakan salah satu komponen utama pada susu dan merupakan komponen
paling beraneka ragam. Kadar lemak susu berfluktuasi dan banyak dipengaruhi oleh jenis pakan, bangsa, produksi susu, tingkat laktasi, kualitas dan kuantitas makanan.
Kadar lemak yang cukup tinggi pada pakan akan berpengaruh terhadap kadar lemak susu yang dihasilkan. Komposisi lemak susu akan semakin menurun karena
pemberian konsentrat. Pemberian pakan hijauan yang lebih sering pada sapi perah yang sedang berproduksi susu akan berakibat pada meningkatnya konsumsi pakan,
produksi susu dan kadar lemak susu Siregar, 1997. Hasil pengujian susu segar untuk kadar protein rata-rata yaitu sebesar 3,51.
Nilai kadar protein minimal menurut SNI No. 01-3141-1998 yaitu sebesar 32,7 . Berdasar hasil pengujian kadar protein diketahui bahwa kadar protein susu segar
berada di atas nilai minimum yang dipersyaratkan pada SNI. Protein susu terdiri atas dua kelompok protein, yaitu kasein sekitar 80 dan whey 20. Sudono 1999
menyatakan bahwa protein susu juga merupakan penentu kualitas susu sebagai bahan konsumsi.
Hasil pengujian untuk derajat keasaman rata-rata yaitu memiliki nilai pengujian sebesar 8,19
o
SH. Nilai derajat keasaman menurut SNI No. 01-3141-1998 yaitu sebesar 6-7
o
SH. Berdasarkan hasil pengujian, nilai derajat keasaman susu segar berada diatas nilai standar
. Danasaputra 2004 menyatakan bahwa tujuan penetapan
derajat asam yaitu untuk mengukur derajat keasaman susu titrable acidity dan dinyatakan dalam jumlah asam laktat dalam susu. Derajat asam susu menunjukkan
dua hal, pertama keasaman yang memang ada dalam susu, kedua keasaman yang disebabkan oleh susu yang terkontaminasi bakteri.
Mikroba yang diuji pada susu segar yaitu TPC, Salmonella dan E. coli. Berdasarkan SNI No. 01-3141-1998 nilai maksimal TPC pada susu segar yaitu 1 x
10
6
CFUml sedangkan Salmonella dan E. coli harus bernilai negatif. Hasil pengujian bahan baku susu segar memiliki nilai TPC yaitu 1x10
3,38
CFUml serta Salmonella dan E. coli yaitu bernilai negatif. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat dikatakan
bahwa susu berada dalam kondisi baik karena telah memenuhi persyaratan cemaran mikroba berdasarkan SNI No. 01-3141-1998. Buckle et al. 2007 mengemukakan
bahwa cemaran mikroba pada susu dapat terjadi sejak proses pemerahan, dari berbagai sumber seperti sapi, alat pemerahan dan tempat penyimpanannya yang
kurang bersih, tanah, air, debu, udara, serangga dan penanganan manusia. E. coli dan Salmonella merupakan jenis gram negatif. Mikroba tersebut dapat menyebabkan
penyakit dan perkembangannya dalam susu dapat menurunkan kualitas serta mempengaruhi keamanan produk bila dikonsumsi oleh manusia. Oleh karena itu
keberadaan bakteri tersebut dalam susu perlu diperhatikan.
Pengujian cemaran logam pada susu segar yaitu berupa Timbal Pb dan Seng Zn. Nilai maksimal cemaran logam berdasarkan SNI No. 01-3141-1998 untuk
timbal Pb yaitu 0,3 ppm dan untuk seng Zn 0,5 ppm. Berdasarkan hasil pengujian kandungan timbal Pb kurang dari 0,048 ppm dan seng Zn 4,18 ppm. Nilai
kandungan logam untuk timbal Pb sesuai dengan standar namun seng Zn berada ditas nilas standar. Oskarsson et al. 1992 menyatakan bahwa Pb dalam kandungan
susu sangat kecil. Kandungan Pb biasanya terdeteksi lebih tinggi pada hati, ginjal dan daging daripada susu. Kandungan logam Pb tersebut dapat berasal dari pakan
atau air minum yang tercemar Pb, dan di dalam organ hati dan ginjal Pb akan terakumulasi. Kandungan seng Zn dapat masuk ke dalam tubuh sapi, kemudian
masuk melalui saluran pencernaan di dalam tubuh dan sebagian diekskresikan melalui air susu.
Produk Akhir
Sebelum diedarkan ke pasaran perlu dilakukan pengujian terhadap produk. Pengujian susu pasteurisasi yang dilakukan oleh unit pengolahan D-Farm mengacu
pada SNI No. 01-3951-1995. Salah satu sampel yang diuji yaitu susu pasteurisasi dengan perisa vanilla. Pengujian yang dilakukan yaitu bau, rasa, warna, kadar lemak,
bahan kering tanpa lemak, kadar protein, cemaran mikroba TPC dan Coliform dan logam berbahaya arsen As, timbal Pb, tembaga Cu dan seng Zn. Hasil dari
pengujian produk susu pasteruisasi yang diproduksi oleh unit pengolahan D-Farm dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Pengujian Susu Pasteurisasi dengan Penambahan Perisa Vanilla No.
Karakteristik Hasil
1. Bau, rasa dan warna
Khasnormal 2.
Kadar lemak 2,39
3. Kadar padatan tanpa lemak
13,8 4.
Kadar protein 2,78
5. TPC Total Plate Count
10 6.
Coliform presumptive MPNml 3
7. Logam berbahaya : As ppm maksimal
Pb ppm maksimal Cu ppm maksimal
Zn ppm maksimal 0,003
0,055 0,04
1,75 Hasil organoleptik untuk susu pasteuriasasi dengan penambahan cita rasa
memiliki bau, rasa dan warna yang normal. Nilai kadar lemak, protein dan bahan
kering tanpa lemak BKTL untuk susu pasteurisasi dengan penambahan perisa menurut SNI No. 01-3951-1995 berturut-turut yaitu sebesar 1,5, 2,5 dan 7,5.
Hasil pengujian produk akhir susu pasteurisasi rasa vanilla memiliki kadar lemak, protein dan BKTL berturut-turut yaitu sebesar 2,39, 2,78 dan 13,8. Hasil
pengujian untuk kadar lemak, protein dan BKTL pada produk akhir berada di atas standar nilai minimal dan apabila dibandingkan dengan kualitas susu segar memiliki
nilai yang tidak begitu jauh berbeda. Buckle et al. 2007 mengemukakan bahwa proses pasteurisasi mengurangi seminimal mungkin kehilangan zat gizinya dan
mempertahankan semaksimal mungkin rupa dan cita rasa susu segar. Mikroba yang diuji pada produk akhir yaitu berupa TPC dan Coliform.
Standar nilai maksimum TPC berdasarkan SNI No. 01-3951-1995 untuk susu pasteurisasi dengan penambahan perisa yaitu 3 x 10
4
CFUml sedangkan Coliform 10 MPNml. Hasil pengujian produk akhir untuk nilail TPC yaitu kurang dari 10
sedangkan Coliform kurang dari 3. Berdasarkan hasil pengujian tersebut diketahui bahwa TPC dan Coliform pada produk akhir telah memenuhi kriteria yang
dipersyaratkan. Gustiani 2009 menyatakan bahwa peoses pasteurisai dapat menekan jumlah mikroba pada susu segar, namun susu yang telah melalui proses
pemanasan masih memungkinkan terjadinya kontaminasi silang dari peralatan dan air pencuci. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator sanitasi penanganan susu.
Apabila Coliform mengkontaminasi susu dalam jumlah yang relatif besar maka dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi manusia apabila dikonsumsi.
Pengujian cemaran logam pada produk akhir berupa berupa arsen As, timbal Pb, tembaga Cu dan seng Zn. Nilai maksimal cemaran logam
berdasarkan SNI No. 01-3951-1995 untuk arsen As dan timbal Pb yaitu 1 ppm sedangkan tembaga Cu dan seng Zn berturut-turut yaitu 2 ppm dan 5 ppm.
Berdasarkan hasil pengujian nilai arsen As kurang dari 0,003 ppm, timbal Pb kurang dari 0,055 ppm, tembaga Cu 0,04 ppm dan seng Zn 1,75 ppm.
Berdasarkan hasil tersebut tersebut nilai kandungan logam pada produk akhir susu pasteurisasi sesuai dengan yang dipersyaratkan SNI No. 01-3951-1998. Cemaran
logam pada susu pasteurisasi dapat berasal dari bahan baku berupa susu segar yang memang telah tercemar logam. Seperti yang dikemukakan Oskarsson et al. 1992
menyatakan bahwa kandungan logam pada susu segar yang terdeteksi dapat berasal
dari pakan atau air minum yang tercemar logam. Kandungan logam tersebut dapat masuk ke dalam tubuh sapi, kemudian masuk melalui saluran pencernaan di dalam
tubuh dan sebagian diekskresikan melalui air susu. Namun biasanya kandungan logam tersebut lebih banyak terakumulasi pada bagian organ atau jaringan lain.
Peningkatan cemaran logam pada proses pasteurisasi dapat terjadi melalui tahapan proses pengolahan misalnya kontak langsung susu dengan permukaan alat yang
mengandung logam atau mengalami pengikisan logam berat.
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Mutu Mutu Bahan Baku Utama Susu Segar
Mutu bahan baku utama dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di dalam penanganannya. Susu segar yang aman dapat diperoleh dari suatu peternakan yang
menerapkan tata cara beternak yang baik dan benar yang mengacu pada Good Farming Practices GFP. Penerapan tata cara beternak yang baik dan benar dapat
dikaji pada kedua peternakan yang mensuplai susu ke unit pengolahan D-Farm Agriprima. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan Fishbone Diagram
diagram sebab akibat untuk mengetahui faktor-faktor yang akan mempengaruhi mutu susu segar. Beberapa faktor yang dianilisis dikategorikan ke dalam empat
faktor utama yaitu bahan, metode, sumber daya manusia, dan lingkungan. Fishbone Diagram diagram sebab akibat untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi mutu susu segar dapat dilihat pada Gambar 16.
Bahan 1
Sapi. Sapi yang berada di peternakan Eco Farm dan KWI yaitu bangsa Frisian
Holland FH. Sapi yang diperah dan dipasarkan susunya merupakan sapi yang berada dalam kondisi sehat dan bersih. Namun ada kalanya sapi tersebut diperah
dalam kondisi yang kurang bersih dengan kotoran disekitar tubuhnya sehingga
dapat memungkinkan terjadinya cemaran pada susu yang diperoleh.
2 Pakan. Pakan yang digunakan di Eco Farm yaitu hijauan, konsentrat dan ampas
tahu. Hijauan yang diberikan yaitu rumput lapang dan rumput gajah. Hijauan tersebut merupakan hijauan yang berasal dari kebun rumput milik peternakan
sendiri yang tidak menggunakan pupuk berbahaya serta tanpa penyemprotan insektisida, sehingga aman untuk dikonsumsi ternak. Konsentrat dan ampas tahu
yang dibeli dikemas dalam karung tanpa terdapat label yang menunjukkan merk dagang ataupun komposisi pakan. Konsentrat dan ampas tahu disimpan di
gudang penyimpanan dalam kondisi kering, sedangkan hijauan disimpan di area kandang. Ampas tahu yang telah digunakan ada kalanya disimpan di area
kandang, sehingga memungkinkan tumbuhnya jamur dan adanya kontaminasi yang berasal dari kandang. Penyimpanan sampel pakan diperlukan bagi suatu
peternakan. Hal tersebut bertujuan untuk pengujian sampel bahan pakan apabila teridentifikasi adanya residu pada susu, namun hal tersebut belum dilaksanakan
oleh pihak Eco Farm.
Pemberian pakan di Eco Farm dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 09.00 WIB dan sore hari sekitar pukul 15.00 WIB setelah pemerahan. Sebelum pakan
diberikan, tempat pakan dan minum dibersihkan dari sisa-sisa pakan sebelumnya. Konsentrat di berikan lebih awal dari pada hijauan, sedangkan
untuk air minum diberikan ad libitum sepanjang hari. Hijauan yang diberikan yaitu sebanyak 35-40 kgekorhari, sedangkan pemberian konsentrat sebanyak 5
kg dicampur dengan ampas tahu sbanyak 2 kg untuk masing-masing sapi laktasi. Pencampuran dilakukan harus secara merata, namun pada saat di lapangan ada
kalanya pencampuran konsentrat dan ampas tahu tersebut kurang merata. Pakan yang digunakan di KWI yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan yang
diberikan yaitu rumput lapang dan rumput gajah yang berasal dari kebun rumput milik peternakan sendiri tanpa menggunakan pupuk berbahaya. Konsentrat yang
Gambar 6. Penyimpanan Pakan di Eco Farm a Hijauan dan b Konsentrat b
a
digunakan dibedakan menjadi dua jenis dengan merk dagang Lakto Feed A untuk pedet dan Lakto Feed B untuk sapi laktasi. Label dari kemasan
menunjukan informasi berupa berat bersih, produsen dan kandungan nutrisi pakan. Kandungan nutrisi pada Lakto Feed A terdiri dari protein kasar sebesar
16-17, lemak kasar 6-7, serat kasar 14-15 dan TDN 60-65. Kandungan nutrisi pada Lakto Feed B terdiri dari protein kasar sebesar 13-14, lemak kasar
5-6, serat kasar 16-17 dan TDN 55-60. Menurut NRC 2001, kandungan nutrisi yang direkomendasikan bagi sapi laktasi dengan produksi susu antara 7
dan 13 kghari yaitu protein kasar sebesar 12-15, serat kasar 17, lemak kasar 3 dan TDN 63-67.
Gambar 7. Konsentrat a Lakto Feed A dan b Lakto Feed B Penyimpanan konsentrat ditempatkan di gudang penyimpanan pakan dalam
kondisi kering, sedangkan hijauan disimpan di area kandang. Hijuan yang akan diberikan berbentuk cacahan sehingga mempermudah sapi dalam proses
pencernaanya. Pencacahan hijauan dilakukan dengan menggunakan mesin yang disebut chopper. Sama halnya seperti Eco Farm, KWI belum melakukan
penyimpanan sampel pakan untuk pengujian sampel bahan pakan apabila teridentifikasi adanya residu pada susu
b a
a b
Gambar 8. Penyimpanan Pakan di KWI a Hijauan dan b Konsentrat
Hijauan diberikan tiga kali yaitu pada pukul 08.30 WIB, 12.00 WIB dan 19.00 WIB. Konsentrat diberikan dua kali pada pukul 08.00 dan 11.30 WIB. Hijauan
yang diberikan yaitu sebanyak 30 kgekorhari, sedangkan konsentrat sebanyak 5kgekorhari. Konsentrat diberikan lebih awal dari pada hijauan, sedangkan
untuk air minum diberikan bersamaan dengan pemberian hijauan.
. Gambar 9. Pemberian pakan di peternakan a Eco Farm dan b KWI
Ensminger dan Tyler 2006 mengemukakan bahwa sapi perah mempunyai daya produksi yang tinggi sehingga apabila tidak mendapatkan makanan yang cukup
tidak akan mampu memproduksi susu dengan baik. Sopiyana 2006 menyatakan bahwa pakan sapi perah digolongkan menjadi tiga yaitu pakan
hijauan, konsentrat dan pakan tambahan. Pemberian pakan ideal untuk sapi laktasi adalah 30-40kg hijauanekorhari dan konsentrat 5-9 kgekorhari. Pakan
yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan dapat berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput
raja. Pakan berupa hijauan bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10
dari bobot badan BB dan pakan tambahan sebanyak 1-2 dari BB. Metode
1 Peralatan. Peralatan kandang yang digunakan di Eco Farm dan KWI terdiri dari
peralatan kebersihan kandang dan peralatan pemerahan milik sendiri. Peralatan kebersihan kandang di Eco Farm terdiri atas selang, karet pembersih lantai, sapu
lidi, ember, sikat dan alat pengangkut limbah padat. Peralatan pemerahan yang digunakan yaitu milk can dan ember untuk penampung susu, penyaring susu,
gelas ukur dan mangkuk kuarter. Beberapa diantara peralatan tersebut masih belum sepenuhnya bersih yang terlihat dari adanya sisa-sisa kotoran pada
beberapa alat seperti sapu lidi, sikat dan pembersih lantai. Begitu pula pada b
a
peralatan pemerahan yang tidak disterilisasi dengan air panas setelah dan sebelum digunakan. Pelaksanaan sanitasi peralatan di Eco Farm hanya dilakukan
dengan pencucian menggunakan sabun.
Peralatan kebersihan kandang di KWI terdiri dari selang, karet pembersih lantai, sapu lidi, ember, sikat dan alat desinfektan. Peralatan pemerahan yang
digunakan di KWI yaitu milk can dan ember untuk penampung susu, kain dan alat penyaring untuk susu, kain lap untuk ambing dan alat pencelup puting.
Kondisi peralatan pemerahan KWI selalu diupayakan dalam keadaan bersih dan kering. Proses sterilisasi alat dengan air panas dilakukan setelah pencucian
dengan sabun. Deptan 1997 menyatakan bahwa pencucian peralatan misalnya ember, milk can, botol dan lain-lain sebaiknya dengan menggunakan air panas
dan larutan chlor. Hal ini dapat melarutkan lemak susu yang menempel pada alat-alat tersebut. Peralatan yang tidak bersih dalam penanganan susu
mengakibatkan susu banyak mengandung kuman. Kondisi alat seharusnya selalu dalam keadaan bersih. Hal tersebut dimaksudkan untuk meminimalisir
perkembangan mikroba yang dapat menjadi sumber penyakit bagi ternak dan mencemari susu. Ernawati 2000
menyatakan bahwa setiap peralatan di kandang khususnya peralatan pemerahan seperti milk can, ember, saringan susu,
gelas ukur dan alat lain harus dicucihamakan sebelum digunakan, cara yang dapat dilakukan yaitu dengan pembilasan menggunakan air panas. Hal tersebut
perlu dilakukan karena peralatan tersebut akan berhubungan langsung dengan susu sapi, sehingga akan diperoleh kualitas air susu yang bersih dan tidak mudah
rusak.
2 Pemerahan. Proses pemerahan harus dilakukan secara benar dan
memperhatikan kebersihan area pemerahan, ternak, alat, serta higien personal peternak. Tahapan proses pemerahan yang dapat dilakukan menurut Deptan
1997 yaitu: 1 pembersihan daerah ambing dan puting dengan lap yang telah dibasahi air hangat, 2 pre dipping, 3 pemerahan awal, 4 pemerahan, 5
penyaringan dan 6 post dipping.
Teknik pemerahan yang dilakukan di Eco Farm yaitu secara manual dengan sistem full hand. Tahapan proses pemerahan di Eco Farm yaitu: 1 memandikan
sapi, 2 pemerahan awal yang bertujuan untuk mengeluarkan susu pertama yang
banyak mengandung bakteri yang terbawa karena susu tersebut membilas saluran puting sehingga jumlah bakteri dalam susu yang dikeluarkan pertama
tinggi, 3 uji mastitis yang dilakukan dengan menampung beberapa perahan susu pada mangkuk kuarter dengan penambahan alkohol 70 kemudian sedikit
digoyangkan. Apabila terdapat butiran maka susu tersebut dinyatakan rusak dan tidak dipasarkan, 4 pemerahan, dilakukan secara tuntas dan menggunakan
pelicin berupa margarin. Pelicin berupa margarin atau minyak kelapa bertujuan untuk mempermudah proses pemerahan dan sapi tidak merasa sakit, namun
penggunaan pelicin dapat menyebabkan kontaminasi pada susu yang dihasilkan. Selain itu pelicin yang banyak mengandung lemak menyebabkan mudah terjadi
ketengikan pada susu Saputro, 2009. Pemerahan secara tuntas bertujuan untuk menghindari sapi terkena mastitis, 5 penyaringan dan pengukuran volume
sebelum dimasukkan ke dalam milk can penampung. Beberapa hal yag belum dilakukan pada proses pemerahan di Eco Farm yaitu
pembersihan ambing dengan air hangat, proses pre dipping dan post dipping. Pre dipping dan post dipping bertujuan untuk mencegah masuknya mikroba ke
dalam puting sebelum dan sesudah proses pemerahan. Pembersihan ambing dengan air hangat, pre dipping dan post dipping yang belum dilaksanakan di
peternakan Eco Farm dapat menjadi peluang terjadinya kontaminasi pada susu.
Gambar 10. Penyaringan Susu di Peternakan Eco Farm Tahap proses pemerahan di KWI yaitu: 1 pembersihan sapi, 2 pembersihan
ambing dengan menggunakan lap yang telah dibasahi dengan air hangat dengan tujuan untuk membersihkan ambing dan merangsang pengeluaran susu, 3
pemerahan awal, 4 pemerahan, dilakukan secara tuntas dan menggunakan pelicin berupa vaselin. Hidayat et al. 2002 menyatakan bahwa selama
pemerahan sebaiknya jangan menggunakan vaselin karena vaselin akan
menutupi permukaan puting. Pelicin vaselin yang digunakan terus menerus dapat mengakibatkan penularan penyakit yang sulit dihindari, 5 penyaringan
susu yang akan dimasukkan pada milk can, 6 proses post dipping atau pencelupan puting pada desinfek setelah pemerahan. Tahapan pemerahan yang
belum dilakukan oleh KWI yaitu pemeriksaan mastitis dan proses pre dipping.
Gambar 11. a Pemerahan dan b Penyaringan Susu di KWI
3 Penanganan Kesehatan Ternak. Manajemen kesehatan ternak perlu dilakukan
untuk menjaga kondisi kesehatan pada setiap ternak. Suharno dan Nazarudin 2004 menyatakan, ternak yang sakit sebaiknya dipisahkan dan diobati hingga
sembuh. Penanganan KWI terhadap ternak yang sakit yaitu dengan mengkonsultasikan pada bagian kesehatan kesehatan hewan, sehingga ternak
yang sakit dapat diperiksa dan diberikan obat sesuai dosis. Peternakan Eco Farm untuk hal ini masih melakukan pengobatan secara tradisional dan
menindaklanjuti pengobatan melalui petugas kesehatan apabila kondisi ternak
masih belum stabil.
Peternak perlu mengenal berbagai jenis penyakit terutama penyebabnya, akibat serangan atau gejala yang muncul dari serangan tersebut, penyebarannya,
pencegahan dan pemberantasannya. Beberapa penyakit yang dapat menyerang sapi perah antara lain TBC, brucellosis atau keguguran, mastitis atau radang
kelenjar susu, radang limpa, dan penyakit kulit dan kuku. Penyakit pada ternak sapi perah merupakan ancaman bagi para peternak sehingga perlu diupayakan
pencegahan dan penanggulangannya secara dini. Kesehatan sapi perah perlu dijaga agar produksinya tetap tinggi dan memiliki kualitas yang baik.
a b
Sumber Daya Manusia SDM 1
Pimpinan. Pengawasan, pengarahan dan motivasi dari pimpinan pada suatu
peternakan diperlukan untuk mengembangkan dan memperbaiki sistem tata laksana peternakan. Eco Farm dan KWI mendapatkan pengawasan melalui
kepala teknis lapang setiap harinya yang kemudian memberikan laporan perkembangan kepada pimpinan. Pimpinan pada suatu peternakan harus
memiliki wawasan mengenai cara beternak yang baik dan benar dan dapat memberikan pengawasan serta pengarahan terhadap karyawannya. Pemantauan
dan pengawasan dari pimpinan belum dilakukan optimal, sehingga pemantauan dan pengawasan perlu dilakukan secara kontinyu untuk mengetahui pelaksanaan
manajemen peternakan di lapangan. 2
Karyawan. Karyawan di dalam pelaksanaan peternakan harus melaksanakan
kegiatan sesaui Standard Sanitation Operating Procedure SSOP. Keahlian karyawan dipengaruhi oleh pengalaman dan pelatihan. Pelatihan tentang
pemeliharaan sapi perah adalah salah satu upaya dalam hal peningkatan pengetahuan dan keterampilan peternak dalam menjalankan kegiatan dalam
suatu peternakan. Berdasarkan hasil observasi, baik peternakan Eco Farm ataupun KWI tidak melaksanakan secara khusus dan formal pelatihan tersebut.
Pelatihan dilakukan dengan langsung terjun di lapangan, dimana karyawan mulai diarahkan dan dibimbing dalam hal pelaksanaan teknis peternakan.
Pelatihan mengenai pelaksanaan manajemen peternakan baik teori ataupun praktek perlu dilakukan sesuai dengan yang dibutuhkan untuk menjamin mutu
bahan pangan asal ternak.
Kedisiplinan dan sanitasi personal dari karyawan merupakan hal yang sangat penting untuk menjalankan kegiatan peternakan yang sesuai dan memperoleh
kehigienan susu. Hal tersebut dapat dianalisis sebagai faktor yang dapat berpengaruh terhdap mutu susu yang diperoleh. Kondisi pemerah pada saat
melakukan porses pemerahan harus dalam keadaan bersih. Pelaksanaan sanitasi dapat dilakukan dengan selalu menjaga kebersihan pakaian, mencuci tangan
sebelum memulai pemerahan, serta tidak merokok dan mengobrol pada saat pemerahan berlangsung. Higien personal dari pemerah baik di Eco Farm
maupun KWI masing kurang. Hal tersebut dapat dilihat dalam hal penggunaan
pakaian yang tidak selalu dalam kondisi bersih dan pencucian tangan yang masih kurang dilakukan sebelum mulai proses pemerahan.
Lingkungan 1
Lokasi. Lokasi peternakan Eco Farm berada jauh dari pemukiman penduduk, di
sebelah utara berbatasan dengan kandang domba yang sudah tidak digunakan, sebelah selatan berbatasan dengan kandang kambing, kandang sapi pedaging dan
Rumah Potong Hewan RPH, di sebelah timur berbatasan dengan jalan dan kebun serta di sebelah barat berbatasan dengan PT D-Farm Agriprima dan
kandang sapi perah departemen IPTP Fakultas Peternakan. Akses jalan ke peternakan Eco Farm cukup baik. Peternakan Eco Farm memiliki tempat
penanganan limbah tepat di samping peternakan. Kondisi saluran pembuangan limbah di peternakan Eco Farm kurang berfungsi dengan baik karena sering
terhalang oleh sisa hijauan yang menyebabkan terjadinya penyumbatan limbah cair dari area kandang. Limbah padat dibuang langsung ke area pembuangan
limbah dengan menggunakan alat pengangkut dorong, kemudian dikeringkan
dan dijadikan sebagai pupuk.
Gambar 12. Tempat Penampungan Limbah di Eco Farm KWI juga terletak di Jl. Kayu Manis Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor. Lokasi peternakan jauh dari pemukiman penduduk dan memiliki akses jalan yang cukup baik. KWI memiliki tempat pembuangan dan
pengolahan limbah di belakang kandang. Limbah padat dan cair dialirkan melalui saluran limbah yang kemudian ditampung di bak penampungan. Limbah
cair dari bak penampungan dialirkan ke kebun rumput sedangkan limbah yang berbentuk padatan biasanya dikeringkan menjadi pupuk.
Gambar 13. Tempat Penampungan Limbah di KWI Ernawati 2000 menyatakan bahwa lokasi yang ideal untuk membangun
kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Lokasi kandang sebaiknya memiliki jarak
± 10 meter dari tempat tinggal, tidak berdekatan dengan bangunan umum atau lingkungan yang terlalu ramai serta memiliki tempat penampungan kotoran dan
limbah sisa-sisa pakan.
2 Kandang. Kandang merupakan faktor utama dalam pemeliharaan sapi perah.
Kandang dibangun dengan tujuan untuk memberikan kenyamanan dan keamanan bagi ternak serta memudahkan dalam pengelolaan. Selain itu kandang
berfungsi untuk melindungi ternak dari cuaca buruk dan beberapa aspek lain yang mengganggu. Kondisi kandang yang baik dan bersih akan membuat sapi
perah merasa tenang dan nyaman, sehingga sapi perah akan terhindar dari stress serta dapat meningkatkan produktivitas susu dan pertumbuhannya. Kondisi
kandang peternakan Eco Farm cukup mudah dibersihkan dan didesinfeksi. Tipe kandang adalah „tail to tail‟ dengan sapi berada pada dua baris kandang dengan
posisi saling membelakangi. Kandang memiliki pembatas untuk masing-masing individu. Alas kandang di peternakan Eco Farm berupa lantai semen.
Pembersihan kandang biasanya dilakukan dua kali sehari yaitu sebelum proses
pemerahan pada pagi dan sore hari.
Gambar 14. a Bangunan Kandang dan b Lantai Eco Farm b
a
Kondisi kandang KWI cukup mudah dibersihkan dan didesinfeksi. Alas kandang di KWI juga berupa lantai semen, namun lantai dilapisi dengan karet untuk
setiap individu ternak. Hal tersebut ditujukan untuk menjaga kenyaman ternak dan menjaga agar ternak tidak mudah tergelincir. Pembersihan kandang di KWI
dilakukan lebih intensif karena pegawai kandang selalu berada di lokasi peternakan. Ernawati 2000 menyatakan bahwa lantai sebaiknya terbuat dari
tanah padat atau semen dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Kemiringan lantai yaitu sekitar 2
o
untuk mempermudah pnegeluaran kotoran, lantai tidak bergelombang dan tidak tajam yang akan memberi kenyaman bagi ternak. Selain
itu lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit.
Gambar 15. a Bangunan Kandang dan b Lantai KWI Kontruksi bangunan peternakan Eco Farm dan KWI terbuat dari bahan
bangunan berupa semen, batu bata, atap asbes dengan tipe monitor serta besi dan kayu yang digunakan untuk beberapa kontruksi kandang. Bahan bangunan
tersebut memang diperlukan bagi pembangunan suatu kandang sehingga cukup aman bagi ternak. Hal yang yang perlu diperhatikan yaitu umur ekonomisnya,
karena apabila sudah tidak layak dipergunakan bisa beresiko timbulnya kecelakaan dan kerusakan. Ernawati 2000 menyatakan bahwa bahan bangunan
kandang harus ekonomis, tahan lama, mudah didapat dan tidak menimbulkan refleks panas terhadap ternak yang dipelihara. Selain itu kandang juga harus
memberikan kenyamanan bagi ternak dan pemiliknya, mudah dibersihkan dan selalu dalam keadaan bersih. Kondisi bahaya kimia dan mikrobiologis mungkin
dapat terjadi apabila kebersihan alat dan bangunan tidak terjaga, sehingga perlu diperhatikan perawatan terhadap bangunan peternakan.
b a
Ventilasi di kandang Eco Farm dan KWI cukup baik, dimana jalur keluar masuk udara dari dalam dan luar kandang tampak sempurna. Wathes 1992
menyatakan bahwa pengaturan ventilasi yang baik mempunyai peranan penting. Hal tersebut terkait dengan regulasi suhu dan kelembaban dalam kandang.
Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat, tetapi harus agak terbuka untuk menjaga agar sirkulasi udara tetap lancar.
3 Keamanan. Keamanan area peternakan merupakan hal yang perlu diperhatikan.
Perlu dilakukan upaya untuk mencegah terjadinya pencurian ternak. Keamanan peternakan dapat dilakukan dengan pembatasan akses keluar masuk area
peternakan. Pembatasan akses keluar masuk selain untuk menjaga keamanan peternakan juga untuk menghindari penyebaran penyakit. Peternakan Eco Farm
dalam hal pembatasan area masih belum dapat membatasi masuknya kendaraan dan orang yang tidak berkepentingan khususnya pagi hingga siang hari.
Keberadaan pengunjung atau keluar masuk kendaraan belum dapat diawasi secara intensif karena pintu masuk tidak dikunci dan baru dikunci pada sore hari.
Selain itu karyawan tidak selalu berada di area peternakan sehingga memiliki peluang besar terhadap penyebaran penyakit dan keamanan area peternakan.
Pembatasan area di KWI dilakukan untuk membatasi masuknya kendaraan dan manusia dengan pemasangan tanda yang menyatakan bahwa yang tidak
berkepentingan dilarang masuk. Keberadaan pengunjung atau keluar masuk kendaraan dapat diawasi secara intensif dengan keberadaan karyawan sepanjang
hari di area peternakan.
Keberadaan hewan pengganggu perlu diperhatikan di area peternakan karena merupakan vektor dari perkembangan penyakit. Lalat dan beberapa serangga
merupakan hewan pengganggu yang ditemukan di Eco Farm. Pihak Eco Farm dalam pengendalian hewan tersebut masih belum ada sehingga penyebaran
penyakit dan pencemaran terhadap susu akan sangat mudah. Apabila terdapat bangkai ternak yang mati peternakan Eco Farm mengatasinya dengan segera
menyingkirkan dan memusnahkannya untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit. Hewan penggangu yang biasa ditemukan di KWI yaitu lalat dan
serangga lain. KWI mulai mencanangkan pelaksanaan desinfeksi berupa penyemprotan desinfektan di areal peternakan, namun dalam pelaksanaanya
masih belum dilaksanakan secara intensif. Oleh karena itu biosecurity di peternakan Eco Farm dan KWI perlu ditingkatkan untuk mengupayakan
pengendalian penyakit yang mungkin ditimbulkan dari dalam ataupun luar peternakan.
4 Kebersihan lingkungan. Keadaan yang bersih dan kering merupakan salah satu
hal yang perlu diperhatikan dalam suatu peternakan. Genangan air diupayakan tidak ada di areal kandang, karena dapat meminimalisir adanya mikroba yang
tumbuh dan berkembangbiak di lingkungan peternakan. Ernawati 2000 menyatakan bahwa salah satu persyaratan kandang yaitu tidak boleh terdapat
genangan air baik di dalam ataupun di sekitar kandang. Selain itu kandang dan lingkungan juga harus selalu bersih karena produksi sapi perah berupa air susu
akan mudah menyerap bau dan mudah rusak. Kondisi yang kotor juga dapat menjadi sumber penyakit bagi ternak. Kebersihan
lingkungan kandang Eco Farm maupun KWI belum optimal. Sekitar kandang
Eco Farm masih terlihat adanya kotoran ternak, sisa-sisa rumput dan konsentrat serta adanya genangan air terutama setelah terjadinya hujan, sedangkan di KWI
kondisi kotor dan genangan air berasal dari kotoran ternak di lokasi kandang. Sumber penyakit tidak hanya berasal dari lingkungan peternakan saja tetapi juga
dapat berasal dari luar peternakan, salah satunya yaitu dapat berasal dari pengunjung ataupun pekerja pada suatu peternakan. Cara yang dapat dilakukan
untuk meminimalisir hal tersebut yaitu dengan pembatasan akses keluar masuk peternakan bagi yang tidak berkepentingan dan penyediaan area desinfeksi bagi
pengunjung. Area desinfeksi tersebut belum tersedia baik di peternakan Eco Farm maupun KWI.
MUTU SUSU
SEGAR
LINGKUNGA N
METODE SDM
BAHAN
Sapi laktasi
Pakan
Peralatan Pengawasan
Pimpinan Kedisiplinan
Sanitasi Karyawan
Penanganan Kesehatan
ternak Pemerahan
Keamanan Kebersiha
n
Lokasi
Kandan gh
Kualitas Cara
pemberian pengaraha
Pencurian Hewan
Gambar 16. Fishbone Diagram Sebab Akibat pada Mutu Susu Segar Konstruksi
Kebersihan Sanitasi
Prosedur Kebersihan
Bangsa
Genetik Kondisi
41
Mutu Produk Akhir
Mutu produk akhir dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di dalam pengolahannya. Produk susu pasturisasi yang aman dapat diperoleh dari suatu unit
pengolahan yang menerapkan cara pengolahan makanan yang baik dan benar berdasarkan penerapan Good Manufacturing Practices GMP. Penerapan cara
pengolahan makanan yang baik dan benar pada produksi susu pasteurisasi dapat dikaji pada unit pengolahan D-Farm Agriprima. Analisis mutu produk susu
pasteurisasi dapat dilakukan dengan menggunakan Fishbone Diagram diagram sebab akibat untuk mengetahui faktor-faktor yang akan mempengaruhi mutunya.
Beberapa faktor yang dapat dianilisis dikategorikan ke dalam empat faktor utama yaitu bahan, sumber daya manusia, metode dan lingkungan. Fishbone Diagram
diagram sebab akibat untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mutu susu segar dapat dilihat pada Gambar 22.
Bahan 1
Bahan Baku. Unit Pengolahan susu D-Farm memproduksi susu pasteruisasi
dengan bahan baku utama berupa susu segar yang diperoleh dari peternakan Eco Farm dan KWI. Penerimaan bahan baku dilakukan secara baik dengan menjaga
sanitasinya. Bahan baku telah melalui pengujian awal berupa pengujian secara organoleptik, alkohol dan komposisi nutrisi yang terdiri dari berat jenis, kadar
lemak, Solid Non Fat SNF, protein, laktosa, titik beku, solid dan kadar air. Berdasarkan pengujian bahan baku memiliki kualitas yang baik dan aman.
Bahan baku digunakan secara sistem First in First Out FIFO, dimana bahan baku yang datang terlebih dahulu akan diproses terlebih dahulu. Penanganan
bahan baku secara keseluruhan dilakukan secara hati-hati, higienis dan saniter. Karyawan yang menangani bahan baku memperhatikan higiene personal dengan
penggunaan atribut produksi secara lengkap. Peralatan yang digunakan didalam penanganan bahan baku sepert milk can, pengaduk, gelas ukur dan penyaring
selalu diupayakan dalam kondisi yang saniter. 2
Bahan Penunjang. Bahan penunjang yang digunakan yaitu gula, air dan flavor.
Bahan penunjang yang dipakai merupakan produk yang aman. Gula yang digunakan yaitu jenis gula industri yang telah sesuai dengan standarisasi yang
dibeli pada produsen tetap. Penggunaan Air yang digunakan untuk proses
produksi berasal dari air minum yang telah mendapatkan sertifikasi mutu sedangkan flavor yang digunakan merupakan jenis flavor yang telah
memperoleh ijin edar dan mendapat persetujuan pendaftaran produk pangan
No. MD. 3
Pengemas. Bahan pengemas yang dipakai untuk produksi susu pasteurisasi PT
D-Farm yaitu cup aseptis dengan bahan food grade menggunakan penutup metalizing. Bahan pengemas tersebut memiliki kualifikasi aman apabila
dipergunakan secara aseptis. Fungsi utama pengemasan yaitu untuk melindungi produk dari kerusakan unsur luar. Kerusakan bahan atau produk yang berasal
dari dalam tidak dapat dilakukan hanya dengan pengemasan. SK Menkes No.23Men.Kes1978 menyatakan bahwa wadah pengemas untuk pangan harus
dapat melindungi dan mempertahankan mutu serta isinya dari pengaruh luar, dibuat dari bahan yang tidak melepaskan unsur-unsur yang dapat mengganggu
kesehatan atau mempengaruhi mutu makanan, menjamin keutuhan dan keaslian isinya serta tahan terhadap perlakuan panas selama pengolahan dan
pengangkutan. Metode
1 Proses Pengolahan. Proses pengolahan susu pasterurisasi meliputi penerimaan
dan pengujian kualitas susu segar, penambahan flavor, proses pasteurisasi, pendinginan, pengemasan, pelabelan dan penyimpanan. Pengujian kualitas
bahan baku telah dilakukan di unit pengolahan D-Farm. Pengujian kualitas yang dilakukan merupakan tahapan awal didalam proses produksi untuk menentukan
layak tidaknya dilakukan proses pengolahan. Sebelum dilakukan pasteurisasi persiapan alat merupakan hal yang harus diperhatikan untuk pelaksanaan proses
psteruisasi yang tepat. Hal yang harus diperhatikan yaitu kebersihan mesin dan pemanasan awal yang dilakuan. Sebelum memulai dan setelah proses
pasteurisasi, unit pengolahan D-Farm melakukan pembersihan mesin dengan menggunakan air dan deterjen untuk membilas sisa lemak susu yang mungkin
masih tertinggal. Susu yang akan dipasteurisasi dan flavor yang akan ditambahkan harus melalui proses penyaringan untuk mencegah timbulnya
bahaya secara fisik. Waktu dan suhu pada saat berlangsungnya proses pasteruisasi harus sesuai, begitupula pada proses pendinginan bahwa suhu
maksimal susu yaitu 50
o
C. Proses pengemasan meliputi filling pengisian susu pada cup serta proses sealing penutupan dengan penutup metalizing. Hal yang
perlu diperhatikan di dalam proses ini yaitu mengenai sterilisasi pengemas dan mesin pengemas yang akan digunakan serta sanitasi karyawan dalam proses
pengemasan. Sterilisasi perlu dilakukan untuk mensterilkan pengemas dari mikroorganisme yang berbahaya. Proses sterilisasi terhadap pengemas belum
dilakukan oleh D-Farm, namun secara umum kondisi pengemas yang digunakan berada dalam keadaan yang aseptis. Sebelum pemakaian mesin pengemas
dilakukan dengan pemanasan dan pembersihan mesin terlebih dahulu. Sebelum memulai proses pengemasan karyawan diharuskan mensterilisasi tangan dengan
penyemprotan alkohol 70. Atribut lengkap harus selalu digunakan serta dilarang melakukan diskusi atau mengobrol pada saat proses pengemasan
berlangsung. Diagram alir proses produksi susu pasteurisasi di unit pengolahan
D-Farm dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Diagram Alir Proses Produksi Susu Pasteurisasi
Penyimpanan
≤ 4
o
Pelabelan Pendinginan suhu
maks 50
o
C
Pengemasan Penambahan sirup
gula untuk susu pasteurisasi rasa
pasteurisasi 70-75
o
C selama 30 menit
Penerimaan dan Pengujian
kualitas susu
2 Pengujian kualitas bahan baku. Sebelum digunakan bahan baku harus melalui
pengujian kualitas secara fisik, kimia dan mikrobiologi. Unit pengolahan D- Farm melaksanakan pengujian bahan baku secara fisik dan kimia, namun untuk
pengujian mikrobiologi belum dilaksanakan. D-Farm telah memperoleh ijin penggunaan laboratorium dan fasilitas untuk pengujian mikrobiologi dari
laboratorium Teknologi
Hasil Ternak
Fakultas Peternakan,
namun pelaksanaannya masih belum dapat dilakukan secara berkala. Hal tersebut
dikarenakan keterbatasan karyawan, yang memiliki keahlian di dalam pelaksanaan pengujian mikrobiologi. Selain itu apabila pelaksanaan pengujian
mikrobiologi dilaksanakan setiap hari dengan jasa tenaga ahli, maka dibutuhkan biaya yang cukup besar dan dalam hal ini unit pengolahan D-Farm masih
terbentur biaya untuk dapat melaksanakan hal tersebut. Berdasarkan hasil pengujian bahan baku, susu segar yang digunakan untuk produksi susu
pasteurisasi telah memenuhi standar yang ditetapkan dengan mengacu pada SNI
No. 01-3141-1998 yang ditunjukkan pada Tabel 3. 3
Pengujian Kualitas Produk Akhir. Sebelum diedarkan produk harus melalui
pengujian kualitas, selain itu juga harus dilakukan pemeriksaan secara fisik, kimia dan mikrobiologi. Pelaksanaan pengujian kualitas harus dilakukan secara
tepat dalam kondisi yang saniter. Unit pengolahan D-Farm telah melaksanakan pengujian produk, namun pengujian mikrobiologi pada produk akhir belum
dapat dilaksanakan secara berkala. Hal tersebut dikarenakan faktor keterbatasan karyawan yang memiliki keahlian pengujian produk serta kurangnya biaya
apabila pelaksanaan pengujian dilakukan melalui jasa tenaga ahli setiap hari. Berdasarkan hasil pengujian kualitas produk, susu pasteurisasi yang diproduksi
oleh D-Farm telah memenuhi standar yang ditetapkan dengan mengacu pada
SNI No. 01-3951-1995 yang dapat dilihat pada Tabel 4. 4
Peralatan. Peralatan yang terdapat di unit pengolahan D-Farm terdiri atas
peralatan produksi dan peralatan sanitasi. Peralatan produksi terdiri dari mesin pasteruisasi, mesin pengemas, milk can, gelas ukur, toples tahan panas dan
pengaduk. Peralatan tersebut selalu diupayakan dalam keadaan bersih. Permukaan peralatan wadah dan alat-alat lain yang kontak dengan produk rata-
rata terbuat dari bahan yang halus, tahan karat dan bahan kimia. Tindakan
sanitasi pada setiap peralatan selalu dilakukan sebelum penggunaan alat. Pencucian peralatan produksi dilakukan dengan menggunakan sanitizer yang
kemudian mengalami perlakuan sterilisasi dengan pembersihan menggunakan air panas sebelum digunakan. Oleh karena itu kaeadaan peralatan yang
digunakan untuk proses pengolahan selalu dalam keadaan bersih. Winarno dan Surono 2004 menyatakan bahwa peralatan dan perlengkapan pembantu harus
selalu dibersihkan dan didisinfeksi satu kali dalam satu gulir kerja, kemudian dikeringkan dan disimpan di tempat yang saniter. Peralatan produksi berupa
mesin dilakukan dengan cara perendaman dan pencucian menggunakan sabun. Cara pencucian yang dianjurkan yaitu pencucian awal dengan air dingin,
kemudian dengan air panas dan detergen untuk membuang bahan-bahan organik yang masih menempel, dibilas dengan air, disemprot dengan larutan klorin yang
mengandung residu 50-100 ppm. Terakhir dibilas dengan air bersih. Pencucian sebaiknya tidak langsung menggunakan klorin, karena efektifitas klorin sebagai
desinfektan akan menurun apabila masih terdapat banyak bahan-bahan organik. Pengujian mikrobiologi terhadap peralatan yang terdapat di area produksi juga
perlu dilakukan setiap bulan. Berdasarkan pemantauan dan informasi, D-Farm belum dapat melaksanakan pengujian tersebut karena keterbatasan karyawan
yang ahli dalam hal pengujian mikrobiologi serta keterbatasan biaya apabila
pengujian dilakukan melalui jasa tenaga ahli setiap satu bulan sekali.
Kalibrasi alat merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan. Mesin pasteruisasi merupakan alat yang perlu dilakukan pengkalibrasian dalam
pengaturan suhu berdasarkan alat ukur standar. Pengkalibrasian alat pasteurisasi yang dilakukan D-Farm merupakan pengkalibrasian secara manual dengan
melakukan penyesuaian suhu pada alat pasteurisasi dengan suhu pada alat termometer yang digunakan sebagai standar. Hal tersebut dilakukan secara
berkala setiap minggu.
Gambar 18. Beberapa Peralatan Produksi a Milk Can, b Mesin Pasteurisasi, c Mesin Pengemas, d Toples dan Gelas Ukur
Peralatan sanitasi yang terdapat di unit pengolahan D-Farm yaitu sapu, ember, lap pel dan tempat sampah. Kondisi kebersihan alat selalu dijaga dan dipelihara
sesuai penggunaannya. Tempat sampah yang digunakan merupakan tempat sampah berpenutup dengan pijakan untuk membukanya.
Fasilitas sanitasi yang juga diperlukan di unit pengolahan yaitu keberadaan toilet dan fasilitas sanitasi pabrik berupa wastafel dan hand dryer. D-Farm memiliki
satu buah toilet dengan jumlah karyawan sebanyak empat orang. Menurut SK Menkes No.23Men.Kes1978, dibutuhkan satu buah toilet untuk karyawan
sebanyak 1-9 orang pada suatu unit pengolahan. Pintu toilet D-Farm tidak berhubungan langsung dengan ruang pengolahan tetapi berada di bagian luar
pabrik. Ruang pengolahan telah dilengkapi dengan dua wastafel dan sabun pencuci tangan serta dua alat pengering hand dryer yang berada di ruang ganti
pakaian dan di ruang produksi, namun air pada wastafel yang ada tidak selalu mengalir.
Gambar 19. Fasilitas Sanitasi a Wastafel yang Dilengkapi Sabun Pencuci Tangan dan b Pengering Tangan Hand Dryer
d c
a b
b a
Sumber Daya Manusia SDM 1
Pimpinan. Pengawasan, pengarahan dan motivasi dari pimpinan merupakan
salah satu hal yang harus diperhatikan terhadap pelaksanaan proses produksi. Pengawasan, pengarahan dan motivasi dari pimpinan terhadap karyawan secara
langsung dan kontinyu telah dilakukan oleh pimpinan unit pengolahan D-Farm. Selain itu Pimpinan mempunyai wawasan dan pengetahuan yang cukup
mengenai metode pengawasan modern HACCP dan pre requisite system HACCP berupa GMP dan SSOP yang diterapkan di perusahaan. Hal tersebut
akan mempermudah pelaksanaan proses produksi berdasarkan konsep keamanan
pangan. 2
Karyawan. Karyawan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh didalam
keberhasilan proses produksi. Kedisiplinan dan sanitasi merupakan hal yang harus diterapkan selama proses produksi. Beberapa kategori penilaian lain pada
aspek sanitasi dan higien karyawan yaitu mengenai pembinaan karyawan, perilaku karyawan, sanitasi karyawan dan sumber infeksi. Setiap karyawan di
unit pengolahan D-Farm selama menjalankan aktivitas produksi wajib menggunakan atribut berupa seragam khusus produksi, masker, penutup kepala
dan sepatu boot. Sanitasi dan higien karyawan akan sangat berpengaruh terhadap keamanan produk yang dihasilkan. Sebelum memulai proses produksi karyawan
diwajibkan untuk mencuci tangan serta dilarang melakukan diskusi, batuk, merokok dan meludah di area produksi. Pada pelaksanaan produksi, masih ada
beberapa karyawan yang melanggar ketentuan yang diberlakukan seperti tidak menggunakan atribut produksi yang lengkap, tidak mencuci tangan sebelum
produksi dan melakukan diskusi pada saat proses produksi berlangsung. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap keamanan produk yang diperoleh. Unit
pengolahan telah memasang SSOP mengenai proses produksi susu pasteruisasi dan penggunaan mesin pasteurisasi, termasuk pemasangan tanda peringatan di
beberapa area produksi seperti harus mencuci tangan sebelum masuk, mencuci tangan sebelum memulai proses produksi dan dilarang mengobrol untuk
mencegah hal tersebut.
SK Menkes No.23Men.Kes1978 menyatakan bahwa karyawan yang berhubungan dengan produksi makanan harus : a dalam keadaan sehat, b bebas
dari luka, penyakit kulit, atau hal lain yang diduga dapat mengakibatkan pencemaran terhadap hasil produksi, c diteliti dan diawasi kesehatan secara
berkala, d mengenakan pakaian kerja, termasuk sarung tangan, tutup kepala dan sepatu yang sesuai, e mencuci tangan sebelum melakukan pekerjaan, f
menahan diri untuk tidak makan, minum, merokok, meludah atau melakukan tindakan lain selama melakukan pekerjaan yang dapat mengakibatkan
pencemaran terhadap produk makanan dan merugikan karyawan. Sumber infeksi dapat berasal dari kondisi kesehatan karyawan. Kesehatan
karyawan harus diperiksa secara periodik untuk menjaga bahwa tidak seorang karyawanpun menderita penyakit yang dapat bertindak sebagi carrier mikroba.
Unit Pengolahan D-Farm belum dapat melaksanakan secara efektif manajemen unit pengolahan dalam hal pencegahan terhadap karyawan yang diketahui
mengidap penyakit yang dapat mengkontaminasi produk TBC, Hepatistis, typus, dsb. Unit pengolahan tersebut belum memiliki data kesehatan karyawan
dan belum dilaksanakannya pemerikasaan kesehatan karyawan secara periodik.
Lingkungan 1
Lokasi. Lokasi pabrik unit pengolahan D-Farm berada di kompleks
laboratorium lapang Fakultas Peternakan. Sebelah utara pabrik berbatasan dengan kandang sapi perah departemen IPTP Fakultas Peternakan, sebelah
selatan berbatasan dengan kandang sapi pedaging dan Rumah Potong Hewan RPH, sebelah timur berbatasan dengan peternakan Eco Farm dan sebelah barat
berbatasan dengan pengelolaan limbah. Keberadaan peternakan pada area tersebut dapat menjadi sumber bau pada lingkungan pabrik dan menjadi sumber
kontaminasi. Kontaminasi dapat berasal dari kotoran dan lingkungan peternakan yang kurang bersih sehingga dapat berpengaruh terhadap higien dan sanitasi
proses produksi. 2
Bangunan. Unit pengolahan D-Farm Agriprima dari segi rancang bangun dan
konstruksinya tidak menghambat program sanitasi dan sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi
. Kondisi bangunan berada dalam keadaan yang terawat
dan dilengkapi dengan lubang angin yang tertutup, kain kasa serta tirai plastik pada setiap pintu antar ruangan untuk mencegah binatang atau serangga masuk
ke dalam pabrik. Tata ruang di PT D-Farm sesuai dengan alur produksi dimulai
dari ruang penerimaan dan uji kualitas susu, ruang penyimpanan susu, ruang pengolahan, ruang pengemasan, ruang cuci serta gudang produk dan bahan
produksi.
Saluran pembuangan limbah di suatu unit pengolahan perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontaminasi baik terhadap produk ataupun lingkungan.
Sistem pembuangan limbah produksi cair dan padat di pabrik dapat ditangani dengan baik oleh pihak unit pengolahan. Saluran pembuangan limbah di D-Farm
tersalur melalui selokan mengelilingi pabrik dan terhubung pada bak saluran pembuangan limbah di belakang pabrik. konstruksi tempat pembuangannya
layak dan limbah cair disekitar lingkungan mampu ditangani dengan baik. Limbah padat biasanya dibuang ke tempat sampah yang berpenutup sehingga
mencegah timbulnya bau dan kontaminasi. Sarana pembuangan menurut SK Menkes No.23Men.Kes1978 harus dapat mengolah dan membuang buangan
padat, car dan gas yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.
3 Keamanan
Keamanan area pabrik dilakukan dengan adanya pembatas area berupa pagar yang mengelilingi ruang pabrik. Kondisi pagar harus selalu dalam keadaan
tertutup untuk membatasi akses keluar masuk kendaraan dan manusia. Namun hal tersebut masih belum efektif, karena masih ada kendaraan dan manusia yang
dapat memasuki area pabrik secara bebas. Keberadaan burung, serangga dan binatang di lingkungan pabrik menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan,
karena binatang-binatang tersebut dapat menjadi vektor bagi perkembangan mikrorganisme yang dapat merugikan dan membahayakan keamanan produk.
Sejauh ini pihak unit pengolahan sudah melaksanakan pengendalian untuk mencegah serangga dan tikus dilingkungan pabrik. Beberapa diantaranya yaitu
menjaga kebersihan lingkungan pabrik untuk menghindari keberadaan binatang pengganggu dan melengkapi ruangan pabrik dengan pemasangan insect killer,
c b
a Gambar 20. Kondisi Lingkungan dan Bangunan, a Tampak Samping
Kanan, bTampak Depan, c Tampak Samping Kiri Berbatasan dengan Peternakan
tirai plastik dan perangkap tikus, lalat serta pemasangan kain kassa pada jendela. Namun upaya tersebut belum begitu efektif, mengingat lokasi PT D-Farm yang
berada di lingkungan peternakan, Rumah Potong Hewan dan pengelolaan limbah. Kondisi tersebut menyebabkan agak sulitnya menjaga lingkungan luar
pabrik bebas dari burung, serangga dan binatang lain.
4 Kebersihan lingkungan. Sanitasi lingkungan pabrik merupakan hal yang sangat
penting dalam menjamin pelaksanaan proses produksi yang higienis. Perbatasan pabrik dengan peternakan dan kegiatan industri Rumah Potong Hewan
menjadikan lingkungan pabrik dalam kondisi bau dan berdebu. Semak belukar di sekitar pabrik tidak ditemukan kecuali di area luar pabrik seperti kandang.
Kondisi tersebut juga dapat mempengaruhi lingkungan pabrik, seperti keberadaan serangga, burung dan binatang pengganggu lainnya yang dapat
berasal dari semak belukar.
Gambar 21. Pest Control a Insect Killer, b Tirai Plastik, c Perangkap Tikus dan d Perangkap Lalat
d c
b a
Bahan Penunjang
Pengemas Protein Laktosa
Jenis
Kualitas Bahan
baku Kebersihan
LINGKUNGAN
Keamanan Kebersihan
lingkungan
Bangunan Lokasi
Gambar 22. Fishbone Diagram Sebab Akibat pada Mutu Susu Pasteruisasi Binatang
pengganggu
Jarak dengan sumber
kontamiinasi
Aksesibilitas Lay Out
Konstruksi
METODE
Proses pengolahan
Pengujian kualitas
Produk akhir Pengujian kualitas
bahan baku utama Peralatan
Mikrobiologi
Fisik Kimia
Mikrobiologi
Fisik Kimia
MUTU SUSU
PASTEU- RISASI
SDM
Pengawasan
Pimpinan Kedisiplinan
Sanitasi Karyawan
Pengarahan
BAHAN
Bahan baku utama
Uji alkohol
Lemak
Titik beku
Air
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Hasil pengujian fisik, kimia dan mikrobiologi yang dilakukan pada bahan baku
utama dan produk susu pasteurisasi menunjukkan bahwa susu segar dan susu pasteurisasi telah memenuhi standar yang ditetapkan.
2. Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi mutu susu segar adalah sapi bangsa,
genetik dan kondisi, pakan kualitas dan kuantitas, pemerahan prosedur dan sanitasi, karyawan sanitasi dan kedisiplinan dan kebersihan lingkungan
3. Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi mutu susu pasteurisasi adalah bahan
baku utama kualitas, proses pengolahan, pengujian kualitas produk akhir fisik, kimia, mikrobiologi, karyawan sanitasi dan kedisiplinan dan kebersihan
lingkungan
Saran
Penanganan susu segar di peternakan pensuplai susu yang harus diperhatikan yaitu:
1. Keadaan kandang di Eco Farm dan KWI pada saat pemerahan harus selalu dalam
keadaan bersih. 2.
Proses pemerahan di Eco Farm harus diawali dengan pembersihan ambing dengan air hangat serta pelaksanaan pre dipping dan post dipping diupayakan
untuk dilaksanakan. 3.
Pemerah di Eco Farm dan KWI dalam menjalankan proses pemerahan harus dalam keadaan yang bersih menggunakan pakaian bersih dan pencucian tangan
sebelum memulai pemerahan. 4.
Peralatan yang digunakan di Eco Farm dan KWI juga harus dalam kondisi steril sehingga meminimalisir terjadinya kontaminasi pada susu.
5. Pengawasan atau monitoring dari pimpinan dan teknisi lapangan perlu dilakukan
secara kontinyu 6.
Perlu adanya pelatihan karyawan mengenai manajemen peternakan bagi karyawan Eco Farm dan KWI
7. Perlu adanya pencatatan khusus untuk setiap pakan yang masuk dan yang
digunakan di Eco Farm dan KWI
8. Eco Farm dan KWI harus selalu menjaga kebersihan sekitar kandang secara
intensif Unit pengolahan susu D-Farm harus memperhatikan beberapa hal di dalam
proses produksi susu pasteurisasi yaitu: 1.
Sterilisasi pengemas pada proses pengemasan produk perlu dilaksanakan. 2.
Kebersihan setiap alat yang digunakan pada proses produksi harus selalu dijaga dan melalui proses sterilisasi.
3. Setiap karyawan harus memperhatikan higien personal dalam produksi susu
pasteurisasi yaitu dengan selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari toilet serta menggunakan atribut yang wajib digunakan pada proses
produksi. 4.
Perbaikan wastafel dan pengering tangan serta menyediakan sabun pencuci tangan di area wastafel.
5. Perlu adanya pelatihan dan pembinaan karyawan mengenai sanitasi personal dan
cara produksi makanan yang baik dan benar. 6.
Perlu adanya catatan kesehatan karyawan dan pemeriksaan karyawan secara rutin.
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirabbil‟alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, nikamt dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabiyullah Muhammad SAW beserta umatnya hingga akhir zaman.
Terimakasih kepada Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M.Si sebagai pembimbing utama dan kepada Dr. Ir. Rarah R. A Maheswari sebagai pembimbing anggota
sekaligus pembimbing akademik yang telah sabar membimbing, mengajarkan, menasehati, mengarahkan, serta mengorbankan waktu dan pikiran selama
pelaksanaan penelitian hingga skripsi ini selesai. Terimakasih kepada Ayahanda Barnas Santoni dan Ibunda Aneng Kusniatati
atas kasih sayang, doa, pengorbanan, nasehat, motivasi serta kesabaran dalam mendidik, mengajarkan arti kehidupan dan perjuangan yang tiada akhir. Terimakasih
kepada kakak-kakak tersayang, Tria Kustina, Riana Muharam, Risman Maulana, yang telah memberikan motivasi dan doa, serta kakak ipar dan keponakan atas
dukungan, canda tawa dan keceriaan yang telah diberikan. Terima kasih kepada Bpk. Sukma Jaya, Bpk. Dedi, Joni Setiawan S.Pt, Eka
Rahmawati S.Pt, Devi Murtini S.Pt, Febi dan segenap Karyawan PT D-Farm, Eco Farm dan KWI yang telah membimbing, menemani, dan membantu penulis dengan
penuh kesabaran selama kegiatan magang berlangsung. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman seperjuanga Isna Zakiah untuk semangat,
pengorbanan, kebersamaan dan keceriaan selama menyelesaikan tugas akhir serta kepada Dani atas bantuan, kesabaran dan dukungannya. Terima kasih kepada teman-
teman satu Lab Besta, Aip, Dewi sunaryo, Dewi sumarni, Sofi, Yori dan Nurma serta kepada Listiani, Evi Puji, Amalia, Osmaleli, Oktadya, Catur, Tami, Anita,
Linda Sri dan penghuni pondok Irafan atas bantuan, motivasi, keceriaan dan kebersamaan yang terjalin. Terima kasih kepada keluarga besar B 20 dan IPTP 43
yang telah mengisi masa-masa perkuliahan dengan rasa kekeluargaan, dan terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada civitas akademika Fakultas Peternakan IPB.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawasan
Obat dan
Makanan. 1978.
SK Menkes
Nomor 23MenkesSK1978 tentang Cara Produksi yang Baik untuk Makanan.
BPOM, Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992: Cara Uji Makanan dan
Minuman. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 01-3141-1995. Susu Pasteurisasi. Badan
Standardisasi Nasional, Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 01-3141-2000. Susu Segar. Badan
Standardisasi Nasional, Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 01-2782-1998Rev: Metoda Pengujian
Susu Segar. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta. Buckle. K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet M. Wotton. 2007. Ilmu Pangan.
Terjemahan : H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Danasaputra, R. 2004. Uji Daya Simpan Keeping Quality Test Susu Pasteurisasi.
Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Direktorat Jenderal. Bina
Pengolahan dan
Pemasaran Hasil
Pertanian, Deptan.
http:jiwocore.wordpress.com [8 Desember 2010]
Departemen Pertanian. 1997. Pasca Panen Susu. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi
Pertanian, Jakarta
http:www.pustaka.litbang.deptan.go.id [ 23 Nopember
2010] Dewan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2897-1992. Metode Pengujian Cemaran
Mikroba, Standar Nasional Indonesia, Jakarta. Ensminger, M. E. H. D. Tyler. 2006. Dairy Cattle Science. 4
th
Edition. Pearson Education Inc., New Jersey.
Ernawati. 2000. Laporan Hasil Kegiatan Gelar Teknologi Manajemen Usaha Pemeliharaan Sapi Perah Rakyat. Badan Penelitian dan Pengembangan,
BPPT Unggaran. Feigenbaum, A. V. 1996. Kendali Mutu Terpadu. Erlangga, Jakarta.
Hadi, Anwar. 2000. Sistem Manajemen Mutu Laboratotium sesuai ISOIEC 17025:2000 “General Requirements for the Competence of Testing and
Calibration Laboratories”. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gustiani, E. 2009. Pengendalian cemaran mikroba pada bahan pangan asal ternak
Daging dan Susu mulai dari peternak sampai dihidangkan. J. Litbang Pertanian. 283 : 96 -100.
Hidayat, A., P. Effendi, A. A. Fuad, Y. Patyadi, K. Taguchi T. Sugiwaka. 2002. Kesehatan Pemerahan. Dairy Technology Improvement Project in Indonesia,
Bandung Ishikawa, K. 1988. Teknik Penuntun Pengendalian Mutu. Terjemahan: N. Widodo.
Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. Muhandri, T. D. Kadarisman. 2008. Sistem Jaminan Mutu industri Pangan. Edisi
ke-2. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor. Murdiati, T. B., A. Priadi, S. Rachmawati Yuningsih. 2004. Pasteurized milk and
implementation of HACCP Hazard Analysis Critical Control Point. JITV 93: 172-180.
National Research Council. 2001. Nutrient Requirements of Dairy Cattle. National Academy of Science, Washington, D.C.
Oskarsson, A., L. Jorhan, J. Sunbergh, N. G. Nilson L. Albans. 1992. Lead poisioning in cattle-transfer of lead to milk. J. Sci. Total. Environ. 111: 83-
94. Rahman, A., S. Fardiaz, W. P. Rahaju, Sulianti C. C. Nurwitri. 1992. Teknologi
Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Saputro, N. H.2009. Residu Logam berat Pb dan As serta Antibiotika dalam Susu
Asal Sapi Perah yang Mendapat Hijauan Berbeda di Peternakan Sapi Perah Kebon Pedes Bogor. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Siregar, S. B. 1997. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta. Sopiyana, S. 2006. Analisis penerapan aspek teknis peternakan pada berbagai skala
usaha peternakan sapi perah di kabupaten Garut. J. Anim. Product. 83:216- 225
Sudono, A. 1999. Produksi Sapi Perah. Departemen Ilmu Produksi Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suharno, B Nazarudin. 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta. Whates, C. M. 1992. Ventilation. In: Phillips. C. Ed. Farm Animals and the
Environtment. University Press, Cambridge. Winarno, F. G Surono. 2004. GMP, Cara Pengolahan Pangan yang Baik. M-Brio,
Bogor. Winarno, F. G I. E. Fernandez. 2007. Susu dan Produk Fermentasinya. M- Brio,
Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Denah Pabrik PT D-Farm Agriprima
Lampiran 3. Form Checklist Kesesuaian Kondisi Peternakan dengan GFP
No Perihal
Jawaban Ya
Tidak
A BANGUNAN DAN FASILITAS PETERNAKAN
Lokasi dan Bangunan
1. Lokasi peternakan jauh dari pemukiman dan kegiatan industri,
lingkungan yang mudah terkena polusi tanah serta tempat perkembangbiakan hama
2. Bangunan peternakan atau fasilitas lain terpisah dari tempat
pembuangan dan pengolahan limbah, letaknya juga cukup jauh dari peternakan tetangga agar mengurangi risiko penyebaran
penyakit
3. Adanya pembatas area peternakan dapat menjamin kemanan area
peternakan dari hewan non ternak dan pengganggu 4.
Lingkungan peternakan selalu bersih dan bebas dari genangan air serta menyediakan area desinfeksi bagi pengunjung
5. Menggunakan bahan bangunan yang tidak menjadi sumber
kontaminasi baik kimia atau biologis 6.
Semua peralatan yang digunakan merupakan milik peternakan itu sendiri dan selalu dijaga dalam keadaan bersih
7. Memiliki tempat pembuangan dan pengolahan limbah
8. Memperhitungkan adanya risiko bencana alam
Kandang
9. Kandang mempunyai luas yang layak sesuai jumlah ternak dan
ventilasi yang baik 10.
Alas kandang bersih dan tidak licin 11.
Bentuk tempat pakan palungan tidak membentuk sudut 12.
Terdapat kandang isolasi dan atau kandang karantina 12.
Terdapat kandang khusus untuk proses pemerahan atau tersedia sistem pemerahan yang higienis dalam kandang
13. Kandang mudah dibersihkan dan didesinfektan secara
keseluruhan 14.
Kandang memiliki desain saluran pembuangan yang mempermudah pengeluaran kotoran serta limbah lainnya
TOTAL BANGUNAN DAN FASILITAS PETERNAKAN B.
MANAJEMEN PAKAN
1. Hijauan
1.1. Hijauan yang diberikan tidak berasal dari lahan yang tercemar limbah industry
1.2. Pastikan ladang rumput tidak disemprot atau dipupuk dengan bahan yang dapat menimbulkan bahaya dan penyakit
pada ternak 1.3. Hijauan yang diberikan jumlahnya cukup sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan ternak 2
Konsentrat 2.1. Semua bahan pakan dibeli bebas dari residu kimiawi dan
bahan pencemar lainnya seperti hasil ikutan ternak yang dilarang 2.2. memeriksa label pada semua bahan pakan yang dibeli dan
hasil pengamatan visualnya serta catat semua bahan pakan yang
No Perihal
Jawaban Ya
Tidak Masuk
2.3 Menolak dan membuang bahan pakan yang berjamur 2.4. menyimpan sampel bahan pakan untuk uji lanjut ketika
residu teridentifikasi pada susu 2.5. Menyimpan bahan pakan dalam tempat yang basah dan
kering 2..6. Menyimpan bahan bahan pakan dalam jumlah yang sesuai
kebutuhan 2.7. Jika peternak mencampur konsentrat sendiri, maka
campuran berbagai komponen konsentrat harus merata 2.8. Hindari pengisian tempat pakan yang terlalu penuh
2.9. Tempat pakan dibersihkan dari sisa pakan sebelum diisi ulang
2.10. Konsentrat yang diberikan jumlahnya cukup sesuai dengan kondisi dan kebutuhan ternak
2.11. semua bahan pakan yang dibeli berasal dari produsen yang memiliki sertifikat jaminan mutu
2.12. Memiliki catatan semua bahan pakan yang diterima peternakan nota pemesanan
TOTAL MANAJEMEN PAKAN C.
SUMBER DAYA MANUSIA
1. Mengetahui penyakit sapi perah secara umum dan cara
pencegahan maupun penanggulangannya 2.
Mengembangkan program manajemen kesehatan ternak yang efektif
3. Mencatat semua perlakuan ternaknya
4. Selalu memelihara sanitasi dan higien personal
5. Memastikan pemerah mengikuti aturan dasar sanitasi yang baik
6. Menggunakan bahan kimia dan obat hewan sesuai anjuran,
menghitung dosis dengan tepat dan cermat, dengan memperhatikan tanggal kadaluarsa
7. Menyimpan bahan kimia dan obat hewan dengan aman dan
digunakan secara bertanggung jawab 8.
Mampu mengambil keputusan bila ada penyakit ternak yang dapat mempengaruhi kesehatan publik zoonosis
9. Memastikan kondisi lingkungan secara umum khususnya di area
pemerahan selalu bersih TOTAL SUMBERDAYA MANUSIA
D. PROSES PEMERAHAN