41 Peserta menyatakan bahwa ketiga kota tersebut dalam pantauan umat agama lain.
Sehingga umat Islam harus melakukan tindakan yang benar-benar konkrit untuk menghalau gerakan agama lain ini. Menurut peserta selam ini umat Islam hanya
berkoak-koak, sehingga selalu kalah. Hal ini terlihat pada kutipan berikut: “harus tiga kota di Indonesia kita kuasai. Jakarta, Medan, dan Surabaya.
Itu sudah dalam pantauan meraka. Sudah dalam target mereka. Kemarin Ahok akan mengangkat wakilnya yang dari Kristen. Akan mengusulkan
namanya ke DPR. Jadi kita berkoak-koak, mereka berbuat. Jadi jangan
sempat kita kebanyakan orang, tapi kalah di tekongan” FGD.M.1.1062
B. Radikalisme
Radikalisme yang merupakan usaha untuk melakukan perubahan paham di Republik Indonesia, dari paham non-Islam menjadi paham yang sesuai dengan
hukum-hukum Islam terlihat dengan jelas pada beberapa pernyataan peserta selama menjalankan sesi FGD. Tetapi aspek radikalisme dalam hal ingin
melakukan perubahan, tidak terlalu dibahas oleh para peserta pada sebuah sesi. Kemungkinan hal ini disebabkan karena pihak yang menjadi narasumber pada
sesi terakhir merupakan non-Islam. Pada suatu sesi FGD, seorang peserta menyampaikan ajakan untuk
melakukan tindakan nyata kepada para peserata FGD yang lain. Kegiatan umat Islam seharusnya jangan hanya sekedar berbicara saja. Peserta meminta kepada
para peserta yang lain untuk memakai hati nuraninya dalam memandang persoalan Islam, demi penegakan syariat Islam yang sepenuhnya di Indonesia. hal
tersebut dapat dilihat pada pernyataan peserta merikut:
Universitas Sumatera Utara
42 “kita minta kepada yang hadir bahwa pertemuan kita ini bukan hanya
sekedar pertemuan seremonial dalam rangka menyelenggarakan kegiatan dalam bentuk seminar saja, tapi punya hati nuranilah kita bahwa kita
bersama-sama, mengusung tegakkannya bagaimana syariat Islam ini bisa
ditegakkan di Indonesia semaksimal mungkin” FGD.B.2.75 Hal senada juga disampaikan oleh peserta lain dalam bentuk ajakan untuk
memperjuangkan penegakan hukum Islam di Indonesia dengan optimal. Hal ini terlihat pada kutipan di bawah ini:
“Saya kira ini yang penting sekali dan daripada itu secara politik dan kenegaraan tentu kita harus lebih optimal memperjuangkan hak-hak kita
untuk bisa hidup dalam naungan syariat Islam” FGD.B.2.260 Penegakan hukum Islam hukum Islam merupakan sebuah kewajiban untuk
diperjuangkan, karena umat Islam diperintahkan untuk masuk kedalam Islam secara kaffah, tidak boleh setengah-setengah. Menurut peserta Islam tidak hanya
terbatas di hal-hal yang berurusan dengan Ibadah, hukum-hukum dalam agam Islam mengatur semua aspek kehidupan. Sehingga tidak boleh ada hukum yang
tidak dikerjakan atau terkesan dipilih-pilih. Hal ini lah yang menjadi motivasi umat Islam untuk terus berjuang menegakkan hukum Islam di Indonesia.
Penjelasan ini terlihat pada kutipan pernyaataan peserta berikut: “Nah sebagaimana mestinya itu dalam Islam itu ya kaffah. Sepenuhnya.
Karena kita disuruh memang masuk kedalam Islam itu sepenuhnya. Tidak boleh sebagian-
sebagian kita tinggalkan sebahagian” FGD.B.2.284 “Tapi kedepan mari sama-sama kita lebih membuka kepada kebenaran
ayat kepada seluruh umat Islam. Jangan lagi kita sembunyi-sembunyikan Islam itu kan bukan hanya sekedar ibadah saja” FGD.B.2.408
Penjelasan peserta sebelumnya dipertegas dengan penjeasan peserta di bawah. Seperti penjelasan sebelumnya peserta mengajak peserta yang lain untuk
lebih optimal dalam memperjuangkan hak-hak umat Islam agar dapat hidup dalam
Universitas Sumatera Utara
43 naungan hukum Islam. peserta menjelaskan bahwa hidup dengan menjalankan
hukum Islam dengan sepenuhnya bukanlah sekedar kewajiban, tapi juga merupakan sebuah hak semua umat Islam di Indonesia. Karena hak tersebut
memang dijamin oleh konstitusi. Hak tersebut dijelaskan oleh peserta sebagai hak bagi seluruh pemeluk agama, bukan hanya milik umat Islam. sehingga umat
agama lain silahkan ikut peraturan agamanya sendiri. Penjelasan tersebut sesuai dengan pernyataan peserta:
“Saya kira ini yang penting sekali dan daripada itu secara politik dan kenegaraan tentu kita harus lebih optimal memperjuangkan hak-hak kita
untuk bisa hidup dalam naungan syariat Islam. Karena apa? Karena menjalankan syaria-syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya itu
merupakan hak, bukan hanya kewajiban, kewajiban daripada agama kita dan hak kita sebagai bangsa Indonesia dan dijamin oleh konstitusi bagi
kita pemeluk-pemeluk agama Islam dan juga pemeluk-pemeluk yang bukan agama Islam. Orang yang tidak agama Islam silahkan mereka
dengan agamanya.” FGD.B.2.260 Dalam penjelasan-penjelasan sebelumnya, telah disebutkan konsep Islam
rahmatan lil alamin atau Islam sebagai rahmat bagi semesta alam digunakan oleh peserta dikatakan telah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin melemahkan
perjuangan umat Islam, ingin membuat umat Islam tidak memberikan perlawanan ketika mengalami penindasan. Pada pembahasan radikalisme ini, peserta
menyatakan bahwa konsep Islam rahmatan lil alamin atau Islam sebagai rahmat bagi semesta alam hanya akan terwujud jika hukum Islam sudah tegak. Setelah
segala aspek kehidupan diatur dengan hukum Islam, barulah Islam dapat disebut sebagai rahmat bagi semesta alam. Penjelasan peserta dapat dilihat pada kutipan
berikut:
Universitas Sumatera Utara
44 “…yang disebut dengan rahmatan lil alamin itu bila Islam itu
menerapkan konsep Islam yang kaffah. Menjalankan syariat Islam secara utuh baru itu terwujud rahmatan lil ala
min” FGD. B.1.584 Pernyataan peserta di atas didukung oleh partisipan selanjutnya, peserta
juga menyatakan Islam akan menjadi rahmat bagi seluruh alam jika hukum- hukum Islam tegak secara sepenuhnya di Indonesia. dengan keadaan Indonesia
yang sekarang, dimana hukum Islam tidak tegak sepenuhnya. Peserta mengistilahkan hukum Islam hanya ditegakkan “parsial” , Islam tidak akan
menjadi rahmat bagi semesta alam. Pernyataan peserta dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Saya sependapat Islam itu akan menjadi rahmat bagi seluruh alam apabila dia betul-betul kita laksanakan secara kaffah. Tapi kalau hanya
bersifat parsial, tentu belum memungkinkan Islam itu menjadi rahmat
bagi alam semesta” FGD.B.1.616 Dari pemaparan para peserta sebelumnya, dapat disimpulkan betapa
pentingnya usaha penegakan Islam di Indonesia bagi umat Islam. sehingga umat Islam menurut peserta harus rela berkorban demi terwujudnya penegakan hukum
Islam di Indonesia. Meskipun umat Islam harus dituduh sebagai fundamentalis, radikalis dan sebagainya umat Islam harus terus bejuang, dan jika akhirnya harus
dikatakan sebagai fundamentalis atau radikalis, umat Islam dapat menganggap pernyataan tersebut sebagai kehormaran bagi mereka yang memperjuangkan
Islam. “Kedepan marilah kita sadari sebaik-baiknya untuk hidup dalam aturan
nuansa syariat Islam itu. Bukan hal yang salah kalau kita memperjuangkannya. Walaupun kita akan dituduh fundmentalis, radikalis
dan lain-lain sebagainya. Tapi untuk memperjuangkan syariat Islam kita dituduh fundamentalis, dituduh radikal saya pikir itu suatu kehormatan
lah bagi kita sebagai muslim” FGD.B.1.633
Universitas Sumatera Utara
45 Meskipun forum FGD yang diikuti oleh berbagai kelompok Islam tersebut
dapat dikatakan sepakat dalam penegakan sepenuhnya hukum Islam di Indonesia, tetapi tidak banyak yang membicarakan konsep khilafah atau konsep
kepemimpinan umat Islam. Hanya sedikit peserta yang membicarakan konsep khilafah harus tegak di Indonesia. Dalam hal ini peserta berikut adalah peserta
yang mendukung tegaknya khilafah di Indonesia dan menyerukan agar umat Islam sepakat untuk menegakkan hukum Islam dalam konsep khilafah.
Pernyataan peserta tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: “Jadi ini kita pahami, kita sudah satu visi misi. Kita sepakat untuk
perjuangan Islam secara kaffah dalam khilafah ” FGD.B.1.736
Dalam melakukan perjuangan penegakan Islam, para peserta melakukan cara-cara yang berbeda. Pernyataan peserta di bawah menunjukkan peserta
berusaha melakukan penegakan Islam dengan cara yang demokratis. Peserta mengikuti sebuah partai berbabasis Islam dengan niat melakukan perubahan
secara konstitusional yang diakui negara. Meskipun dalam pernyataan nya peserta tidak mengaku usahanya dalam melakukan perubahan dianggap sebagai sebuah
pergerakan radikal atau pun ekstrim. Penulis tetap meggolongkan perilaku peserta sebagai radikal dengan dasar pemikiran peserta untuk melakukan perubahan
secara menyeluruh di dalam Republik Indonesia, dalam hal ini peserta ingin menegakkan tetap ingin menegakkan hukum Islam di Indonesia meskipun peserta
menurut pernyataannya tidak melakukan tindakan-tindakan kekerasan ataupun melakukan tindakan kekerasan dalam usaha peserta untuk menegakkan hukum
Islam di Indonesia. Pernyataan peserta dapat dilihat pada kutipan berikut:
Universitas Sumatera Utara
46 “Partai bulan Bintang itu jelas ingin menegakkan syariat Islam. Secara
konstitusional. Gak pake ekstrim-ekstriman, radikal-radikalan, gak pake perang. Secara konstitusional yang diakui oleh negara dengan pemilihan
umum” FGD. M.1.450 Pernyataan peserta sebelumnya tentang keinginan untuk menegakkan
hukum Islam di Indonesia dengan cara yang demokratis, muncul juga pada pernyataan peserta di bawah. Mekipun peserta menginginkan hukum Islam tegak
di Indonesia, peserta tidak ingin dilakukan dengan cara yang ekstrim, karena hal tersebut justru dapat merugikan perjuangan umat Islam itu sendiri. Jika umat
Islam menunjukkan “wajah radikal” dalam perjuangannya umat Islam akan terbentur dengan masalah hukum dan hal tesebut dapat mematahkan perjuangan
umat Islam kedepan. Sehingga peserta lebih mengedepankan perjuangan Islam yang demokratis. Hal ini terlihat dalam pernyataan peserta berikut:
“Tetapi kita juga tidak ingin terjebak dengan konstitusi kita di sini. Jadi kalau kita menampilkan diri sebagai sosok yang radikalis menurut saya
ini akan langsung mematahkan perjuangan kita ke depan. Kita ingin tetap terus berjuang dengan menegakkan panji-
panji Islam itu kedepan” FGD.M.2.531
Peserta yang berpikir demokratis dalam perjuangannya cenderung tidak mempermasalahkan konsep negara Indonesia, selama konsep tersebut tidak
bertentangan dengan hukum agama Islam. pernyataan peserta tersebut dapat dilihat pada kutipan pernyataan berikut:
“Saya mengakui Indonesia, karena Indonesia itu bahagian dari saya, makanya juga saya masuk partai. Tapi bahwa pikiran saya bahwa Islam
harus tegak di Indonesia? Ya” FGD.M.2.614 Usaha-usaha penegakan Islam di Indonesia tidak terbatas pada usaha-usaa
demokratis saja. Ada kelompok-kelompok yang memang lebih agresif dalam
Universitas Sumatera Utara
47 melakukan pergerakannya. Seperti pengakuan dari salah satu anggota ormas Islam
di bawah yang menyatakan bahwa penghancuran tempat-tempat maksiat yang dilakukan oleh ormas peserta tersebut, bukanlah tujuan utama dari perjuangan
mereka. Peserta menyebutkan bahwa jika tempat maksiata dihancurkan dalam satu malam, maka akan muncul tempat-tempat baru di malam lain. Sehingga yang
perlu diubah adalah sistem. Sehinga penegakan hukum Islam di Indonesia adalah tujuan yang paling utama. Hal ini terlihat pada kutipan pernyataan berikut:
“Kalau seperti kami di FPI,sebetulnya penghancuran-penghancuran tempat-tempat maksiat itu hanya pemanasan saja nya itu, bukan hanya
target, tetapi target kami adalah bagaimana penegakan syariah Islam di
Indonesia. Itu target yang paling utama” FGD.B.2.79
C. PEMBAHASAN
Dalam kegiatan FGD yang dibagi menjadi beberapa sesi, peserta memberikan pernyataan-pernyataan yang mengindikasikan persepsi ancaman.
Para peserta merasakan persepsi ancaman ketika ada pemikiran-pemikiran ataupun tindakan-tindakan yang dianggap dapat merugikan kelompok. Kelompok
merupakan hal yang penting bagi anggotanya. Karena kelompok menyediakan berbagai hal bagi individu seperti perlindungan, rasa diterima, memberikan
norma-norma bagi individu yang berujung pada rasa stabil dalam kehidupan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Crocher Luhtanen 1990 dalam Todd D. Nelson,
bahwa kelompok memberikan rasa diterima, dimiliki, dukukangan sosial, peran, peraturan, norma, dan tuntunan untuk berperilaku serta makna hidup dengan
meningkatkan self esteem anggotanya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelompok sangat penting bagi anggotanya.
Universitas Sumatera Utara
48 Jika dihubungkan dengan penjelasan di atas, kelompok berbasis Islam pun
memberikan keuntungan-keuntungan yang sama dengan anggotanya. Hal ini membuat anggota takut kehilangan kelompoknya. karena kelompok begitu
penting menimbulkan pemikiran bahwa kehancuran kelompok sama halnya dengan kehancuran dirinya sendiri Branscombe, Ellemers, Spears, Doosje,
1999; Tajfel Turner, 1986. Persepsi ancaman yang dirasakan oleh para subjek, dapat dikategorikan dalam
dua bentuk, yaitu realistik dan simbolik Stephan Stephan, 2000. Ancaman realistik adalah ancaman yang konsekuensinya bersifat langsung kepada subjek.
Ancaman simbolik adalah ancaman terhadap kekuatan, sumber daya, kesejahteraan kelompok. Ancaman simbolik merupakan ancaman yang tidak
langsung dirasakan individu secara fisik, ancaman simbolik lebih kepada nilai- nilai, harga diri kelompok dsb.
Dari data yang didapat selama beberapa sesi FGD, dapat disimpulkan bahwa subjek tidak banyak menunjukkan ancaman realistik. Ancaman realistik
yang dirasakan oleh para peserta berasal dari negara “Barat” dan Israel, yang individu anggap sebagai musuh Islam. Musuh Islam ini ingin mengancurkan
nega-negara Islam. Para peserta memberikan contoh Palestina yang diserang oleh Israel, juga intervensi Amerika di negara-negara Islam. para peserta tidak
membahas ancaman realistik di Indonesia. Hal ini mungkin disebabkan oleh keadaan negara Indonesia, khusus nya Sumatera Utara dapat dikatakan aman.
Konflik agama tidak terlalu muncul ke permukaan. Sehingga para peserta tidak menganggap ancaman realistik sebagi konten yang utama dalam diskusi. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
49 berbeda dengan negara-negara yang memang sedang mengalami konflik seperti
Palestina. Ancaman simbolik adalah ancaman yang paling banyak dirasakan oleh
para peserta FGD. Selam proses diskusi belangsung, para peserta banyak membahas nilai-nilai agama islam yang terkesan direndahkan. Ancaman simbolik
dapat dibagi lagi menjadi: group distinctiveness ancaman bahwa suatu kelompok tidak berbeda dengan kelompok lain , threat towards ingroup values ancaman
bahwa nilai-nilai kelompok dianggap tidak bermoral, dan relative status ancaman bahwa ingroup kalah dengan outgroup dalam hal kompetensi,
pengetahuan, atau sumber daya. Dari data persepsi ancaman simbolik yang telah dikategorikan selama
diskusi, kateori-kategori tersebut dapat digolongkan sebagai berikut: Aliran sesat dapat digolongkan sebagai group disticctiveness, tuduhan terorisme terhadap
umat Islam, upaya melemahkan perjuangan Islam, pembongkaran mesjid, penghinaan terhadap agama Islam, dan Kristenisasi dapat digolongkan sebagai
threat towards ingroup values. Pada data tidak ditemukan persepsi ancaman yang tekait dengan relative status. Kategori tekanan politik dan pembangunan gereja
tidak dapat digolongkan, karena tidak sesuai dengan ketiga penggolongan yang telah dijelaskan.
Berbagai aspek mempengaruhi persepsi ancaman yang dirasakan oleh para peserta. Umat Islam di Indonesi berjumlah 209.120.000 orang, yang artinya umat
Islam merupakan kelompok mayoritas di Indonesia Top ten largest with muslim population, 2012.. Kelompok dengan kekuatan yang besar cenderung lebih
Universitas Sumatera Utara
50 mudah bereaksi terhadap ancaman Johnson, Terry, Louis, 2005; Riek, Mania,
Gaertner, 2006. Para peserta yang berasal dari kelompok mayoritas merasa bahwa umat Islam tidak boleh kalah, karena Islam merupakan kelompok
mayoritas. Kekalahan sebagai kelompok mayoritas dapat dianggap sebagai hal yang sangat merendahkan bagi kelompok mayoritas.
Dihadapan hukum, semua agama memiliki hak yang sama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Pembangunan rumah ibadah, penyebaran
agama, dsb diatur oleh pemerintah. Sebagaimana penjelasan subjek di dalam FGD yang menyatakan bahwa semua agama memiliki hak yang sama. Hal ini juga
dapat memunculkan perceive threat. Kekuatan yang sama dapat memunculkan rasa persaingan. Sesuai dengan penjelasan Esses, Dovidio, Jackson, Armstrong
2001, kelompok dengan kekuatan yang sama berkompetisi satu sama lain, kesamaan kekuatan ini membuat mereka menjadi saingan.
Tuduhan terorisme yang selalu mengarah ke umat Islam juga memiliki peran yang besar dalam memunculkan persepsi ancaman pada para peserta.
Tuduhan terorisme terhadap umat Islam yang didukung oleh pemberitaan yang tidak berimbang membuat para peserta terkesan kecewa terhadap tuduhan
tersebut. Tuduhan yang sama tidak pernah diarahkan kepada umat agama lain terhadap perilaku yang sama, bahkan muncul pernyataan karena mereka bukan
orang Islam dalam sesi diskusi. Media luar negeri menurut peserta juga terkesan mendukung tindakan terorisme yang dilakukan oleh agama lain, dengan menyebut
pelaku tindakan terorisme tersebut sebagai pejuang. Pejabat-pejabat yang seharusnya dapat meminimalisir konflik yang terjadi, menurut subjek ikut dalam
Universitas Sumatera Utara
51 melakukan pelabelan teroris pada umat Islam, yang diikuti dengan tindakan yang
agresif dalam penindakan hukum ketika pelakunya adalah umat Islam, berbeda halnya ketika pelakunya bukan umat Islam.
Konsep Islam sebagai rahmat bagi semesta alam yang dianggap salah oleh peserta membuat umat Islam menjadi tidak mau berjuang ketika dibutuhkan. Ada
keyakina pada bahwa konsep Islam sebagai rahmat bagi semesta alam digunakan oleh pihak yang ingin melemahkan perjuangan umat Islam. Respon yang sama
diberikan oleh para peserta dalam memandang Islam moderat. Dari data yang diperoleh melalui kegiatan diskusi, peserta tidak dapat
memisahkan antara “Barat”, perilaku minum tuak, memelihara anjing dan babi, dengan umat agama tertentu, negara Arab dengan umat Islam. Sehingga berbagai
kasus yang telah disampaikan oleh para peserta yang berhubungan dengan masalah miras, ternak babi, penjajahan, dsb, berubah istilah menjadi umat Islam
melawan agama tertentu, umat Islam dihina oleh agama tertentu, umat agama lain mengahancurkan mesjid, dsb. Fenomena ini berujung kepada rasa permusuhan
yang diarahkan kepada umat agama tertentu, dan hal ini terjadi pada setiap sesi FGD. Fenomena ini merupakan efek bias dari persepsi ancaman. Sesuai dengan
penjelasan Stephen Walter G., Ybarra O, Morrison K 2009 Efek dari bias kognitif ini adalah lebih mudahnya anggota kelompok melakukan kekerasan dan
mudah memberikan lebel terhadap kelompok lain. Para peserta menunjukkan kecemburuan dan kekecewaannya ketika
menyampaikan keadaan umat Islam yang harus hidup dengan mengikuti hukum yang bukan hukum Islam. Menurut hasil diskusi, Islam berada di posisi yang
Universitas Sumatera Utara
52 lemah, sehingga umat Islam tidak mampu untuk menegakkan hukum Islam di
negara Indonesia. Umat Islam seharusnya jangan dipinggirkan, karena umat Islam adalah kelompok mayoritas di Indonesia dan Indonesia menurut para peserta
merupakan hasil perjuangan umat Islam di masa lalu Hal ini adalah dasar dari kekecewaan para peserta FGD. Persepsi ancaman yang dirasakan oleh para
peserta dapat memunculkan emosi negatif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Stephan, Renfro, Davis 2008 Renfro 2006 bahwa persepsi ancaman dapat
memunculkan berbagai emosi negative, seperti: takut, cemas, marah, kebencian. Persepsi ancaman dapat mengarahkan para peserta kepada tindakan yang
diniatkan untuk merugikan kelompok lain. Dalam penyampaian para peserta dalam FGD, ada peserta yang berusaha untuk menghalangi pembangunan rumah
ibadah agama tertentu. Seorang narasumber juga menyampaikan bahwa ia pernah meledakkan sebuah gereja dengan alasan kebuntuan yang dirasakannya ketika
merasakan keadaan umat Islam yang semakin terpinggirkan. Hal ini sesuia dengan pernyataan Stephen Walter G., Ybarra O, Morrison K 2009 bahwa efek
dari persepsi ancaman terhadap perilaku anggota kelompok dapat berupa penarikan diri, menyerah, pembenaran terhadap kekerasan langsung ataupun
tidak langsung, diskriminasi, berbohong, curang, mencuri, menganggu, balas dendam, sabotase, protes, meyerang, perang, dan berbagai perilaku lain yang
dapat memicu konflik Persepsi ancaman yang dirasakan oleh peserta, mendorong peserta untuk
berpikir ataupun melakukan sebuah perubahan besar, yaitu menegakkan hukum Islam di Indonesia. Hampir seluruh sesi wawancara ditemukan pernyataan subjek
Universitas Sumatera Utara
53 mengenai penegakan hukum Islam di Indonesia, dalam hal ini disebut sebagai
perilaku radikal. Rasa ketidakadilan, kekecewaan, kemarahan, dan berbagai emosi negatif lainnya berujung pada pemikiran dan atau tindakan untuk perubahan total
pada masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sheri Berman 2009 yang menyatakan bahwa radikalisme muncul sebagai akumulasi dari keluhan sosial,
ketidakpuasan dan kesenjangan pemerintahan dan rakyat. Para peserta menjadikan Islam sebagai solusi atas segala permasalahan, karena bagi para
peserta kebenaran tertinggi yang melebihi hukum-hukum buatan manusia adalah Islam, dalam hal ini diistilahkan sebagai fundamentaslime yaitu sebuah gerakan
sosial dan keagamaan yang mengajak umat Islam kembali kepada kemurnian etika dengan cara mengintegrasikannya secara positif dengan doktrin agama ,
kembali kepada keseimbangan hubungan antara manusia dengan tuhan, manusia dengan kepribadiannya sendiri Yusril Mahendra dalam Fenomena Sosial
Fundamentalisme Islam. Seluruh peserta sepakat dengan penegakan hukum Islam di Indonesia, meskipun demikian hanya seorang peserta yang menyebutkan
tentang persatuan umat Islam di dalam khilafah. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar peserta tidak mempermasalahkan tentang sistem republik yang
dijalankan di Indonesia selama sistem tersebut memberikan kesempatan bagi umat Islam untuk menegakkan hukum Islam di Indonesia.
Pada penjelasan sebelumnya dijelaskan bahwa persepsi ancaman menimbulkan pemikiran ataupun perilaku radikal. Dari data yang didapatkan
selama proses FGD, peneliti berasumsi bahwa hubungan tersebut dapat berubah arah. Pemikiran ataupun tindakan yang radikal juga dapat membuat seseorang
Universitas Sumatera Utara
54 merasakan adanya persepsi ancaman. Sebagai contoh: para peserta FGD
merasakan adanya usaha-usaha dari pihak tertentu untuk melemahkan atau menghambat penegakan hukum Islam di Indonesia. Pemikiran ataupun perilaku
peserta yang radikal membuat individu merasa hal-hal yang dapat atau mungkin dianggp sebagai ancaman terhadap perjuangannya sebagi ancaman. Sehingga
peneliti berasumsi bahwa persepsi ancaman dan perilaku radikal memiliki hubungan timbal baik, meskipun demikian asumsi peneliti tersebut membutuhkan
penelitian yang lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara
55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa yang dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Para peserta FGD merasakan adanya persepsi ancaman realistik dan simbolik terhadap umat Islam. Persepsi ancaman realistik yang dirasakan oleh para
peserta bersumber dari negara- negara “Barat”, sedangkan persepsi ancaman
simbolik yang dirasakan oleh para subjek dapat dikategorikan sebagai berikut: a Tekanan politik; b Tuduhan terorisme terhadap umat Islam; c Upaya
melemahkan perjuangan Islam; d Aliran sesat; e Pembongkaran mesjid; f Penghinaan terhadap agama Islam; g Ancaman terkait pembangunan rumah
Ibadah; h Kristenisasi; i Pemimpin non-Islam 2. Persepsi ancaman yang dirasakan oleh para peserta memberikan pengaruh
kepada para peserta dalam hal kognitif, afektif dan perilaku. 3. Peneliti berasumsi persepsi ancaman dimemilki hubungan timbal balik dengan
radikalisme.
B. SARAN
1. Saran metodologis a Bagi peneliti yang ingin meneliti tema yang sama disarankan untuk
menggunakan metode wawancara agar mendapatkan data yang lebih dalam.
Universitas Sumatera Utara
56 b Bagi peneliti yang tertarik dengan tema yang sama disarankan untuk
melakukan penelitian lebih lanjut pada kesimpulan penelitian pada poin yang ketiga, yaitu hubungan antara persepsi ancaman dengan radikalisme.
2. Saran praktis a Bagi instansi pemerintah yang terkait dengan permasalahan radikalisme
kelompok Islam agar lebih memahami sumber ancaman yang dirasakan oleh pergerakan kelompok Islam di Indonesia, sehingga persepsi ancaman yang
dirasakan oleh kelompok pergerakan Islam dapat diminimalisir. Sebagaimana yang telah dipaparkan pada kesimpulan penelitian pada poin yang ke tiga,
penurunan persepsi ancaman yang dirasakan kelompok pergerakan Islam diharapkan dapat meminimalisir radikalisme pada tubuh pergerakan Islam.
b Bagi pihak-pihak yang terkait dalam penyajian informasi bagi masyarakat disarankan untuk menyajikan informasi yang berimbang, sehingga tidak
menimbulkan rasa ketidakadilan pada kelompok Islam.
Universitas Sumatera Utara
8
BAB II LANDASAN TEORI
A. Perceived Threat