1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bruce Mitchell dalam buku Supriadi menyatakan pembangunan merupakan upaya sadar yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai kehidupan
yang lebih baik. Hakikat pembangunan adalah bagaimana agar kehidupan hari depan lebih baik dari hari ini. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa
pembangunan akan selalu bersentuhan dengan lingkungan.
1
Bruce Mitchell mengatakan pengelolaan sumber daya lingkungan akan mengalami empat situasi
pokok, yaitu perubahan change, kompleksitas complexity, ketidakpastian uncertainly, konflik conflict.
2
Daud Silalahi mengatakan bahwa kerusakan lingkungan di negara maju disebabkan oleh pencemaran sebagai akibat sampingan dari penggunaaan sumber
daya alam dan proses produksi yang menggunakan banyak energi, teknologi maju yang boros energi pada industri, kegiatan transportasi dan komunikasi, serta
kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya.
3
Menurut Emil Salim masalah lingkungan hidup yang di hadapi oleh negara berkembang banyak di timbulkan oleh kemiskinan yang memaksa rakyat
merusak lingkungan alam.
4
Maka jelas bahwa rendahnya pendapatan penduduk,
1
Supriadi, Hukum Lingkungan Indonesia : Sebuah Pengantar Palu: Sinar Grafika, 2005, h. 38.
2
Ibid.
3
Daud Silalahi, Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Edisi Revisi Bandung: Alumni, 1996, h. 15.
4
Emil Salim, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Cetakan 10 Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1995, h. 11.
Universitas Sumatera Utara
2 kurangnya kesempatan kerja yang lebih baik, tingkat pendidikan yang masih
Universitas Sumatera Utara
rendah, semua ini telah turut mendorong penduduk negara berkembang menguras sumber daya alam bagi keperluan hidupnya. Masalah lingkungan di negara
berkembang contohnya Indonesia, terutama berakar pada keterbelakangan pembangunan.
Gunardi Endro menjelaskan dalam buku Alvi Syahrin, dalam interaksi di masyarakat, eksistensi dan kualitas hidup manusia ditentukan berdasarkan pada
referensi nilai dan moral. Orang yang jahat akan dicela dan seringkali disingkirkan dari masyarakat, sedangkan orang baik akan dipuji, dihormati,
dicintai dan kemana-mana akan didukung kehidupannya. Orang bisa menjadi jahat karena di dalam kodratnya memiliki kehendak bebas, akan tetapi kehendak
bebas akan terbentuk dan berkembang dan menjadi kuat kalau orang semakin bersedia untuk bertanggung jawab.
5
Pencemaran danatau kerusakan lingkungan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya kegiatan industri atau sejenisnya dalam menjalankan suatu
usaha ekonomi serta sikap penguasa maupun pengusaha yang tidak menjalankan atau melalaikan kewajiban-kewajibannya dalam pengelolaan lingkungan hidup.
6
Pencemaran dan kerusakan lingkungan yang ada di wilayah indonesia yang paling mencuri perhatian dunia adalah dibidang pembakaran lahan, baik
lahan kehutanan, lahan perkebunan, dan lainnya. Lahan adalah suatu wilayah bumi daratan yang ciri-cirinya merangkum semua tanda pengenal biosfer,
atmosfer, tanah, geologi, topografi, hidrologi, flora, fauna, dan hasil kegiatan
5
Alvi Syahrin, Beberapa Isu Hukum Lingkungan Kepidanaan Jakarta: PT.Soft Media, 2009, h. 3.
6
Alvi Syahrin, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Pencemaran dan atau Kerusakan Lingkungan, Pidato pengukuhan jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum
PidanaLingkungan pada Fakultas Hukum USU, Medan, 2003, h. 5-6. Dalam Alvi Syahrin, Ibid.
Universitas Sumatera Utara
manusia masa lalu dan masa kini.
7
Menurut Herry Purnomo, seorang peneliti dari Center for International Forestry Research CIFOR, kerugian Indonesia pada tahun 1997-1998 akibat
pembakaran lahan berkisar US 9 Miliar. Kerugian tersebut belum tersebut belum termasuk kerugian yang di derita oleh negara tetangga akibat pembakaran lahan
yang ada di wilayah indonesia, contohnya negara Malaysia dan Singapura yang masing-masing mengalami kerugian sekitar US 2 Miliar setiap negaranya.
8
Sedangkan pada tahun 2015 menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB total kerugian negara akibat pembakaran lahan di Sumatera dan
Kalimantan saja mencapai lebih dari Rp 200 Trilliun.
9
Data tersebut menunjukan bahwa pembakaran lahan bukan merupakan tindak pidana biasa. Akibat dari pembakaran lahan tersebut negara mengalami
banyak kerugian dibeberapa sektor strategis. Selain itu bukan hanya negara yang mengalami kerugian. Masyarakat juga mengalami kerugian baik di sektor agraris,
kesehatan, dan lainnya. Purwo Hadi Subroto, petani di Riau, mengaku produksi tanaman pangan dan sayuran di ladangnya menurun sampai 40 karena proses
produksi tanaman yang mengandalkan sinar matahari terhalang oleh kabut asap.
10
Berdasarkan data dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional LAPAN pada periode Januari-September 2015 ada 16.334 titik api, dan pada 2014 ada
36.781 titik api di Indonesia. Titik api tersebut menyebabkan timbulnya asap yang
7
Tim Penyusun Pusat Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3, Jakarta: Balai Pustaka, 2007, h. 723
8
Sri Lestari, Berita, “Dampak Kabut Asap Diperkirakan Capai Rp 200 Trilliun”, www.bbc.comIndonesiaberita_indonesia201510151026_indonesia-kabutasap, 2015. Diakses
pada tanggal 31 Maret 2016 pukul 11:20 WIB.
9
Ibid
10
Ibid
Universitas Sumatera Utara
merusak lingkungan mengakibatkan 20.471 orang di Jambi, 15.138 orang di Kalimantan Tengah, 28.000 orang di Sumatera Selatan, dan 10.010 orang di
Kalimantan Barat terkena Infeksi Saluran Pernafasan Atas ISPA.
11
Hal tersebut membuktikan bahwa memang benar bukan hanya negara yang mengalami
kerugian, namun perbakaran lahan tersebut berdampak langsung terhadap masyarakat.
Lahan Kehutanan, Perkebunan, dan lainnya yang seharusnya dijaga dan dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan aspek kelestarian kini telah
mengalami degradasi dan deforestasi yang cukup mencenangkan bagi dunia internasional. Lahan pada umumnya menjadi sumber kehidupan ekosistem di
dunia. Sehingga dalam hal pemeliharaan lahan menjadi tanggung jawab seluruh komponen yang ada, baik pemerintah, korporasi, maupun individu masyarakat.
Pada praktek hukum pidana yang terjadi pada saat ini, korporasi dan masyarakat melakukan pengerusakan lahan. Salah satu caranya adalah dengan pembakaran
lahan. Tidak adanya kesadaran bagi masyarakat dan korporasi akan pentingnya
memelihara lahan yang ada, menjadi salah satu faktor penyebab dari pembakaran lahan. Selain itu untuk mengejar keuntungan yang besar bagi individu masyarakat
maupun korporasi, mereka tidak segan untuk melakukan pembakaran lahan secara terang-terangan.
Hal tersebut menjadi perhatian serius bagi pemerintah khususnya, untuk
11
Indra Nugraha, Berita, “Walhi: Berikut Korporasi-korporasi di Balik Kebakaran Hutan dan Lahan itu”, http:www.mongabay.co.id20151006berikut-korporasi-korporasi-di-balik-
kebakaran-hutan-dan-lahan-itu, Jakarta, 2015. Diakses pada tanggal 31 Maret 2016 pukul 12:10 WIB.
Universitas Sumatera Utara
mencegah perbuatan pembakaran lahan yang dilakukan oleh korporasi dan masyarakat
yang tidak
bertanggungjawab. Pemerintah
menerbitkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan dan Perlindungan
Lingkungan Hidup, Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan perubahan atas
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan, dan Undang-undang lainnya berkaitan dengan perlindungan lingkungan hidup.
Peraturan perundang-undangan tersebut menjadi salah satu bentuk keseriusan pemerintah untuk menanggulangi dan mencegah pembakaran lahan
yang dilakukan
tanpa izin
dan tidak
bertanggungjawab. Peraturan
perundang-undangan tersebut mengatur sedemikian rupa bentuk-bentuk tindak pidana pembakaran lahan, dan bentuk sanksi yang dijatuhkan kepada korporasi
dan masyarakat yang melakukan tindak pidana pembakaran lahan tanpa izin. Pemerintah membentuk Peraturan Perundang-undangan mengenai pembakaran
lahan, bertujuan untuk menuntut pelaku tindak pidana pembakaran lahan mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Terdapat 218 kasus pembakaran lahan yang ditangani oleh Kepolisian Republik Indonesia sampai dengan bulan September 2015, dari 218 kasus ini
sudah di tetapkan 204 tersangka dengan rincian 195 perorangan dan 9 korporasi.
12
Hal tersebut membuktikan bahwa tidak hanya korporasi yang mengejar keuntungan dalam melakukan tindak pidana pembakran lahan. Fakta di lapangan
12
Fabian Januarius Kuwado, Berita, “Total Ada 218 Kasus Kebakaran Hutan dengan
204 Orang Tersangka”, http:nasional.kompas.comread2015092909543371Total.Ada.218. Kasus.Kebakaran.Hutan.dengan.204.Orang.Tersangka, 2015. Diakses pada tanggal 31 Maret 2016
pukul 13:20 WIB.
Universitas Sumatera Utara
adalah jumlah pelaku perseorangan tindak pidana pembakaran lahan menunjukan angka yang lebih besar dibanding pelaku yang merupakan korporasi.
Namun, walaupun pemerintah telah membentuk aturan dan sanksi yang tegas dalam masalah tindak pidana pembakaran lahan, masih banyak tindak
pidana pembakaran lahan di wilayah Indonesia khususnya di wilayah Provinsi Riau. Hal tersebut dikarenakan sanksi yang diberikan oleh penegak hukum
terhadap pelaku tindak pidana pembakaran lahan dirasa terlalu ringan dan tidak sesuai dengan akibat dari perbuatan tersebut.
Dalam permasalahan Tindak Pidana Pembakaran Lahan, maka penulis akan menuangkannya secara lengkap dan cermat dalam sebuah skripsi yang
berjudul : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBAKARAN LAHAN Studi Putusan No. 118 Pid.Sus 2014
PN.Plw. B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan diatas, maka permasalahan yang akan penulis bahas dalam skripsi ini adalah :
1. Bagaimana pengaturan Tindak Pidana Pembakaran Lahan ?
2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana mengenai Tindak Pidana Pembakaran
Lahan ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan