Sepotong Kue Kuning Makna denotatif penggunaan kata sepotong kue kuning pada teks cerpen

47 Setiap kali aku duduk di sofa dan memandangi Egi yang asyik menyikat gigi, ketakutan itu kadang-kadang datang. Ketakutan kalau suatu hari aku terpaksa harus menariknya pulang dengan paksa, dan sikat gigi tak mampu lagi menjadi tiketnya. Ketakutan kalau aku harus kehilangan dunia absurd tempat perasaanku bersemayam, dunia yang amat kusukai. Ketakutan yang justru timbul setelah aku benar-benar mengerti perasaan Egi dan semua alasannya dulu. Hal 66 Dari uraian contoh teks di atas dapat diidentifikasi bahwa makna sikat gigi pada tataran pertama memiliki fungsi yang berbeda pada tataran kedua konotatif. Penggunaan kata sikat gigi diwujudkan sebagai cara yang dipilih oleh Egi untuk sejenak melupakan masa lalunya, hingga pada akhirnya ia menyadari bahwa hanya Tio yang dapat menjadi cara yang tepat baginya untuk bisa meninggalkan masa lalu tanpa perlu menyikat gigi. Dengan demikian, penggunaan kata sikat gigi pada tataran konotatif memiliki fungsi referensial, yakni gambaran sikat gigi benda melalui tindakan menyikat gigi yang awalnya menjadi pilihan bagi Egi sebelum memutuskan menerima Tio sebagai tiket nyatanya.

4.2.4 Sepotong Kue Kuning Makna denotatif penggunaan kata sepotong kue kuning pada teks cerpen

dapat diidentifikasi melalui sejumlah peristiwa yang difungsikan sebagai satuan tandanya. Berikut gambaran sepotong kue kuning melalui uraian contoh teks cerpen di bawah ini: Merasa tidak sanggup menjalani sisa malam dengan rasa sesal, Indi menelepon bantuan gawat darurat: Ari, sahabat terdekatnya. Ari langsung datang dan duduk di pinggir jendela. Sepotong kue kuning ada di sebelah wajah sahabatnya, belum sempat Indi cicipi karena sudah duluan disemprot: “Apa kubilang? Dia tidak datang lagi, kan? Dan kamu masih bertahan? Sinting” seru Ari gemas. “Coba berkaca, nilai diri kamu. Kamu perempuan baik- baik, pintar, dan tidak layak menjalani semua ini. Universitas Sumatera Utara 48 Aku justru keseringan berkaca, dan betul, aku memang tidak layak, balas Indi dalam hati. Suatu kehormatan yang terlalu besar untuk bisa mencintai seperti ini. Hal 77 Selanjutnya sepotong kue kuning digambarkan sebagai sajian yang selalu ada setiap Indi membutuhkannya, sajian yang hadir tepat pada waktunya seperti pada uraian teks berikut: Puluhan kue kuning telah tersaji dalam piringnya, dan selalu Indi menebak-nebak cemas apakah rasanya manis atau pahit. Sekarang dia berhenti menebak. Keberaniannya malam itu; untuk berhadapan kembali dengan perasaannya sendiri; untuk mengakui bahwa cintanya tidak padam tapi bermutasi, memberi makna baru. Hal 83 Dari sejumlah peristiwa di atas, denotasi makna sepotong kue kuning difungsikan sebagai salah satu sajian makanan yang digambarkan menjadi menu yang kerap dinikmati oleh Indi, yakni terlihat pada setiap momen yang ia lewati bersama sepotong kue kuningnya. Dengan demikian, pemaknaan pada tataran denotatif tidak merujuk pada makna lain di luar isi wacananya, tetapi berfungsi menjelaskan makna tanda kebahasaan itu sendiri, yakni gambaran sepotong kue kuning sebagai sebuah benda berupa makanan yang selalu dinikmati Indi. Makna konotatif penggunaan kata sepotong kue kuning dapat diuraikan melalui identifikasi sejumlah bentuk kejanggalan yang ditemukan pada gambaran peristiwa teks. Misalnya, sepotong kue kuning yang dijadikan sebagai pengatur mekanis pasang surut kisah Indi dan Lei, potongan kue kuning yang sudah mereka lewati, sepotong kue kuning yang berbicara pada Indi, serta kehadiran kue kuning yang disangkal oleh Indi. Berikut contoh uraian teksnya: Tidak lagi diingatnya berapa potongan kue kuning yang sudah mereka lewati. Poros hidup memang sedang bergulir berat. Indi memilih untuk Universitas Sumatera Utara 49 menjadikannya satire. Menertawakan sesuatu yang sesungguhnya tidak lucu. Hal 74 Setiap malam Indi duduk di pinggir jendela untuk berbicara pada sepotong kue kuningnya. Berusaha mengingatkan berulang-ulang bahwa yang dia inginkan sungguhlah sederhana: setengah jiwanya yang selalu ikut pergi dengan Lei. Itu saja. Indi ingin jiwanya runtuh. Hal 79 Berbulan-bulan, Indi menutup tirai rapat-rapat, menyangkal kehadiran kue kuningnya, melawan rasa rindu dan sesal, menggantinya dengan rasa hambar yang dipabrikasi sendiri. Sampai akhirnya, dia lelah dan menyerah. Hal 82 Dengan demikian, konotasi makna sepotong kue kuning pada tataran ini mengandung pengertian yang berbeda dengan tataran pertamanya. Artinya, pada tataran konotatif makna sepotong kue kuning memiliki pengertian sebagai wujud penggambaran kenangan yang pernah ia alami bersama Lei di masa silam, potongan kue kuning yang masih melekat di hatinya, hingga pada akhirnya yang Indi peroleh hanyalah keletihan dan kesesalan yang memaksanya untuk menyerah dan melepaskan Lei, sosok sepotong kue kuningnya.

4.2.5 Lara Lana