Gambaran Perceived Threat dan Radikalisme Pada kelompok Islam Fundamentalis

(1)

REKONSTRUKSI DATA B.1

NO Analisa

tematik

Analisa dan koding Jumlah kemunculan 1 Perceive threat Adanya ketidakadilan terhadap pelebelan

terorisme yang dirasakan umat Islam FGD.B.1.83 FGD.B.1.104 FGD.B.1.121 FGD.B.1.792 FGD.B.1.989 5

Umat Islam merasakan kecemburuan dan terpaksa menerima keadaan yang bertentangan dengan syariat Islam.

FGD.B.1.144 FGD.B.1.178

2

Konsep rahmatan lil alamin jangan digunakan untuk melemahkan pergerakan Islam karena ada pihak yang menggunakannya untuk membuat Islam tidak memiliki upaya untuk mebela diri

FGD.B.1.572 FGD.B.1.733

2

Hukum Islam tidak tegak di Indonesia karena adanya upaya untuk mencegah tegaknya ajaran Islam di Indonesia.

FGD.B.1.591 FGD.B.1.598 FGD.B.1.913

3

Pemerintah melindungi aliran sesat dan memberikan kebebasan pada pelanggaran ajaran agama Islam

FGD.B.1.713 FGD.B.1.939

2

Hal-hal berupa pelanggaran terhadap hukum Islam dan penyerangan terhadap umat merupakan teror bagi umat Islam

FGD.B.1.724 FGD.B.1.982 FGD.B.1.1015

3

Isu menteri agama dari kalangan JIL FGD.B.1.745

1 Adanya permasalahan yang dirasakan umat Islam yaitu pembangunan rumah ibadah agama lain tanpa memenuhi syarat.

FGD.B.1.828 FGD.B.1.848 FGD.B.1.876


(2)

REKONSTRUKSI DATA B.1

2 Radikal Konsep Islam rahmatan lil alamin hanya akan terlaksana jika hukum Islam ditegakkan di Indonesia.

FGD.B.1.584 FGD.B.1.616

2

Ajakan untuk memperjuangkan syariat Islam meskipun beresiko dituduh fundamentalis dan radikal.

FGD.B.1.633 FGD.B.1.728 FGD.B.1.736


(3)

REKONSTRUKSI DATA B.2

NO Analisa tematik Analisa dan koding Jumlah kemunculan 1 Perceive Threat Adanya usaha untuk menciptakan ketakutan

terhadap Islam di tengah-tengah umat Islam itu sendiri.

FGD.B.2.10

1

Adanya keyakinan bahwa barat berusaha untuk menghancurkan Islam secara langsung ataupun tidak langsung. FGD. B.2.20 FGD.B.2.39 FGD.B.2.120 FGD.B.2.171 4

Radikal muncul dari dalam Islam sendiri karena ketidakadilan.

FGD.B.2.42

1

Islam dalam posisi yang rendah dalam kekuatan global.

FGD.B.2.46

1

Kondisi umat Islam sekarang tidak dapat menjalankan syariat Islam.

FGD.B.2.60

1

Jika ketidak adilan terus menimpa umat Islam, maka radikalisme tidak ada habis-habisnya.

FGD.B.2.63

1

Umat Islam yang merupakan kelompok mayoritas merasa terpinggirkan.

FGD.B.2.74

1

Perilaku radikal muncul karena banyaknya kelompok umat Islam, sehingga mudah disusupi. FGD.B.2.159

1

Subjek merasa umat lain mempermasalahkan umat Islam yang terlalu menjalankan hukum Islam FGD.B.2.283

FGD.B.2.287

2

Televisi sudah tidak lagi mencitrakan pemuka agama Islam sebagai sesuatu hal yang baik.

FGD.B.2.420

1

Mesjid tidak dapat dengan mudah dibongkar atau dipindahkan.

FGD.B.2.479 FGD.B.2.493

2

Umat Islam harus dapat membicarakan politik di masjid, jangan dilarang.

FGD.B.2.520


(4)

REKONSTRUKSI DATA B.2

2 Radikal Ajakan untuk menegakkan syariat. FGD.B.2.75

FGD.B.2.79 FGD.B.2.260 FGD.B.2.284 FGD.B.2.301 FGD.B.2.408


(5)

REKONSTRUKSI DATA E.1

No Analisa tematik Analisa dan koding Jumlah kemunculan 1

2

Perceive threat

Radikal

Kristenisasi dianggap sebagai suatu ancaman yang perlu untuk diantisipasi

FGD.E.1.782

1

Anggapan pembangunan rumah dibadah agama lain yang tidak sesuai peraturan sebagai ancaman

FGD.E.1.796 FGD.E.1.895

2

Ternak Babi di lingkungan mayoritas penduduk muslim dianggap sebagi ancaman

FGD.E.1.803 FGD.E.1.1256 FGD.E.1.1265

3

Penjajahan oleh Belanda terhadap Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan agama Kristen. Oleh karena itu Islam lah yang menjadi korban dari teror umat Kristen.

FGD.E.1.950

1

Subjek mempertanyakan kenapa umat Kristen menyerang Islam

FGD.E.1.962 FGD.E.1.1151 FGD.E.1.1183

3

Perilaku minum tuak dan main judi yang dilakukan umat Kristen di lingkungan tempat tinggal subjek dianggap sebagai gangguan karena tidak sesuai dengan hukum Islam

FGD.E.1.1203 FGD.E.1.1225 FGD.E.1.1228

1

Subjek mempersepsikan umat Protestan sebagai orang yang kasar

FGD.E.1.1242


(6)

REKONSTRUKSI DATA M.1 NO Analisa

tematik

Analisa dan koding Jumlah

kemunculan 1 Perceive threat Islam dituduh sebagai sumber terorisme dan perlu diwaspadai.

FGD.M.1.94 FGD.M.1.97 FGD.M.1.350 FGD.M.1.652 FGD.M.1.848 FGD.M.1.1010 5

Islam mendapat tekanan politik. FGD.M.1.154 FGD.M.1.158 FGD.M.1.171 FGD.M.1.285 FGD.M.1.289 FGD.M.1.615 FGD.M.1.743 FGD.M.1.748 FGD.M.1.763 9

Kedatangan Belanda ke Indonesia memiliki misi untuk menyebarkan Kristen dan menghabisi Umat Islam. FGD.M.1.317

1

Islam moderat bukanlah solusi konkrit, dan wacana ini dimunculkan untuk memecah-belah Islam.

FGD.M.1.363

1

Israel menyerang warga sipil Palestina, umat Islam harus peduli dengan hal ini, bukan meributkan hal lain.

FGD.M.1.427

1

Indonesia adalah hasil perjuangan umat Islam, jadi umat Islam jangan dipinggirkan

FGD.M.1.793 FGD.M.1.591

1

Subjek merasakan ketidak adilan. Ketika Islam menjadi kelompok mayoritas, agama lain dibiarkan bebas. Tapi ketika Islam

minoritas. Islam ditindas oleh kelompok lain. FGD.M.1.990

FGD.M.1.609

2

Penghinaan Islam yang dilakukan oleh umat agama lain. FGD.M.1.1144

1

Umat Islam tidak boleh taat pada pemimpin yang tidak sesuai dengan hukum Islam.

FGD.M.1.834 FGD.M.1.842


(7)

REKONSTRUKSI DATA M.1

2 Radikal

Adanya gerakan Kristen untuk mendukung calon presiden tertentu.

FGD.M.1.968 FGD.M.1.1062

1

Islam berada dalam posisi lemah dan tidak berkuasa dan berkemungkinan untuk dipermainkan oleh kelompok lain FGD.M.1.986

1

Amerika berusaha untuk menghancurkan negeri Islam. FGD.M.1.1106

1 Indonesia masih mengunakan sistem asing, bukan sistem Islam FGD.M.1110

1 Subjek menganggap kasus penghinaan umat Islam tidak

ditanggapi dengan baik oleh pemerintah. FGD.M.1.1149

1

Wajar Islam kalah, karena umat Islam dilarang berbicara tentang politik di rumah ibadahnya.

FGD.M.1.1204

1

Partai tempat subjek bergabung ingin menegakkan hukum Islam di Indonesia.

FGD. M.1.450


(8)

REKONSTRUKSI DATA M.2

No Analisa tematik Analisa dan koding Jumlah

kemunculan 1

2

Perceive threat

Radikal

Keinginan subjek untuk menyelamatkan islam dari serangan pihak asing.

FGD.M.2.524 FGD.M.2.544

1

Subjek berpendapat bahwa seharusnya Quran jangan ditafsirkan dengan salah, karena dapat menimbulkan konflik dan merusak akidah

FGD.M.2.624

1

Subjek berpendapat bahwa pihak yang berwenang seharusnya memahami Islam sehingga dapat memahami orang-orang yang ada di dalam Islam dan menghindari konflik.

FGD.M.2.635 FGD.M.2.661 FGD.M.2.696

3

Subjek berpendapat bahwa jika ada ceramah tentang penanggulangan teroris, seharusnya jangan ustad saja yang diceramahi.

FGD.M.2.642

1

Subjek menyatakan adanya pehinaan terhadap Islam oleh umat agama lain FGD.M.2.649 FGD.M.2.667 FGD.M.2.677 FGD.M.2.682 4

Subjek menyatakan bahwa seharusnya hukum yang ada di Indonesia harus sejalan dengan hukum Islam, jangan bertentangan. Jika bertentangan maka akan terjadi konflik. FGD.M.2.712

FGD.M.2.778

2

Seharusnya kelompok lain harus memahami Islam. dan dalam dakwah tidak boleh ada yang disembunyi-sembunyikan. FGD.M.2.735

1

Umat Kristen tidak boleh berdakwah tentang Kristen kepada mereka yang telah memeluk agama. Jika itu dilanggar maka itu dapat diartikan sedang berbuat rusuh.

FGD.M.2.748

1

Islam moderat meringankan hukum Islam FGD.M.2.834

1 Keinginan untuk menegakkan syariat Islam

FGD.M.2.531 tidak musti keras FGD.M.2.614


(9)

Daftar pustaka

PP Nomor 31 Tahun 1980. (2012, May 29). Dipetik Januari 28, 2015, dari Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Pengadilan Negeri Jepara:

http://jdih.pn-jepara.go.id/index.php?option=com_remository&Itemid=9&func=startdown &id=165

Oxford Dictionaries. (2015). Dipetik 1 15, 1015, dari Oxford Dictionaries: http://www.oxforddictionaries.com/definition/american_english/radical?q=r adicalism#radical__26

Akbar, A. M. (2011, Februaru 10). Kasus Ahmadiyah BUkan Soal Kebebasab Beragama, Tapi Penodaan Agama. Dipetik 6 16, 2016, dari VOA Islam: http://www.voa-islam.com/read/citizens-jurnalism/2011/02/10/13268/kasus-

ahmadiyah-bukan-soal-kebebasan-beragama-tapi-penodaan-agama/#sthash.OvLWynon.dpbs

Alamsyah, I. E. (2014, sepetember 17). Bank Dunia: Konflik Gaza hancurkan ekonomi Palestina. Dipetik 1 12, 2015, dari Republika:

http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina- israel/14/09/17/nc1nkr-bank-dunia-konflik-gaza-hancurkan-ekonomi-palestina

Arsyad, L. (2015, Januari 2). Habib Rizieq: Ayat suci diatas konstitusi. Dipetik 1 13, 2015, dari Youtube: https://www.youtube.com/watch?v=VVetUSHzSJw BBC. (2012, September 19). Pakistan umumkan hari libur untuk demo film anti


(10)

http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/09/120919_pakistanprotest.sht ml

Berman, s. (2003). Islamism, Revolution, and Civil Society. 257.

C30. (2014, April 20). Empat butir hasil deklarasi aliansi nasional anti syariah. Dipetik Mei 23, 2015, dari Republika:

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam- nusantara/14/04/20/n4bp73-empat-butir-hasil-deklarasi-aliansi-nasional-antisyiah

Damarwati, D. (2013, April 07). LSI: Kepuasan publik terhadap penegak hukum merosot. Dipetik 15 1, 2015, dari Detik news:

http://news.detik.com/read/2013/04/07/180652/2213630/10/lsi-kepuasan-publik-terhadap-penegakan-hukum-merosot?n991102605

Deaux, K. (2001). Social identity. Encyclopedia of woman and gender, 4. Ein. (2012, Desember 23). LSI: ini 5 kasus kekerasan paling mengerikan di

Indonesia. Dipetik 1 13, 2015, dari Liputan 6:

http://news.liputan6.com/read/473537/lsi-ini-5-kasus-kekerasan-paling-mengerikan-di-indonesia

Hambali, Y. (2010). Hukum Bom BUnuh Diri Menurut Islam Radikal danIslam Moderat. Maslahah, 41.

Hrc. (2015, Maret 20). HTI aksi damai serukan tegaknya khilafah. Dipetik Mei 22, 2015, dari Spiritriau.com:

http://spiritriau.com/view/Hukrim- /29362/HTI-Aksi-Damai-Serukan-Tegaknya-Khilafah.html#.VV7kCOybuaU


(11)

HTI. (2013, april 08). Hizbut Tahrir adalah partai politik yang berdiri sendiri tidak mewakili dan tidak diwakili oleh siapapun. Dipetik 1 13, 2015, dari Hizbut-Tahrir.or.id: http://hizbut-tahrir.or.id/2013/04/08/hizbut-tahrir- adalah-partai-politik-yang-berdiri-sendiri-tidak-mewakili-dan-tidak-diwakili-oleh-siapapun/

HTI. (t.thn.). Tentang Hizbut Tahrir. Dipetik 6 2015, 24, dari Hizbut Tahrir Indonesia: http://hizbuttahrir.al-khilafah.org/tentang-kami/

HTI. (t.thn.). Tentang Hizbut Tahrir. Dipetik 6 2015, 18, dari Hizbut Tahrir Indonesia: http://hizbuttahrir.al-khilafah.org/tentang-kami/

HTI. (t.thn.). tentang Hizbut Tahris. Dipetik 6 2015, 24, dari Hizbut Tahris Indonesia: http://hizbuttahrir.al-khilafah.org/tentang-kami/

Ina. (2011, Juni 27). Kepuasan rakyat kian turun. Dipetik 15 1, 2015, dari Kompas:

http://nasional.kompas.com/read/2011/06/27/02034912/Kepuasan.Rakyat.Ki an.Turun

KBBI. (2012-2014). Emis. Dipetik Januari 28, 2015, dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): http://kbbi.web.id/emis

Laban, L., & Erick, T. (2015). Daftar nama kelompok ekstren Indonesia yang gabung ke ISIS. Diambil kembali dari Suara.com.

Maukar, D. (2013). Hubungan konformitas remaja dan identitas sosial dengan brand loyalty pada merek starbucks coffe Surabaya. JUrnal ilmiah mahasiswa universitas Surabaya, 6.


(12)

Mubarrok, T. (2013, Juli 20). Kasus sweeping hotel, FPI tak gentar dilaporkan polisi. Dipetik Mei 5, 2015, dari DetikNews:

http://news.detik.com/surabaya/read/2013/07/20/220317/2309002/475/kasus -sweeping-hotel-fpi-tak-gentar-dilaporkan-polisi

Mufid, D. A. (2014, Desember 25). Peta Kontestasi Gerakan Radikal Dan Liberal Di Indonesia Pada Era Reformasi. Dipetik Mei 2015, 22, dari FKUB DKI JAKARTA: http://fkub.org/wpv3/?p=1184

Mussweiler, T., & Strack, F. (2000). Consequences Of Social Comparison. New York: Plenum Publishers.

Nadler, A., Ben-David, Y., & Harpaz-Gorodeisky, G. (2009). Defensive helping; Threat to group identity, ingroup identification, status stability, and common group identity as determinants of intergroup help-giving. Journal of

personality and social psychology, 824.

Nuroyono, B. (2015, Juli 18). Pembakaran Masjid di Papua, Ini Hasil

Penulusuran Komnas HAM. Dipetik 6 16, 2016, dari NEWS republika.co.id: http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/07/18/nrnasd-pembakaran-masjid-di-papua-ini-hasil-penelusuran-komnas-ham

Nuroyono, B. (2015, Juli 18). Pembakaran mesjid di Papua, ini hasil penulusuran komnas HAM. Dipetik 7 28, 2016, dari News republika.co.id:

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/07/18/nrnasd-pembakaran-masjid-di-papua-ini-hasil-penelusuran-komnas-ham

Permana, D. (2013, januari 8). 10 Parpol peserta pemilu 2014: 6 nasionalis 4 Islam. Dipetik 7 19, 2016, dari Tribunnews.com:


(13)

http://www.tribunnews.com/nasional/2013/01/08/10-parpol-peserta-pemilu-2014-6-nasionalis-4-islam

Permana, D. (2013, Januari 8). Nasionalis 4 Islam. Dipetik 3 3, 2016, dari Tribun Nasional: http://www.tribunnews.com/nasional/2013/01/08/10-parpol-peserta-pemilu-2014-6-nasionalis-4-islam

Poerwandari, K. (2009). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Depok: LPSP3 UI.

Purnomo, S. (2013, Agustus 3). Nasib Ahmadiyah, terlantar di negeri sendiri. Dipetik Mei 23, 23, dari BBC Indonesia:

http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2013/08/130802_ahmadiy ah_lombok

Puspaningtyas, L. (2014, Mei 23). IMF: pertumbuhan ekonomi Saudi terus meningkat. Dipetik 1 12, 2015, dari Republika:

http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/14/05/23/n61cmi-imf-pertumbuhan-ekonomi-saudi-terus-meningkat

Riyadi, D. (2011, September 19). Kisruh Patung Wayang di Purwakarta. Dipetik 5 20, 2015, dari Kompasiana:

http://regional.kompasiana.com/2011/09/19/kisruh-patung-wayang-di-purwakarta-396722.html

Sofyan, A., & Sabardilla, A. (2011). Persepsi mahasiswa terhadap kata toleransi kehidupan beragama. Jurnal penelitian humaniora, 182-200.

stephan, w. g., Ybbara, O., & Morrison, K. R. (2008). Intergroup threat theory. T. Nelson.


(14)

Stephen, W. D., Ybarra, O., & Kimberly, M. R. (2009). Intergroup Threat Thory. Dalam T. D. Nelson, Handbook Of Prejudice, Streotyping and

Discrimination (hal. 68). New York: Psychology Press.

Sunardi, U. (2012, Agustus 27). Penterbuan Syiah Sampanng terulang. Dipetik mEI 23, 20, dari Tempo.Co Grafis:

http://grafis.tempo.co/read/flashgrafis/2012/08/27/471/penyerbuan-syiah-sampang-terulang

Suryanatha. (2013, 8 5). 3 Negara Muslim Terbesar di Dunia. Dipetik 6 2, 2016, dari Kompas.com: http://forum.kompas.com/threads/290441-3-Negara-Muslim-Terbesar-di-Dunia

Umar, A. R. (2010). Melacak Akar Radikalisme Islam di Indoensia. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 4.

Umi. (2013, Mei 26). LSI: Kepercayaan publik pada pmerintrah melemah. Dipetik 1 12, 2015, dari Viva.co.id:

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/415917-lsi--kepercayaan-publik-pada-pemerintah-melemah

Utami, F. N. (2013). Hubungan antara identitas sosial dan konformitas pada anggota komunitas virtual kaskus regional Depok. PESAT, 94.


(15)

BAB III

HASIL METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian

Seluruh penjelasan metode penelitian pada penelitian ini menggunakan penjelasan E.Kristi Poerwandari (2009) pada bukunya yang berjudul Penjelasan kualitatif unutk penelitian perilaku manusia.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan terjemahan pandangan-pandangan dasar yang intepretatif dan fenomonologis bahwa relitas sosial adalah sesuatau yang subjektif dan diinterpretasikan, bukan merupakan sesuatau yang berada di luar individu. Kulitatif juga berdasarkan pengetahuan sehari-hari, induktif, tidak bebas nilai, dan ditujukan unutk dapat memahami relitas kehidupan sosial (Sarantos dalam Poerwandari, 2007).

Metode penelitian kualitatif menggunakan kekuatan narasi untuk mengungkap realitas sosial yang diteliti. Aspek spesifik dalam penelitian kualitatif adalah elaborasi naratif yang memungkinkan ditemukannya kedalaman, makna dan intepretatif terhadap keutuhan fenomena. Penelitian kualitatif melakukan penelitian secara naturalistik terhadap suatu fenomena dalam situasi dimana fenomena itu berada. Eksplorasi, penemuan, dan logika induktif menjadi nyata dalam pendekatan penelitian kualitatif, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang utuh dan menyeluruh (holistik) tentang fenomena yang diteliti (Poerwandari, 2007)


(16)

Penelitian kualitatif menggunakan kekuatan narasi unutk mengungkap realitas sosial yang diteliti. Penelitian kualitatif membuat suatu penelitian yang alamiah pada suatu fenomena. Eksplorasi, penemuan, dan penggunaan logika induktif menjadi nyata dalam pendekatan kualitatif. Sehingga dapat memahami fenomena yang diteliti secara holistik (Poerwandari, 2007)

Penelitian kualitatif lebih menekankan analisis pada penyimmpulan deduktif dan induktif serta pada hubungan fenomena yanng diamati, dengan menggunakan logika ilmiah. Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan cara-cara berfikir formal dan argumentatif (Azwar, 2010)

Di dalam metode penelitian kualitatif ada beberapa tipe, yaitu studi kasus, etnografi, partisipatoris, unobstusive/ tidak reaktif. Peneliti menggunakan tipe unobstusive. Tipe penelitian ini bersifat non reaktif atau tidak mengundang reaksi khusus dari subjek penelitian. Peneliti tidak berhubungan langsung dengan subjek penelitian. Tipe ini terbagi dua, yaitu erosi (ada suatu tanda penghilangan tertentu yang mengindikasikan perilaku tertentu, akresi (ada akumulasi bukti-bukti yang mengindikasikan perilaku tertentu)

B. Subjek dan Lokasi Penelitian 1. Karakteristik Subjek Penelitian

Pengambilan subjek penelitian didasarkan pada teori, subjek dipilih berdasarkan ktriteria tertentu yang sudah disesuaikan dengan teori. Pada penelitian ini adalah orang Islam yang radikal. Penelitian ini menggunakan subjek yang mengikuti kegiatan FGD yang dilaksanakan oleh FKPT di Medan, Sumatera


(17)

Utara mengenai penanggulangan radikalisme. Untuk mendapatkan data-data dari orang Islam radikal, peneliti mengambil data tersebut dari peserta FGD yang berpaham radikal seperti FPI, HTI, FUI, dll.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di lokasi kegiatan FGD yang dilaksanakan oleh FKPT di Kota Medan. Lokasi penelitian dipilih karena kegiatan FGD yang dilaksanakan oleh FKPT ini dihadiri oleh beberapa kelompok Islam radikal.

C. Metode Pengumpulan Data

Peneliti memanfaatkan kegiatan FGD yang dilaksanakan oleh FKPT di Medan, Sumatera Utara mengenai penanggulangan radikalisme sebagai pengambilan data. Peneliti merekam seluruh pembicaraan selama proses FGD dalam bentuk audio dan video, sehingga peneliti melakukan metode pengumpulan data dokumen audio dan visual. Peneliti juga menggunakan Metode unobstrusive, yaitu akresi dimana peneliti menggunakan rekaman untuk membuktikan indikasi perilaku tertentu. Alasan peneliti memilih metode pengumpulan data tersebut adalah karena peneliti hanya menghadiri FGD yang dilaksanakan oleh FKPT dan melakukan pengambilan data. Peneliti sama sekali tidak terlibat dengan kegiatan FGD tersebut.

FGD yang dilaksanakan oleh FKPT ini melibatkan 3 stake holder, yaitu pemateri, peserta dari kelompok Islam yang radikal, peserta dari kelompok Islam yang tidak radikal. Kegiatan FGD dimulai dengan pemateri memberikan penjelasan mengenai makalah pemateri, kemudian dilakukan sesi tanya jawab.


(18)

Pada sesi tanya jawab, pihak dari kelompok Islam radikal akan diberikan kesempatan untuk bertanya, kemudian pihak dari kelompok yang tidak radikal kemudian diberi kesempatan, atau sebaliknya.

Kegiatan FGD dilaksakan lima kali, sekali pertemuan setiap bulan. Tiap pertemuan memiliki tema yang berbeda, dan di tiap pertemuan akan peneliti akan mencari data-data yang menunjukkan persepsi ancaman pada peserta FGD.

D. Alat Bantu Pengumpulan Data

Alat bantu yang digunakan peneliti untuk mempermudah proses pengumpulan data adalah:

1. Perekam Suara (Tape Recorder)

Alat perekam digunakan untuk merekam wawancara sehingga semua data yang diungkapkan oleh subjek penelitian tidak ada yang terlewat. Rekaman wawancara nantinya akan dituangkan dalam bentuk verbatim (wawancara dalam bentuk tulisan kata per kata) sehingga mempermudah dalam melakukan pengkodean dan analisa data.

2. Kamera

Kamera digunakan untuk menjadi tambahan data dari data yang didapatkan melalui perekam suara. Sehingga dapat melengkapi data yang ada. E. Kredibilitas Penelitian

Istilah validitas dan reliabilitas penelitian dalam penelitian kualitatif yang paling sering digunakan adalah kredibilitas (Jorgensen, 1989; Lincoln dan Cuba dalam Marshall dan Rosman, 1995; Patton, 1990; Leininger, 1994 dalam


(19)

Poerwandari, 2005). Kredibilitas studi kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Deskripsi yang mendalam yang menjelaskan kemajemukan (kompleksitas) aspek–aspek yang terkait dan interaksi dari berbagai aspek menjadi salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif (Poerwandari, 2005).

Adapun upaya yang dilakukan peneliti untuk mencapai kredibilitas adalah dengan dengan berusaha untuk mendapatkan subjek yang benar-benar sesuai dengan kriteria, dalam penelitian ini adalah orang-orang Islam yang radikal. Peneliti dapat menentukan subjek adalah orang yang radikal karena subjek penelitian adalah anggota dari kegiatan FGD yang dilaksanakan oleh FKPT dalam rangka penanggulangan radikalisme. FKPT telah memilih tokoh-tokoh dari berbagai kelompok radikal di kota Medan. FKPT dianggap oleh peneliti dapat menentukan subjek adalah orang radikal karena FKPT berisi para tokoh-tokoh agama, sosial dan psikologi. Dalam hal ini peneliti memposisikan FKPT sebagai expert judgement dalam penentuan subjek.

F. Prosedur penelitian

1. Tahap Persiapan Penelitian

1) Pengumpulan data. Peneliti mengumpulkan informasi dan teori mengenai persepsi ancaman dan Islam radikal.

2) Mempersiapkan alat penelitian. Peneliti mempersiapkan alat-alat unutk membantu proses pengumpulan data seperti perekan suara dan kamera.


(20)

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

1) Mengkonfirmasi waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan FGD dengan pihak FKPT

2) Melakukan pengambilan data yaitu merekam kegiatan FGD dengan alat perekam suara dan kamera.

3) Memindahkan hasil rekaman suara ke dalam bentuk verbatim 4) Melakukan analisa data

5) Membuat kesimpulan, diskusi dan saran

G. Teknik dan Proses Analisa Data 1. Dokumentasi Data

Data kualitatif sangat beragam dan banyak, peneliti wajib menyusun datanya dengan rapi, sistematis dan lengkap unutk mejadikannya data yang baik, mendokumentasikan analisa, serta menyimpan data dan analisa yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian. Hal-hal yang penting untuk diorganisasikan adalah data mentah yang berupa hasil rekaman dan catatan lapangan penelitian yang berkaitan dengan motivasi seseorang untuk, dimana data-data tersebut akaan diproses dalam bentuk verbatim dari hasi wawancara. Verbatim tersebut dikelompokkan berdasarkan kelompok yang radikal dan tidak radikal. Data dari kelompok yang tidak radikal akan dipisahkan dan akan digunakan jika relevan dengan penelitian, atau digunakan sebagai data pendukung agar sesuai dengan target penelitian. Kemudian diberikan kode-kode khusus untuk mempermudah peneliti dalam menganalisis data.


(21)

2. Koding dan Analisa

Langkah selanjutnya adalah memberi kode-kode pada data yang diperoleh yang disebut koding. Koding dimaksudkan agar dapat mengoganisasikan dan mensistematisasikan data secara lengkap dan detail. Sehingga peneliti dapat menemukan makna dari data-data yang dukumpulkannya. Peneliti dapat dengan bebas memberikan kode pada data-datanya, dapat berupa angka, huruf, dan tanda.

3.Pengujian Terhadap Dugaan

Dugaan adalah kesimpulan sementara. Begitu tema-tema dan pola-polamuncul dari data, kita mengembangkan dugaan-dugaan yang juga merupakan kesimpulan sementara. Dugaan yang berkembang dipertajam serta diuji ketepatannya sesuai dengan teori.

4. Strategi Analisa

Analisis terhadap data pengamatan sangat dipengaruhi oleh kejelasan mengenai apa yang dilakukan. Patton (dalam Poerwandari, 2007) menjelaskan bahwa proses analisis dapat melibatkan konsep-konsep yang muncul dari jawaban atau kata-kata partisipan sendiri maupun konsep yang dipilih oleh peneliti untuk menjelaskan fenomena yang dianalisis.

5. Interpretasi

Menurut Kvale (dalam Poerwandari, 2007) interpretasi mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensif sekaligus mendalam. Peneliti memiliki perspektif mengenai apa yang sedang diteliti dan menginterpretasi data melalui perspektif tersebut. Interpretasi dilakukan sesuai dengan teori yang


(22)

digunakan oleh peneliti mengenai faktor-faktor dan komponen persepsi ancaman pada orang Islam radikal


(23)

BAB IV

HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Perceive Threat

Kegiatan FGD di mana peneliti memperoleh data diikuti oleh berbegai individu dengan latar belakang organisasi Islam yang berbeda. Para perserta FGD menceritakan berbagai masalah yang dihadapi dalam hal politik dan kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan keyakinan beragama. Penjelasan para peserta menunjukkan peserta mempersepsikan adanya ancaman terhadap agama dan umat Islam yang bersumber dari dalam maupun luar Islam. Persepsi ancaman yang dirasakan oleh para peserta meliputi ancaman realistik dan simbolik.

1. Persepsi Ancaman Realistik

Persepsi ancaman realistik adalah persepsi ancaman yang tidak terlalu banyak dibahas oleh para peserta. Ketika membahas persepsi ancaman realistik, para peserta pada umumnya membahas tentang permasalahan yang dihadapi umat Islam secara global. Sedangkan persepsi ancaman realistik pada konteks nasional tidak disinggung oleh para peserta. Peserta juga menceritakan bagaimana “Barat” melihat Islam sebagai kekuatan yang mengancam. Yang oleh para peserta dianggap sebagai alasan “Barat” untuk menghancurkan Islam. Hal ini terlihat dari kutipan berikut:

“bahwa lawan yang akan didapati di masa yang akan datang adalah Islam. Dan itu memang tidak dipungkiri bahwa “Barat” ini akan berhadapan dengan Islam itu sendiri. Maka diciptakanlah kekuatan-kekuatan melalui grand desain, apakah kekuatan-kekuatan perang langsung, apakah pemikiran…….” (FGD. B.2.20)


(24)

Dapat dilihat pada contoh kutipan di atas, sebagian peserta merasa bahwa ada suatu pihak tertentu dalam konteks ini adalah ““Barat”” yang menganggap Islam sebagai musuh. Sehingga ““Barat”” dipandang secara sistematis merancang dan menerapkan langkah-lagkah strategis untuk menghancurkan Islam.

Selain itu, sebagian partisipan merasakan perang yang terjadi antara Israel dan Palestina sebagai ancaman bagi umat Islam secara global, termasuk bagi umat Islam di Indonesia. Mereka merasa bahwa isu Palestina-Israel tersebut perlu lebih banyak diperhatikan ketika membicarakan ancaman yang sedang dihadapi umat Islam. Komentar-komentar mereka terkait dengan hal ini terkesan cukup emosional, sebagaimana penggalam verbatim berikut:

“Sekarang yang dibombardir oleh Israel itu mamak-mamak lagi hamil, lagi sakit, rumah sakit dibom, kemudian anak-anak, belum tahu apa-apa dia. Kenapa kita gak lebih ribut tentang itu…. Makanya sekarang kita perlu memposisikan diri.” (FGD.M.1.427)

Selain persepsi ancaman terhadap Islam dalam skala global, para peserta juga menyatakan bagaimana “Barat” berusaha untuk menghancurkan Islam di Indonesia. Para peserta memandang bahwa penjajahan Belanda terhadap indonesia bukan sekedar penjajahan ekonomi, melainkan sebuah agenda dari agama tertentu untuk menghancurkan Islam di Indonesia. hal ini terlihat dari pendapat salah satu peserta sebagai berikut:

“Bahwa dulu memang orang Belanda disamping misinya adalah Kristen


(25)

2. Persepsi Ancaman Simbolik

Ketakutan para peserta akan serangan terhadap nilai-nilai Islam mendominasi dialog selama proses FGD berlangsung melebihi persepsi ancaman realistik yang telah dijelaskan sebelumnya. Berdasarkan kodifikasi terhadap data, persepsi ancaman simbolik yang dirasakan oleh peserta dapat diklasifikasi ke beberapa bentuk. Yaitu, tekanan politik, tuduhan terorisme terhadap umat Islam, upaya melemahkan perjuangan Islam, aliran sesat, pembongkaran mesjid, penghinaan terhadap agama Islam, pergerakan kelompok lain.

a. Tekanan Politik

Sebagian peserta merasa seolah Islam tidak boleh tegak di Indonesia. Padahal, menurut sebagian peserta, penerapan hukum Islam di Indonesia adalah hak umat Islam. Adapun perasaan atas hak ini muncul atas keyakinan mereka bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hasil perjuangan umat Islam. Mereka merasa bahwa tanpa perjuangan umat Islam Indonesia tidak akan merdeka. Dengan demikian, mereka merasa bahwa sudah selayaknya umat Islam selayaknya memiliki hak untuk menegakkan hukum Islam di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada dua penggalan verbatim berikut:

“Ini terpaksa menjadi bahagian kita umat Islam, dikarenakan tidak ada lagi jaminan konstitusional untuk menegakkan hukum yang sesuai dengan hukum syariat Islam. Kita terpaksa atau dipaksa. Ikhlas atau tidak karena itulah yang dijalankan negara, itulah yang harus kita terima. Walaupun tidak sesuai dengan akidah dan syariat kita. Ini juga merupakan akibat atau hasil dari bentuk teror yang dilakukan sehingga para pemimpin kita jadi takut dan mau menghapus tujuh kata di piagam Jakarta itu.” (FGD.B.1.144)


(26)

“Indonesia ini mau atau tidak mau, diakui atau tidak diakui, adalah hasil dari perjuangan besar dari umat Islam. Janganlah sampai umat Islamnya jadi yang dipinggirkan.” (FGD.M.1.793)

“kita sepertinya dipinggirkan, kenyataan kita adalah mayoritas” “(FGD.B.2.74)

Senada dengan itu, peserta juga mengkhawatirkan bahwa kondisi hukum di Indonesia saat ini tidak memberikan kesempatan bagi umat Islam untuk menjalankan Islam seutuhnya. Hal ini tercermin pada penggalan verbatim berikut: “kalau umat Islam seperti yang sekarang ini, ini tidak bisa terlaksana untuk kita bisa menjalankan syariat kita sesuai dengan apa yang sudah diajarkan dalam pemahaman ajaran Islam kita”

Inilah yang menjadikan umat Islam merasakan adanya suatu tekanan terhadap Islam. menurut para peserta, umat Islam menginginkan sebuah negara yang sesuai dengan hukum Islam sehingga umat Islam tidak perlu lagi khawatir menjalankan hukum-hukum yang bertentangan dengan agamanya. Telihat dalam kutipan berikut

“Kami gak boleh lari dari aturan ini. Bahwa kami harus ada ketaatan dan loyalitas kami kepada Allah. Kami gak boleh taat kepada pemimpin yang modelnya macam Firaun” (FGD.M.1.834)

“Biarkanlah kami seperti ini. Kita ingin menjadi warga negara yang baik sekaligus yang taat kepada rasulnya. Jangan jadikan kami warga negara yang baik tapi durhaka kepada Rasul. Macam mana menjadi itu coba. Awak cinta sama indonesia, cinta. Sama Allah lebih cinta” (FGD.M.1.842)

Tentang perjuangan umat Islam dalam menegakkan hukum Islam di Indonesia, umat agama lain tidak usah terlalu mempermasalahkannya. Peserta mempertanyakan kenapa umat lain mempermasalahkan umat Islam yang total dalam menjalankan hukum Islam? terlihat dalam kutipan berikut:


(27)

Tapi kenapa orang lain jadi keberatan kalau kita orang Islam ini terlalu menjalanakan syariat Islam itu sebagaimana mestinya Islam. (FGD.B.2.283)

Dalam dakwah Islam tidak boleh ada yang disembunyi-sembunyikan, umat agama lain harus mengerti akan hal tersebut. Terlihat pada kutipan:

hei teman-teman, hei kalangan Kristen, Hindu, pemerintah. Ini lo hukum Islam itu begini. Ini begini. Pahami itu. Jadi dakwah memang harus semua merata. Dan jangan ada yang disembunyi-sembunyikan. (FGD.M.2.735)

b. Tuduhan Terorisme Terhadap Umat Islam

Akibat adanya gerakan-gerakan Islam yang menghalalkan kekerasan dalam perjuangannya, kini label teroris diberikan oleh banyak pihak kepada umat Islam. Hal ini juga dirasakan oleh para peserta, sehingga memunculkan rasa ketidakadilan pada peserta. Tuduhan dunia selalu tertuju kepada umat Islam sebagai akar terorisme, pihak-pihak yang dianggap peserta melakukan perilaku yang sama bahkan lebih kejam, sama sekali tidak pernah disebut-sebut. Rasa ketidakadilan yang dirasakan peserta terlihat pada kutipan:

“Kalau di dunia internasional kita lihat siapa saja yang berlawanan dengan kepentingan Amerika dengan mudah mereka dituduh sebagai kelompok radikal ataupun teroris. Tapi siapa yang mendukung, walaupun perbuatannya lebih sadis daripada perbuatan yang dituduh kan sebagai perbuatan teroris. Kita lihat bagaimana Israel membantai dan menjajah tanah Palestina. Para pejuang Palestina yang melakukan perlawanan itu dikatakan teroris. Seperti Hamas misalnya. Tapi Israel yang membuat pagar tembok sehingga Gaza itu seperti penjara yang sangat luas, membombardir, membantai rakyat Palestina, ini tidak pernah dituduh sebagai teroris. Karena apa? Karena mereka sekutunya Amerika. Nah kalau kita lihat lagi yang terjadi di India. Masjid Fabri dihancurkan karena keyakinan orang Hindu bahwa masjid itu adalah tempat lahirnya Dewa Rama, itu juga tidak pernah disebut sebagai teroris. Walaupun perbuatan mereka adalah teror yang kalau umat Islam yang melakukannya pasti langsung dicap sebagai teroris” (FGD.B.1.83)


(28)

Rasa ketidak adilan terhadap pelebelan teroris juga dirasakan peserta dalam kasus berskala nasional. Pemberontakan yang dilakukan oleh OPM di Indonesia bagian timur didominasi oleh orang yang bukan dari umat Islam. OPM melakukan perusakan infrastruktur dan bahkan membunuh polisi dan tentara. Tetapi OPM tidak pernah disebut sebagai teroris. Belum lagi media massa yang menurut peserta berpihak dalam hal pelabelan terorisme ini, pemerintah yang terkesan tidak perduli. Sesuai dengan kutipan:

“Bahkan di Papua, Organisasi Papua Merdeka yang banyak menghancurkan bangunan-bangunan infrastruktur dan bahkan membunuh aparat keamanan tentara polisi, itu juga tidak pernah kita dengar dikatakan sebagai teroris. Nah kan media luar negeri, media massa menyebut mereka sebagai pejuang-pejuang untuk menuntut mereka mendapatkan hak kemerdekaan. Kenapa ini bisa begini? Ya karena mereka bukan orang Islam” (FGD.B.1.104)

“Pejabat-pejabat yang di sana ngomong tentang terorisme. Ujung-ujungnya ini dilebelkan kepada Islam. Ujung-Ujung-ujungnya itu. Sementara kan kita orang Islam tidak terima itu” (FGD.M.1.652)

Pemerintah terkesan “tebang-pilih” dalam usaha pemberantasan terorisme di Indonesia. ketika pelaku teror adalah Islam , pemerintah dengan cepat akan melakukan tindakan. Tapi begitu pelakunya bukan Islam maka tindakan terkesan ditangguhkan. Sesuai kutipan:

“Nah persoalan ini juga sudah pernah dilaporkan kepada polisi. Sudah ada tersangkanya, tapi tidak pernah sampai ke pengadilan dan tidak pernah diberitakan bahwa perbuatan itu adalah teroris. Karena apa? Karena itu tadi mereka bukan orang Islam” (FGD.B.1.121)

“Kalau negara ini ingin melihat teroris habis, kenapa OPM tak dilibas habis? Operasi Papua Merdeka. Kenapa RNS terus berjalan. Tapi kalau ada Islam sikit begini itu teroris. Ini apa ini?” (FGD.M.1.1010)


(29)

c. Upaya Melemahkan Perjuangan Islam

Persepsi ancaman yang dirasakan oleh para peserta tidak hanya datang dari luar umat Islam, tapi juga dari dalam umat Islam itu sendiri. Dalam perjuangan para peserta untuk berusaha menegakkan hukum Islam di Indonesia, berbagai hal dianggap oleh para peserta sebagai melemahkan perjuangan Islam. hal ini dianggap sebagai sebuah ancaman bagi pergerakan islam untuk hukum Islam yang tegak di negara Indonesia.

“Saya kurang, agak risih mendengan rahmatan lil alamin yang selalu dipakai oleh pihak-pihak yang tandan petik yang mohon maaf lah ya kurang memahami makna rahmatan lilalamin oke la --- sudah jelas lah ya ---. Saya pribadi melihat, janganlah dijual-jual kata rahmatan lil alamin dalam konteks pelaksanaan Islam di Indonesia. Pelaksanaan Islam di Indoenesia sangat-sangat jauh sekali dari rahmatan lil alamin. Susah kita mencari rahmatan lil alamin dalam pelaksanaan Islam di Indonesia. Jadi jangan nanti ada upaya pembelaan diri dari tindakan ---- hei umat Islam, jangan melawan lah, kita kan Islam rahmatan lil alamin. Cukuplah kelen berdoa-doa sambil bernangis-nangis nanti itu di dengar Allah, jangan melakukan perlawanan” (FGD.B.1.572)

Adanya kecemasan yang dirasakan peserta bahwa konsep ramatan lil alamin diinterpretasikan oleh mereka yang tidak memahami konsep ini. Interpretasi yang salah ini dapat membuat umat islam tidak melakukan perlawanan saat ditindas.

“Pendekatan Islam moderat yang coba ditawarkan oleh beberapa penulis seperti Ajra, atau Mujani pada dasarnya bukan solusi konkrit. Wacana ini hanya dimunculkan oleh rezim politik dan intelektual, untuk memfragmentasi umat Islam agar tidak terkonsolidasi dalam satu keatuan massa yang besar, dengan kata lain Islam moderat adalah wacana yang diberikan oleh rezim politik untuk menghadapi ancaman-ancaman bagi rezim itu sendiri” (FGD.M.1.363)

“Kita sekarang dalam konsep Islam moderat itu dijadikan kepada meringankan hukum-hukum Allah itu”. (FGD.M.2.834)


(30)

Persepsi ancaman yang dirasakan oleh para peserta juga berasal dari Islam moderat. Peserta beranggapan Islam moderat dimunculkan oleh rezim politik sehingga kekuatan Islam terpecah. Hal itu juga akan memperlemah perjuangan Islam di Indonesia. Konsep Islam moderat oleh peserta juga dianggap sebagai meringan-ringankan hukum Islam.

d. Aliran Sesat

Aliran sesat juga merupakan ancaman yang muncul dari dalam Islam sendiri. Peserta menyatakan bahwa aliran sesat dapat merusak akidah umat dengan penafsiran mereka akan hukum Islam. sesuai dengan kutipan di bawah:

“Kalau kita semua ustad ini mengajarkan, memahami betul Islam itu apa adanya. Ini lo Quran. Jangan ditafsirkan macam-macam. Apa adanya yang di Quran itu, gak ada masalah. Tapi masalahnya ketika ada orang menafsirkan macam-macam jadi ribut. Jadi ketika ---- mengatakan boleh kawin antar agama, kan ribut. Begitu rupa demi toleransi boleh melakukan ini, ribut. Karena ditafsirkan macam-macam. Ketika dia mengatakan semua agama benar dan masuk surga, ribut. Ya kan itu merusak akidah kita. Coba gak dibuatnya itu, gak ribut. Itulah yang saya katakan”. (FGD.M.2.624)

Peserta juga merasa pemerintah akan melindungi aliran-aliran sesat tersebut. “Maaf kalau sini ada yang mendukung ya. Melindungi aliran minoritas, yang kita anggap itu aliran sesat. Ahmadiyah akan dilindungi. Aliran-aliran sesat penoda Islam itu akan dilindungi. Dan mereka akan memberikan kebebasan kepada bentuk-bentuk yang dalam ajaran Islam tidak dibenarkan” (FGD.B.1.713)

e. Pembongkaran Mesjid

Mesjid merupakan pusat kegiatan ibadah umat Islam, tentu memiliki nilai yang tinggi dalam pandangan umat Islam. Terjadi nya kasus-kasus pembongkaran masjid demi kepentingan bisnis dirasakan sebagai sebuah penghinaan terhadap


(31)

islam. Pada sebuah kasus yang disampaikan oleh peserta , masjid yang dibongkar, memang dibangun lagi di lokasi yang berbeda oleh pihak pengembang. Tetapi masjid tidak bisa seenaknya saja dibongkar dan dibangun lagi begitu saja. Mesjid bukan milik peseorangan, masjid merupakan milik umat Islam, milik Allah, tidak boleh diperlakukan dengan hina begitu.

“Padahal masjid itu bukan milik pengurus. Pengurus mesjid itu kan hanya berkewajiban memakmurkan mesjid, mengegolanya. Tapi itukan milik Allah, milik umat Islam, wakaf, yang tidak boleh digadaikan, dipindahkan, atau dijual. Nah ini kita lawan juga kezaliman itu. Banyak juga pihak yang mengatakan udahlah, sudahlah, sudah dibangunkan yang lebih indah disana. Memang dibangunkan yang lebih bagus yang lebih indah, tapi persoalannya bukan sudah dibuat gantinya lebih bagus lebih indah itu. Persoalannya rumah ibadah kita begitu mudahnya dibongkar, dipindah-pindahkan itu seenaknya kepentingan perut pengembang itu.” (FGD.B.2.479)

“Padahal umat Islam itulah yang paling berhak ketika rumah ibadah itu jangan dinistasi, diperlakukan secara hina begitu. Asal ada kepentingan bisnis pengembang yang pada umumnya adalah orang-orang kafir pulak itu, itu dengan mudahnya mesjid dibongkar, dipindahkan” (FGD.B.2.493) f. Penghinaan Terhadap Agama Islam

Dari pernyataan peserta di atas,terlihat jelas bahwa agama Islam dinilai begitu tinggi oleh peserta.

“Kalau bapak, Islam yang lain-lain itu gak merasa terhina terserah, tapi saya pribadi merasa terhina. Agama Islam saya, Nabi Muhammad dicaci maki dalam buku ini, hajarul aswad dianggap sebagai kemaluan perempuan. Catat pak, hari ini MS bertekad memilih mati terhormat daripada melihat agamanya dihina” (FGD.M.2.667)

Penilaian yang tinggi ini membuat sebagian peserta memandang apabila ada pihak-pihak yang berusaha menghina Islam, hal ini akan sangat menghina peserta dan agamanya. Pada sebuah sesi FGD, peserta menyampaikan sebuah kasus penghinaan agama Islam oleh umat dari agama lain. Terlihat pada kutipan:


(32)

“Waktu itu ada buku Kristen, brosur, vcd, yang disebarkan ke rumah ustad-ustad. Nadanya sangat menghina. Sampai digambarkan hajarul aswat itu adalah kemaluan perempuan. Dan itulah yang dicium orang Islam” (FGD.M.1.1144)

Peserta sama sekali tidak menolak dialog dengan umat agama lain. Tapi jangan menggunakan cara-cara yang dinilai peserta sebagai cara-cara yang pengecut seperti penghinaan agama. Terlihat pada kutipan:

“Akhirnya saya katakan, bapak-bapak pendeta baik yang protestan maupun yang katolik, kalau udah mau kali dialog tentang agama, buat forumnya saya datang. Janganlah dengan cara-cara pengecut begini. Tidak ksatria. Buat forumnya, kita datang. Gak ada yang marah” (FGD.M.2.682)

Penghinaan yang dirasakan oleh peserta tidak hanya berupa penghinaan secara langsung seperti yang sudah disampaikan di atas. Perilaku tertentu yang dilakukan oleh umat agama lain yang pada umumnya bukan sesuatu yang seharusnya dipermasalahkan, dapat dianggap sebagai bentuk hinaan terhadap umat Islam. seperti yang dijelaskan peserta pada kutipan berikut:

“Kita ada masjid namanya Al-Qamal. Mesjid Al-Qamal itu kita akui ada pedagang babi di depannya. Kita tidak ribut sepanjang dia berdagang babi mentah karena memang dia duluan berdagang di situ lalu kita beberapa belas tahun yang lalu. Yang membuat kita beberapa tahun itu ribut. Setelah dia berdagang babi mentah, ke depan dia dagang babi panggang. Pada saat-saat kita shalat Jumat, ada pengajian, seperti sengaja ya. Seperti di stel waktunya, arah anginnya ke tempat kita” (FGD. M.1.617)

Kasus yang mirip juga disampaikan oleh peserta lain. Peserta mempermasalahkan ternak babi kepada narasumber yang merupakan umat dari agama lain saat sesi FGD. Peserta mengistilahkan ternak babi sebagai masalah yang fundamental. Peserta menyatakan bahwa seharusnya peternakan babi sudah


(33)

ada peraturan yang mengaturnya, yaitu tidak boleh didirikan di daerah komunitas berpenduduk. Peserta mempermasalahkan aroma dari ternak babi yang membuat penduduk setempat tidak nyaman. Peserta juga menambahkan kalau hal ini bisa memancing radikalisme dari umat Islam. hal ini terlihat pada kutipan berikut:

“Nah yang ketiga yang fundamental juga ini terutama yang di Medan ini masalah ternak babi. Setahu saya memang sudah ada ini peraturan, bahwa tidak boleh ternak babi di daerah komunitas berpenduduk, saya dari Denai pak. Bapak kalau ke Mandala, bapak akan merasakan bagaimana aroma ternak babi. Bisa dilihat kan ini jugalah

pemancing-pemancing dari radikalisme dan segala macam” (FGD.E.1.803)

Selain menyampaikan tentang permalahan peternakan babi, peserta juga menyampaikan tentang keberatannya terhadap umat dari agama lain yang memelihara anjing. Terlihat pada kutipan berikut:

“Jadi di sana itu kalau yang kasar-kasar itu saya takut pak. Karena apa? Mereka memelihara babi, memelihara anjing” (FGD.E.1.1256)

Penghinaan terhadap umat Islam secara tidak langsung juga dirasakan oleh peserta melalui televisi. Permasalahannya adalah di masa kini semua orang menonton televisi, begitu juga dengan umat Islam. tidak jarang informasi yang disajikan oleh televisi diterima “mentah-mentah” oleh penonton. Acara yang disajikan oleh televisi menurut peserta merendahkan Islam, dan tanpa disadari umat Islam ikut menertawakan hal tersebut. Hal ini dipandang peserta sebagi hal yang mengecewakan. Penjelasan ini sesuai dengan pernyataan peserta berikut:

“Kemudian tanpa kita sadari tiap malam kita ketawa film haji, film hajjah, ustad, ustazah, kalau tak pelit, merengut, kikir, semua. Tak ada lagi saya lihat bagus ustad dan ustazah di televisi” (FGD.B.2.420)


(34)

g. Ancaman Terkait Dengan Pembangunan Rumah Ibadah

Pada penjelasan sebelumnya, disebutkan betapa agama Islam begitu dianggap penting oleh para pemeluknya, sehingga kegiatan yang dilakukan oleh umat agama lain sering dianggap sebagai suatu bentuk ancaman terhadap Islam. seperti kasus pembangunan rumah ibadah agama lain yang disampaikan oleh seorang peserta. Adanya pembangunan gereja dan vihara yang disebutkan oleh peserta tidak sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah. Sehingga peserta berusaha menghalangi proses pembangunan rumah ibadah tersebut karena menurut peserta pembangunan gereja tersebut dilakukan ditengah-tengah perkampunan muslim. Meskipun peserta sudah berusaha untuk menghalangi proses pembangunan rumah ibadah tersebut, proses pembangunan tetap berjalan sehingga menimbulkan kebuntuan bagi kelompok muslim tertentu, dan berujung kepada niat untuk menghancurkan rumah ibadah. Terlihat pada kutipan perkataan peserta berikut:

“Sekarang di langkat ada lima gereja yang sedang mereka bangun. Terus-terusan dan satu vihara. Yang notabene belum ada rekomendasi dan izin persyaratan apapun sesuai dengan PBN dua menteri. Itu berulang kali kami hambat supaya tidak terjadi bangunan itu. Tapi ternyata bangunan itu terus berjalan. Kami perintahkan untuk melengkapi persyaratan mereka juga tidak mau. Mereka jalan terus. Ustad Reza, ketua FPI Langkat berkali-kali minta ke saya untuk menghancurkan bangunan itu. Pertanyaannya kalau ini kita lakukan apakah kita disebut teroris juga? Padahal mereka membangun di tengah perkampungan juga Islam yang mereka disitu hanya 6 kepala keluarga, 15 jiwa, persyaratan PBN tidak terpenuhi 60 90, tidak ada rekomendasi apapun dari FKUB dan sebagainya. Tapi mereka paksaan terus.: (FGD.B.1.828)

Peserta menyatakan bahwa pihak umat Kristen berusaha untuk membangun gereja di Langkat. Hal ini dianggap ancaman oleh peserta karena


(35)

tanah Langkat merupaka serambi Mekahnya Sumatera Utara. Peserta menyebutkan Langkat sebagai jembatan antara Aceh dan Sumatera Utara. Peserta berpendapat bahwa kemungkinan kedepan pembangunan gereja di Langkat akan meningkat jika ada perubahan peraturan dari pemerintah soal pembangunan rumah ibadah. Pernyataan peserta sesuai dengan kutipan berikut:

“Kalau ini dibatalkan maka prediksi saya kedepan, sasaran tembak pertama adalah bumi Langkat. Langkat di situ ada basis Islam yaitu Tuan Guru Babussalam. Kalau ini mereka hancurkan, mereka akan bangun gereja di langkat. Kenapa mereka mau bangun gereja di Langkat? Karena Langkat adalah serambi Mekkahnya Sumatera Utara, jembatan antara Aceh dan Suatera Utara. Kalau nanti dibatalkan PBN dua menteri kami tidak sanggup menghambatnya, maka mungkin lima tahun kedepan puluhan gereja akan bertambah di Langkat. Sekarang saja dalam tahun ini mau bertambah lima. Tapi kami masih hambat yang empat. Namun yang empat ini masih terus jalan. Ha ini persoalan.” (FGD.B.1.876) h. Kristenisasi

Masalah Kristenisasi juga diungkapkan oleh peserta dalam proses FGD. Peserta menyebutkan di organisasi tempat peserta bergabung, memiliki majelis kristologi. Peserta menyebutkan mejelis kristologi merupakan usaha organisasi peserta untuk mengantisipasi gerakan kristenisasi. Usaha untuk menghalau gerakan Kristenisasi tersebut berupa pengiriman dai-dai ke daerah-daerah terpencil. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan pernyataan peserta berikut:

“Kalau dari kami ya umumnya ini yang saya lihat itu yang pertama memang masalah Kristenisasi. Kami di Muhammadiyah itu sampai ada majelis kristologi. Mengantisipasi kristenisasi. Sehingga di kirim dai-dai ke daerah-daerah terpencil ya untuk mengantisipasi Kristenisasi” (FGD.E.1.782)

Dari pernyataan peserta di bawah terlihat kekhwatiran peserta terhadap adanya paham umat Kristen yang bepergian ke seluruh dunia dan menyebarkan


(36)

ajaran Kristen pada semua orang. Permasalahan peserta muncul karena peserta menganggap umat Kristen menyebarkan ajaran Kristen kepada orang yang sudah memeluk agama Islam. Seharusnya penyebaran agama Kristen hanya ditujukan kepada mereka yang belum memeluk agama. Jika penyebaran agama Kristen ditujukan pada umat Islam, peserta menganggapnya sebagai bentuk provokasi. Penjelasan ini sesuai dengan pernyataan peserta berikut:

“Dia bepergian ke seluruh dunia, pergilah beri kabar ke semua orang ke semua makhluk. Ya kalau itu pegangannya kan repot kita. Kalau dalam urusan Islam kan seharusnya tidak begitu. Islam Indonesia enggak. Silahkanlah seperti Sultan Khairullah di Ternate kepada Portugis. Silahkan kamu berdagang, mendakwahkan Kristen kamu kepada yang belum beragama. Jangan kepada yang sudah beragama. Kalau itu namanya buat rusuh. Ya kan?” (FGD.M.2.748)

i. Pemimpin yang Non-Islam

Gerakan yang umat agama lain yang dianggap sebagai suatu ancaman bagi para peserta tidak hanya terbatas pada hal-hal yang telah dijelaskan di atas, tidak hanya seputar masalah akidah. Masalah yang diungkapkan oleh peserta juga mencakup permasalahan politik. Peserta menyatakan ada usaha dari pihak umat agama tertentu untuk mendukung satu pasangan calon presiden pada pemilihan umum presiden Indonesia tahun 2014. Hal ini menimbulkan rasa cemas pada peserta. Terlihat pada kutipan berikut:

“SMS itu luar biasa masuk dari Kristen. Saatnya sekarang Yesus bersama kita untuk menguasai Jakarta.; pilihlah Jokowi supaya Ahok jadi DKI” (FGD.M.1.968)

Kecemasan peserta tidak hanya terbatas pada level presiden, tapi juga Gubernur. Peserta menyatakan ada tiga kota di Indonesia yang berusaha dikuasai oleh agama tertentu dalam hal politik, yaitu: Jakarta, Medan, dan Surabaya.


(37)

Peserta menyatakan bahwa ketiga kota tersebut dalam pantauan umat agama lain. Sehingga umat Islam harus melakukan tindakan yang benar-benar konkrit untuk menghalau gerakan agama lain ini. Menurut peserta selam ini umat Islam hanya berkoak-koak, sehingga selalu kalah. Hal ini terlihat pada kutipan berikut:

“harus tiga kota di Indonesia kita kuasai. Jakarta, Medan, dan Surabaya. Itu sudah dalam pantauan meraka. Sudah dalam target mereka. Kemarin Ahok akan mengangkat wakilnya yang dari Kristen. Akan mengusulkan namanya ke DPR. Jadi kita berkoak-koak, mereka berbuat. Jadi jangan sempat kita kebanyakan orang, tapi kalah di tekongan” (FGD.M.1.1062) B. Radikalisme

Radikalisme yang merupakan usaha untuk melakukan perubahan paham di Republik Indonesia, dari paham non-Islam menjadi paham yang sesuai dengan hukum-hukum Islam terlihat dengan jelas pada beberapa pernyataan peserta selama menjalankan sesi FGD. Tetapi aspek radikalisme dalam hal ingin melakukan perubahan, tidak terlalu dibahas oleh para peserta pada sebuah sesi. Kemungkinan hal ini disebabkan karena pihak yang menjadi narasumber pada sesi terakhir merupakan non-Islam.

Pada suatu sesi FGD, seorang peserta menyampaikan ajakan untuk melakukan tindakan nyata kepada para peserata FGD yang lain. Kegiatan umat Islam seharusnya jangan hanya sekedar berbicara saja. Peserta meminta kepada para peserta yang lain untuk memakai hati nuraninya dalam memandang persoalan Islam, demi penegakan syariat Islam yang sepenuhnya di Indonesia. hal tersebut dapat dilihat pada pernyataan peserta merikut:


(38)

“kita minta kepada yang hadir bahwa pertemuan kita ini bukan hanya sekedar pertemuan seremonial dalam rangka menyelenggarakan kegiatan dalam bentuk seminar saja, tapi punya hati nuranilah kita bahwa kita bersama-sama, mengusung tegakkannya bagaimana syariat Islam ini bisa ditegakkan di Indonesia semaksimal mungkin” (FGD.B.2.75)

Hal senada juga disampaikan oleh peserta lain dalam bentuk ajakan untuk memperjuangkan penegakan hukum Islam di Indonesia dengan optimal. Hal ini terlihat pada kutipan di bawah ini:

“Saya kira ini yang penting sekali dan daripada itu secara politik dan kenegaraan tentu kita harus lebih optimal memperjuangkan hak-hak kita untuk bisa hidup dalam naungan syariat Islam” (FGD.B.2.260)

Penegakan hukum Islam hukum Islam merupakan sebuah kewajiban untuk diperjuangkan, karena umat Islam diperintahkan untuk masuk kedalam Islam secara kaffah, tidak boleh setengah-setengah. Menurut peserta Islam tidak hanya terbatas di hal-hal yang berurusan dengan Ibadah, hukum-hukum dalam agam Islam mengatur semua aspek kehidupan. Sehingga tidak boleh ada hukum yang tidak dikerjakan atau terkesan dipilih-pilih. Hal ini lah yang menjadi motivasi umat Islam untuk terus berjuang menegakkan hukum Islam di Indonesia. Penjelasan ini terlihat pada kutipan pernyaataan peserta berikut:

“Nah sebagaimana mestinya itu dalam Islam itu ya kaffah. Sepenuhnya. Karena kita disuruh memang masuk kedalam Islam itu sepenuhnya. Tidak boleh sebagian-sebagian kita tinggalkan sebahagian” (FGD.B.2.284) “Tapi kedepan mari sama-sama kita lebih membuka kepada kebenaran ayat kepada seluruh umat Islam. Jangan lagi kita sembunyi-sembunyikan Islam itu kan bukan hanya sekedar ibadah saja” (FGD.B.2.408)

Penjelasan peserta sebelumnya dipertegas dengan penjeasan peserta di bawah. Seperti penjelasan sebelumnya peserta mengajak peserta yang lain untuk lebih optimal dalam memperjuangkan hak-hak umat Islam agar dapat hidup dalam


(39)

naungan hukum Islam. peserta menjelaskan bahwa hidup dengan menjalankan hukum Islam dengan sepenuhnya bukanlah sekedar kewajiban, tapi juga merupakan sebuah hak semua umat Islam di Indonesia. Karena hak tersebut memang dijamin oleh konstitusi. Hak tersebut dijelaskan oleh peserta sebagai hak bagi seluruh pemeluk agama, bukan hanya milik umat Islam. sehingga umat agama lain silahkan ikut peraturan agamanya sendiri. Penjelasan tersebut sesuai dengan pernyataan peserta:

“Saya kira ini yang penting sekali dan daripada itu secara politik dan kenegaraan tentu kita harus lebih optimal memperjuangkan hak-hak kita untuk bisa hidup dalam naungan syariat Islam. Karena apa? Karena menjalankan syaria-syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya itu merupakan hak, bukan hanya kewajiban, kewajiban daripada agama kita dan hak kita sebagai bangsa Indonesia dan dijamin oleh konstitusi bagi kita pemeluk-pemeluk agama Islam dan juga pemeluk-pemeluk yang bukan agama Islam. Orang yang tidak agama Islam silahkan mereka dengan agamanya.” (FGD.B.2.260)

Dalam penjelasan-penjelasan sebelumnya, telah disebutkan konsep Islam rahmatan lil alamin atau Islam sebagai rahmat bagi semesta alam digunakan oleh peserta dikatakan telah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin melemahkan perjuangan umat Islam, ingin membuat umat Islam tidak memberikan perlawanan ketika mengalami penindasan. Pada pembahasan radikalisme ini, peserta menyatakan bahwa konsep Islam rahmatan lil alamin atau Islam sebagai rahmat bagi semesta alam hanya akan terwujud jika hukum Islam sudah tegak. Setelah segala aspek kehidupan diatur dengan hukum Islam, barulah Islam dapat disebut sebagai rahmat bagi semesta alam. Penjelasan peserta dapat dilihat pada kutipan berikut:


(40)

“…yang disebut dengan rahmatan lil alamin itu bila Islam itu menerapkan konsep Islam yang kaffah. Menjalankan syariat Islam secara utuh baru itu terwujud rahmatan lil alamin” (FGD. B.1.584)

Pernyataan peserta di atas didukung oleh partisipan selanjutnya, peserta juga menyatakan Islam akan menjadi rahmat bagi seluruh alam jika hukum-hukum Islam tegak secara sepenuhnya di Indonesia. dengan keadaan Indonesia yang sekarang, dimana hukum Islam tidak tegak sepenuhnya. Peserta mengistilahkan hukum Islam hanya ditegakkan “parsial” , Islam tidak akan menjadi rahmat bagi semesta alam. Pernyataan peserta dapat dilihat pada kutipan berikut:

“Saya sependapat Islam itu akan menjadi rahmat bagi seluruh alam apabila dia betul-betul kita laksanakan secara kaffah. Tapi kalau hanya bersifat parsial, tentu belum memungkinkan Islam itu menjadi rahmat bagi alam semesta” (FGD.B.1.616)

Dari pemaparan para peserta sebelumnya, dapat disimpulkan betapa pentingnya usaha penegakan Islam di Indonesia bagi umat Islam. sehingga umat Islam menurut peserta harus rela berkorban demi terwujudnya penegakan hukum Islam di Indonesia. Meskipun umat Islam harus dituduh sebagai fundamentalis, radikalis dan sebagainya umat Islam harus terus bejuang, dan jika akhirnya harus dikatakan sebagai fundamentalis atau radikalis, umat Islam dapat menganggap pernyataan tersebut sebagai kehormaran bagi mereka yang memperjuangkan Islam.

“Kedepan marilah kita sadari sebaik-baiknya untuk hidup dalam aturan nuansa syariat Islam itu. Bukan hal yang salah kalau kita memperjuangkannya. Walaupun kita akan dituduh fundmentalis, radikalis dan lain-lain sebagainya. Tapi untuk memperjuangkan syariat Islam kita dituduh fundamentalis, dituduh radikal saya pikir itu suatu kehormatan lah bagi kita sebagai muslim” (FGD.B.1.633)


(41)

Meskipun forum FGD yang diikuti oleh berbagai kelompok Islam tersebut dapat dikatakan sepakat dalam penegakan sepenuhnya hukum Islam di Indonesia, tetapi tidak banyak yang membicarakan konsep khilafah atau konsep kepemimpinan umat Islam. Hanya sedikit peserta yang membicarakan konsep khilafah harus tegak di Indonesia. Dalam hal ini peserta berikut adalah peserta yang mendukung tegaknya khilafah di Indonesia dan menyerukan agar umat Islam sepakat untuk menegakkan hukum Islam dalam konsep khilafah. Pernyataan peserta tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:

“Jadi ini kita pahami, kita sudah satu visi misi. Kita sepakat untuk perjuangan Islam secara kaffah dalam khilafah” (FGD.B.1.736)

Dalam melakukan perjuangan penegakan Islam, para peserta melakukan cara-cara yang berbeda. Pernyataan peserta di bawah menunjukkan peserta berusaha melakukan penegakan Islam dengan cara yang demokratis. Peserta mengikuti sebuah partai berbabasis Islam dengan niat melakukan perubahan secara konstitusional yang diakui negara. Meskipun dalam pernyataan nya peserta tidak mengaku usahanya dalam melakukan perubahan dianggap sebagai sebuah pergerakan radikal atau pun ekstrim. Penulis tetap meggolongkan perilaku peserta sebagai radikal dengan dasar pemikiran peserta untuk melakukan perubahan secara menyeluruh di dalam Republik Indonesia, dalam hal ini peserta ingin menegakkan tetap ingin menegakkan hukum Islam di Indonesia meskipun peserta menurut pernyataannya tidak melakukan tindakan-tindakan kekerasan ataupun melakukan tindakan kekerasan dalam usaha peserta untuk menegakkan hukum Islam di Indonesia. Pernyataan peserta dapat dilihat pada kutipan berikut:


(42)

“Partai bulan Bintang itu jelas ingin menegakkan syariat Islam. Secara konstitusional. Gak pake ekstrim-ekstriman, radikal-radikalan, gak pake perang. Secara konstitusional yang diakui oleh negara dengan pemilihan umum” (FGD. M.1.450)

Pernyataan peserta sebelumnya tentang keinginan untuk menegakkan hukum Islam di Indonesia dengan cara yang demokratis, muncul juga pada pernyataan peserta di bawah. Mekipun peserta menginginkan hukum Islam tegak di Indonesia, peserta tidak ingin dilakukan dengan cara yang ekstrim, karena hal tersebut justru dapat merugikan perjuangan umat Islam itu sendiri. Jika umat Islam menunjukkan “wajah radikal” dalam perjuangannya umat Islam akan terbentur dengan masalah hukum dan hal tesebut dapat mematahkan perjuangan umat Islam kedepan. Sehingga peserta lebih mengedepankan perjuangan Islam yang demokratis. Hal ini terlihat dalam pernyataan peserta berikut:

“Tetapi kita juga tidak ingin terjebak dengan konstitusi kita di sini. Jadi kalau kita menampilkan diri sebagai sosok yang radikalis menurut saya ini akan langsung mematahkan perjuangan kita ke depan. Kita ingin tetap terus berjuang dengan menegakkan panji-panji Islam itu kedepan” (FGD.M.2.531)

Peserta yang berpikir demokratis dalam perjuangannya cenderung tidak mempermasalahkan konsep negara Indonesia, selama konsep tersebut tidak bertentangan dengan hukum agama Islam. pernyataan peserta tersebut dapat dilihat pada kutipan pernyataan berikut:

“Saya mengakui Indonesia, karena Indonesia itu bahagian dari saya, makanya juga saya masuk partai. Tapi bahwa pikiran saya bahwa Islam harus tegak di Indonesia? Ya” (FGD.M.2.614)

Usaha-usaha penegakan Islam di Indonesia tidak terbatas pada usaha-usaa demokratis saja. Ada kelompok-kelompok yang memang lebih agresif dalam


(43)

melakukan pergerakannya. Seperti pengakuan dari salah satu anggota ormas Islam di bawah yang menyatakan bahwa penghancuran tempat-tempat maksiat yang dilakukan oleh ormas peserta tersebut, bukanlah tujuan utama dari perjuangan mereka. Peserta menyebutkan bahwa jika tempat maksiata dihancurkan dalam satu malam, maka akan muncul tempat-tempat baru di malam lain. Sehingga yang perlu diubah adalah sistem. Sehinga penegakan hukum Islam di Indonesia adalah tujuan yang paling utama. Hal ini terlihat pada kutipan pernyataan berikut:

“Kalau seperti kami di FPI,sebetulnya penghancuran-penghancuran

tempat-tempat maksiat itu hanya pemanasan saja nya itu, bukan hanya target, tetapi target kami adalah bagaimana penegakan syariah Islam di Indonesia. Itu target yang paling utama” (FGD.B.2.79)

C. PEMBAHASAN

Dalam kegiatan FGD yang dibagi menjadi beberapa sesi, peserta memberikan pernyataan-pernyataan yang mengindikasikan persepsi ancaman. Para peserta merasakan persepsi ancaman ketika ada pemikiran-pemikiran ataupun tindakan-tindakan yang dianggap dapat merugikan kelompok. Kelompok merupakan hal yang penting bagi anggotanya. Karena kelompok menyediakan berbagai hal bagi individu seperti perlindungan, rasa diterima, memberikan norma-norma bagi individu yang berujung pada rasa stabil dalam kehidupan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Crocher & Luhtanen (1990) dalam Todd D. Nelson, bahwa kelompok memberikan rasa diterima, dimiliki, dukukangan sosial, peran, peraturan, norma, dan tuntunan untuk berperilaku serta makna hidup dengan meningkatkan self esteem anggotanya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelompok sangat penting bagi anggotanya.


(44)

Jika dihubungkan dengan penjelasan di atas, kelompok berbasis Islam pun memberikan keuntungan-keuntungan yang sama dengan anggotanya. Hal ini membuat anggota takut kehilangan kelompoknya. karena kelompok begitu penting menimbulkan pemikiran bahwa kehancuran kelompok sama halnya dengan kehancuran dirinya sendiri (Branscombe, Ellemers, Spears, & Doosje, 1999; Tajfel & Turner, 1986).

Persepsi ancaman yang dirasakan oleh para subjek, dapat dikategorikan dalam dua bentuk, yaitu realistik dan simbolik (Stephan & Stephan, 2000). Ancaman realistik adalah ancaman yang konsekuensinya bersifat langsung kepada subjek. Ancaman simbolik adalah ancaman terhadap kekuatan, sumber daya, kesejahteraan kelompok. Ancaman simbolik merupakan ancaman yang tidak langsung dirasakan individu secara fisik, ancaman simbolik lebih kepada nilai-nilai, harga diri kelompok dsb.

Dari data yang didapat selama beberapa sesi FGD, dapat disimpulkan bahwa subjek tidak banyak menunjukkan ancaman realistik. Ancaman realistik yang dirasakan oleh para peserta berasal dari negara “Barat” dan Israel, yang individu anggap sebagai musuh Islam. Musuh Islam ini ingin mengancurkan nega-negara Islam. Para peserta memberikan contoh Palestina yang diserang oleh Israel, juga intervensi Amerika di negara-negara Islam. para peserta tidak membahas ancaman realistik di Indonesia. Hal ini mungkin disebabkan oleh keadaan negara Indonesia, khusus nya Sumatera Utara dapat dikatakan aman. Konflik agama tidak terlalu muncul ke permukaan. Sehingga para peserta tidak menganggap ancaman realistik sebagi konten yang utama dalam diskusi. Hal ini


(45)

berbeda dengan negara-negara yang memang sedang mengalami konflik seperti Palestina.

Ancaman simbolik adalah ancaman yang paling banyak dirasakan oleh para peserta FGD. Selam proses diskusi belangsung, para peserta banyak membahas nilai-nilai agama islam yang terkesan direndahkan. Ancaman simbolik dapat dibagi lagi menjadi: group distinctiveness (ancaman bahwa suatu kelompok tidak berbeda dengan kelompok lain) , threat towards ingroup values (ancaman bahwa nilai-nilai kelompok dianggap tidak bermoral), dan relative status (ancaman bahwa ingroup kalah dengan outgroup dalam hal kompetensi, pengetahuan, atau sumber daya).

Dari data persepsi ancaman simbolik yang telah dikategorikan selama diskusi, kateori-kategori tersebut dapat digolongkan sebagai berikut: Aliran sesat dapat digolongkan sebagai group disticctiveness, tuduhan terorisme terhadap umat Islam, upaya melemahkan perjuangan Islam, pembongkaran mesjid, penghinaan terhadap agama Islam, dan Kristenisasi dapat digolongkan sebagai threat towards ingroup values. Pada data tidak ditemukan persepsi ancaman yang tekait dengan relative status. Kategori tekanan politik dan pembangunan gereja tidak dapat digolongkan, karena tidak sesuai dengan ketiga penggolongan yang telah dijelaskan.

Berbagai aspek mempengaruhi persepsi ancaman yang dirasakan oleh para peserta. Umat Islam di Indonesi berjumlah 209.120.000 orang, yang artinya umat Islam merupakan kelompok mayoritas di Indonesia (Top ten largest with muslim population, 2012).. Kelompok dengan kekuatan yang besar cenderung lebih


(46)

mudah bereaksi terhadap ancaman (Johnson, Terry, & Louis, 2005; Riek, Mania, & Gaertner, 2006). Para peserta yang berasal dari kelompok mayoritas merasa bahwa umat Islam tidak boleh kalah, karena Islam merupakan kelompok mayoritas. Kekalahan sebagai kelompok mayoritas dapat dianggap sebagai hal yang sangat merendahkan bagi kelompok mayoritas.

Dihadapan hukum, semua agama memiliki hak yang sama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Pembangunan rumah ibadah, penyebaran agama, dsb diatur oleh pemerintah. Sebagaimana penjelasan subjek di dalam FGD yang menyatakan bahwa semua agama memiliki hak yang sama. Hal ini juga dapat memunculkan perceive threat. Kekuatan yang sama dapat memunculkan rasa persaingan. Sesuai dengan penjelasan Esses, Dovidio, Jackson, & Armstrong (2001), kelompok dengan kekuatan yang sama berkompetisi satu sama lain, kesamaan kekuatan ini membuat mereka menjadi saingan.

Tuduhan terorisme yang selalu mengarah ke umat Islam juga memiliki peran yang besar dalam memunculkan persepsi ancaman pada para peserta. Tuduhan terorisme terhadap umat Islam yang didukung oleh pemberitaan yang tidak berimbang membuat para peserta terkesan kecewa terhadap tuduhan tersebut. Tuduhan yang sama tidak pernah diarahkan kepada umat agama lain terhadap perilaku yang sama, bahkan muncul pernyataan karena mereka bukan orang Islam dalam sesi diskusi. Media luar negeri menurut peserta juga terkesan mendukung tindakan terorisme yang dilakukan oleh agama lain, dengan menyebut pelaku tindakan terorisme tersebut sebagai pejuang. Pejabat-pejabat yang seharusnya dapat meminimalisir konflik yang terjadi, menurut subjek ikut dalam


(47)

melakukan pelabelan teroris pada umat Islam, yang diikuti dengan tindakan yang agresif dalam penindakan hukum ketika pelakunya adalah umat Islam, berbeda halnya ketika pelakunya bukan umat Islam.

Konsep Islam sebagai rahmat bagi semesta alam yang dianggap salah oleh peserta membuat umat Islam menjadi tidak mau berjuang ketika dibutuhkan. Ada keyakina pada bahwa konsep Islam sebagai rahmat bagi semesta alam digunakan oleh pihak yang ingin melemahkan perjuangan umat Islam. Respon yang sama diberikan oleh para peserta dalam memandang Islam moderat.

Dari data yang diperoleh melalui kegiatan diskusi, peserta tidak dapat memisahkan antara “Barat”, perilaku minum tuak, memelihara anjing dan babi, dengan umat agama tertentu, negara Arab dengan umat Islam. Sehingga berbagai kasus yang telah disampaikan oleh para peserta yang berhubungan dengan masalah miras, ternak babi, penjajahan, dsb, berubah istilah menjadi umat Islam melawan agama tertentu, umat Islam dihina oleh agama tertentu, umat agama lain mengahancurkan mesjid, dsb. Fenomena ini berujung kepada rasa permusuhan yang diarahkan kepada umat agama tertentu, dan hal ini terjadi pada setiap sesi FGD. Fenomena ini merupakan efek bias dari persepsi ancaman. Sesuai dengan penjelasan Stephen Walter G., Ybarra O, Morrison K (2009) Efek dari bias kognitif ini adalah lebih mudahnya anggota kelompok melakukan kekerasan dan mudah memberikan lebel terhadap kelompok lain.

Para peserta menunjukkan kecemburuan dan kekecewaannya ketika menyampaikan keadaan umat Islam yang harus hidup dengan mengikuti hukum yang bukan hukum Islam. Menurut hasil diskusi, Islam berada di posisi yang


(48)

lemah, sehingga umat Islam tidak mampu untuk menegakkan hukum Islam di negara Indonesia. Umat Islam seharusnya jangan dipinggirkan, karena umat Islam adalah kelompok mayoritas di Indonesia dan Indonesia menurut para peserta merupakan hasil perjuangan umat Islam di masa lalu Hal ini adalah dasar dari kekecewaan para peserta FGD. Persepsi ancaman yang dirasakan oleh para peserta dapat memunculkan emosi negatif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Stephan, Renfro, & Davis (2008) Renfro (2006) bahwa persepsi ancaman dapat memunculkan berbagai emosi negative, seperti: takut, cemas, marah, kebencian.

Persepsi ancaman dapat mengarahkan para peserta kepada tindakan yang diniatkan untuk merugikan kelompok lain. Dalam penyampaian para peserta dalam FGD, ada peserta yang berusaha untuk menghalangi pembangunan rumah ibadah agama tertentu. Seorang narasumber juga menyampaikan bahwa ia pernah meledakkan sebuah gereja dengan alasan kebuntuan yang dirasakannya ketika merasakan keadaan umat Islam yang semakin terpinggirkan. Hal ini sesuia dengan pernyataan Stephen Walter G., Ybarra O, Morrison K (2009) bahwa efek dari persepsi ancaman terhadap perilaku anggota kelompok dapat berupa penarikan diri, menyerah, pembenaran terhadap kekerasan (langsung ataupun tidak langsung), diskriminasi, berbohong, curang, mencuri, menganggu, balas dendam, sabotase, protes, meyerang, perang, dan berbagai perilaku lain yang dapat memicu konflik

Persepsi ancaman yang dirasakan oleh peserta, mendorong peserta untuk berpikir ataupun melakukan sebuah perubahan besar, yaitu menegakkan hukum Islam di Indonesia. Hampir seluruh sesi wawancara ditemukan pernyataan subjek


(49)

mengenai penegakan hukum Islam di Indonesia, dalam hal ini disebut sebagai perilaku radikal. Rasa ketidakadilan, kekecewaan, kemarahan, dan berbagai emosi negatif lainnya berujung pada pemikiran dan atau tindakan untuk perubahan total pada masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sheri Berman (2009) yang menyatakan bahwa radikalisme muncul sebagai akumulasi dari keluhan sosial, ketidakpuasan dan kesenjangan pemerintahan dan rakyat. Para peserta menjadikan Islam sebagai solusi atas segala permasalahan, karena bagi para peserta kebenaran tertinggi yang melebihi hukum-hukum buatan manusia adalah Islam, dalam hal ini diistilahkan sebagai fundamentaslime yaitu sebuah gerakan sosial dan keagamaan yang mengajak umat Islam kembali kepada kemurnian etika dengan cara mengintegrasikannya secara positif (dengan doktrin agama) , kembali kepada keseimbangan hubungan antara manusia dengan tuhan, manusia dengan kepribadiannya sendiri (Yusril Mahendra dalam Fenomena Sosial Fundamentalisme Islam). Seluruh peserta sepakat dengan penegakan hukum Islam di Indonesia, meskipun demikian hanya seorang peserta yang menyebutkan tentang persatuan umat Islam di dalam khilafah. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar peserta tidak mempermasalahkan tentang sistem republik yang dijalankan di Indonesia selama sistem tersebut memberikan kesempatan bagi umat Islam untuk menegakkan hukum Islam di Indonesia.

Pada penjelasan sebelumnya dijelaskan bahwa persepsi ancaman menimbulkan pemikiran ataupun perilaku radikal. Dari data yang didapatkan selama proses FGD, peneliti berasumsi bahwa hubungan tersebut dapat berubah arah. Pemikiran ataupun tindakan yang radikal juga dapat membuat seseorang


(50)

merasakan adanya persepsi ancaman. Sebagai contoh: para peserta FGD merasakan adanya usaha-usaha dari pihak tertentu untuk melemahkan atau menghambat penegakan hukum Islam di Indonesia. Pemikiran ataupun perilaku peserta yang radikal membuat individu merasa hal-hal yang dapat atau mungkin dianggp sebagai ancaman terhadap perjuangannya sebagi ancaman. Sehingga peneliti berasumsi bahwa persepsi ancaman dan perilaku radikal memiliki hubungan timbal baik, meskipun demikian asumsi peneliti tersebut membutuhkan penelitian yang lebih lanjut.


(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa yang dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Para peserta FGD merasakan adanya persepsi ancaman realistik dan simbolik terhadap umat Islam. Persepsi ancaman realistik yang dirasakan oleh para peserta bersumber dari negara-negara “Barat”, sedangkan persepsi ancaman simbolik yang dirasakan oleh para subjek dapat dikategorikan sebagai berikut: (a) Tekanan politik; (b) Tuduhan terorisme terhadap umat Islam; (c) Upaya melemahkan perjuangan Islam; (d) Aliran sesat; (e) Pembongkaran mesjid; (f) Penghinaan terhadap agama Islam; (g) Ancaman terkait pembangunan rumah Ibadah; (h) Kristenisasi; (i) Pemimpin non-Islam

2. Persepsi ancaman yang dirasakan oleh para peserta memberikan pengaruh kepada para peserta dalam hal kognitif, afektif dan perilaku.

3. Peneliti berasumsi persepsi ancaman dimemilki hubungan timbal balik dengan radikalisme.

B. SARAN

1. Saran metodologis

(a) Bagi peneliti yang ingin meneliti tema yang sama disarankan untuk menggunakan metode wawancara agar mendapatkan data yang lebih dalam.


(52)

(b) Bagi peneliti yang tertarik dengan tema yang sama disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut pada kesimpulan penelitian pada poin yang ketiga, yaitu hubungan antara persepsi ancaman dengan radikalisme.

2. Saran praktis

(a) Bagi instansi pemerintah yang terkait dengan permasalahan radikalisme kelompok Islam agar lebih memahami sumber ancaman yang dirasakan oleh pergerakan kelompok Islam di Indonesia, sehingga persepsi ancaman yang dirasakan oleh kelompok pergerakan Islam dapat diminimalisir. Sebagaimana yang telah dipaparkan pada kesimpulan penelitian pada poin yang ke tiga, penurunan persepsi ancaman yang dirasakan kelompok pergerakan Islam diharapkan dapat meminimalisir radikalisme pada tubuh pergerakan Islam. (b) Bagi pihak-pihak yang terkait dalam penyajian informasi bagi masyarakat disarankan untuk menyajikan informasi yang berimbang, sehingga tidak menimbulkan rasa ketidakadilan pada kelompok Islam.


(53)

BAB II LANDASAN TEORI A. Perceived Threat

Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia mengelompokkan diri berdasarkan kategori tertentu, seperti suku, agama, paham politik, asal daerah, dsb. Pengelompokan secara natural menciptakan perspsi adanya ingroup (orang-orang yang dianggap sebagai bagian dari kelompok) dan outgroup ((orang-orang-(orang-orang yang dianggap sebagai bukan anggota kelompok). Sebagai contoh, dalam kelompok Islam, hanya individu yang beragama Islam yang dianggap anggota, individu dari agama lain bukan dianggap anggota). Pengelompokan ini akan membentuk identitas individu yang ada di dalamnya (Stephen, Ybarra, & Kimberly, 2009). Kelompok merupakan sumber identitas bagi individu, oleh karena itu kelompok menjadi hal yang sangat penting bagi individu dan harus dijaga.

Pada situasi dan kondisi tertentu, anggota suatu kelompok dapat merasakan keberadaan kelompok lain dapat memberikan kerugian bagi kelompoknya, hal ini disebut sebagai persepsi ancaman, yaitu pengalaman subjektif anggota-anggota suatu kelompok (ingroup) bahwa kelompok lain (outgroup) berada pada posisi yang dapat menyebabkan hal negatif terhadap kelompoknya (stephan, Ybbara, & Morrison, 2008). Menurut Stephan, ada dua tipe ancaman, yaitu (1)ancaman realistik dan (2)simbolik (Stephan & Stephan, 2000). Ancaman simbolik adalah ancaman terhadap kekuatan, sumber daya,


(1)

iv

Perceived threat and Radicalism on islamic fundamentalist group Fauzi Rozi Nasution and Meutia Nauly, M.Si.,Psikolog

ABSTRACT

Radical movement on Islam fundamentalist group is infamously newsworthy aound the indonesia and the world. This islamic totalitarian movement wast just materialized out of thin air. There are people with motives behind it.perceive threat is one of them. This paper attempt to examine the perceived threat and radicalism on the group and take a closer look on the form of threat they perceived. We used Focus Group Discussion to gather data. Researcher lead five sessions of taped discussion and qualitaitvely examine the data gathered. Examination found that perceived threat and radicalism has a causality relationship. Generally,the form of perceived threat that was perceved by the FGD group can be classified as realistic and simbolic. This result is not meant to generalize a certain group.

Keywords : Perceived threat, Radicalism, Islam fundamentalist


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT., Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan Rahmat, hidayah, dan berkahnya sehingga saya diberikan kekuatan untuk menyelesaikan skripsi dengan judul “Gambaran perceive threat pada kelompok Islam radikal”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi gelar sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Tentu saya tidak dapat menyelesaikan penelitian ini tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, saya sebagai peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Zulkarnain, Ph.D selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan agar proses perkuliahan saya dapat berjalan dengan baik.

2. Bapak dan Ibu wakil Dekan 1, wakil Dekan 2, wakil Dekan 3 Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Meutia Nauly, M.Si.,Psikolog selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberi arahan dan bimbingan selama proses pengerjaan penelitian ini.

4. Abangda Omar Khalifa Burhan, M.Sc, selaku dosen dan abang yang selalu mendukung dan membimbing penulis.

5. Bapak Ari Widiyanta, M.Si.,Psikolog selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penelitian ini.

6. Kakak Ridhoi Meilona, M.Si, yang telah memberikan arahan dan bimbingan pada penulis dalam pengerjaan penelitian.

7. Bapak Dr.Mahadi,SpA dan Ibu Nirhalina Lubis, selaku orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan materi maupun psikologis.


(3)

8. Febi Yuriandi Nasution dan Feri Yosliandi Nasution, selaku saudara penulis yang selalu memberikan dukungan pada penulis.

9. Dini Syakina Siregar,SH teman spesial penulis yang selalu memberikan semangat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini. 10.Teman penulis Rocky Rohaki Sihite, Tengku Rizky, dan seluruh

teman-teman senior dan junior parkiran, rusa jantan, dan teman-teman dari tim Psikologi Sosial yang telah banyak membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, saya selaku peneliti menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2016

Peneliti


(4)

vii DAFTAR ISI

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... A. Perceived Threat ... 8

1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ... 10

2. Dampak ... 11

B. Identitas Sosial ... 13

1.Definisi ... 13

2. Aspek-Aspek ... 14

C. Islam Radikal ... 15

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

A. Metode Penelitian ... 19


(5)

viii

B. Subjek dan Lokasi Penelitian ... 20

1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 20

2. Lokasi Penelitian... 21

C. Metode Pengumpulan Data ... 21

D. Alat Bantu Pengumpulan Data ... 22

1. Perekam Suara ... 22

2. Kamera ... 22

E. Kredibilitas penelitian ... 22

F. Prosedur penelitian ... 23

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 23

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 23

G. Teknik dan Proses Analisa Data ... 24

1. Dokumentasi Data... 24

2. Koding dan Analisa ... 25

3. Pengujian Terhadap Dugaan ... 25

4. Strategi Analisa ... 25

5. Interpretasi ... 25

BAB IV HASIL ANALISI DATA DAN PEMBAHASAN A. Perceived Threat ... 27

1. Persepsi ancaman realistic ... 27

2. Persepsi ancaman simbolik ... 29

B. Radikalisme ... 41


(6)

ix

C. Pembahasan ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 55 B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA 57

REKONSTRUKSI DATA