Pemajasan Unsur-unsur Stile Style

28 kalimat. Pengulangan anaforis dapat memberikan tekanan dan menunjang kesimetrisan struktur kalimat yang ditampilkan. Pada teks di atas, bentuk gaya pertanyaan retoris terlihat pada kalimat kedua, yakni dengan adanya kalimat yang menggunakan pungtuasi berupa tanda tanya. Penggunaan tanda tanya dalam sebuah fiksi dikenal dengan sebutan pertanyaan retoris. Pada hakikatnya tanda tanya tersebut tidak dimaksudkan untuk memperoleh jawaban, tetapi difungsikan sebagai ungkapan semata. Nurgiyantoro 1996: 304 berpendapat bahwa pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan itu telah dilandasi oleh asumsi bahwa hanya terdapat satu jawaban yang mungin, di samping penutur juga mengasumsikan bahwa pembaca pendengar telah mengetahui jawabannya. Indi selalu merasa yang paling beruntung karena hanya kepadanyalah Lei memberikan cinta dengan sepenuh jiwa tanpa sisa. Jangan-jangan aku selama ini salah dan kamulah yang benar, tuding Indi pada bayangan di cermin. Sebenarnya, dia orang yang paling sial. Cinta hanya retorika kalau tidak ada tindakan nyata, yang artinya selama ini dia dikenyangkan dengan bualan Sepotong Kue Kuning. Ide yang bertentangan pada teks di atas diwujudkan melalui penggunaan kata yang berlawanan, yakni kata beruntung dan sial. Kedua kata tersebut memperlihatkan gagasan yang dibangun di antara lawan kata tersebut bukanlah ungkapan yang sederajat. Artinya, pemanfaatan gaya antitesis tersebut mengkontraskan dua ide yang bertentangan dalam satu ungkapan.

4.1.2 Pemajasan

Todorov 1985: 19 berpendapat bahwa yang disebut kiasan tidak lain adalah suatu susunan tertentu dari kata-kata, yang bisa disebutkan atau Universitas Sumatera Utara 29 digambarkan. Jika hubungan antara dua kata merupakan hubungan identitas, terjadi kiasan: disebut repetitio. Jika hubungannya memperlihatkan pertentangan, terjadi lagi kiasan: antitese. Jika yang satu menunjuk jumlah yang lain lebih atau kurang besar dibanding yang lain, lagi-lagi kiasan: gradasi. Tetapi jika hubungan dua kata tidak dapat ditunjukkan dengan salah satu istilah itu, maka kita akan menyatakan bahwa ujaran tersebut bukan kiasan. Berikut uraian sejumlah pemanfaatan pemajasan yang terdapat dalam antologi cerpen: Ben, dengan kemampuan berbahasa pas-pasan, mengemis-ngemis agar bisa menyelusup masuk dapur, menyelinap ke bar saji, mengorek-ngorek rahasia ramuan kopi dari barista-barista kaliber kakap, demi mengetahui takaran paling pas untuk membuat cafe latte, cappucino, espresso, Russian Coffe, Irish Coffee, macchito, dan lain-lain. Sampai tibalah saatnya Ben siap membuka kedai kopinya sendiri. Kedai kopi idealis Filosofi Kopi. Pada kalimat baris ke-1 sampai ke-4 terdapat beberapa kata yang diuraiakan dalam bentuk kiasan, yakni berupa pemanfaatan majas metafora seperti pada penggunaan kata mengemis-ngemis, mengorek-ngorek, menyelusup, dan kakap. Bentuk kata tersebut merupakan metafora perbandingan tidak langsung yang tidak lagi menggunakan kata seperti atau bagaikan dan bentuk kiasan dalam teks di atas dikategorikan sebagai metafora yang hidup. Artinya, penggunaan kata kiasan yang dimanfaatkan masih berkaitan dengan arti aslinya. Keraf 2006: 139 juga menegaskan bahwa bila dalam sebuah metafora, kita masih dapat menentukan makna dasar dari konotasinya sekarang, maka metafora itu masih hidup. Tetapi kalau kita tidak dapat menetukan konotasinya lagi, maka mefora itu sudah mati, sudah merupakan klise. Mungkin, suatu saat, apabila sekelumit dirimu itu mulai kesepian dan bosan, ia akan berteriak-teriak ingin pulang. Dan kamu akan menjempunya, lalu membiakan sejarah membentengi dirinya dengan tembok tebal yang tak bisa lagi Universitas Sumatera Utara 30 ditembus. Atau mungkin, ketika sebuah keajaiban mampu menguak kekeruhan ini, jadilah ia semacam mercu suar, kompas, Bintang Selatan... yang menunjukkan jalan pulang bagi hatimu untuk, akhirnya, menemuiku Surat yang Tak Pernah Sampai. Bentuk kiasan berupa metafora pada teks di atas diuraikan tanpa melibatkan kata-kata penunjuk secara eksplisit yang menghubungkan kalimat yang pertama sampai kalimat yang terakhir. Hubungan perbandingan yang dibentuk hanya bersifat sugestif. Berbeda halnya dengan majas simile yang memiliki hubungan perbandingan dengan mengunakan kata penghubung seperti, bagaikan, sebagai, dan laksana. Gaya Metafora yang disusun pada teks itu diletakkan di antara kalimat kedua dan ketiga, yakni sebuah perasaan mutual yang dimiliki manusia dianalogikan seperti mercun suar, kompas, dan Bintang Selatan yang mampu menjadi penuntun jalan pulang bagi hati manusia. Semua terobosan yang dilakukan Ben menjadikan kedai kopi ini memiliki magnet baru, yakni kehadirannya sebagai filsuf kecil, teman curhat. Kedai kami bukan sekadar persinggahan, tetapi juga menjadi bagian dari kehidupan personal mereka, layaknya seorang teman Filosofi Kopi. Pada baris ke-1 sampai ke-3 diuraiakan dengan bentuk dari kebalikan sesuatu yang wajar misalnya menempatkan sebuah kedai kopi sebagai filsuf dan teman curhat serta menjadi bagian dari kehidupan pribadi seseorang. Penempatan secara tidak logis tersebut menciptakan bentuk kiasan yang disebut dengan histeron proteron. Bentuk kiasan tersebut menimbulkan berbagai asosiasi makna yakni apakah kedai kopi yang dimaksud merupakan sebuah benda atau sejenis mahluk hidup yang dianalogikan sebagai kedai kopi. Keraf 2006: 133 menguraikan bahwa histeron proteron adalah semacam gaya bahasa yang Universitas Sumatera Utara 31 merupakan kebalikan dari sesuatu yang wajar, misalnya menempatkan sesuatu yang terjadi kemudian pada awal peristiwa, juga disebut hiperbaton. Suara sikat beradu dengan gigi menggema dari kamar mandi. Aku pun kembali membaca dengan kaki berselonjor di sofa panjang. Egi selalu lama bila menyikat gigi Sikat Gigi. Bentuk majas yang digunakan pada teks di atas merupakan majas personifikasi. Hal itu terlihat dari uraian suara sikat dan gigi yang saling beradu menghasilkan suara yang menggema. Bentuk majas tersebut memberi interpretasi sebuah benda yang difungsikan untuk memberi kesan layaknya manusia yang mampu beradu dan menggema. Bagai luapan sungai saat penghujan, air mata membanjir. Tersengal- sengal Indi mencoba membendung, bertahan untuk tetap kuat walau tak ada orang lain yang melihat-bayangan di cermin. Namun, bukankah justru dia yang paling Indi hindari? Sambil menahan sengguk dia menduga-duga, adakah manusia lain yang sepertinya, merasa berdosa pada bayangan sendiri. Sepotong Kue Kuning. Bentuk pengungkapan pada teks di atas memanfaatkan majas simile yang ditandai dengan penggunaan kata tugas bagai yang difungsikan sebagai perbandingan secara eksplisit. Tindakan tokoh Indi yang tersengal-sengal dibandingkan secara langsung bagai luapan sungai saat penghujan. Artinya, tindakan Indi tersengal-sengal memiliki persamaan sifat dengan yang disebut sebagai sungai saat penghujan. Hal itu menunjukkan bahwa Indi yang tersengal- sengal mencoba membendung diibaratkan bagai luapan sungai saat musim hujan yang dibanjiri oleh mata air. Dia ingin jadi pendekar sakti, seorang master, ilmuwan kaya raya yang menciptakan temuan-temuan hebat untuk memajukan umat manusia. Lana ingin jadi anggota dari kelompok ultraelite yang memperoleh teknologi dari mahluk Mars untuk membangun koloni rahasia di bulan. Mereka percaya teori konspirasi dan secara berkala bertukar informasi yang dilarang sendiri. Tak ada orang lain Universitas Sumatera Utara 32 yang mampu menghibur Lana sebegitu sempurna, memuaskan rasa humornya, menjajal daya khayalnya Lara Lana. Penggunaan majas metafora pada teks di atas terlihat melalui bentuk ungkapan yang digunakan untuk menguraikan pemikiran tokoh Lana yang dibandingkan secara implisit dengan kelompok ultraelite yang dapat membangun koloni rahasia di bulan. Pengolahan gagasan di atas sejalan dengan pandangan Nurgiyantoro 1995: 299 yang menjelaskan bahwa hubungan antara sesuatu yang dinyatakan pertama dengan yang kedua hanya bersifat sugestif, tak ada kata-kata penunjuk perbandingan eksplisit. Dia mulai bercerita. Sore tadi, dia kedatangan seorang pengungjung, pria parlente berusia 30 tahunan. Melangkah mantap masuk ke kedai dengan mimik yang hanya bisa ditandingi pemenang undian satu miliar. Wajah penuh kemenangan. Mungkin saja benar dia baru dapat satu miliar, karena tanpa ujung pangkal dia mentraktir semua orang yang duduk di bar Filosofi Kopi. Kalimat pada baris ke-2 sampai ke-4 teks di atas mengandung bentuk kiasan berupa majas alegori. Rangkaian peristiwa dalam cerita itu bersifat abstrak dengan tujuan yang tersurat. Sifat yang diuraikan pada kalimat itu bersifat implisit dan subjek tokoh pria dideskripsikan secara absurd misalnya menggambarkan tokoh pria yang melangkah mantap masuk dengan mimik wajah yang hanya bisa ditandingi pemenang undian satu miliar. Sebelah darimu menginginkan agar dia datang, membencimu hingga muak dia mendekati gila, menertawakan segala kebodohannya, kekhilafannya untuk sampai jatuh hati kepadamu, menyesalkan magis yang hadir naluriah setiap kali kalian berjumpa Surat yang Tak Pernah Sampai. Adanya kata menginginkan yang diuraikan pada awal kalimat memiliki unsur yang bertentangan dengan kata yang terletak pada kalimat ketiga, yakni kata menyesalkan. Kedua kata tersebut disusun dengan cara menempatkan penekanan Universitas Sumatera Utara 33 penuturan yang memiliki unsur pertentangan di dalamnya. Artinya, keinginan yang dimiliki oleh tokoh yang dimaksud si pencerita pada akhirnya hanyalah sebuah ungkapan penyesalan atas kejadian di masa lalu. Kehadiran gaya paradoks ini menampilkan penuturan yang kelihatan abstrak. Cara penyampaian yang digambarkan si pencerita tidak sekadar dibangun dengan pola yang rumit dan kedengaran seirama, tetapi ide gagasan yang disusun melahirkan berbagai kemungkinan arti yang mengajak pembaca memutuskan berbagai asosiasi makna yang dikandungnya. Teks tersebut seperti berkomunikasi secara langsung lewat gagasannya yang dibangun dengan tuturan yang difungsikan secara imajinatif. Kutatap kedua mata itu, hanya untuk menjemput kegugupan yang membuatku gelagapan, “Soalnya... ehm, soalnya...” Kubersihkan tenggorokan, mengusir jauh-jauh keparat yang menghambat lidah, melirik dan mendapatkan Egi tengah tersenyum menunggu jawabanku. Senyuman yang melonjakkan listrik di jaringan otak. Senyuman yang menyakinkanku bahwa dunia ini cukup indah tanpa perlu lagi surga. Senyuman yang membuatku berkecukupan Sikat Gigi. Teks di atas masih memanfaatkan bentuk kiasan berupa majas personifikasi. Hal itu diuraikan dengan analogi yang mengandaikan sepasang mata mampu menjemput kegugupan, sakit tenggorokan yang dibandingkan dengan seorang keparat, senyuman yang memiliki aliran listrik dan mampu memenuhi kecukupan anak manusia. Aku balik menggeleng. “Itu kebutaan sejati. Kamu memilih menjadi tunanetra padahal mata kamu sehat. Kamu menutup mata kamu sendiri. Dan kesedihan kamu pelihara seperti orang yang mengobati luka dengan cuka, bukan obat merah Sikat Gigi. Hal yang menarik pada teks di atas yakni pada pemanfaatan majas simile dan metafora yang digunakan secara bersamaan dalam satu gagasan. Kalimat baris ke-1 dan ke-2 merupakan perbandingan yang bersifat implisit gaya Universitas Sumatera Utara 34 metafora, sedangkan pada kalimat baris ke-3 menggunakan perbandingan yang bersifat eksplisit gaya simile yang ditandai dengan penggunaan kata seperti. Indi selalu merasa yang paling beruntung karena hanya kepadanyalah Lei memberikan cinta dengan sepenuh jiwa tanpa sisa. Jangan-jangan aku selama ini salah dan kamulah yang benar, tuding Indi pada bayangan di cermin. Sebenarnya, dia orang yang paling sial. Cinta hanya retorika kalau tidak ada tindakan nyata, yang artinya selama ini dia dikenyangkan dengan bualan Sepotong Kue Kuning. Dalam penyiasatan struktur, teks di atas dikategorikan sebagai bentuk yang memanfaatkan gaya antitesis dan ditandai dengan penggunaan kata yang berlawanan. Tetapi ketika dianalisis dari konsep pemajasan, ditemukan penggunaan majas paradoks pada teks tersebut. Hal itu dapat diidentifikasi melalui satu gagasan yang diuraikan dengan ide bertentangan. Jika pada gaya antitesis sifat yang bertentangan itu diwujudkan dengan penggunaan kata yang berlawanan, pada majas paradoks, ide yang bertentangan itu diuraikan dengan cara penekanan penuturan pada satu ungkapan. Ruang tunggu selalu memancing dilema dalam hatinya, tapi tidak pernah seperti ini. Lana betul-betul tergerak untuk menelepon. Mungkin karena Lana sudah tak yakin kapan akan kembali, akankah dirinya kembali Lara Lana. Bentuk pemajasan yang digunakan pada teks di atas adalah majas personifikasi, yang terletak pada awal kalimat. Sebuah benda berupa ruang tunggu digambarkan mampu untuk memancing dilema dalam hati tokoh manusia. Analogi dalam bentuk benda mati tersebut mengindikasikan berbagai makna, apakah yang dimaksud hanya sekadar sebuah benda atau ada ide lain di balik pengungkapannya. Selanjutnya terdapat pula penggunaan majas apofasis atau preterisio yang merupakan sebuah gaya di mana penulis atau pengarang menegaskan Universitas Sumatera Utara 35 sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal. Berpura-pura membiarkan sesuatu berlalu, tetapi sebenarnya ia menekankan hal itu. Berpura-pura melindungi atau menyembunyikan sesuatu, tetapi sebenarnya memamerkannya Keraf, 2006: 130. Berikut uraian contoh penggunaan majas apofasis atau preterisio pada teks. Lana ingat saat kali terakhir nomor itu tertera di layar ponselnya. Besok saya lamaran. Doakan, ya. Lana tergeli sendiri, apa yang harus didoakan? Hidup berjalan sesuai kontrak yang disepakati antarroh sebelum terlahir jadi daging ke dunia. Apapun yang terjadi bukanlah keberuntungan atau kesialan, melainkan eksekusi kontrak belaka. Jadi apakah seseorang bisa dibilang sial kalau sebenarnya kesialan itu direncanakan? Lana tambah stress saat kali pertama mendengar konsep itu diretret antistres Lara Lana. Pada kalimat baris ke-1 sampai ke-3 di atas menunjukkan ketidakjujuran tokoh Lana melalui ungkapan yang bertentangan dengan kejadian yang ia alami sebenarnya dan diuraikan pada kalimat terakhir. Ungkapan tersebut seakan menutupi fakta yang sebenarnya, tetapi diperlihatkan dengan jelas pada kalimat terakhir. Setiap malam Indi duduk di pinggir jendela untuk berbicara pada sepotong kue kuningnya. Berusaha mengingatkan berulang-ulang bahwa yang dia inginkan sungguhlah sederhana: setengah jiwanya yang selalu ikut pergi dengan Lei. Itu saja. Indi ingin jiwanya utuh Sepotong Kue Kuning. Majas yang ditemukan pada teks di atas adalah penggunaan majas personifikasi. Hal itu diwujudkan dengan mengemukakan sepotong kue kuning yang mampu berbicara pada tokoh Indi. Sepotong kue kuning tersebut juga diibaratkan mampu mengingatkan tokoh secara berulang-ulang tentang keinginan sederhananya. Pemanfaatan majas personifikasi pada teks tersebut bertentangan dengan fakta bahwa sepotong kue hanyalah benda mati yang cukup untuk dinikmati saja. Tetapi di dalam teks, sepotong kue bukanlah hanya sekadar Universitas Sumatera Utara 36 makanan yang dinikmati sewajarnya, ada makna di balik penggunaan analogi sepotong kue kuning. Hal inilah yang semakin memperkaya struktur lahir sebuah teks, tidak hanya sekadar bercerita, tetapi juga diperkaya dengan analogi-analogi sebuah benda yang disejajarkan dengan sifat manusia.

4.2 Makna Denotatif dan Konotatif