Penyiasatan Struktur Unsur-unsur Stile Style

20

4.1.1 Penyiasatan Struktur

Ada bermacam gaya bahasa yang terlahir dari penyiasatan struktur kalimat. Salah satu gaya yang banyak dipergunakan orang berangkat dari bentuk pengulangan kata, bentukan kata, frase, kalimat, maupun bentuk-bentuk yang lain, misalnya gaya repetisi, pararelisme, anafora, polisindenton, dan asidenton, sedangkan bentuk-bentuk yang lain misalnya antitesis, alitrasi, klimaks, antiklimaks, dan pertanyaan retoris Nurgiyantoro, 1995: 302. Berikut contoh jenis penyiasatan struktur yang terdapat dalam teks cerpen: Ben, dengan kemampuan berbahasa pas-pasan, mengemis-ngemis agar bisa menyelusup masuk dapur, menyelinap ke bar saji, mengorek-ngorek rahasia ramuan kopi dari barista-barista kaliber kakap, demi mengetahui takaran paling pas untuk membuat cafe latte, cappucino, espresso, Russian Coffe, Irish Coffee, macchito, dan lain-lain. Sampai tibalah saatnya Ben siap membuka kedai kopinya sendiri. Kedai kopi idealis. Filosofi Kopi Pada kalimat baris ke-1 sampai ke-4 terdapat kata-kata yang disejajarkan penggunaanya, yakni memiliki bentuk gramatikal yang saling terkait sehingga memberi kesan di luar dari konteks kalimat. Adanya penggunaan antara kata mengemis-ngemis dan mengorek-ngorek, menyelusup dan menyelinap merupakan bentukan kata yang memiliki bentuk gramatikal yang sama. Kesejajaran bentuk kata itu mengandung gaya bahasa yang disebut dengan paralelisme. Keraf 2006: 126 mengemukakan bahwa pararelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Kesejajaran bentuk kata tersebut menonjolkan fungsi penggunaan yang sama pada masing- masing kata dan dimanfaatkan untuk mempertegas makna kata yang diuraikan secara artifisial. Universitas Sumatera Utara 21 Kemudian penyiasatan struktur kalimat tidak hanya dapat diidentifikasi dari bentuk pengulangan berupa kata atau kelompok kata, tetapi juga dapat diindentifikasi melalui bentuk kesamaan struktur gramatikal. Penggunaan bentuk ini merupakan struktur gramatikal yang sama dan menciptakan jenis gaya bahasa paralelisme. Berikut ini merupakan contoh bentuk penyiasatan struktur gramatikal yang sama, yakni: Sebelah darimu menginginkan agar dia datang, membencimu hingga muak mendekati gila, menertawakan segala kebodohannya, keikhiafannya untuk sampai jatuh hati kepadamu, menyesalkan magis yang hadir secara naluriah setiap kali kalian berjumpa. Surat yang Tak Pernah Sampai Kata-kata menginginkan, membencimu, mendekati, menertawakan, dan menyesalkan merupakan pengulangan struktur kalimat berupa bentuk awalan me-. Bentuk kata yang sejajar itu diuraikan secara berurutan dan memiliki pola yang mirip dalam kalimat. Kesejajaran dalam kutipan teks di atas dibentuk sebagai pengungkapan yang bersifat kiasan. Gaya bahasa paralelisme yang tercipta tidak hanya sekadar terletak pada polanya, namun dapat dijadikan sebagai pengungkapan melodis. Dengan kata lain, bentuk yang sejajar itu menciptakan efek estetik yang seirama baik dalam bentuk penulisan maupun dalam pembacaan. Selain itu, bentuk penyiasatan struktur yang dimanfatkan berupa bentuk pengulangan yang menggunakan pungtuasi berupa tanda koma dalam satu gagasan untuk menciptakan jenis gaya bahasa yang disebut dengan asindenton Kalau saja hidup tidak berevolusi, kalau saja sebuah momen dapat selamanya menjadi fosil tanpa terganggu, kalau saja kekuatan kosmik mampu stagnan di satu titik, maka... tanpa ragu kamu akan memilih satu detik bersamanya untuk diabadikan. Cukup satu. Surat yang Tak Pernah Sampai Universitas Sumatera Utara 22 Teks di atas mengandung gagasan yang mendapat penekanan yang sama tetapi disusun dengan memanfaatkan tanda koma untuk mengapit struktur gagasan tersebut. Adanya pengulangan tanda koma dalam teks menandakan bahwa gagasan tersebut memiliki posisi yang sederajat dalam tingkat idenya. Artinya, tanda koma difungsikan untuk menciptakan gagasan dengan penekanan yang sama. Hal yang menarik dalam teks di atas yakni gagasan tersebut tidak hanya memanfaatkan gaya asindenton tetapi juga sekaligus memiliki gaya repetisi yang ditunjukkan dengan penggunaan kata kalau saja yang diuraikan secara berulang. Dalam hal ini Nurgiyantoro 1996: 303 menyebutkan bahwa penggunaan gaya asindenton jika diselang-seling dengan gaya-gaya yang lain, akan mampu membangkitkan efek retoris. Setiap kali aku duduk di sofa dan memandangi Egi yang asyik menyikat gigi, ketakutan itu kadang-kadang datang. Ketakutan kalau suatu hari aku terpaksa harus menariknya pulang dengan paksa, dan sikat gigi tak mampu lagi menjadi tiketnya. Ketakutan kalau aku harus kehilangan dunia absurd tempat perasaanku kepadanya bersemayam, dunia yang teramat amat kusukai. Ketakutan yang justru timbul setelah aku benar-benar mengerti perasaan Egi dan semua alasannya dulu Sikat Gigi. Sama halnya dengan bentuk penyiasatan struktur sebelumnya, teks di atas juga masih memanfaatkan bentuk pengulangan. Bedanya, pengulangan pada teks di atas berupa kata atau kelompok kata yang sama diletakkan pada awal kalimat dan bentukan itu menciptakan gaya anafora. Kata Ketakutan yang diulang ke dalam beberapa kalimat kalimat kedua, ketiga, dan keempat disebut juga dengan pengulangan anaforis yang memperlihatkan setiap kata yang mengawali kalimat tersebut memiliki penekanan yang sama dan menampilkan struktur yang simetris. Universitas Sumatera Utara 23 Ben benar. Aku tak bisa memaksanya. Tak ada yang bisa. Semangat hidupnya pupus seperti lilin tertiup angin, sama nasibnya seperti kedai kami yang padam. Tutup Filosofi Kopi. Paragraf di atas diuraiakan dengan memanfaatkan gaya bahasa asindenton yang berfungsi membentuk teks tanpa melibatkan pemakaian kata penghubung untuk menciptakan gagasan yang utuh. Setiap kalimat pada teks tersebut dibentuk dengan melibatkan tanda baca titik sebagai acuan untuk menghubungkan gagasan kalimat. Asindenton adalah suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung Keraf, 2006: 131. Akan tetapi, yang benar-benar membuat tempat ini istimewa adalah pengalaman ngopi-ngopi yang diciptakan Ben. Dia tidak sekedar meramu, mengecap rasa, tapi juga merenungkan kopi yang dia buat. Ben menarik arti, membuat analogi, hingga terciptalah satu filosofi untuk setiap jenis ramuan kopi Filosofi Kopi. Pengulangan suku kata me- pada kata meramu, mengecap, dan merenungkan memberi tekanan pada konteks kalimat Dia tidak sekedar meramu, mengecap rasa, tapi juga merenungkan kopi yang dia buat. Bentuk perulangan itu berfungsi menciptakan gaya repetisi, yakni bentuk perulangan berupa bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai Keraf, 2006: 127. Struktur kalimat pada baris ke-3 dan ke-4 di atas menciptakan gaya klimaks yang menunjukkan semakin meningkatnya kadar gagasan tersebut Ben menarik arti, membuat analogi, hingga terciptalah satu filosofi untuk setiap jenis ramuan kopi. Pemanfaatan gaya bahasa klimaks juga terdapat pada struktur kalimat teks berikut: Universitas Sumatera Utara 24 Ben mematung, sampai akhirnya sebuah senyum mengembang, senyum bangga seorang ayah yang menyaksikan bayinya lahir ke dunia. “BEN’s PERFECTO,” tandasnya mantap Filosofi Kopi. Dari awal hingga akhir pada kalimat di atas menciptakan urutan kalimat yang memperlihatkan semakin meningkat kadar pentingnya gagasan yang disampaikan. Hal menarik pada kalimat tersebut yakni terdapatnya perulangan kata senyum yang menciptakan gaya repetisi. Dengan demikian, struktur kalimat di atas memanfaatkan bermacam-macam gaya bahasa, yakni kombinasi gaya klimaks dan repetisi yang semakin menyempurnakan bentuk pesan isi, serta dapat dimanfaatkan untuk memperjelas atau mengaburkan makna. Kutatap kedua mata itu, hanya untuk menjemput kegugupan yang membuatku gelagapan, “Soalnya... ehm, soalnya...” Kubersihkan tenggorokan, mengusir jauh-jauh keparat yang menghambat lidah, melirik dan mendapatkan Egi tengah tersenyum menunggu jawabanku. Senyuman yang melonjakkan listrik di jaringan otak. Senyuman yang menyakinkanku bahwa dunia ini cukup indah tanpa perlu lagi surga. Senyuman yang membuatku berkecukupan Sikat Gigi. Jenis penyiasatan struktur pada teks di atas memanfaatkan sejumlah gaya bahasa, yakni gaya paralelisme dan anafora yang digunakan secara bersamaan. Bentuk pengulangan yang menciptakan lebih dari satu gaya bahasa menunjukkan bahwa teks itu memiliki variasi struktur dan menekankan penyampaian gagasan. Gaya paralelisme terletak pada bentuk pengulangan yang dibangun dengan struktur yang sejajar, yakni pada kalimat baris ke-1 sampai baris ke-4 Kutatap dan Kubersihkan dan mengusir, melirik, dan mendapatkan. Selanjutnya, gaya anafora terletak pada bentuk pengulangan kata senyuman yang diletakkan pada awal beberapa kalimat dalam satu paragraf. “Sampai kapan kamu terus mengharapkan dia?” Tak tahan aku berseru. “Orang yang tidak pernah ada saat kamu paling membutuhkan dukungan, orang Universitas Sumatera Utara 25 yang mungkin memikirkan kamu hanya seperseribu dari selurih waktu yang kamu habiskan buat melamunkan dia, orang yang tidak tahu kalau kamu bahkan harus menyikat gigi demi melepaskan dia barang tiga menit dari pikiran kamu?” Sikat Gigi. Selanjutnya terdapat penyiasatan struktur yang memanfaatkan gaya repetisi dan pertanyaan retoris secara bersamaan. Gaya repetisi diuraikan dengan bentuk pengulangan kata orang yang diulang-ulang dalam satu kalimat baris ke-2 sampai ke-4. Gaya pertanyaan retoris jelas terlihat pada kalimat yang dibubuhi dengan tanda tanya yang pada dasarnya merupakan pertanyaan yang tidak menghendaki jawaban yang sudah memiliki asumsi tersendiri. Pemanfaatan kedua gaya bahasa itu tentu menciptakan variasi struktur yang memperkaya estetika penuturan. Kadang-kadang, semua itu membuat Indi geli sekaligus bingung saat melaksanakan doa rutinnya. Apakah dia menghadap sebagai seorang penjahat..., perusak..., atau pihak yang patut dikasihani dan ditolong? Impitan tak diundang itu juga tetap ada, tapi Indi sudah terlalu kebal. Matanya seperti kehabisan stok air mata. Sekarang, tak perlu repot lagi dia mengatur napas Sepotong Kue Kuning. Sama halnya seperti pada penjelasan di atas, adanya sebuah kalimat tanya yang melingkupi gagasan tersebut bukanlah pertanyaan yang mengharuskan suatu jawaban. Sebaliknya, pertanyaan itu merupakan media yang digunakan untuk menguatkan keseluruhan gagasan. Hal itu menunjukkan bagaimana teks di atas mengkomunikasikan ide gagasan melalui pemanfaatan gaya pertanyaan retoris yang tidak hanya mengedepankan bentuk berupa penyiasatan struktur, tetapi juga menekankan isi makna. Lana ingat saat kali terakhir nomor itu tertera di layar ponselnya. Besok saya lamaran. Doakan, ya. Lana tergeli sendiri, apa yang harus didoakan? Hidup berjalan sesuai kontrak yang disepakati antarroh sebelum terlahir jadi daging ke dunia. Apapun yang terjadi bukanlah keberuntungan atau kesialan, melainkan Universitas Sumatera Utara 26 eksekusi kontrak belaka. Jadi apakah seseorang bisa dibilang sial kalau sebenarnya kesialan itu direncanakan? Lana tambah stress saat kali pertama mendengar konsep itu diretret antistres Lara Lana. Pada kalimat baris ke-7 dan baris ke-8 merupakan sebuah pertanyaan yang diajukan pencerita pada pembaca yang sebenarnya tidak membutuhkan jawaban. Pertanyaan tersebut hanyalah sebuah asumsi yang jawabannya disampaikan secara implisit oleh pencerita. Bentuk penyiasatan struktur yang demikian yang disebut ke dalam kategori pertanyaan retoris. Jenis gaya bahasa itu dimanfaatkan sebagai jalan pengungkapan ide atau pandangan tokoh terhadap sikap tokoh lainnya. Lana menggeleng. Tidak mungkin. Barangkali dia salah sambung. Perjanjian macam apa ini? Benarkah ini roh yang sama, teman sebangkunya sejak SMA, yang selalu berkata mereka adalah sejiwa terbelah dua, soulmate? Lana menutup telepon. Aku ditipu. Breach of contract Lara Lana. Bentuk pertanyaan retoris di atas adalah perwujudan dari sikap yang dilontarkan tokoh Lana terhadap perubahan yang dirasakannya pada sahabatnya, Lara. Pemanfaatan gaya pertanyaan retoris tersebut digunakan sebagai ungkapan karakteristik tokoh dalam menyikapi peristiwa yang dialaminya, bukan menjadi semacam pertanyaan yang sengaja diajukan untuk memperoleh jawaban. Selain gaya pertanyaan retoris, terdapat pula jenis gaya bahasa pararelisme yang diartikan sebagai bangunan struktur gramatikal yang menduduki fungsi sama dalam satu gagasan. Berikut ini adalah contoh teks yang memanfaatkan gaya pararelisme sebagai bagian dari penyiasatan struktur. Berbulan-bulan, Indi menutup tirai rapat-rapat, menyangkal kehadiran kue kuningnya, melawan rasa rindu dan sesal, menggantinya dengan rasa hambar yang dipabrikasi sendiri. Sampai akhirnya, dia lelah dan menyerah Sepotong Kue Kuning. Universitas Sumatera Utara 27 Gaya pararelisme pada teks di atas dapat dilihat melalui pengulangan struktur bentuk yang menduduki fungsi yang sama. Kata bercetak tebal tersebut merupakan pengulangan bentuk awalan me- yang disusun secara berurutan dan memiliki fungsi sama sebagai kata kerja. Pengulangan struktur bentuk di atas mengindikasikan bahwa ketiga kata itu memiliki posisi yang sama untuk memberi penekanan pada gagasan yang sejajar. Penyiasatan berupa bentuk pengulangan stuktur tersebut dimanfaatkan untuk menghasilkan bentuk penuturan yang retoris dan bersifat melodis. Tidak satu kali pun dari empat momen itu Indi punya kesempatan luks untuk ringan mengangkat telepon dan mengadu sakit, untuk kemudian mendapatkan Lei pulang, mengantarnya ke dokter, atau sekadar mengambilkan obat dan air putih Sepotong Kue Kuning. Bentuk pengulangan di atas juga masih berupa pengulangan bentuk awalan me- yang memiliki fungsi sama yakni sebagai kata kerja. Adanya bentuk yang sejajar tersebut memperlihatkan bangunan struktur yang pararel dan difungsikan untuk menekankan gagasan yang sederajat. Lama, baru kamu menyadari bahwa pengalaman merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hubungan yang diikat oleh seutas perasaan mutual. Lama bagi kamu untuk berani menoleh ke belakang, menghitung, berapa banyakkah pengalaman nyata yang kalian alami bersama? Surat yang Tak Pernah Sampai. Pengulangan kata lama untuk mengawali kedua kalimat di atas menciptakan bentuk gaya anafora yang memberikan tekanan bahwa kata itu memiliki fungi tertentu dalam kalimat. Nurgiyantoro 1996: 302 menjelaskan bahwa anafora, di pihak lain, menampilkan pengulangan kata -kata pada awal beberapa kalimat yang berurutan. Jadi, anfora terjadi paling tidak dalam dau buah Universitas Sumatera Utara 28 kalimat. Pengulangan anaforis dapat memberikan tekanan dan menunjang kesimetrisan struktur kalimat yang ditampilkan. Pada teks di atas, bentuk gaya pertanyaan retoris terlihat pada kalimat kedua, yakni dengan adanya kalimat yang menggunakan pungtuasi berupa tanda tanya. Penggunaan tanda tanya dalam sebuah fiksi dikenal dengan sebutan pertanyaan retoris. Pada hakikatnya tanda tanya tersebut tidak dimaksudkan untuk memperoleh jawaban, tetapi difungsikan sebagai ungkapan semata. Nurgiyantoro 1996: 304 berpendapat bahwa pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan itu telah dilandasi oleh asumsi bahwa hanya terdapat satu jawaban yang mungin, di samping penutur juga mengasumsikan bahwa pembaca pendengar telah mengetahui jawabannya. Indi selalu merasa yang paling beruntung karena hanya kepadanyalah Lei memberikan cinta dengan sepenuh jiwa tanpa sisa. Jangan-jangan aku selama ini salah dan kamulah yang benar, tuding Indi pada bayangan di cermin. Sebenarnya, dia orang yang paling sial. Cinta hanya retorika kalau tidak ada tindakan nyata, yang artinya selama ini dia dikenyangkan dengan bualan Sepotong Kue Kuning. Ide yang bertentangan pada teks di atas diwujudkan melalui penggunaan kata yang berlawanan, yakni kata beruntung dan sial. Kedua kata tersebut memperlihatkan gagasan yang dibangun di antara lawan kata tersebut bukanlah ungkapan yang sederajat. Artinya, pemanfaatan gaya antitesis tersebut mengkontraskan dua ide yang bertentangan dalam satu ungkapan.

4.1.2 Pemajasan