Efektivitas komunikasi sekolah dalam mengelola tenaga kependidikan di SMA Pribadi 2 Tangerang
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI KEPALA SEKOLAH DALAM MENGELOLA TENAGA KEPENDIDIKAN
DI SMA PRIBADI 2 TANGERANG
Oleh
AHMAD QOSIM
NIM: 102018224123
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH (UIN)
JAKARTA
2009
(2)
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “Efektivitas Komunikasi Kepala Sekolah Dalam
Mengelola Tenaga Kependidikan DI SMA PRIBADI 2 TANGERANG”,
diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 23 November 2009 dihadapan dewan penguji. Karena itu penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S. Pd. I) dalam bidang pendidikan Manajemen.
Jakarta, 25 November, 2009
Panitia Ujian Munaqasyah
Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi) Tanggal Tanda Tangan
Drs. Rusdi Zakariya, M.Ed. M.Phil ... ... NIP. 195605301985031
Sekertaris (Sekertaris Jurusan/Program Studi) Tanggal TandaTangan
Drs. Mu’arif Syam. M.Pd ... ...
NIP.196507171994031005 Penguji I
Dra.Fadhilah Suralaga, M.Si
NIP. 195612231983032001 ... ...
Penguji II
Drs. H. Nurrochim, MM ... ...
NIP. 050 046 643
Mengetahui : Dekan,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA NIP. 195710051987031003
(3)
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahawa skripsi yang berjudul “EFEKTIVITAS KOMUNIKASI KEPALA SEKOLAH DALAM MENGELOLA TENAGA KEPENDIDIKAN DI SMA PRIBADI 2
TANGERANG”, yang disusun oleh Ahmad Qosim Nomor Induk Mahasiswa:
102018224123
, Jurusan Kependidikan Islam, Program Studi Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan adalah benar hasil karya ilmiah sendiri dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.Jakarta, 29 Juni 2009
(4)
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “EFEKTIVITAS KOMUNIKASI KEPALA SEKOLAH DALAM MENGELOLA TENAGA KEPENDIDIKAN DI SMA
PRIBADI 2 TANGERANG”, yang disusun oleh Ahmad Qosim Nomor Induk
Mahasiswa:
102018224123
, Jurusan Kependidikan Islam, Program Studi Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan telah melalui bimbingan dan dinyatakan syah sebagai karya ilmiah dan berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang telah ditetapkan fakultas.Jakarta, 25 Juni 2009
Yang Mengesahkan,
Dra. Yefnelty, Z. M.Pd Dra. Nurdelima Waruwu, M.Pd
(5)
UJI REFERENSI
Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi yang berjudul
“EFEKTIVITAS KOMUNIKASI KEPALA SEKOLAH DALAM
MENGELOLA TENAGA KEPENDIDIKAN DI SMA PRIBADI 2
TANGERANG” yang disusun oleh Ahmad Qosim NIM 10201 8224123 Program
Studi Manajemen Pendidikan Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, telah di uji kebenarannya oleh oleh dosen pembimbing skripsi pada tanggal 22 0ktober 2009.
Jakarta, 22 Oktober 2009
Dosen pembimbing skripsi,
Dra. Yefnelty Z. M.Pd Dra. Nurdelima Waruwu, M.Pd
(6)
DAFTAR
ISI
DAFTAR ISI ... iii
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Pembatasan Masalah ... 7
D. Perumusan Masalah ... 8
E. Kegunaan Penelitian ... 8
BAB II : KAJIAN TEORI ... 9
A. ORGANISASI ... 9
1. Pengertian Organisasi... 9
2. Bentuk-bentuk Organisasi ... 11
3. Struktur Organisasi ... 16
B. KONFLIK ... 19
1. Pengertian dan Klasifikasi Konflik…….. ... 19
2. Proses Terjadinya Konflik dan Sumber-sumber Konflik ... 21
3. Konflik di dalam Kelompok ... 26
4. Cara Mengatasi Terjadinya Konflik ………. 27 C. KOMUNIKASI ... 20
1. Pengertian Komunikasi…….. ... 33
2. Kemampuan dan Keterampilan dalam Komunikasi ... 40
3. Bentuk Komunikasi ... 44 4. Hambatan dalam komunikasi ...
... 46
(7)
BAB III : METODE PENELITIAN ... 49
A. Tujuan Penelitian ... 49
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 49
C. Variabel Penelitian ... 50
D. Populasi dan Sampel ... 50
E. Teknik Pengumpulan Data ... 50
F. Teknik Analisa dan Interpretasi Data ... 52
G. Kisi-kisi Intrumen Penelitian ... 53
BAB IV : HASIL PENELITIAN ... 54
Gambaran Objek Penelitian………54
Deskripsi Data ... 60
Analisis dan Interpretasi Data ... 60
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 89
A. ... K esimpulan ... 89
B. ... S aran ... 90
(8)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk yang dinamis di dalam lingkungan sosialnya. Agar dapat berkembang, manusia melakukan interaksi dengan sesamanya. Hubungan yang baik diperoleh dari komunikasi yang baik pula. Oleh karena itulah manusia melakukan komunikasi untuk mendapatkan hubungan atau ikatan yang dapat meningkatkan kualitas kehidupannya.
Komunikasi adalah sendi dasar terjadinya sebuah interaksi sosial, antara yang satu dengan yang lain saling tolong menolong, saling memberi dan menerima, saling ketergantungan. Intinya bahwa dengan berkomunikasi akan terjadi kesepahaman atau adanya saling pengertian antara satu dengan yang lain. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Klinger yang mengemukakan bahwa hubungan dengan orang lain ternyata mempengaruhi kita”.1
Kita menghabiskan sebagian besar jam di saat kita sadar dan bangun untuk berkomunikasi. Seringkali komunikasi kita anggap sebagai sesuatu hal yang lumrah dan biasa terjadi, sehingga tanpa disadari sebagian dari orang kurang memperhatikan bagaimana seharusnya berkomunikasi dengan baik, dan akibatnya seseorang seringkali mengalami kegagalan dalam berinteraksi dengan sesamanya, yang pada akhirnya menimbulkan kesalahpahaman atau salah pengertian antara satu dengan yang lain. Untuk itulah diperlukan cara, strategi ataupun langkah yang dapat dilakukan oleh siapa pun untuk sama-sama menjadi seorang komunikator dan komunikan yang baik dalam proses komunikasi.
Kita menyadari bahwa manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan
1
Alo Liliweri, “Komunikasi Antar Pribadi”, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), Cet. Ke-1, h. 45
(9)
lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik, baik konflik individual, kelompok maupun konflik sosial. Sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya dalam berpandangan, berpersepsi maupun dalam pengambilan keputusan. Dan konflik seperti dapat terjadi di mana saja, tidak terkecuali di sekolah.
Pada dasarnya konflik merupakan proses batin yang diliputi kegelisahan karena adanya pertentangan, atau dapat dikatakan sebagai interaksi pertentangan antara dua pihak atau lebih. Di dalam organisasi, konflik muncul dalam bentuk yang beranekaragam, dari perbedaan penafsiran akan berbagai fakta yang ada, ketidaksesuaian dengan sasaran yang ingin dicapai, keputusan yang tidak akomodatif, maupun pada arah dan intensitas komunikasi yang dilakukan.
Sekolah merupakan salah satu bentuk dari organisasi yang di dalamnya terdapat kumpulan individu-individu dengan karakter dan latar belakang yang berbeda yang pada akhirnya akan melahirkan bentuk keanekaragaman pandangan, pemikiran dan cara berkomunikasi, dengan sendirinya akan menimbulkan sebuah konflik dalam kelompok tersebut.
Konflik dapat terjadi di dalam suatu kelompok maupun antar kelompok dalam organisasi. Tidak jarang kita jumpai di dalam kelompok yang sama terdapat polarisasi berupa konstelasi sika berbentuk “kita versus mereka”, yaitu menggambarkan kelompok lain versus anggota kelompok lainnya.
Umumnya pekerjaan individual maupun kelompok dalam organisasi saling memiliki keterkaitan satu sama lain. Ketika suatu konflik muncul berkaitan dengan pekerjaan masing-masing individu di dalam sebuah organisasi, penyebabnya teridentifikasi oleh adanya komunikasi yang kurang efektif. Demikian pula ketika suatu keputusan yang buruk dihasilkan, komunikasi yang tidak efektif selalu menjadi kambing hitam.
Komunikasi yang efektif sangat diperlukan demi pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan komunikasi yang baik semestinya dilakukan oleh
(10)
setiap individu, tidak terkecuali bagi seorang pimpinan atau leader dalam sebuah organisasi termasuk sekolah.
Di dalam organisasi sekolah, seperti halnya yang terjadi di SMA Pribadi 2 Tangerang, kepala sekolah sangat bergantung kepada ketrampilan berkomunikasi mereka dalam memperoleh informasi yang diperlukan dalam proses perumusan keputusan dan untuk mensosialisasikan hasil keputusan tersebut kepada bawahannya dan pihak lain. Ketika seorang kepala sekolah tidak memiliki kecakapan yang baik untuk menyampaikan informasi yang tepat, relevan dan dapat dimengerti oleh bawahannya, tentunya hal tersebut akan menimbulkan sebuah miss communication yang berujung pada terciptanya sebuah konflik.
Selain itu, kepala sekolah cenderung untuk tidak memberitahukan informasi tertentu pada bawahannya atau stafnya karena takut akan menyakiti hati bawahannya atau staf. Alasan lain adalah bahwa pimpinan menganggap bahwa informasi tersebut harus dilindungi, dan bukan untuk konsumsi bawahannya atau staf karena bawahannya atau staf tidak akan mungkin mengerti apa yang akan disampaikan. Demikian pula dengan bawahannya atau staf, mereka sering tidak menyampaikan informasi tertentu kepada pimpinan untuk melindungi dirinya dari tindakan pemecatan atau tindakan mendiskreditkan mereka berkaitan dengan fungsi dan kewenangan mereka di sekolah. Pada hal mereka semestinya dapat menempatkan diri mereka ketika melakukan komunikasi, baik dalam posisi komunikator maupun komunikan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Saul W. Gellerman, yang dikutip oleh Rochmulyati Hamzah bahwa “komunikator tidak hanya harus mengetahui bagaimana mengatakan sesuatu, tetapi juga harus menerima apa yang dikatakan oleh pendengarnya”.2
Hal yang rentan terjadi adalah orang-orang dalam komunitas sekolah cenderung jarang meninjau pekerjaan orang lain, atau keluar dari lingkungan pekerjaan sendiri, seseroang seringkali dibatasi pada cara pandangnya sendiri.
2
Saul W. Gellerman, “Manajer dan Bawahannya”, (Jakarta: PT. Jaya Pirusa, 1983), Cet. Ke-1, h. 66
(11)
Mereka tidak mencoba melihat dari sudut pandang orang lain. Kepala sekolah sebagai pimpinan seringkali mengambil keputusan besar yang menyangkut keputusan keuangan dan strategi operasional secara umum, seringkali tidak mempertimbangkan detail pelaksanaan pekerjaan dan sudut pandang para pekerjaan. Sebaliknya, para bawahannya atau staf, seringkali hanya melihat suatu masalah dari sudut pandangnya sendiri (kepentingan individunya semata, tanpa mencoba memahami sebuah situasi dari sudut pandang yang berbeda). Sempitnya perspektif inilah yang sering menyebabkan konflik (tiap orang hanya melihat dari sudut pandang sendiri, dan tidak mencoba memahami orang lain).
Selain itu, paradigma yang berkembang dalam komunitas guru mengindikasikan bahwa mereka seringkali hanya membatasi informasi yang cocok dengan ekspektasi mereka. Jika, ternyata informasi yang disampaikan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka mereka cenderung tidak termotivasi untuk mendengarkan informasi yang disampaikan. Misalnya, jika dalam rapat-rapat ternyata seringkali tanggapannya tidak diperhatikan, maka mereka cenderung enggan menyatakan pendapat, karena ia beranggapan percuma saja menyampaikan pendapat, karena biasanya juga tidak ada follow-up-nya. Demikian pula dengan pimpinan, yang sering mendengarkan pendapat bawahannya atau staf yang dianggapnya tidak relevan dengan keputusan yang akan diambil. Dalam hal ini waktu juga mempengaruhi keberhasilan dari proses komunikasi. Permasalahan seperti ini muncul ketika masing-masing pihak tidak memahami bagaimana cara mendapatkan perhatian dari pendengar dan menarik perhatian yang cukup lama agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Padahal ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mendapatkan perhatian dari komunikan, hal ini seperti yang diungkapkan oleh Saul W. Gellerman, yang dikutip oleh Rochmulyati Hamzah bahwa “cara yang paling baik untuk mendapatkan perhatian adalah dengan
(12)
memasukan agenda mental ke dalam pembicaraan, artinya mengadakan dialog dua arah, saling berhadapan muka”.3
Dengan demikian, komunikasi dirasakan sangat penting dalam segala aspek kehidupan, tidak terkecuali di lembaga pendidikan. Menurut Suranto AW, “komunikasi meningkatkan keharmonisan kerja dalam perkantoran. Sebaliknya apabila komunikasi tidak efektif, maka koordinasi akan terganggu. Akibatnya adalah disharmonisasi yang akan mengganggu proses pencapaian target dan tujuan pendidikan”.4
Salah satu kekuatan efektif dalam pengelolaan sekolah yang berperan bertanggung jawab menghadapi perubahan adalah kepemimpinan Kepala Sekolah, yaitu perilaku kepala sekolah yang mampu memprakarsai pemikiran baru di dalam proses interaksi di lingkungan sekolah dengan melakukan perubahan atau penyesuaian tujuan, sasaran, konfigurasi, prosedur, input, proses atau output dari suatu sekolah sesuai dengan tuntutan perkembangan.
Kepala sekolah memegang peranan penting dalam perkembangan sekolah. Oleh karena itu, ia harus memiliki jiwa kepemimpinan untuk mengatur para guru, pegawai tata usaha dan pegawai sekolah lainnya dengan bijak. Dengan kata lain, kepala sekolah tidak hanya mengatur para guru melainkan juga ketatausahaan sekolah, siswa, hubungan sekolah dengan masyarakat dan orang tua siswa. Tercapai tidaknya tujuan sekolah sepenuhnya bergantung pada kebijakan (policy) yang diterapkan kepala sekolah terhadap seluruh personil sekolah. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Siagian bahwa “seorang manajer berperan sebagai pimpinan kelompok perlu memiliki rasa percaya yang besar pada kemampuannya sendiri”.5 Ia tidak perlu takut, bahwa ia akan kehilangan kewenangannya dalam mengendalikan kelompoknnya.
3
Gellerman, Manajer dan Bawahannya..., h. 69 4
Suranto AW, Komunikasi Efektif untuk Mendukung Kinerja Perkantoran, (http://www.uny.ac.id/home/artikel.php?m=&I=3&k=23), 9 Febuari 2007, h. 1
5
P. Sondang Siagian, Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan, (Jakarta: Haji Masagung, 1990), Cet. Ke-2, h. 151
(13)
Sebagai pemimpin, kepala sekolah ingin mengkomunikasikan informasi dan ide-ide secara memuaskan; akan tetapi ia juga ingin mengkomunikasikannya sedemikian rupa sehingga mencapai hasil yang diinginkannya, misalnya menyakinkan, memotivasi ataupun mempengaruhi.
Seorang kepala sekolah diharapkan dapat memberikan motivasi dan inspirasi kepada bawahannya. Oleh karena itu, cara kepala sekolah menggunakan kata-katanya adalah penting karena penggunaan frasa-frasa yang digunakan dalam komunikasinya mendatangkan dampak yang besar terhadap para pendengarnya.
Dengan demikian, komunikasi yang ada di sekolah diharapkan akan mampu memberikan pengaruh terhadap kinerja guru. Adanya komunikasi yang sehat dan baik antara sub kerja yang satu dengan yang lain diharapkan akan turut membantu perkembangan kinerja guru di sekolah. Dengan adanya keterbukaan dan pengertian maka guru akan merasa lebih akrab dan dapat dijadikan sebagai teman diskusi. Setiap individu dalam bekerja tidak hanya menginginkan sekedar gaji dan prestasi, tetapi bekerja merupakan pemenuhan kebutuhan akan interaksi sosial. Guru yang memiliki rekan kerja yang ramah dan mendukung akan mengantarkan mereka pada hasil kerja yang baik pula.
Berdasarkan gambaran yang telah diuraikan di atas, penulis merasa terdorong untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan yang ada tersebut dengan judul “Efektivitas Komunikasi Kepala Sekolah dalam Mengelola Tenaga Kependidikan di SMA PRIBADI 2 Tangerang”.
B. Identifikasi Masalah
Untuk mempermudah dan memperjelas pokok permasalahan dalam skripsi ini, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :
(14)
1. Kurang cakapnya kepala sekolah dalam menciptakan hubungan kerja yang harmonis dikalangan guru dan staf sehingga rasa kebersamaan untuk mencapai tujuan bersama kurang terjalin.
2. Kecakapan kepala sekolah dalam merespon kritik dan saran yang dilontarkan bawahannya kurang maksimal, sehingga krtitik yang mucul hanya menjadi angin lalu.
3. Keterampilan kepala sekolah dalam berkomunikasi dengan bawahannya kurang bagus, sehingga komunikasi yang terjadi cenderung searah dan tidak memperoleh feed back.
4. Kemampuan kepala sekolah dalam menciptakan sikap saling terbuka dan bekerja sama antara guru dan staf kurang efektiv, sehingga sikap tidak transparan dan sifat individualisme lebih dominan tercipta.
C. Pembatasan Masalah
Untuk lebih memperjelas dan mempermudah pokok bahasan dalam penelitian dan banyaknya permasalahan yang timbul dari uraian latar belakang dan pengidentifikasian masalah, maka untuk mengarahkan penelitian ini perlu diberi batasan, yaitu Terbatasnya kemampuan kepala sekolah dalam mengelola tenaga kependidikan yang ada di sekolah sehingga rasa kebersamaan untuk mencapai tujuan bersama kurang terjalin.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang penulis uraikan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah usaha kepala sekolah dalam mengelola tenaga kependidikan di SMA PRIBADI 2 Tangerang?
E. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang diperoleh dari hasil pelaksanaan penelitian ini adalah:
(15)
a. Penelitian ini diharapkan berguna bagi penulis dalam menambah wawasan, pengalaman, dan pengetahuan tentang materi atau kajian yang dibahas. b. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi para kepala sekolah sebagai
masukan positif dalam menciptakan kondisi sekolah yang baik.
c. Penelitian ini diharapkan berguna bagi guru untuk memperbaiki komunikasi yang baik antar sesama guru dan staf demi terciptanya hubungan kerja yang baik dan harmonis.
(16)
BAB II KAJIAN TEORI
A.
ORGANISASI
1. Pengertian Organisasi
Secara terminologi organisasi bisa berarti perkumpulan, susunan atau aturan dari berbagai bagian. Dan jika kita tarik ke arah pengertian organisasi dewasa ini, maka dia adalah suatu perkumpulan yang di dalamnya terdapat beberapa orang yang bekerja sama dan memiliki tujuan yang sama. Adapun orang yang berkecimpung di dalam sebuah organisasi disebut organisatoris.
Organisasi oleh Katz dan Kahn sebagaimana di kutip oleh Arni Muhamad adalah “sebagai suatu sistem terbuka yang menerima energi dari lingkungannya dan merubah energi ini menjadi produk atau servis dari sistem dan mengeluarkan produk atau sistem ini kepada lingkungannya”.6 Maksudnya bahwa organisasi adalah sebuah proses dimana berkumpulnya satu atau lebih orang untuk mencapai sebuah tujuan yang ingin dicapai. Proses inilah yang menghasilkan keluaran, dan dari keluaran itu yang melaksanakan adalah manusia yang memiliki kualitas yang baik.
Sedangkan organisasi menurut Schein adalah “suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab”.7 Schein juga mengatakan bahwa organisasi mempunyai karakteristik tertentu yaitu mempunyai stuktur, tujuan, saling berhubungan satu bagian dengan bagian lain dan
6
Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989), h. 66
7
(17)
tergantung pada komunikasi manusia untuk mengkoordinasikan aktivitas dalam organisasi tersebut.
Dengan demikian, organisasi adalah bentuk formal dari sekelompok manusia dengan tujuan individualnya masing-masing (gaji, kepuasan kerja, dll) yang bekerjasama dalam suatu proses tertentu untuk mencapai tujuan bersama (tujuan organisasi). Agar tujuan organisasi dan tujuan individu dapat tercapai secara selaras dan harmonis maka diperlukan kerjasama dan usaha yang sungguh-sungguh dari kedua belah pihak (pengurus organisasi dan anggota organisasi) untuk bersama-sama berusaha saling memenuhi kewajiban masing-masing secara bertanggung jawab, sehingga pada saat masing-masing mendapatkan haknya dapat memenuhi rasa keadilan baik bagi anggota organisasi/pegawai maupun bagi pengurus organisasi/pejabat yang berwenang.
Definisi lain tentang organisasi seperti yang diungkapkan oleh Tata Sutabri yang mengatakan bahwa “kata organisasi mempunyai dua pengertian umum”.8 Pengertian yang pertama menandakan suatu lembaga atau kelompok fungsional, seperti organisasi perusahaan, rumah sakit, perwakilan pemerintah atau suatu perkumpulan olah raga. Pengertian kedua berkenaan dengan proses pengorganisasian sebagai suatu cara dalam kegiatan organisasi dialokasikan dan ditugaskan di antara para anggotanya agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan efisien.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa organisasi adalah sistem hubungan terstruktur yang mengkoordinasikan usaha suatu kelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi juga merupakan suatu bentuk sistem terbuka dari aktivitas yang dikoordinasi oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama.
Adapun menurut Veitzal Rivai organisasi adalah wadah yang memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak
8
(18)
dapat dicapai oleh individu secara sendiri-sendiri.9 Dan Menurut Arni organisasi adalah suatu sistem terbuka yang dinamis yang menciptakan dan saling menukar pesan diantara anggotanya”.10 Karena gejala menciptakan dan menukar informasi ini berjalan terus menerus dan tidak ada henti-hentinya maka dikatakan sebagai suatu proses. Dari uraian definisi di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah pekerjaan menggabungkan bagian-bagian yang terpisah sehingga masing-msing mempunyai fungsi, tindakan, kantor atau hubungan tertentu.
2. Bentuk-bentuk Organisasi
Bentuk organisasi secara garis besar, terdiri atas dua tipe yaitu tipe organik atau tipe perilaku dan tipe mekenistik atau tipe klasik”.11
Tipe yang disebutkan pertama menitikberatkan pada koordinasi semua tugas dan menekankan pada loyalitas setiap tenaga pelaksana. Tipe ini memiliki ciri keterbukaan, berorientasi pada pemecahan masalah, cepat menyesuaikan diri terhadap keadaan, bercorak kemasyarakatan, luwes dan adanya hubungan informal. Sedangkan tipe organisasi mekanistik mempunyai ciri tertutup, terprogram, rutin dalam tugas, statis, bersifat teknis, kaku dan ketatnya hubungan secara formal. Perlu ditambahkan bahwa tipe kedua tersebut memiliki perbedaan dalam mekanisme tugas dan tanggung jawab setiap orang yang terlibat dalam organisasi.
Selain adanya tipe organik atau tipe perilaku, pakar psikologi dan sosiologi menyoroti secara khusus kebaikan dan kelemahan tipe mekanistik atau klasik. Menurut pandangan psikologis, tipe mekanistik dapat menumbuhkan prestasi para pelaksana. Namun tipe ini cenderung kurang mengembangkan kedewasaan mereka. Pandangan sosiologis menyatakan bahwa tipe ini dipengaruhi oleh sistem kemasyarakatan,
9
Veitzal Rivai, “Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 188
10
Arni, Komunikasi Organisasi…, h. 68 11
Sudjana S., Manajemen Program untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Bandung: Falah Production, 2004), Cet. Ke-3, h. 129
(19)
kelembagaan, dan pemerintahan yang sentralistis. Pengaruh tersebut sering digunakan untuk menjaga stabilitas, kesatuan dan kelangsungan tugas-tugas yang telah ditetapkan. Sedangkan dalam situasi yang kurang menentu atau dalam keadaan yang cepat berubah, tipe organic atau perilaku lebih tepat untuk digunakan.
Sejalan dengan pandangan filsafat menejemen, kedua tipe tersebut perlu diterapkan dalam organisasi karena keduanya saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Organisasi yang pada umumnya merupakan pengembangan tipe klasik, meliputi empat bentuk. Pada setiap bentuk tersebut terdapat tiga jenis hubungan yaitu “tanggung jawab, wewenang dan pekerjaan dari tiga unsur yang terlibat dalam organisasi”.12
Menurut Flippo, bentuk-bentuk organisasi itu terdiri atas organisasi lini, lini dan staf, fungsional, dan proyek.”13 Bentuk ke empat yaitu proyek oleh Siagian disebut juga “bentuk organisasi kepanitiaan”.14
Keempat bentuk organisasi itu akan diuraikan dibawah ini: a. Bentuk Organisasi lini
Bentuk organisasi lini timbul apabila hubungan antara tanggung jawab, wewenang dan pekerjaan para pelaksana dilakukan dalam hubungan satu arah. Melalui hubungan satu arah tersebut tugas-tugas organisasi dijadikan acuan untuk menentukan kedudukan, jabatan, bagian, dan unsur lainnya dalam organisasi.
Organisasi lini biasanya terdapat organisasi yang relatif sederhana, jumlah tenaga terbatas, hubungan pimpinan dan yang dipimpin bersifat langsung, tidak banyak membutuhkan spesialisasi, setiap orang telah saling mengenal, tujuan yang akan dicapai sederhana, fasilitas masih terbatas, hasil yang dicapai tidak beragam.
12
Sudjana S., Manajemen Program untuk Pendidikan Nonformal…, h. 130 13
Sudjana S., Manajemen Pendidikan Luar Sekolah, (Bandung: Nusantara Press-Yayasan Islam Nusantara, 1992), Cet. Ke-2, h. 99
14
(20)
Kelebihan organisasi lini adalah dalam pembinaan disiplin kerja loyalitas, kekompakan, proses pengambilan keputusan, dan efektivitas kegiatan. Jumlah tenaga dalam organisasi ini terbatas sehingga disiplin kerja dan loyalitas terhadap pimpinan dapat terbina dengan efektif. Kekompakan staf relative mudah diwujudkan, pengambilan keputusan oleh pimpinan relatif cepat.
Kelemahan organisasi lini adalah keterbatasan pelaksana untuk mengembangkan diri, ketergantungan pada pihak lain, rendahnya pemilikan bersama dan tujuan tidak bervariasi.
b. Bentuk Organisasi Lini dan Staf.
Bentuk organisasi lini dan staf diterapkan dalam kegiatan organisasi besar dan kompleks. Keberagaman ditandai dengan adanya perbedaan fungsi pimpinan dan staf baik ke bawah maupun ke samping. Dalam bentuk ini fungsi staf terpisah dari fungsi pimpinan.
Pihak yang terlibat dalam organisasi dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok lini dan kelompok staf.15 Kelompok lini mempunyai kewajiban menunjang kelancaran pelaksanaan tugas pokok organisasi seperti memberi nasihat, bantuan jasa dan masukan lainnya kepada unit pelaksana tugas pokok. Ciri utama dalam organisasi lini dan staf adalah adanya tugas pokok organisasi yang dibantu oleh tugas penunjang.
Organisasi lini dan staf memiliki kelebihan yaitu adanya kejelasan pembagian tugas antara lini dan staf sehingga dapat dihindari kemungkinan tugas yang tumpang tindih, setiap orang dapat mengembangkan bakat dan minatnya ke arah spesialisasi dengan mamanfaatkan fasilitas dari tenaga ahli yang membantu tugas staf, dengan menempatkan orang berdasarkan bakat, minat dan pengalaman maka disiplin kerja dan moral mereka pada umumnya tinggi.
Kelemahan organisasi lini dan staf adalah kadang-kadang timbul keraguan dan kekaburan pandangan para pelaksana tugas pokok
15
(21)
terhadap perintah dan nasihat. Keraguan dan kekaburan tersebut timbul karena mereka dihadapkan pada dua hubungan yaitu hubungan dengan pemimpin dan hubungan dengan pimpinan staf. Keadaan ini akan lebih parah lagi apabila perintah dari pimpinan lini tidak sejalan dengan nasihat dari pimpinan staf. Namun organisasi lini dan staf masih dianggap organisasi yang terbaik berhubungan dengan keluwesan untuk menyesuaikan diri terhadap kebutuhan baru dan perkembangan situasi.
c. Bentuk Organisasi Fungsional
Bentuk organisasi fungsional dianggap penting apabila orang-orang atau kelompok staf, sesuai dengan fungsi dan keahliannya, diberi kekuasaan atau kewenangan untuk mengatur dan memerintah unit-unit pelaksana tugas pokok organisasi.
Dalam bentuk organisasi fungsional, tenaga spesialis diberi kekuasaan untuk menyampaikan perintah sesuai dengan bidangnya kepada unit pelaksana tugas pokok. Hubungan hirarki atasan langsung makin berkurang dan tanggung jawab tumbuh diberbagai pihak.
Organisasi fungsional memiliki keunggulan bahwa pola koordinasi pada organisasi fungsional terhadap seseorang atau kelompok yang melakukan tugas, disiplin kerja dan moralitas tinggi, serta solidaritas, meningkat di antara orang-orang yang terlibat dalam organisasi, dan penggunaan spesialisasi dilakukan sebaik mungkin.
Kelemahan organisasi fungsional adalah bahwa bentuk ini telah terbiasa dilakukan, dan kecenderungan seseorang untuk lebih mengutamakan fungsinya sendiri tanpa memandang sama pentingnya dengan kehadiran dan keterkaitan dengan fungsi-fungsi lainnya.
d. Bentuk Organisasi Proyek
Bentuk organisasi proyek dimunculkan dengan maksud agar ketiga bentuk organisasi di atas, yaitu organisasi lini, organisasi lini dan staf, dan organisasi fungsional dapat menyeseuaikan diri dengan kondisi dan situasi pekerjaan. Dengan menyesuaikan diri ini maka
(22)
efisiensi dari efektivitas kerjanya dapat ditingkatkan dengan memperhatikan hubungan kemanusiaan. Bentuk organisasi proyek pada dasarnya dikembangkan dari kegiatan-kegiatan organisasi.
Organisasi proyek biasanya mempunyai ciri-ciri: adanya tujuan khusus yang harus dicapai, kebutuhan terhadap pentingnya organisasi khusus untuk mencapai tujuan khusus, saling ketergantungan antara satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya dalam pekerjaan yang kompleks, perilaku kritis terhadap kemungkinan keberhasilan atau kegagalan dalam upaya mencapai tujuan.
Keunggulan organisasi proyek adalah memiliki tujuan yang spesifik, terbatas dan jelas, waktunya pun terbatas sehingga kegiatan dapat dilakukan secara efisien dan efektif, produktivitas, disiplin dan moral kerja tinggi, dan hubungan langsung terjadi di antara para tenaga pelaksana karena jumlah mereka terbatas dan berasal dari organisasi induk yang sama.
Kelemahan organisasi proyek pada umumnya menyangkut aspek psikologis para pelaksana. Rasa tidak senang biasanya timbul pada diri anggota yang tidak diikutsertakan dalam proyek padahal keahlian dan kedudukan mereka sama dengan yang dimiliki anggota yang dilibatkan dalam proyek. Tidaklah mudah mengkordinasikan tenaga-tenaga yang memiliki latar belakang yang berbeda, lebih-lebih mereka terbiasa bekerja dengan suasana kerja yang berlainan dengan organisasi proyek.
3. Struktur Organisasi
Struktur suatu organisasi menggambarkan bagaimana organisasi itu mengatur dirinya sendiri, bagaimana mengatur hubungan antar orang dan antar kelompok. Struktur adalah “pola interaksi yang ditetapkan dalam suatu organisasi dan yang mengkoordinasikan teknologi dan manusia
(23)
dalam organisasi”.16
Struktur suatu organisasi ada kaitannya dengan tujuan, sebab struktur organisasi itu adalah cara organisasi itu mengatur dirinya untuk bisa mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Struktur organisasi adalah unit untuk setiap organisasi.
Setidaknya ada dua jenis struktur organisasi yaitu “struktur organisasi formal dan non formal”.17 Selanjutnya dapat dikatakan bahwa struktur suatu organisasi menspesifikasi aktifitas-aktifitas kerja. Ditunjukkan pula olehnya bagaimana berbagai fungsi atau aktifitas-aktifitas yang berbeda berkaitan satu sama lain. Hingga tingkat tertentu, ia juga menunjukkan tingkat spesialisasi aktifitas-aktifitas pekerjaan. Juga ditunjukkan olehnya, hierarki organisasi yang bersangkutan, struktur otoritas, dan hubungan-hubungan atasan- bawahan (miles, 1980:7 dalam Winardi).
Secara ringkas, dalam setiap pekerjaan akan muncul pembagian kerja. Setiap pembagian kerja akan muncul koordinasi kerja dan setiap koordinasi kerja akan timbul pembagian kekuasaan. Dengan demikian, secara filosofis struktur orgaisasi tidak lain adalah 'cetak biru' atau 'kerangka bangunan' formal tentang pembagian kerja (division of work) dan pembagian kekuasaan (division of authority) serta koordinasi kerja yang memungkinkan terjadinya aliran informasi dan komunikasi yang efisien dan proses pengambilan keputusan yang cepat. Struktur organisasi menggambarkan pula pola hubungan antar pihak internal (eksekutif, manajer dan pekerja) dan pola hubungan antara pihak internal dengan pihak eksternal (para konstituen organisasi. Di dalam pola hubungan antar pihak internal selalu disertai dengan munculnya hirarki organisasi. Oleh karena itu hirarki organisasi seperti halnya pembagian kerja, merupakan bagian dari struktur organisasi yang tidak bisa dihindarkan. Yang barangkali harus disadari adalah hierarki harus dibedakan dengan birokrasi
16
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 408 17
Setiawan Hari Purnomo dan Zulkieflimansyah, ”Manajemen Strategi, Sebuah Konsep Pengantar”, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 1996), h. 106
(24)
karena keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Tidak selamanya yang hierarkis selalu birokratis.
Struktur organisasi biasanya direflesikan ke dalam peta organisasi (organization chart) yang secara visual digambarkan dalam bentuk kotak dan garis. Richard Daft (1992, p.179 dalam http://organisasi.org/) misalnya mengatakan bahwa organization chart merupakan representasi yang kasat mata yang menggambarkan semua kegiatan dan proses aktivitas yang terjadi didalam sebuah organisasi. Secara taksonomis peta organisasi tersebut menggambarkan 3 hal pokok: (1) tingkat spesialisasi atau kompleksitas organisasi, (2) tingkat formalisasi organisasi dan (3) tingkat sentralisasi/desentralisasi organisasi. Spesialisasi atau kompleksitas organisasi dibedakan lebih lanjut menjadi tiga bagian yakni: horizontal differentiation, vertical differentiation dan spatial differentiation. Horizontal differentiation menjelaskan seberapa banyak pekerjaan harus dilakukan oleh karyawan, tingkat kebutuhan akan profesi dan spesialisasi karyawan, kebutuhan akan training dan pendidikan karyawan dalam kaitannya dengan tugas dan pekerjaan yang harus dilaksanakannya dan tingkat departementalisasi organisasi. Semakin banyak pekerjaan, profesi dan spesialisasi, semakin banyak kebutuhan akan training khusus dan semakin banyak departementalisasi maka akan semakin kompleks organisasi tersebut.
Vertical differentiation berkaitan dengan banyaknya level/ tingkatan didalam organisasi. Semakin sedikit level organisasi maka semakin lebar rentang kendali yang harus dijalankan seorang manajer. Sebaliknya semakin banyak level organisasi semakin sempit rentang kendalinya. Sedangkan spatial differentiation berkaitan dengan lokasi organisasi. Semakin jauh jarak antar unit organisasi, departemen dan orang-orang yang bekerja didalamnya, organisasi tersebut menjadi semakin kompleks.
Formalisasi organisasi berkaitan dengan tingkat standarisasi pekerjaan yakni sejauh mana aktivitas organisasi dikerjakan berdasarkan
(25)
regulasi, aturan dan prosedur kerja. Demikian juga formalisasi menjelaskan sejauh mana rutinitas sebuah pekerjaan. Walhasil, ide dasar formalisasi organisasi adalah sejauhmana sebuah pekerjaan bisa dikelola dan dikendalikan. Sentralisasi/desentralisasi menjelaskan kepada kita pada level mana keputusan organisasi akan diambil, siapa yang memiliki otorisasi pengambilan keputusan, siapa yang memiliki kekuasaan dan pada posisi mana keputusan akan dibuat
Struktur organisasi menggambarkan pola hubungan antar pihak internal (eksekutif, manajer dan pekerja) dan pola hubungan antara pihak internal dengan pihak eksternal (para konstituen organisasi). Di dalam pola hubungan antar pihak internal selalu disertai dengan munculnya hirarki organisasi. Dalam struktur organsisasi terdapat tiga hal pokok yaitu: kompleksitas organisasi, formalisasi organisasi dan sentralisasi
Struktur organisasi adalah susunan komponen-komponen (unit-unit kerja) dalam organisasi. Struktur organisasi menunjukkan adanya pembagian kerja dan menunjukkan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda tersebut diintegrasikan (koordinasi). Selain daripada itu struktur organisasi juga menunjukkan spesialisasi-spesialisasi pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian laporan.
Struktur organisasi pada umumnya digambarkan dalam suatu bagan yang disebut bagan organisasi. Bagan organisasi adalah suatu gambar struktur organisasi yang formal, dimana dalam gambar tersebut ada garis-garis (instruksi dan koordinasi) yang menunjukkan kewenangan dan hubungan komunikasi formal yang tersusun secara hierarkis.
Dalam rangka analisis, struktur organisasi perlu dibagi dalam unsur-unsurnya, yaitu:
1) Spesialisasi kegiatan-kegiatan
Spesialisasi kegiatan ini berkaitan dengan spesaialisasi, baik tugas individu maupun tugas kelompok dalam organisasi (pembagian kerja) dan mengelompokkan tugas-tugas tersebut ke dalam unit kerja (departementasi)
(26)
2) Standarisasi kegiatan-kegiatan.
Standarisasi kegiatan-kegiatan ini berkaitan dengan standarisasi tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja yang digunakan dalam organisasi. Banyak sistem dan prosedur kerja, termasuk didalamnya struktur organisasi dan bagan organisasi yang dikembangkan melalui peraturan-peraturan tentang kegiatan-kegiatan dan hubungan-hubungan kerja yang ada dalam organisasi.
3) Koordinasi kegiatan-kegiatan.
Koordinasi kegiatan ini berkaitan dengan pengintegrasian dan penyelarasan fungsi-fungsi dan unit-unit dalam organisasi yang berkaitan serta saling ketergantungan.
4) Sentralisasi dan desentralisasi.
Sentralisasi dan desentralisasi ini berkaitan dengan letak pengambilan keputusan.
Dalam struktur organisasi yang disentralisasikan, pengambilan keputusan dilakukan oleh para pimpinan puncak saja. Dalam desentralisasi, kekuasaan pengambilan keputusan didelegasikan kepada individu-individu pada tingkat-tingkat manajemen menengah dan menengah bawah.
B.
KONFLIK
1. Pengertian dan Klasifikasi Konflik
Pada dasarnya konflik merupakan proses batin yang diliputi kegelisahan karena adanya pertentangan. Konflik juga dapat dikatakan sebagai interaksi pertentangan antara dua pihak atau lebih anggota/kelompok yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya yang terbatas disebabkan adanya perbedaan
(27)
dalam status, tujuan, nilai dan persepsi. Konflik dapat diartikan dengan “perbedaan, pertentangan dan perselisihan”.18
Di dalam organisasi, konflik muncul dalam bentuk yang beraneka ragam, dari mulai perbedaan penafsiran akan berbagai fakta yang ada, ketidak sesuaian dengan sasaran yang ingin dicapai, perbedaan karena harapan yang telah ditetapkan. Selain itu, tingkatan konflik juga beraneka ragam, mulai dari tindakan yang tidak menyenangkan dan kekerasan yang menimbulkan gejolak, hingga tidak adanya persetujuan dalam bentuk yang tidak mengandung keributan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hal-hal yang dapat menimbulkan konflik adalah ketika terdapat kesenjangan antara harapan dan kenyataan hingga pada tindakan-tindakan yang tidak menyenangkan baik berupa tindakan kekerasan fisik maupun pada kekerasan psikologis.
Untuk mengetahui seluk beluk konflik lebih dalam, kita dapat mengetahuinya dengan memahami pandangan-pandangan konflik dari sudut organisasi. Setidaknya ada tiga pandangan tentang konflik dalam organisasi yaitu:
a. Pandangan Tradisional
Pandangan ini mengatakan bahwa “konflik itu pada dasarnya jelek dan tidak perlu terjadi, bahkan harus dihindarkan dan paling tidak perlu dibatasi”.19 Dalam pandangan ini konflik terjadi akibat adanya ketidak lancaran komunikasi dan tidak adanya kepercayaan, serta ketidakterbukaan dari berbagai pihak yang saling berhubungan.
b. Pandangan Perilaku
Pandangan ini mengatakan bahwa konflik merupakan kejadian yang dapat terjadi berulang kali dalam organisasi. Anggota-anggota dalam organisasi adalah manusia-manusia biasa yang memiliki keperluan dan kepentingan. Karena itu pandangan ini menyarankan
18
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 323 19
(28)
agar konflik diterima, karena tidak dapat dihilangkan, bahkan dapat bermanfaat bagi kelompok yang bersangkutan.
c. Pandangan Interaktif
Pandangan ini merupakan pandangan yang paling mutakhir. Karena pandangan ini mengatakan bahwa konflik bukan hanya memberikan keuntungan bagi kelompok, melainkan juga merupakan suatu keharusan agar kelompok yang bersangkutan dapat bekerja secara efektif. Oleh karena itu pandangan ketiga ini bukan hanya menerima adanya konflik, melainkan pula mendorong diadakannya konflik meskipun dengan batasan-batasan tertentu yang cukup untuk membuat kelompok tersebut tetap dapat bekerja, kritis dan kreatif.
Berangkat dari beberapa pandangan di atas, dapat dipahami bahwa ada kalanya konflik merupakan bagian yang tidak diinginkan bagi sebuah organisasi karena konflik cenderung dinilai negatif dan disamakan dengan kekerasan, perusakan dan tidak rasional. Namun, ada pandangan yang mengatakan bahwa konflik memang sangat diperlukan dalam sebuah organisasi karena konflik bukan hanya memberikan keuntungan bagi kelompok, melainkan juga merupakan suatu keharusan agar kelompok yang bersangkutan dapat bekerja secara efektif. Oleh karenanya, dalam pandangan ini menyatakan bahwa kelompok yang damai, harmonis, tenang dan kooperatif sangat mudah menjadi statis, apatis dan tidak bereaksi positif terhadap perlunya perubahan dan inovasi.
2. Proses Terjadinya Konflik dan Sumber-sumber Konflik
a. Proses Terjadinya Konflik
Konflik juga memiliki tahapan-tahapan tertentu yang mengantarkan pada terjadinya sebuah konflik. Tahap-tahap dalam proses terjadinya konflik tersebut adalah sebagai berikut:
1) Timbulnya Ketidakcocokan
Tahap pertama dalam konflik adalah terjadinya kondisi-kondisi yang mengakibatkan timbulnya konflik. Kondisi ini tidak
(29)
harus benar-benar menimbulkan konflik, akan tetapi sebuah prasarat agar sebuah konflik timbul. Kondisi-kondisi yang dapat menimbulkan konflik tersebut dikelompokan ke dalam tiga hal sebagai berikut:
a) Komunikasi, lemahnya komunikasi dan adanya hambatan-hambatan dalam komunikasi
b) Struktur, konflik ini diakibatkan oleh struktur organisasi dan relatif terpisah dari individu yang menduduki peran di dalam struktur tersebut.
c) Individu yang bersangkutan, yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan sistem nilai-nilai yang bersangkutan dengan individu yang terlibat di dalam konflik. Jenis-jenis kepribadian tertentu seperti otoriter atau dogmatis atau yang menampakan harga diri yang rendah (low self-sistem) bahkan sangat potensial untuk mengarah pada konflik.
Tahapan ketidakcocokan ini memberikan peluang terbesar pada terjadinya sebuah konflik. Komunikasi yang tidak efektif, peran dan kewenangan individu di dalam struktur organisasi hingga masalah perbedaan karakter mewarnai proses tahapan ini. 2) Tahap Kognisi dan Personalisasi
Jika pada butir pertama kondisi-kondisi tersebut secara negatif mempengaruhi suatu hal yang menjadi perhatian salah-satu pihak, maka potensi untuk terjadinya oposisi atau ketidakcocokan menjadi tampak pada tahap kedua.
3) Tahap Niatan
Tahap ini menunjukan keputusan-keputusan yang akan diambil oleh pihak-pihak yang bertikai, pada tahap ini konflik mulai dirasakan. Berbagai cara yang dapat dan akan dilakukan dalam niatan ini adalah kompetensi, bekerjasama, menghindar, mengalah ataupun melakukan kompromi.
(30)
Pada tahap inilah yang sering dianggap adanya konflik karena pada tahap ini konflik milai ditampakan, karena perilaku pihak-pihak yang bertikai mulai dapat dilihat oleh orang yang tidak terlibat secara langsung. Dan dalam tahap ini pula niatan-niatan yang tertera dalam butir tiga mulai ditunjukan.
5) Tahap akibat konflik
Pada tahap ini konflik diakhiri dengan baik melalui cara resolusi dengan paksaan. Hasilnya bisa jadi baik (fungsional) atau tidak baik (disfungsional), yaitu akan mengarah pada peningkatan efektifitas organisasi yang bersangkutan atau menimbulkan konflik baru yang mungkin lebih berbahaya dari konflik sebelumnya.
Berangkat dari uraian di atas mengenai tahap-tahap dari proses terjadinya konflik dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa umumnya konflik juga memiliki sebuah proses hingga konflik tersebut memang benar-benar terjadi.
b. Sumber-sumber Konflik
Sumber-sumber konflik dapat dibagi menjadi 5 bagian, yaitu: 1) Biososial
2) Kepribadian dan interaksi 3) Struktural
4) Budaya dan ideologi 5) Konvergensi20
Para pakar manajemen menempatkan frustasi-agresi sebagai sumber konflik. Berdasarkan pendekatan ini frustasi sering menghasilkan agresi yang mengarah pada terjadinya konflik. Frustasi juga dihasilkan dari kecenderungan ekspektasi pencapaian yang lebih cepat dari apa yang seharusnya.
20
(31)
Kepribadian yang dimaksud termasuk di dalamnya kepribadian yang abrasif (suka menghasut), gangguan psikologi, kemiskinan, keterampilan interpersonal, kejengkelan, persaingan (rivalitas), perbedaan gaya interaksi, ketidaksederajatan hubungan.
Banyak konflik yang melekat pada struktur organisasi. Kekuasaan, status dan kelas merupakan hal-hal yang berpotensi menjadi konflik seperti tentang HAM, gender dan sebagainya.
c. Akibat-akibat Terjadinya Konflik
Akibat yang ditimbulkan oleh konflik adalah ada dua hal yang pokok yaitu akibat yang bersifat positif atau menguntungkan, dan yang bersifat negatif atu merugikan.
1) Akibat-akibat yang bersifat positif dari adanya konflik adalah:
Apabila konflik dikelola dengan baik maka akan memperoleh keuntungan seperti menimbulkan kemampuan mengoreksi diri sendiri, dengan adanya konflik maka hal ini akan dirasakan oleh pihak lain.
Di dalam bukunya Rivai menyebutkan ada enam cara pandang terhadap konflik, yaitu sebagai berikut:
a) Permasalahan yang ada menjadi terbuka dan jelas. b) Memperbaiki kualitas pemecahan masalah.
c) Meningkatkan keterlibatan para anggota.
d) Memberikan kesempatan berkomunikasi secara spontan.
e) Menciptakan pertumbuhan dan penguatan hubungan. f) Meningkatkan produktivitas.21
Apa yang diungkapkan oleh Rivai mengenai implikasi positif dari terjadinya sebuah konflik mengisyaratkan bahwa tidak sepenuhnya konflik memiliki nilai yang negatif bagi sebuah organisasi. Konflik juga dapat memberikan stimulus kepada individu dalam organisasi untuk lebih kreatif dan inovatif serta
21
(32)
terus mengembangkan diri demi terciptanya kematangan individu dalam bekerja hingga proses pengambilan keputusan.
2) Akibat-akibat yang bersifat negatif dari adanya konflik
adalah:
Meskipun konflik banyak memberikan keuntungan, akan tetapi konflik yang diawali dengan ketidak puasan yang dapat menimbulkan segi negatif seperti persaingan yang tidak terkendali dapat menghancurkan kelompok atau menimbulkan kekacauan dan kebingungan, dapat merubah pimpinan kelompok dari partisipatif ke otoriter.
Soleh Soemirat dalam bukunya menjelaskan akibat konflik yang bersifat negatif antara lain:
a) Penghamburan tenaga. b) Menurunkan semangat kerja.
c) Memilah-milahkan kelompok dan anggota. d) Mempertajam perbedaan.
e) Mengurangi prodiktivitas
f) Menimbulkan kecurigaan dan ketidakpercayaan.22 Mengenai dampak yang dihasilkan oleh sebuah konflik seperti yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa konflik dapat menghambat terciptanya kerja sama yang baik antara individu yang satu dengan yang lain, hingga pada penciptaan tindakan-tindakan yang merugikan orang lain dalam sebuah organisasi.
3. Konflik di dalam kelompok
Di dalam kehidupan berorganisasi, konflik tidak hanya timbul antar kelompok, melainkan pula di dalam kelompok yang sama. Tidak jarang kita jumpai didalam kelompok yang sama terdapat polarisasi berupa
22
(33)
konstelasi sikap berbentuk “kita versus mereka”, yaitu mengambarkan kelompok lain versus anggota kelompok lainnya.
Konflik terjadi antara dua atau lebih anggota kelompok merupakan suatu hal yang paling umum terjadi dalam organisasi. Konflik dalam suatu kelompok selanjutnya dapat diperinci lagi menjadi: konflik peranan, konflik dalam pemecahan persoalan dan konflik interaksi.
Konflik peranan (role conflict) terjadi bila seseorang melakukan berbagai macam peranan dan dapat pula terjadi karena adanya tekanan yang datang dari luar diri seseorang, misalnya dari orang yang ada kaitannya hierarki atau bahkan dari orang luar sama sekali. Konflik peranan juga bisa terjadi akibat functional conflict (konflik fungsional), hierarchical conflict (konflik hierarkis) dan similiarity of functions conflict.
Terjadinya konflik fungsional terutama akibat adanya berbagai macam sub-sistem dalam organisasi. Sebagaimana diketahui bahwa setiap sub-sistem memiliki fungsi tertentu dalam suatu organisasi cenderung melahirkan norma kelompok (norma hubungan social, norma kerja, dan norma kekuasaan) dan membentuk sistem nilai tertentu. Baik norma kelompok maupun sistem nilai ditandai pula dengan dinamika perkembangan tertentu. Kita ketahui bahwa para anggota kelompok selalu merasa mempertahankan norma dan nilai kelompoknya. Dalam memelihara norma dan nilai itu mereka selalu berusaha mendapatkan pegawai yang dianggap mau menyesuaikan diri dengan norma dan nilai kelompok. Untuk itu kelompok cenderung lebih banyak melihat organisasi dari pandangan ke dalam saja. Hal ini selanjutnya akan menimbulkan kecenderungan untuk selalu mempertahankan ‘status quo’. Lemahnya proses sosialisasi yang diberikan kepada pegawai baru sesungguhnya merupakan salah satu akibat pandangan ini.
Konflik dalam pemecahan persoalan juga sangat umum timbul dalam suatu kelompok atau organisasi kerja. Konflik ini terjadi apabila beberapa orang mempunyai pandangan berbeda tentang bagaimana cara
(34)
memecahkan suatu persoalan. Sangatlah umum apabila para anggota kelompok mempunyai perbedaan pendapat tentang rumusan suatu persoalan, atau mempunyai tingkat pengetahuan yang berbeda tentang informasi yang relevan dengan persoalan yang bersangkutan. Juga mungkin terdapat perbedaan mengenai faktanya tentang tujuan yang harus dicapai oleh suatu kelompok, mengenai metode pancapaiannya ataupun tentang sistem nilai para anggota yang akan dijadikan landasan bagi pemecahan suatu persoalan.
Konflik fungsional juga sering muncul akibat ‘task or goal incompatibility’ atau karena adanya ketidakcocokan tugas atau tujuan yang harus dicapai. Schmidt dan Kochan mengemukakan bahwa “persepsi mengenai adanya ketidakcocokan tugas atau tujuan yang harus dicapai merupakan pendahulu bagi terciptanya konflik”.23
4. Cara Mengatasi Terjadinya Konflik
Wheten dan Kameron mengatakan bahwa mengatasi konflik merupakan salah satu dari sembilah keahlian yang harus dimiliki manajer. Hal ini sangat beralasan karena konflik merupakan hal yang bisa terjadi dalam suatu organisasi. Apabila manajer menghadapinya bukan menciptakannya maka cara-cara berikut ini dapat dilakukan.
a. Dengan melakukan kompromi atau negosiasi
Melalui cara ini manajer mencoba menyelesaikan konflik melalui pencarian jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Menurut Viethzal Rivai negoisasi adalah “tindakan yang menyangkut pandangan bahwa penyelesaian konflik dapat dilakukan oleh orang-orang yang berkonflik secara bersama-sama tanpa melibatkan pihak ketiga”.24
Bentuk-bentuk kompromi meliputi pemisahan (separation), dimana pihak-pihak yang bertentangan dipisahkan sampai mereka
23
Adam Ibrahim Indrawijaya, “Perilaku Organisasi”, (Bandung: Sinar Baru Offset Bandung, 1996), Cet. Ke- 3, h. 174
24
(35)
mencapai persetujuan. Arbitrasi (perwasitan), dimana pihak ketiga (biasanya manajer) diminta memberi pendapat. Kembali peraturan-peraturan yang berlaku, jika terjadi kemacetan maka dikembalikan pada ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku menyetujui bahwa peraturan-peraturan yang memutuskan penyelesaian konflik. Penyuapan (bribing), salah satu pihak menerima kompensasi dalam pertukaran untuk tercapainya penyelesaian konflik. Dari sekian banyak metode yang ditawarkan diatas (pemisahan, arbitrasi, kembali keperaturan yang berlaku, penyuapan) tidak satupun metode-metode tersebut dapat memuaskan sepenuhnya pihak-pihak yang bertentangan maupun menghasilkan penyelesaian yang kreatif.
Agar cara ini berhasil, beberapa teknik yang dapat dilakukan antara lain adalah sebagai berikut :
1) Satu pihak menyatakan akan menarik diri dari negosiasi tersebut apabila usulannya tidak dikabulkan.
2) Dengan menyatakan bahwa titik impasnya masih jauh dibawah yang diusulkan. Teknik ini disebut dengan istilah teknik bohong besar (big lie technique).
3) Mengutamakan positif frame, yaitu memfokuskan pada keuntungan potensial yang dapat dicapai dari perundingan tersebut dan hasil-hasil yang dapat dicapainya.
Berangkat dari apa yang dikemukakan di atas, dapat penulis ambil kesimpulan bahwa negoisasi merupakan bagian dari cara pemecahan sebuah konflik dengan menghadirkan kedua pihak yang berseteru untuk mencapai sebuah kesepakatan dan kesepahaman bersama. Dalam hal ini, seorang manajer dituntut untuk menggunakan kemampuannya melakukan keterampilannya dalam menyelesaikan sebuah konflik di dalam organisasi. Manajer dapat memposisikan dirinya sebagai seorang mediator terhadap kedua pihak yang berseteru dan manajer juga semestinya bersikap objektif dalam menyelesaikan konflik yang ada. Namun, tidak kesemuanya dari konflik yang dapat
(36)
teratasi dengan menggunakan cara ini. Akan tetapi, cara ini dapat berhasil jika komunikasi yang efektif benar-benar tercipta dalam proses tersebut.
b. Dengan melakukan konfrontasi diantara pihak-pihak yang
terlibat atau pemecahan masalah integratif.
Dengan metode ini, konflik antar kelompok diubah menjadi situasi pemecahan masalah bersama yang dapat diselesaikan melalui teknik-teknik pemecahan masalah secara bersama, pihak-pihak yang bertentangan mencoba memecahkan masalah yang timbul diantara mereka. Di samping penekanan konflik atau pencarian kompromi, pihak-pihak secara terbuka mencoba menemukan penyelesaian yang dapat diterima semua pihak. Dalam hal ini manajer perlu mendorong bawahannya bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama, melakukan pertukaran landasan secara bebas, dan menekankan usaha-usaha pencarian penyelesaian yang optimal, agar tercapainya penyelesaian yang integratif.
Pengendalian konflik memiliki karakteristik sendiri-sendiri, sehingga pemimpin diharapkan dapat menggunakan cara dan gaya yang digunakan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi serta isu-isu yang ada di balik konflik tersebut.
Pendekatan berikut ini dapat digunakan sebagai kontribusi peran kepemimpinan dalam mengendalikan/menyelesaikan konflik:
1) sanggup menyampaikan pokok masalah penyebab timbulnya konflik
2) mau mengakui adanya kesalahan
3) bersedia melatih diri untuk mendengarkan dan mempelajari perbedaan
4) sanggup mengajukan usul dan nasihat 5) meminimalisasi ketidakcocokan25
25
(37)
Konflik tidak dapat terselesaikan jika permasalahan pokoknya terisolasi. Konflik sangat tergantung pada konteks dan setiap pihak terkait seharusnya memahami konteks tersebut. Permasalahan menjadi jelas jika tidak berdasarkan asumsi melainkan jika disampaikan dalam pernyataan pasti.
Pendekatan dengan konfrontasi dalam menyelesaikan konflik biasanya justru mengarahkan orang untuk membentuk kubu. Untuk itu, bicarakan pokok permasalahan, bukan siapa yang menjadi penyebabnya.
Pada umumnya kemauan mendengarkan sesuatu dibarengi dengan keinginan untuk memberi tanggapan. Seharusnya kedua belah pihak dapat saling mendengarkan sehingga permasalahan yang dihadapi menjadi jelas.
Ajukan usul baru yang didasari tujuan kedua belah pihak dan dapat mengakomodasi keduanya. Tawarkan juga kesediaan untuk selalu dapat membantu perwujudan rencana-rencana tersebut.
Mencari jalan tengah di antara kedua belah pihak yang sering berbeda pendangan dan pendapat. Fokuslah pada persamaan dengan mempertimbangkan perbedaan yang sifatnya tidak mendasar.
c. Dengan menggunakan jasa pihak ketiga
Meskipun pihak-pihak yang bertikai berupaya menyelesaikan konflik yang timbul, kadang-kadang mereka menemui jalan yang buntu. Dalam kondisi yang seperti ini, bantuan pihak ketiga sering digunakan, baik sebagai penengah, wasit, mediator atau bahkan tingkatan manajemen yang lebih tinggi. Dua hal yang lebih sering digunakan adalah dengan mediator atau arbitrase. Mediator akan bertidak untuk mengarahkan agar kedua belah pihak secara sukarela melakukan persetujuan, dan ia tidak memiliki kekuasaan formal yang dapat dipaksakan kepada piahak-pihak yang bertikai karena peran utamanya adalah sebagai fasilitator. Sementara itu dalam arbitrase
(38)
wasitnya diberi wewenang untuk memaksakan atau setidak-tidaknya merekomendasikan hal-hal tertentu dalam perjanjian. “Pihak ketiga ini bisa dipilih oleh pihak-pihak yang berkonflik atau perwakilan dari luar”.26
Seorang mediator senantiasa harus dapat mengarahkan pada penyelesaian konflik yang disepakati bersama oleh kedua pihak yang bertentangan. Mediator juga dituntut untuk objektif dan netral, tidak pada posisi hakim yang memvonis siapa yang benar dan siapa yang salah. Hal yang lebih penting adalah seorang mediator harus memiliki keyakinan bahwa solusi yang dihasilkan dapat disepakati dan dilaksanakan oleh kedua pihak yang berseteru.
d. Menetapkan atau menciptakan tujuan bersama
Apabila konflik terjadi antara unit, departemen, divisi atau kelompok kerja, maka salah satu cara menurut hasil penelitian dianggap berhasil adalah dengan cara menetapkan atau menciptakan tujuan bersama, yaitu tujuan yang sama-sama ingin dicapai oleh pihak-pihak yang bertikai atau tujuan organisasi secara menyeluruh.
Dasar pemikirannya adalah dengan menekankan tujuan yang sama-sama hendak dicapai, maka hambatan-hambatan yang ada dimereka dapat diperlemah dan kemungkinan untuk kerja sama, bukannya konflik, lebih dapat dilaksanakan.
e. Dengan memfokuskan pada dua dimensi, yaitu kerja sama dan
dominasi
Cara mengatasi sebuah konflik dengan memfokuskan pada dua dimensi yang berupa kerja sama atau dominasi terhadap pihak lain menurut Anies S. M. Basalamah ada beberapa ancang-ancang yaitu: pemaksaan, menghindar, kompromi dan mengalah.
26
(39)
Pemaksaan (forcing) atau kompetisi (competing). Cara ini digunakan apabila salah satu pihak berusaha untuk memuaskan kepentingannya sendiri tanpa memperdulikan kepentingan pihak lain. Bagi yang menggunakannya maka akan terasa bebas tanpa terbebani, akan tetapi pihak lain mungkin akan terasa dikalahkan atau bahkan dipermalukan.
Kolaborasi (collaboration) atau pemecahan masalah (problem solving), dengan cara ini pihak-pihak yang bertikai menyelesaikan persoalan yang timbul secara bersama dan melakukan kerja sama dalam mencari cara-cara yang akan menguntungkan masing-masing pihak atau sama-sama menang (win-win solution).
Menghindar (avoiding), dengan cara ini salah satu pihak menyadari adanya konflik tetapi menarik diri atau menganggap tidak terjadi apa-apa, yang mungkin dilakukan agar tidak menimbulkan permusuhan. Melakukan (compromising), apabila pihak-pihak yang bertikai mengurangi tuntutan guna mencapai persetujuan bersama, maka mereka telah melakukan kompromi, dengan cara ini tidak ada pihak yang merasa menang atau kalah karena masing-masing pihak mengalah dengan mengurangi tuntutan masing-masing.
Mengalah (accommodating), cara ini kebalikan dari cara pertama, yaitu salah satu pihak berusaha memuaskan kepentingan pihak lainnya melebihi kepentingan sendiri, cara ini biasanya dilakukan agar hubungan tetap terpelihara sehingga salah satu berkorban untuk menyenangkan pihak lain.
f. Menggunakan ancang-ancang yang lebih kontekstual.
Dalam hal ini seperti meningkatkan sumber daya, menjelaskan mengenai peran yang harus diperankan oleh individu, merancang kembali pekerjaan yang ada (job redesign), menyusun kembali alur kerja dan alur komunikasi dan sebagainya.
(40)
g. Menggunakan ancang-ancang psko-sosial
Dalam hal ini seperti mengembangkan keahlian pengolahan untuk kelompok (interpersonal/group process skill), menggunakan gaya kepemimpinan yang partisipatif, dukungan manajemen terhadap proses-proses antar individu atau kelompok, dan sebagainya.
C.
KOMUNIKASI
1. Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi (bahasa inggris; communication) mempunyai banyak arti. Asal katanya (etimologi), istilah komunikasi berasal dari bahasa latin, yaitu communis, yang berarti sama (common). Dari kata communis berubah menjadi kata kerja communicare, yang berarti menyebarkan atau memberitahukan. Jadi menurut asal katanya, komunikasi berarti “menyebarkan atau memberitahukan informasi kepada pihak lain guna mendapatkan pengertian yang sama”.27
Apa yang dikemukakan di atas sama seperti yang dikatakan oleh Vietzal Rivai bahwa “Komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian informasi atau pengiriman kepada penerima informasi”.28 Dengan demikian penerima informasi harus memahami isi informasi yang diterimanya, sebaliknya apabila receiver tidak memahami informasi yang diberikan oleh sender, berarti tidak terjadi komunikasi efektif yang pada akhirnya dapat menimbulkan suatu konflik. Menurut Hovland, Janis dan Kelley “Komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain”.29
Jadi dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari seseorang
27
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h.153 28
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 350 29
(41)
komunikator kepada komunikan atau pengirim pesan dari satu pihak kepada pihak lain untuk mendapatkan saling pengertian.
Organisasi oleh Katz dan Kahn diartikan, “Sebagai suatu sistem terbuka yang menerima energi dari lingkungannya dan mengubah energi ini menjadi produk atau servis dari sistem dan mengeluarkan produk atau sistem ini kepada lingkungan”.30 Maksudnya bahwa organisasi adalah sebuah proses dimana berkumpulnya satu atau lebih orang untuk mencapai sebuah tujuan yang ingin dicapai. Proses inilah yang menghasilkan keluaran, dan dari keluaran itu yang melaksanakan adalah manusia yang memiliki kualitas yang baik.
Menurut Zelko dan Dance “Komunikasi organisasi adalah suatu sistem yang saling tergantung mencakup komunikasi internal dan eksternal”.31 Dengan kata lain komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain secara timbal balik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Suranto Aw, komunikasi dikatakan efektif apabila dalam suatu proses komunikasi itu, pesan yang disampaikan seorang komunikator dapat diterima dan dimengerti oleh komunikan, persis seperti yang dikehendaki oleh komunikator. Dengan demikian, dalam “komunikasi itu komunikator berhasil menyampaikan pesan yang dimaksudkannya, sedang komunikan berhasil menerima dan memahaminya”.32
Efektifnya sebuah komunikasi adalah jika pesan yang dikirim memberikan pengaruh terhadap komunikan, artinya bahwa informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik sehingga menimbulkan respon
30
Arni, Komunikasi Organisasi..., h. 66 31
Arni, Komunikasi Organisasi..., h. 66 32
Suranto Aw, Komunikasi Efektif untuk Mendukung Kinerja Perkantoran, www.uny.ac.id, 9 Febuari 2007, h. 2
(42)
atau umpan balik dari penerimanya. Seperti contohnya; adanya tindakan, hubungan yang makin baik dan pengaruh pada sikap.
Menurut Suranto AW, ada beberapa indikator komunikasi efektif, ialah:
a. Pemahaman
kemampuan memahami pesan secara cermat sebagaimana dimaksudkan oleh komunikator. Tujuan dari komunikasi adalah terjadinya pengertian bersama, dan untuk sampai pada tujuan itu, maka seorang komunikator maupun komunikan harus sama-sama saling mengerti fungsinya masing-masing. Komunikator mampu menyampaikan pesan sedangkan komunikan mampu menerima pesan yang disampaikan oleh komunikator.
b. Kesenangan
Yakni apabila proses komunikasi itu selain berhasil menyampaikan informasi, juga dapat berlangsung dalam suasana yang menyenangkan ke dua belah pihak. Suasana yang lebih rilex dan menyenangkan akan lebih enak untuk berinteraksi bila dibandingkan dengan suasana yang tegang. Karena komunikasi bersifat fleksibel. Dengan adanya suasana semacam itu, maka akan timbul kesan yang menarik.
c. Pengaruh pada sikap
Tujuan berkomunikasi adalah untuk mempengaruhi sikap. Jika dengan berkomunikasi dengan orang lain, kemudian terjadi perubahan pada perilakunya, maka komunikasi yang terjadi adalah efektif, dan jika tidak ada perubahan pada sikap seseorang, maka komunikasi tersebut tidaklah efektif.
d. Hubungan yang makin baik
Bahwa dalam proses komunikasi yang efektif secara tidak sengaja meningkatkan kadar hubungan interpersonal. Seringkali jika
(43)
orang telah memiliki persepsi yang sama, kemiripan karakter, cocok, dengan sendirinya hubungan akan terjadi dengan baik.
e. Tindakan
Komunikasi akan efektif jika kedua belah pihak setelah berkomunikasi terdapat adanya sebuah tindakan.
Alexis Tan mengemukakan bahwa perlu ada daya tarik dengan similarity (kesamaan), familiarity (keakraban) dan proximity (kesukaan. Seseorang biasanya akan cenderung lebih tertarik dengan orang lain karena memiliki factor kesamaan (sama hobi, sama sifat), keakraban (keluarga, teman karib), dan kesukaan. Dengan kondisi seperti itu orang tidak merasa sungkan untuk berbicara, yakni menceritakan masalah hidupnya secara jujur tanpa adanya kecanggungan berkomunikasi dintara kedunya. Jika sudah demikian, maka antara satu dengan yang lainnya akan saling mempengaruhi dan dengan sendirinya komunikasi akan berlangsung secara efektif.
Komunikasi efektif menuntut kepekaan seseorang dalam situasi dan kondisi yang ada, bahkan telah banyak kegagalan organisasi dikaitkan dengan komunikasi yang buruk. Masalah yang paling sulit dalam komunikasi adalah bagaimana cara mendapatkan perhatian dari para pendengar untuk memastikan bahwa mereka mendengarkan. Menurut Suranto bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan tepat, dapat dimengerti dan dapat diterima komunikan”.33
1) Kontak Mata
Kontak mata adalah hal yang harus dilakukan dalam berkomunikasi. Orang akan merasa diperhatikan ketika orang yang berbicara saling bertatap mata. Ini dapat diartikan bahwa mata bisa dijadikan sebagai media untk memperjelas informasi yang disampaikan. Dengan melihat mata orang akan merasa bahwa dirinya tidak diabaikan.
33
(44)
2) Ekspresi Wajah
Arti dari sebuah ekspresi adalah mencoba mengungkapkan atau ingin memberi tahu sesuatu hal dengan tanpa berbicara, akan tetapi orang mengerti. Dalam komunikasi ekspresi wajah sangat menentukan jelas tidaknya suatu pesan. Dengan ekspresi mengangguk, ini menandakan bahwa orang tersebut mengerti. Dengan tersenyum, ini berarti orang sedang bergembira. Dengan mengacungkan jari telunjuk ke atas ini berarti ungkapan untuk mempertegas. Untuk itu dengan adanya ekpresi wajah ini pesan yang disampaikan oleh komunikator akan mampu meyakinkan komunikan untuk memahami isi pesan.
3) Postur Tubuh
Setiap gerak-gerik tubuh bisa menjadikan sebuah tambahan dalam berkomunikasi secara efektif. Kondisi atau keadaan tubuh bisa menimbulkan penilaian seseorang ketika pertama kali bertemu, seperti halnya ungkapan “kesan bertama begitu menggoda”. Misalkan, postur badan yang lebih besar dengan postur badan orang yang lebih kecil, bila sama-sama dipandang postur yang lebih besar akan lebih enak dipandang serta menimbulkan kesan perkasa, kuat dan lebih dihormati. 4) Selera Berbusana
Busana atau bisa dibilang penampilan mencerminkan kepribadian seseorang. Contoh; orang berpenampilan menarik, bersih, rapi, seseorang akan mengambil kesimpulan bahwa dia orang baik, padahal bisa jadi dia adalah seorang koruptor. Akan tetapi beda dengan penampilan acak-acakan, apa-adanya, celana sobek-sobek, maka orang akan memandang bahwa dia seorang preman, padahal bisa jadi dia adalah anak teater. Dari contoh yang diuraikan tersebut, menandakan bahwa begitu berartinya busana dalam menimbulkan sebuah kesan. Dengan berbusana yang menarik orang akan lebih tertarik, sehingga pesan yang disampaikan akan mudah untuk diterima.
(45)
Adapun komunikasi bisa disebut efektif jika suara pesan: a) Diterima oleh pendengar yang dimaksud.
b) Diinterpretasikan dengan cara yang pada dasarnya sama oleh penerima dan si penerima.
c) Diingat dalam jangka waktu yang cukup lama, dan d) Digunakan jika timbul keadaaan yang tepat.34
Keempat dari unsur ini penting sekali, dan jika salah satu tidak ada, maka komunikasi tidaklah efektif. Dengan demikian, komunikasi hanya akan efektif jika memberikan pengaruh bagi perilaku.
Menurut Seiler, “ada empat prinsip dasar komunikasi yaitu suatu proses, suatu sistemik, interaksi dan transaksi, dimaksudkan atau tidak dimaksudkan”.35
a) Komunikasi adalah suatu proses.
Komunikasi merupakan “cuaca yang terjadi dari bermacam-macam variable yang kompleks dan terus berubah”.36 Komunikasi juga melibatkan suatu variasi saling berhubungan yang kompleks yang tidak pernah ada duplikat dalam cara yang sama persis yaitu: saling hubungan di antara orang, lingkungan keterampilan, sikap, status, pengalaman, dan perasaan, semuanya menentukan komunikasi yang terjadi pada suatu waktu tertentu.
Bila dilihat sepintas lalu suatu komunikasi mungkin tidak berarti, tetapi bila dipandang sebagai suatu proses, maka kepentingannya sangat besar. Misalnya: suatu komunikasi yang hanya terdiri dari satu perkataan akan dapat memperlihatkan suatu perubahan. Perubahan itu mungkin terjadi secara langsung atau tidak, berarti atau tidak berarti, tetapi semuanya itu terjadi sebagai hasil dari proses komunikasi.
34
Saul W. Gellerman, Manajer Dan Bawahan, (Jakarta:PT. Pustaka Binaman Pressindo, 1983) cet.1, h. 66-67
35
Arni, Komunikasi Organisasi..., h. 19 36
(46)
b) Komunikasi adalah sistem
Komunikasi terdiri dari beberapa komponen dan masing-masing komponen tersebut mempunyai tugasnya masing-masing-masing-masing. Tugas dari masing komponen itu berhubungan satu sama lain untuk menghasilkan suatu komunikasi. Misalnya pengirim mempunyai peranan untuk menentukan apa informasi atau apa arti yang akan dikomunikasi. Setelah tahu apa arti atau informasi yang akan dikirimkan, informasi tersebut perlu diubah ke dalam kode atau sandi-sandi tertentu sesuai dengan aturannya sehingga berupa suatu pesan. Jadi komponen pesan ada kaitannya dengan komponen pengirim. Bila pengirim tidak benar menyandikan arti yang akan dikirim maka terjadilah pesan itu kurang tepat. Kurang tepatnya pesan yang akan dikirimkan akan mempengaruhi komponen penerima dalam menginterpretasikan isi pesan sehingga si penerima mungkin juga akan salah dalam menginterpretasikannya.37 Kaitan komponen pesan dengan saluran misalnya bila pesan yang disampaikan dengan lisan maka gelombang suara adalah sebagai saluran dan ini juga akan berkaiatan dengan si penerima dalam mengikuti pesan yang harus menggunakan pendengarannya dalam menerima pesan tersebut. Begitulah, antara satu komponen dengan komponen yang lain saling berkaitan dan bila terdapat gangguan pada satu komponen akan berpengaruh pada proses komunikasi secara keseluruhan. c) Komunikasi bersifat interaksi dan transaksi
Yang dimaksud dengan istilah “interkasi adalah saling bertukar komunikasi”.38 Misalnya seseorang berbicara kepada temannya mengenai sesuatu, kemudian temannya yang mendengarkan memberikan reaksi atau komentar terhadap apa
37
Arni, Komunikasi Organisasi..., h. 20 38
(47)
yang sedang dibicarakan itu. Begitu selanjutnya berlangsung secara teratur ibarat orang yang bermain melempar bola. Seorang melemparkan yang lainnya menangkap kemudian yang menangkap melemparkan kembali kepada si pelempar pertama.
Dalam kehidupan sehari-hari komunikasi yang kita lakukan tidak seteratur itu prosesnya. Banyak dalam percakapan tatap muka kita terlibat dalam proses pengiriman pesan secara simultan tidak terpisah seperti pada contoh di atas. Dalam keadaan demikian komunikasi tersebut bersifat transaksi. Samabil menyandikan pesan kita juga menginterpretasikan pesan yang kita terima. Sambil guru menyampaikan informasi kepada murid atau sedang menjelaskan pengajaran muridpun menyampaikan pesan kepada guru dalam bermacam-macam bentuk. Jadi komunikasi yang terjadi antara manusia dapat berupa interaksi dan transaksi.
d) Komunikasi dapat terjadi disengaja maupun tidak disengaja
Komunikasi yang ideal terjadi apabila “seseorang bermaksud mengirim pesan tertentu terhadap orang lain yang ia inginkan untuk menerimanya”.39 Tetapi itu belumlah merupakan jaminan bahwa pesan itu akan efektif, karena tergantung kepada faktor lain yang juga ikut berpengaruh kepada proses komunikasi. Kadang-kadang ada juga pesan yang sengaja dikirimkan kepada orang yang dimaksudkan tetapi sengaja tidak diterima oleh orang itu
2. Kemampuan dan keterampilan dalam berkomunikasi
Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi antara satu individu dengan individu yang lain, untuk itu dari masing-masing individu
39
(48)
diharapkan memiliki kamampuan serta keterampilan yang dibutuhkan dalam proses komunikasi.
a. Kemampuan dalam menyampaikan pesan
Untuk dapat mempengaruhi komunikan secara efektif, penyampaian pesan perlu memperhatikan langkah-langkah:
1) Attention (perhatian) Artinya bahwa pesannya harus dirancang dan disampaikan sede-mikian rupa sehingga dapat menumbuhkan perhatian dari komunikan. Misalnya seorang pimpinan memulai dahulu dengan mengajak berbincang-bincang secara santai dengan karyawan, tersenyum, menanyakan kesehatan, dan sebagainya sebagai cara untuk me-narik perhatian.
2) Need (kebutuhan) Artinya bahwa komunikator kemudian berusaha meyakinkan komunikan bahwa pesan yang disam paikan itu penting bagi komunikan.
3) Satisfaction (pemuasan), dalam hal ini komunikator memberikan bukti bahwa yang di-sampaikan adalah benar. 4) Visualization (visualisasi) komunikator memberikan
bukti-bukti lebih konkret sehingga komunikan bisa turut menyaksikan.
5) Action (tindakan), komunikator mendorong agar
komunikan bertindak positif yaitu melaksanakan pesan dari komunikator tersebut.40
Kunci utama dari komunikasi adalah dari seorang komunikator. Untuk itu calon komunikator dituntut untuk mampu menyampaikan pesan sesuai dengan keinginan komunikan, artinya bahwa dalam proses komunikasi dibutuhkan adanya sikap manghargai orang lain, serta ikut dalam suasana yang sedang dialami orang lain (empati), sehingga dengan adanya sikap semacam itu proses komunikasi akan lebih mudah tercapai.
b. Kemampuan dalam menerima pesan (mendengarkan)
Seringkali bahwa sesuatu yang diungkapkan tidak selalu dimengerti oleh orang lain, bahkan bisa menimbulkan sebuah
40
(49)
kesalahpahaman untuk itulah agar informasi dapat diterima dengan baik sehingga menimbulkan umpan balik perlu memperhatikan hal-hal berikut ini:
Mendengarkan terdiri dari sejumlah dimensi-dimensi: 1) Sepenuhnya memperhatikan pengirim pesan
2) Mendengarkan secara aktif berita/informasi yang disampaikan 3) Bila perlu mintalah penegasan atau pengulangan
4) Tetap bekerja sama dengan pengirim.41 c. Kemampuan dalam memberikan umpan balik
Umpan balik sangat penting dalam komunikasi, karena seseorang bisa mengetahui informasi atau pesan yang telah disampaikan itu sampai sesuai dengan keinginan komunikator. Menurut Masyhuri HP dalam buku Asas-asas Komunikasi, bahwa umpan balik adalah informasi tentang keberhasilan penerima dalam menangkap pesan yang disampaikan oleh sumber sebagai kontrol efektivitas tindakan komunikator dan untuk pedoman bagi tindakan selanjutnya.42 Dengan demikian ukuran dari efektivitas komunikasi adalah dengan adanya umpan balik, yakni pemberian tanggapan terhadap komunikator.
Adapun respon atau tanggapan dari komunikasi dibedakan sebagai berikut:
1) Respon langsung (direct respon), ialah respon yang diberikan langsung oleh pihak komunikan tidak memerlukan jangka waktu yang relatif lama.
2) Respon tidak langsung (indirect respon) ialah respon yang memerlukan jangka waktu. Dalam hal ini respon yang diberikan oleh pihak komunikan tertunda beberapa saat. 3) Respon yang kurang dimengerti (zero respon), ialah respon
yang tidak dapat dimengerti oleh pihak komunikator.
4) Respon yang dapat dimengerti (positive respon), ialah respon yang diberikan oleh pihak komunikan dapat
41
Ron Ludlow dan Fergus Panton, Komunikasi Efektif, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 2006), Cet.Ke-1, h. 17
42
(50)
dimengerti oleh pihak komunikator dengan pihak komunikan terdapat saling pengertian.
5) Respon yang bersifat netral, ialah respon pihak komunikan yang tidak memberikan dukungan ataupun menentangnya. 6) Respon yang berifat negatif, ialah respon yang diberikan
oleh pihak komunikan tidak memberikan dukungan kepada pihak komunikator.43
Gambar 1. Proses Komunikasi Gannguan
Umpan depan
encoding saluran decoding
pesan
sumber penerima
Umpan balik
Sumber: Daw B. Curtis–James J. Floyd–Jerry L Winsor, Komunikasi Bisnis dan Professional, 1999), h. 7 Umpan balik adalah “setiap pesan verbal atau non verbal yang dikirimkan kembali kepada sumber yang berhubungan dengan pesan sumber”.44 Jadi komunikasi akan lebih efektif jika memberikan pengaruh bagi penerimanya, yakni adanya timbal balik.
d. Keterampilan dalam berkomunikasi
Menurut Masyhuri HP, agar komunikasi dapat berjalan dengan lancar, semua pihak yang berkomunikasi harus memiliki keterampilan dalam berfikir. Di samping itu sumber harus memiliki keterampilan menjadi pesan, ialah mengubah gagasan atau pesan menjadi lambang-lambang, sedang penerima harus memiliki keterampilan membuka sandi, ialah menterjemahkan lambang-lambang tersebut, agar pesan yang terkandung dalam lambang-lambang itu dapat dipahami.45
Untuk mendukung agar komunikasi lebih baik, maka diperlukan adanya keterampilan dari masing-masing individu. Kemampuan berkomunikasi dapat ditingkatkan dengan
43
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h.155 44
Daw B. Curtis–James J. Floyd–Jerry L Winsor, Komunikasi Bisnis dan Professional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), Cet.Ke-3, h. 7
45
(51)
“mengembangkan suatu atmosfer komunikasi yang positif demi keberhasilan pada masa mendatang”.46
3. Bentuk-bentuk Komunikasi
Para penulis telah mengelompokkan komunikasi ke dalam beberapa bentuk. Komunikasi pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam bentuk-bentuk sebagai berikut:
a. Komunikasi Lisan
“Komunikasi lisan adalah komunikasi yang hanya melalui lisan saja dan tidak tertulis. Komunikasi lisan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu komunikasi lisan secara langsung dan komunikasi lisan secara tidak langsung”.47 Komuniaksi lisan secara langsung bisa berarti, bahwa komunikasi yang terjadi secara langsung yakni melalui tatap muka, seperti halnya orang berceramah, orang berpidato, berorasi. Sedangkan komunikasi lisan tidak langsung berarti terjadi komunikasi tanpa adanya tatap muka, seperti halnya orang berbicara ditelepon.
b. Komunikasi Tertulis
“Komunikasi tertulis atau tercetak adalah komunikasi dengan mempergunakan rangkaian kata-kata atau kalimat, kode-kode (yang mengandung arti), yang tertulis atau tercetak yang dapat dimengerti oleh pihak lain”.48 Jadi kesimpulannya kedua komunikasi ini lebih kepada komunikasi satu arah, dimana komunikator hanya menyampaikan pesan yang ada. Untuk komunikasi ini dirasa kurang efektif karena penyampaian pesan dari komunikator belum tentu bisa dipahami oleh komunikan. Ketika komunikator memberi informasi, dia
46
Curtis–Floyd–Winsor, Komunikasi Bisnis dan Professional…, h. 7 47
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h.160 48
(52)
tidak memahami apakah yang diberi informasi sudah mengerti atau belum akan informasi yang telah disampaikan
c. Komunikasi Non Verbal
“Komunikasi non verbal adalah komunikasi yang menggunakan bahasa badan atau tubuh, seperti gerakan tangan, jari, mata, kepala, dan lain-lain”.49 Komunikasi ini melalui berbagai isyarat atau signal non-verbal. Media yang dipergunakan ialah ekspresi, gerak isyarat, gerak dan posisi badan, yang disebut bahasa badan yang menyatakan sikap dan perasaan seseorang. Misalkan seorang manajer menampakkan wajah yang masam ketika bawahannya mengajukan pendapat, dan bisa jadi bawahan tersebut menafsirkan muka masam itu sebagai penolakan, padahal bisa jadi manajer tersebut lagi sakit gigi.
Adapun jenis komunikasi adalah sebagai berikut: a. Komunikasi formal
Komunikasi formal adalah “komunikasi yang terjadi di antara para anggota organisasi, yang secara tegas diatur dan telah ditentukan dalaam struktur organisasi”.50 Komunikasi formal berhubungan erat dengan proses penyelenggaraan kerja dan bersumber dari perintah-perintah resmi, sehingga komunikasi formal memiliki sanksi resmi.
Komunikasi formal dapat berlangsung dari atas ke bawah, dari bawah ke atas dan secara horizontal. Dengan demikian saluran media komunikasi formal dapat mempergunakan semua media yang dipergunakan oleh komunikasi ke atas, ke bawah dan horizontal. Saluran media yang dipergunakan bermacam-macam, misalnya perintah (lisan maupun tulisan), laporan, konferensi, saran, keluhan, surat tugas, memo/nota dan sebagainya.
b. Komunikasi informal,
49
Amirullah Haris Budiyono, Pengantar Manajemen, (Yogyakarta: PT Graha Ilmu, 2004), ed. 2, h.286
50
(1)
18. Kepala sekolah selalu memberikan perhatian terhadap para guru. 19. Agar komunikasi tetap terjalin baik, kepala sekolah melakukan
tukar pendapat (sharing) dengan para guru.
20. Meskipun berbeda prinsip atau pandangan dengan kepala sekolah, saya tetap mengutamakan tujuan sekolah.
Konflik
Guru
dan
Staf
No Pernyataan SL
S
K
K
T
P
21. Saya dapat berhubungan baik dengan teman se profesi di sekolah
22. Tugas dan kewengan saya di sekolah tidak tumpang tindih dengan tugas guru dan staf lainnya
23. Dalam bekerja saya tidak banyak tergantung dengan orang lain 24. Saya memiliki spesialisasi yang jelas dalam organisasi sekolah 25. Saya memiliki peran yang jelas dalam melaksankan semua
aktivitas di sekolah
26. Saya dapat menjaga dan mengikuti norma-norma yang berlaku dalam kelompok komunitas sekolah
27. Perbedaan karakteristik individu tidak menjadi hambatan dalam menciptakan hubungan kerja yang harmonis
28. Saya menjunjung tinggi sikap profesionalitas dalam bekerja 29. Sikap keterbukaan terjalin dengan baik dalam komunitas guru di
sekolah
30. Sikap saling menghormati dan menghargai terjaga dengan baik oleh komunitas guru dan staf di sekolah
31. Saya dan guru lainnya memiliki kekompakan yang baik dalam usaha memajukan sekolah
32. Saya memiliki kesamaan visi dengan guru yang lainnya dalam memajukan sekolah
33. Saya dapat menciptakan tujuan secara bersama-sama dengan guru yang lainnya untuk memajukan sekolah
34. Sikap mendominasi di dalam komunitas guru tidak terdapat pada diri saya
35. Komunikasi yang baik dapat saya terapkan dalam menjalankan aktivitas di sekolah
36. Ketika permasalahan terjadi dalam komunitas guru, kami cepat menyelesaikannya
37. Tukar pendapat kami lakukan untuk memperkaya wawasan dan pengetahuan saya
38. Latar belakang dan perbedaan karakteristik invidual tidak menghambat saya dalam bekerja sama dengan komunitas sekolah 39. Saya membuka diri untuk menerima kritik dan saran demi
(2)
perbaikan kinerja
40. Saya berusaha untuk berinteraksi dengan baik dalam komunitas guru di sekolah
(3)
DAFTAR ISIAN OBSERVASI I. Lingkungan Sekolah
1. Ideantitas Sekolah
a. Nama Sekolah : SMA PRIBADI 2 TANGERANG
b. Alamat Sekolah : Jl. Kav. Pemda I No. 5
c. Status Sekolah : Swasta
d. Waktu Belajar
1) Masuk : 13.00 WIB
2) Istirahat : 15.45 WIB
3) Keluar : 17.40 WIB
2. Keadaan Bangunan Sekolah dan Ruang
a. Bangunan Gedung : 5 unit
b. Keadaan Bangunan : Permanen
c. Lokasi : Strategis
1) Keadaan Ruangan
a) Kelas : 9 Ruang
b) Kantor : 1 Ruang
c) Perpustakaan : 1 Ruang
d) Lap Olah Raga : 1 Ruang
e) Lab. Komputer : 1 Ruang
f) Lab. Kimia/IPA : 1 Ruang
g) Gudang : 1 Ruang
h) Musholah : 1 Ruang
i) Kantin : 1 Ruang
j) Ruang KM/WC guru : 2 Ruang
k) Ruang KM/WC siswa : 2 Ruang
l) Ruang OSIS : 1 Ruang
m) Ruang UKS : 1 Ruang
n) Ruang BP : 1 Ruang
o) Ruang TU : 1 Ruang
(4)
q) Ruang Media : 1 Ruang
r) Dapur :1 Ruang
II. Personalia Sekolah
1. Nama Kepala Sekolah : Koesnen, BA.
2. Wakil Kepala Sekolah
a. Bidang Kesiswaan : Tasiman, S. Pd.
b. Bidang Kurikulum : Ir. Sugirin
c. Bidang Sarana dan prasarana : Saino, BA.
d. Bidang Humas : Adyunarwan, S. Pd.Kim.
3. Keadaan Guru
a. Guru tetap : 5 Orang ( 4 lk +1 pr)
b. Guru Tidak Tetap : 14 Orang (6 lk + 8 pr)
4. Keadaan Pegawai
a. Pegawai Administrasi : 3 Orang (1 lk + 2 pr)
b. Office Boy : 1 Orang (1 lk)
c. Security : - orang
III. Keadaan Murid
1. Kelas X : 50 Orang (23 lk + 27 pr)
2. Kelas XI : 83 Orang ( 50 lk +33 pr)
3. Kelas XII : 104 Orang ( 190 lk+ 198 pr)
IV. Sarana dan Teknik Pengajaran
1. Kurikulum yang dipakai : KTSP 2006
2. Alat Bantu belajar mengajar
a. Ruang Media
b. Buku panduan
c. Buku ajar V. Tata Tertib Sekolah
1. Bentuk Tata Tertib untuk murid : Tertulis
2. Bentuk Tata Tertib untuk guru : Tertulis
3. Bentuk Tata Tertib Untuk Pegawai : Tertulis VI. Kegiatan Ekstrakurikuler
(5)
1. Paskibra
2. Foot sall dan sepak bola 3. Sepak bola
4. Rohis
VII. Bimbingan dan Penyuluhan
1. Sistem BP : Individual dan kelompok
2. Pelaksanaa : Guru BP
3. Waktu danTempat : 13.00 s/d 17.30 di Ruang BP
VIII. Supervisi Pendidikan
1. Supervisi pendidikan dilakukan dikelas oleh guru yang bersangkutan
2. Yang melakasanakan supervisi adalah kepala sekolah atau wakil kepala
sekolah bidang kurikulum dan Dinas Pendidikan 3. Supervisi dilakukan 1x dalam 1 tahun
Tangerang, 15 April 2009
Kepala SMA PRIBADI 2 Tangerang
KOESNEN, BA NIP. 130 609 387
(6)
SURAT KETERANGAN Nomor : ………
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : KOESNEN, BA
NIP : 130 609 387
Jabatan : Kepala Sekolah
Unit kerja : SMA PRIBADI 2 Tangerang
Dengan ini menerangkan bahwa saudara :
Nama : AHMAD QOSIM
NIM : 102018224123
Jurusan : KI-Manajemen Pendidikan
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Telah melaksanakan tugas penelitian di SMA PRIBADI 2 Tangerang pada tanggal 15 April s/d 17 Juni 2009.
Demikian surat keterangan ini dibuat dengan sebenar-benarnya, agar dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Tangerang, 17 Juni 2009
Kepala SMA PRIBADI 2 Tangerang
KOESNEN, BA NIP. 130 609 387