adalah jumlah pelaku perseorangan tindak pidana pembakaran lahan menunjukan angka yang lebih besar dibanding pelaku yang merupakan korporasi.
Namun, walaupun pemerintah telah membentuk aturan dan sanksi yang tegas dalam masalah tindak pidana pembakaran lahan, masih banyak tindak
pidana pembakaran lahan di wilayah Indonesia khususnya di wilayah Provinsi Riau. Hal tersebut dikarenakan sanksi yang diberikan oleh penegak hukum
terhadap pelaku tindak pidana pembakaran lahan dirasa terlalu ringan dan tidak sesuai dengan akibat dari perbuatan tersebut.
Dalam permasalahan Tindak Pidana Pembakaran Lahan, maka penulis akan menuangkannya secara lengkap dan cermat dalam sebuah skripsi yang
berjudul : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBAKARAN LAHAN Studi Putusan No. 118 Pid.Sus 2014
PN.Plw. B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan diatas, maka permasalahan yang akan penulis bahas dalam skripsi ini adalah :
1. Bagaimana pengaturan Tindak Pidana Pembakaran Lahan ?
2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana mengenai Tindak Pidana Pembakaran
Lahan ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan penulisan skripsi ini adalah : a.
Untuk mengetahui bagaimana pengaturan tindak pidana pembakaran lahan di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
b. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana mengenai tindak pidana
pembakaran lahan. 2. Manfaat penulisan skripsi ini adalah :
1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis skripsi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk berbagai konsep ilmiah yang pada waktunya nanti dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum pidana dan hukum acara pidana. Khususnya dalam tindak pidana pembakaran
lahan. 2
Manfaat Praktis Menjadi masukkan dan pengetahuan bagi masyarakat dan para penegak
hukum serta praktisi hukum, mengenai problematika yang terdapat dalam sistem hukum dan sistem peradilan yang ada di Indonesia. Serta dapat menjadi bahan
perbandingan bagi penulis lain yang meneliti lebih lanjut dan lebih mendalam.
D. Keaslian Penulisan
Setelah dilakukan penelitian di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, belum ada terdapat tulisan yang mengangkat tentang
“Pertanggungjawaban Pidana Mengenai Tindak Pidana Pembakaran Lahan Studi Putusan No.118Pid. Sus 2014 PN Plw
”. Oleh karena itu penulisan skripsi ini dapat
dikatakan masih
original, sehingga
keabsahannya dapat
dipertanggungjawabkan secara moral dan akademis.
Universitas Sumatera Utara
E. Tinjauan Pustaka
1. Kerusakan Lingkungan Hidup
Pengurasan sumber daya alam natural resource depletion diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam secara tidak bijaksana sehingga sumber
daya alam itu baik kualitasnya maupun kuantitasnya menjadi berkurang atau menurun dan pada akhirnya akan habis sama sekali. Ancaman akan habisnya
sumber daya alam, terutama dapat terjadi pada sumber daya alam yang tidak terbaharui, misalnya minyak bumi, gas alam, batubara atau mineral pada
umumnya. Jenis sumber daya alam yang tak terbaharui akan cepat habis sebelum waktunya jika pemanfaatannya tidak disertai dengan kebijakan konservasi.
Meskipun beberapa jenis sumber daya alam yang dapat diperbaharui atau tersedia secara tetap, kegiatan-kegiatan manusia dapat diperbaharui atau tersedia secara
tetap, kegiatan-kegiatan manusia dapat menyebabkan sumber daya alam itu menjadi kurang kualitasnya. Misalnya lahan adalah termasuk sumber daya alam
yang terbaharui, jika lapisan permukaan tanah terkikis habis, maka lahan menjadi tidak atau berkurang nilainya untuk budidaya pertanian.
Kerusakan lingkungan hidup adalah deteriorasi lingkungan dengan hilangnya sumber daya air, udara, dan tanah, kerusakan ekosistem dan punahnya
fauna liar.
13
Penggundulan hutan, lahan kritis, menipisnya lapisan ozon, pemanasan global, tumpahan minyak di laut, ikan mati di anak sungai karena
zat-zat kimia, dan punahnya species tertentu adalah beberapa contoh dari
13
Wikipedia, Artikel, Kerusakan Lingkungan, id.m.wikipedia.orgwikiKerusakan_ lingkungan. Diakses pada tanggal 10 April 2016 Pukul 13:13 WIB.
Universitas Sumatera Utara
masalah-masalah lingkungan hidup.
14
Richard Stewart dan James E. Krier, dalam buku Takdir Rahmadi menjelaskan dalam literatur masalah-masalah lingkungan dapat dikelompokan
kedalam tiga bentuk, yaitu pencemaran lingkungan pollution, pemanfaatan lahan secara salah land misuse, dan pengurasan atau habisnya sumber daya alam land
resourrce depeletion.
15
Akan tetapi, jika dilihat dari perspektif hukum yang berlaku di Indonesia, masalah-masalah lingkungan hanya dikelompokkan ke dalam dua bentuk, yakni
pencemaran lingkungan environmental pollution dan perusakan lingkungan hidup.
16
Pengertian pencemaran lingkungan hidup adalah sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 14 Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2009, yaitu: “masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, danatau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan”.
Pengertian perusakan lingkungan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 16, yaitu: “tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak
langsung terhadap sifat fisik, kimia, danatau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup”.
Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup merupakan suatu perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan
14
Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012, h. 1.
15
Ibid.
16
Ibid
Universitas Sumatera Utara
hidup, yang berarti pelestarian fungsi lingkungan hidup tidak dapat terwujud sehingga upaya untuk memelihara kelangsungan dan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup akan terganggu. Terdapat unsur-unsur yang mempersamakan materi yang terkandung dari
kedua pasal tersebut di atas, yaitu : 1.
Baik pencemaran lingkungan maupun perusakan lingkungan hidup adalah tindakan-tindakan yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau
lingkungan hidup. 2.
Baik pencemaran lingkungan maupun perusakan lingkungan hidup tindakan-tindakan yang menyebabkan tidak terwujudnya pelestarian fungsi
lingkungan hidup 3.
Tindakan-tindakan itu atau perbuatan yang dilakukan terjadinya pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup dapat dikategorikan
sebagai perbuatan melanggar hukum, perbuatan melawan hukum, atau perbuatan onrechmatigedaad yang menimbulkan kerugian bagi orang
lain atau lingkungan hidup. 4.
Perbuatan pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup mengakibatkan timbulnya akibat hukum baik berupa pertanggungjawaban
liability perdata maupun pidana.
17
Perbedaan pokok antara pencemaran lingkungan dengan terkurasnya sumber daya alam adalah bahwa pencemaran dapat terjadi karena masuknya atau
hadirnya sesuatu zat, energi atau komponen ke dalam lingkungan hidup atau
17
Syamsul Arifin, Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia Jakarta: PT. Sofmedia, 2012, h. 176-177.
Universitas Sumatera Utara
ekosistem tertentu. Dengan demikian, zat, energi, atau komponen itu merupakan sesuatu yang asing atau yang pada mulanya tidak ada di dalam suatu kawasan
lingkungan hidup kemudia hadir dalam kuantitas atau kualitas tertentu karena dimasukkan oleh kegiatan manusia. Sebaliknya, pengurasan sumber daya alam
mengandung arti sumber daya alam yang terletak atau hidup di dalam konteks asalnya atau kawasan asalnya, kemudian oleh manusia diambil secara
terus-menerus dan tidak terkendali dengan cara dan jumlah tertentu sehingga menimbulkan perubahan dan penurunan kualitasnya lingkungan hidup.
18
Dampak negatif dari menurunnya kualitasnya lingkungan hidup baik karena terjadinya pencemaran atau terkurasnnya sumber daya alam adalah
timbulnya ancaman atau dampak negatif terhadap kesehatan, menurunnya nilai estetika, kerugian ekonomi economic cost, dan terganggunya sistem alami
natural system.
19
Kerusakan lingkungan yang terjadi di suatu negara atau kawasan tertentu akan berpengaruh pula pada negara atau kawasan lain. Hal ini disebabkan
pencemaran lingkungan, misalnya kebakaran lahan dampaknya tidak hanya dirasakan oleh negara yang tertimpa pencemaran tersebut, tetapi juga pada negara
tetangganya. Hal ini dapat dilihat di Indonesia yang setiap tahunnya terjadi kebakaran lahan di Sumatera dan Kalimantan, dampak dari kebakaran lahan
tersebut dirasakan pula oleh masyarakat negara tetangga, yaitu Singapura dan Malaysia.
20
18
Takdir Rahmadi, Op.cit. h. 3.
19
ibid. h. 6-7.
20
Supriadi, Op.cit. h. 42.
Universitas Sumatera Utara
2. Tindak Pidana Pembakaran Lahan
Kerusakan lingkungan hidup disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti pembalakan liar, pembakaran lahan, dan lainnya. Perbuatan tersebut
merupakan ulah manusia, baik perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja, ataupun terjadi karena kelalaian.
Dewasa ini, faktor yang paling berperan dalam pengerusakan lingkungan adalah faktor pembakaran lahan. pembakaran lahan mengakibatkan timbulnya
gas-gas berbahaya dan juga menimbulkan kerugian lain bagi masyarakat, serta dapat merusak lingkungan hidup. Upaya pembangunan yang dilakukan
pemerintah, seharusnya menjadi kesadaran kolektif masyarakat. Dengan kesadaran masyarakat, pembangunan di bidang lingkungan hidup akan semakin
mudah dilaksanakan. Pemerintah, membentuk suatu peraturan perundang-undangan untuk
mencegah dan memberantas pengerusakan lingkungan tersebut, seperti pembakaran lahan, penebangan liar, dan lainnya. Berbagai peraturan
perundang-undangan mengklasifikasikan perbuatan pembakaran lahan sebagai tindak pidana.
Tindak pidana, merupakan suatu perbuatan pidana yang dilakukan oleh subjek hukum, dan terhadap perbuatan tersebut akan dijatuhkan sanksi. Pengertian
tentang tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP dikenal dengan istilah straftbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum
pidana serimg mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau
Universitas Sumatera Utara
perbuatan pidana atau tidak pidana. Tindak pidana merupakan salah satu unsur dari hukum pidana. Dalam
hukum pidana, terdapat unsur perbuatan pidana atau tindak pidana, dan adanya sanksi yang merupakan bentuk pertanggungjawaban pidana. Tindak pidana hanya
menunjukan bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang dilarang dan di ancam dengan suatu pidana.
Unsur-unsur tindak pidana dirumuskan sebagai berikut :
21
a. Handeling perbuatan manusia
Perbuatan manusia sebagai bagian dari perbuatan pidana. Jika kita berusaha untuk menjabarkan sesuatu rumusan delik ke dalam unsur-unsurnya,
maka yang mula-mula dapat kita jumpai adalah disebutkannya suatu tindakan manusia.
Handeling yang dimaksudkan tidak saja een doen melakukan sesuatu namun juga een nalaten atau niet doen melalaikan atau tidak berbuat. Juga
dianggap sebagai perbuatan manusia adalah perbuatan badan hukum. Penjelasan terkait melakukan sesuatu dan tidak berbuat atau tidak melakukan sesuatu dapat
dijelaskan dengan menggambarkan perbedaan antara kelakuan seorang pencuri dan kewajiban seorang ibu. Seorang pencuri dapat dipidana dikarenakan ia
berbuat sesuatu. Subjek hukum yang membakar lahan, tidak hanya merupakan subjek
hukum yang merupakan perseorangan van person, melainkan juga merupakan korporasi recht person. Anton P Wijaya, Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan
barat mengatakan, perusahaan atau korporasi dengan sengaja melakukan
21
Artikel, “Pengertian, Unsur-unsur Dan Jenis-jenis Tindak Pidana” http: materimahasiswahukumindonesia.blogspot.co.id201501pengertianunsurdan-jenis-jenis-tindak.ht
ml, 26 Januari 2015. Diakses pada tanggal 13 April 2016 pukul 17:50 WIB.
Universitas Sumatera Utara
pembakaran lahan, dan membakar lahan tersebut memiliki kaitan dengan kepentingan asuransi perusahaan yang melakukan pembakaran lahan tersebut.
Pada saat kebun dibuka dan beroperasi dengan jangka waktu tertentu, namun lahan perkebunan tersebut tidak memberikan keuntungan bagi perusahaan tersebut
atau dalam hitungan ekonomi perkebunan tersebut tidak produktif, maka lahan tersebut dibakar untuk mengklaim asuransi. Uang hasil pengklaiman asuransi
tersebut digunakan untuk membuka kebun baru di wilayah lain, dengan harapan lahan yang baru akan lebih produktif. Modus ini menurut Anton P. Wijaya
merupakan modus baru dalam tindak pidana pembakaran lahan. b.
Wederrechtjek melanggar hukum Terkait dengan sifat melanggar hukum, ada empat makna yang
berbeda-beda yang masing-masing dinamakan sama, yaitu : 1
Sifat melawan hukum formal Artinya bahwa semua bagian atau rumusan tertulis dalam undang-undang
telah terpenuhi. 2
Sifat melawan hukum umum Sifat ini sama dengan sifat melawan hukum secara formal. Namun, ia lebih
menuju kepada aturan tak tertulis. Dalam artian ia bertentangan dengan hukum yang berlaku umum pada masyarakat yaitu keadilan.
3 Sifat melawan hukum khusus
Dalam undang-undang dapat ditemukan pernyataan-pernyataan tertulis terkait melawan hukum.
Tindak pidana adalah suatu perbutan yang dilakukan oleh seseorang dimana perbuatan tersebut melanggar ketentuan perundang-undangan yang
diancam dengan sanksi terhadap pelanggaran tersebut, dimana perbuatan yang melanggar ketentuan perundangan tersebut melahirkan sanksi yang bersifat pidana,
sanksi bersifat perdata, ataupun sanksi yang bersifat administrasi. Secara umum
Universitas Sumatera Utara
tindak pidana dapat dikategorikan kedalam 2 bagian, yaitu : a.
Tindak pidana umum Dimana perundang-undangannya diatur dalam KUHP yang terdiri dari 3
buku, 49 bab, serta 569 pasal-pasal yang tercantum dalam KUHP. Dalam isi pasal 103 KUHP, peraturan penghabisan Buku 1 KUHP disebutkan bahwa ketentuan
dari delapan bab yang pertama dari buku ini berlaku juga terhadap perbuatan yang dihukum menurut peraturan perundangan lain, kecuali kalau ada undang-undang
wef tindakan umum pemerintah Algemene maatregelen van bastur atau ordonansi menurut peraturan lain.
b. Tindak Pidana diluar Hukum Pidana umum atau diluar KUHP
Sedangkan bentuk tindak pidana yang kedua adalah bentuk Tindak Pidana diluar Hukum Pidana umum atau diluar KUHP, yaitu yang disebut juga dengan
Tindak Pidana Khusus, dimana undang-undangnya diluar KUHP. Tindak pidana pembakaran lahan tergolong dalam salah satu tindak pidana khusus, dimana
pengaturannya diatur secara terpisah dalam sebuah undang-undang umum. Selain unsur-unsur tindak pidana, juga terdapat jenis-jenis tindak pidana
diantaranya : a. Kesengajaan dan Kelalaian
b. Kejahatan dan Pelanggaran
c. Perbuatan yang melanggar undang-undang Delik commisionis
d. Tindak pidana yang menitik beratkan pada perbuatannya Delik
formil e.
Tindak pidana yang menitik beratkan pada akibatnya Delik materil
Universitas Sumatera Utara
Pembakaran lahan dikatakan sebagai tindak pidana karena pembakaran lahan memiliki semua unsur-unsur tindak pidana sebagaimana yang disebutkan di
atas. Pembakaran lahan merupakan hasil kegiatan manusia, dan juga memiliki sifat melawan hukum.
Pembakaran lahan, merupakan tindak pidana yang diketegorikan sebagai kejahatan. Dalam KUHP, pembakaran lahan dikategorikan sebagai kejahatan
terhadap ketertiban umum. Selain itu, berdasarkan jenisnya, tindak pidana pembakaran lahan dikategorikan sebagai tindak pidana materil atau delik materil,
yaitu tindak pidana yang menitik beratkan kepada akibat dari pembakaran lahan tersebut. Tindak pidana pembakaran lahan diatur dalam berbagai bentuk peraturan
perundang-undangan. Pada prinsipnya, pembakaran lahan dilarang, ada 4 empat bentuk
terjadinya pembakaran lahan yang diidentifikasi sebagai berikut : 1
Tindakan membakar lahan dengan sengaja dilakukan orang tertentu, tanpa ada kewenangan atau izin untuk berada di dalam kawasan lahan
tersebut. 2
Tindakan membakar lahan dengan tidak sengaja dilakukan orang akibat memasuki kawasan hutan atau perkebunan tanpa izin yang
berwenang. 3
Tindakan membakar lahan dengan sengaja dilakukan orang atau badan hukum yang diizinkan pihak berwenang untuk bekerja atau
berada dalam kawasan hutan atau perkebunan. 4
Tindakan membakar lahan dengan tidak sengaja dilakukan orang atau
Universitas Sumatera Utara
badan hukum yang diizinkan melakukan kegiatan usaha di dalam kawasan hutan oleh pihak yang berwenang. Sesuai prinsip dan aturan
hukum, bahwa setiap orang atau badan hukum tidak diperkenankan melakukan tindakan membakar hutan kecuali dilakukan berdasarkan
kewenangan yang sah untuk tujuan-tujuan yang ditentukan, misalnya :
a Pembakaran lahan untuk kepentingan pembuatan padang
rumput makanan ternak. b
Pembakaran lahan dilakukan untuk kepentingan persiapan lokasi penanaman pohon dikawasan hutan. Pembakaran
lahan yang dilakukan dengan sengaja untuk kepentingan yang dikehendaki dan telah memperoleh persetujuan
pemerintah yang dinyatakan sesuai peraturan c
Perundang-undangan yang berlaku. 3.
Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang tercela oleh
masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya atas perbuatan yang dilakukan. Dengan mempertanggungjawabkan perbuatan yang
tercela itu pada si pembuatnya, apakah si pembuatnya juga dicela ataukah si pembuatnya tidak dicela. Pada hal yang pertama maka si pembuatnya tentu
dipidana, sedangkan dalam hal yang kedua si pembuatnya tentu tidak dipidana.
22
Pertanggungjawaban pidana adalah sebuah bentuk tanggungjawab yang
22
Ibid, h. 75.
Universitas Sumatera Utara
harus dilaksanakan oleh seseorang ataupun subyek hukum yang telah melakukan tindak pidana. Dalam bahasa asing pertanggungjawaban pidana disebut sebagai
toerekenbaarheid, criminal
responbility, criminal
liability. Bahwa
pertanggungjawaban pidana dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersangkaterdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana crime yang
terjadi atau tidak. Seorang melakukan kesalahan, menurut Prodjohamidjojo, jika pada waktu melakukan delict, dilihat dari segi masyarakat patut di cela.
23
Menurutnya seseorang mendapatkan pidana tergantung pada dua hal, yaitu : a.
Harus ada perbuatan yang bertentangan dengan hukum, atau dengan kata lain harus ada unsur melawan hukum harus ada unsur objektif
b. Terhadap pelakunya, terdapat unsur kesalahan dalam bentuk
kesengajaan atau kealpaan. Sehingga perbuatan tersebut dapat dipertanggungjawabakan harus ada unsur subjektif.
Dengan perkataan lain apakah terdakwa akan dipidana atau dibebaskan. Jika ia dipidana, tindakan yang dilakukan itu bersifat melawan hukum dan
terdakwa mampu bertanggungjawab. Kemampuan tersebut memperlihatkan kesalahan dari petindak yang berbentuk kesengajaan atau kealpaan. Artinya
tindakan tersebut tercela tertuduh menyadari tindakan yang dilakukan tersebut. Roeslan Saleh menyatakan bahwa dalam membicarakan tentang
pertanggungjawaban pidana, tidaklah dapat dilepaskan dari satu dua aspek yang harus dilihat dengan pandangan-pandangan falsafah. Satu diantaranya adalah
keadilan, sehingga pembicaraan tentang pertanggungjawaban pidana akan
23
Prodjohamidjojo, Martiman, Memahami Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Jakarta: PT. Pradnya Paramota, 1997, h. 31.
Universitas Sumatera Utara
memberikan kontur yang lebih jelas. Pertanggungjawaban pidana sebagai soal hukum pidana terjalin dengan keadilan sebagai soal filsafat.
24
Kesalahan dalam arti seluas-luasnya, dapat disamakan dengan pengertian pertangungjawaban dalam hukum pidana. Didalamnya terkandung makna dapat
dicelanya si pembuat atas perbuatannya. Jadi, apabila dikatakan bahwa orang itu bersalah melakukan sesuatu tindak pidana, maka itu berarti bahwa ia dapat dicela
atas perbuatanya. Dalam Hukum Pida
na konsep “pertanggungjawaban” itu merupakan konsep sentral yang dikenal dengan ajaran kesalahan. Dalam bahasa latin ajaran
kesalahan dikenal dengan sebutan mens rea. Doktrin mens rea dilandaskan pada suatu perbuatan tidak mengakibatkan seseorang bersalah kecuali jika pikiran
orang itu jahat. Dalam bahasa Inggris doktrin tersebut dirumuskan dengan an act does not make a person guilty, unless the mind is legally blameworthy.
Berdasarkan asas tersebut, ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memidana seseorang, yaitu ada perbuatan lahiriah yang terlarangperbuatan
pidana actus reus, dan ada sikap batin jahattersela mens rea
25
Pertanggungjawaban pidana diartikan sebagai diteruskannya celaan yang obyektif yang ada pada perbuatan pidana dan secara subjektif yang ada memenuhi
syarat untuk dapat dipidana karena perbuatannya itu, Dasar adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dapat dipidananya pembuat adalah
asas kesalahan. Ini berarti bahwa pembuat perbuatan pidana hanya akan dipidana
24
Roeslan Saleh, Pikiran-pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana Jakarta: Ghia Indonesia, 1982, h. 10.
25
Hanafi, Jurnal Hukum, “Reformasi Sistem Pertanggungjawaban Pidana”, Tahun 1999.
h. 27.
Universitas Sumatera Utara
jika ia mempunyai kesalahan dalam melakukan perbuatan pidana tersebut. Kapan seseorang
dikatakan mempunyai
kesalahan menyangkut
masalah pertanggungjawaban pidana. Oleh karena itu, pertanggungjawaban pidana adalah
pertanggungjawaban orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Tegasnya, yang dipertanggungjawabkan orang itu adalah tindak pidana yang dilakukannya.
Terjadinya pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. Pertanggungjawaban pidana pada hakikatnya
merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk bereaksi terhadap pelanggaran atas “kesepakatan menolak” suatu perbuatan tertentu.
26
Sudarto mengatakan bahwa dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau
bersifat melawan hukum. Jadi meskipun perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik dalam undang-undang dan tidak dibenarkan, namun hal tersebut belum
memenuhi syarat penjatuhan pidana, yaitu orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai
kesalahan atau
bersalah. Orang
tersebut harus
dipertanggungjawabkan atas perbuatannya atau jika dilihat dari sudut perbuatannya, perbuatannya baru dapat dipertanggungjawabkan kepada orang
tersebut.
27
Dalam pertanggungjawaban pidana, tidak semua orang yang melakukan tindak pidana dapat dihukum. Untuk memintakan pertanggungjawaban pidana
seseorang, harus memperhatikan berbagai aspek, dan berbagai unsur. Apakah perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang didasari kehendak sendiri, atau
26
Mahrus Ali, Dasar-dasar Hukum Pidana Jakarta: Sinar Grafika, 2012, h.156.
27
Sudarto. Hukum Pidana I Semarang: FH UNDIP, 1988, h. 85.
Universitas Sumatera Utara
perbuatan tersebut merupakan sebuah kelalaian. Bentuk kesalahan yang diakibatkan karena kesengajaan dan kelalaian,
tentulah beda pertanggungjawaban pidananya. Hal tersebutlah yang harus diperhatikan dalam penjatuhan pidana. Penjatuhan pidana sebenarnya merupakan
salah satu bentuk pertanggungjawaban pidana.
F. Metode Penelitian