BAB II KAJIAN TEORI
A. ORGANISASI
1. Pengertian Organisasi
Secara terminologi organisasi bisa berarti perkumpulan, susunan atau aturan dari berbagai bagian. Dan jika kita tarik ke arah pengertian
organisasi dewasa ini, maka dia adalah suatu perkumpulan yang di dalamnya terdapat beberapa orang yang bekerja sama dan memiliki tujuan
yang sama. Adapun orang yang berkecimpung di dalam sebuah organisasi disebut organisatoris.
Organisasi oleh Katz dan Kahn sebagaimana di kutip oleh Arni Muhamad adalah “sebagai suatu sistem terbuka yang menerima energi
dari lingkungannya dan merubah energi ini menjadi produk atau servis dari sistem dan mengeluarkan produk atau sistem ini kepada
lingkungannya”.
6
Maksudnya bahwa organisasi adalah sebuah proses dimana berkumpulnya satu atau lebih orang untuk mencapai sebuah tujuan
yang ingin dicapai. Proses inilah yang menghasilkan keluaran, dan dari keluaran itu yang melaksanakan adalah manusia yang memiliki kualitas
yang baik. Sedangkan organisasi menurut Schein adalah “suatu koordinasi
rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab”.
7
Schein juga mengatakan bahwa organisasi mempunyai karakteristik tertentu yaitu mempunyai
stuktur, tujuan, saling berhubungan satu bagian dengan bagian lain dan
6
Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989, h. 66
7
Arni, Komunikasi Organisasi…, h. 23
tergantung pada komunikasi manusia untuk mengkoordinasikan aktivitas dalam organisasi tersebut.
Dengan demikian, organisasi adalah bentuk formal dari sekelompok manusia dengan tujuan individualnya masing-masing gaji,
kepuasan kerja, dll yang bekerjasama dalam suatu proses tertentu untuk mencapai tujuan bersama tujuan organisasi. Agar tujuan organisasi dan
tujuan individu dapat tercapai secara selaras dan harmonis maka diperlukan kerjasama dan usaha yang sungguh-sungguh dari kedua belah
pihak pengurus organisasi dan anggota organisasi untuk bersama-sama berusaha saling memenuhi kewajiban masing-masing secara bertanggung
jawab, sehingga pada saat masing-masing mendapatkan haknya dapat memenuhi rasa keadilan baik bagi anggota organisasipegawai maupun
bagi pengurus organisasipejabat yang berwenang. Definisi lain tentang organisasi seperti yang diungkapkan oleh Tata
Sutabri yang mengatakan bahwa “kata organisasi mempunyai dua pengertian umum”.
8
Pengertian yang pertama menandakan suatu lembaga atau kelompok fungsional, seperti organisasi perusahaan, rumah sakit,
perwakilan pemerintah atau suatu perkumpulan olah raga. Pengertian kedua berkenaan dengan proses pengorganisasian sebagai suatu cara
dalam kegiatan organisasi dialokasikan dan ditugaskan di antara para anggotanya agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan efisien.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa organisasi adalah sistem hubungan terstruktur yang mengkoordinasikan usaha suatu kelompok
orang untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi juga merupakan suatu bentuk sistem terbuka dari aktivitas yang dikoordinasi oleh dua orang atau
lebih untuk mencapai tujuan bersama. Adapun menurut Veitzal Rivai organisasi adalah wadah yang
memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak
8
Tata Sutabri, “Sistem Informasi Manajemen”, Yogyakarta: Andi, 2005, h. 67
dapat dicapai oleh individu secara sendiri-sendiri.
9
Dan Menurut Arni organisasi adalah suatu sistem terbuka yang dinamis yang menciptakan
dan saling menukar pesan diantara anggotanya”.
10
Karena gejala menciptakan dan menukar informasi ini berjalan terus menerus dan tidak
ada henti-hentinya maka dikatakan sebagai suatu proses. Dari uraian definisi di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah pekerjaan
menggabungkan bagian-bagian yang terpisah sehingga masing-msing mempunyai fungsi, tindakan, kantor atau hubungan tertentu.
2.
Bentuk-bentuk Organisasi
Bentuk organisasi secara garis besar, terdiri atas dua tipe yaitu tipe organik atau tipe perilaku dan tipe mekenistik atau tipe klasik”.
11
Tipe yang disebutkan pertama menitikberatkan pada koordinasi semua tugas dan menekankan pada loyalitas setiap tenaga pelaksana. Tipe
ini memiliki ciri keterbukaan, berorientasi pada pemecahan masalah, cepat menyesuaikan diri terhadap keadaan, bercorak kemasyarakatan, luwes dan
adanya hubungan informal. Sedangkan tipe organisasi mekanistik mempunyai ciri tertutup, terprogram, rutin dalam tugas, statis, bersifat
teknis, kaku dan ketatnya hubungan secara formal. Perlu ditambahkan bahwa tipe kedua tersebut memiliki perbedaan dalam mekanisme tugas
dan tanggung jawab setiap orang yang terlibat dalam organisasi. Selain adanya tipe organik atau tipe perilaku, pakar psikologi dan
sosiologi menyoroti secara khusus kebaikan dan kelemahan tipe mekanistik atau klasik. Menurut pandangan psikologis, tipe mekanistik
dapat menumbuhkan prestasi para pelaksana. Namun tipe ini cenderung kurang mengembangkan kedewasaan mereka. Pandangan sosiologis
menyatakan bahwa tipe ini dipengaruhi oleh sistem kemasyarakatan,
9
Veitzal Rivai, “Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, h. 188
10
Arni, Komunikasi Organisasi…, h. 68
11
Sudjana S., Manajemen Program untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia,
Bandung: Falah Production, 2004, Cet. Ke-3, h. 129
kelembagaan, dan pemerintahan yang sentralistis. Pengaruh tersebut sering digunakan untuk menjaga stabilitas, kesatuan dan kelangsungan tugas-
tugas yang telah ditetapkan. Sedangkan dalam situasi yang kurang menentu atau dalam keadaan yang cepat berubah, tipe organic atau
perilaku lebih tepat untuk digunakan. Sejalan dengan pandangan filsafat menejemen, kedua tipe tersebut
perlu diterapkan dalam organisasi karena keduanya saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Organisasi yang pada umumnya
merupakan pengembangan tipe klasik, meliputi empat bentuk. Pada setiap bentuk tersebut terdapat tiga jenis hubungan yaitu “tanggung jawab,
wewenang dan pekerjaan dari tiga unsur yang terlibat dalam organisasi”.
12
Menurut Flippo, bentuk-bentuk organisasi itu terdiri atas organisasi lini, lini dan staf, fungsional, dan proyek.”
13
Bentuk ke empat yaitu proyek oleh Siagian disebut juga “bentuk organisasi kepanitiaan”.
14
Keempat bentuk organisasi itu akan diuraikan dibawah ini: a.
Bentuk Organisasi lini Bentuk organisasi lini timbul apabila hubungan antara tanggung
jawab, wewenang dan pekerjaan para pelaksana dilakukan dalam hubungan satu arah. Melalui hubungan satu arah tersebut tugas-tugas
organisasi dijadikan acuan untuk menentukan kedudukan, jabatan, bagian, dan unsur lainnya dalam organisasi.
Organisasi lini biasanya terdapat organisasi yang relatif sederhana, jumlah tenaga terbatas, hubungan pimpinan dan yang
dipimpin bersifat langsung, tidak banyak membutuhkan spesialisasi, setiap orang telah saling mengenal, tujuan yang akan dicapai
sederhana, fasilitas masih terbatas, hasil yang dicapai tidak beragam.
12
Sudjana S., Manajemen Program untuk Pendidikan Nonformal…, h. 130
13
Sudjana S., Manajemen Pendidikan Luar Sekolah, Bandung: Nusantara Press-Yayasan Islam Nusantara, 1992, Cet. Ke-2, h. 99
14
Sudjana, Manajemen Pendidikan Luar Sekolah…, h. 99
Kelebihan organisasi lini adalah dalam pembinaan disiplin kerja loyalitas, kekompakan, proses pengambilan keputusan, dan efektivitas
kegiatan. Jumlah tenaga dalam organisasi ini terbatas sehingga disiplin kerja dan loyalitas terhadap pimpinan dapat terbina dengan efektif.
Kekompakan staf relative mudah diwujudkan, pengambilan keputusan oleh pimpinan relatif cepat.
Kelemahan organisasi lini adalah keterbatasan pelaksana untuk mengembangkan diri, ketergantungan pada pihak lain, rendahnya
pemilikan bersama dan tujuan tidak bervariasi. b.
Bentuk Organisasi Lini dan Staf. Bentuk organisasi lini dan staf diterapkan dalam kegiatan
organisasi besar dan kompleks. Keberagaman ditandai dengan adanya perbedaan fungsi pimpinan dan staf baik ke bawah maupun ke
samping. Dalam bentuk ini fungsi staf terpisah dari fungsi pimpinan. Pihak yang terlibat dalam organisasi dapat dibagi ke dalam dua
kelompok yaitu kelompok lini dan kelompok staf.
15
Kelompok lini mempunyai kewajiban menunjang kelancaran pelaksanaan tugas
pokok organisasi seperti memberi nasihat, bantuan jasa dan masukan lainnya kepada unit pelaksana tugas pokok. Ciri utama dalam
organisasi lini dan staf adalah adanya tugas pokok organisasi yang dibantu oleh tugas penunjang.
Organisasi lini dan staf memiliki kelebihan yaitu adanya kejelasan pembagian tugas antara lini dan staf sehingga dapat dihindari
kemungkinan tugas yang tumpang tindih, setiap orang dapat mengembangkan bakat dan minatnya ke arah spesialisasi dengan
mamanfaatkan fasilitas dari tenaga ahli yang membantu tugas staf, dengan menempatkan orang berdasarkan bakat, minat dan pengalaman
maka disiplin kerja dan moral mereka pada umumnya tinggi. Kelemahan organisasi lini dan staf adalah kadang-kadang timbul
keraguan dan kekaburan pandangan para pelaksana tugas pokok
15
Sudjana S., Manajemen Program untuk Pendidikan Nonformal…, h. 133
terhadap perintah dan nasihat. Keraguan dan kekaburan tersebut timbul karena mereka dihadapkan pada dua hubungan yaitu hubungan dengan
pemimpin dan hubungan dengan pimpinan staf. Keadaan ini akan lebih parah lagi apabila perintah dari pimpinan lini tidak sejalan dengan
nasihat dari pimpinan staf. Namun organisasi lini dan staf masih dianggap organisasi yang terbaik berhubungan dengan keluwesan
untuk menyesuaikan diri terhadap kebutuhan baru dan perkembangan situasi.
c. Bentuk Organisasi Fungsional
Bentuk organisasi fungsional dianggap penting apabila orang- orang atau kelompok staf, sesuai dengan fungsi dan keahliannya, diberi
kekuasaan atau kewenangan untuk mengatur dan memerintah unit-unit pelaksana tugas pokok organisasi.
Dalam bentuk organisasi fungsional, tenaga spesialis diberi kekuasaan untuk menyampaikan perintah sesuai dengan bidangnya
kepada unit pelaksana tugas pokok. Hubungan hirarki atasan langsung makin berkurang dan tanggung jawab tumbuh diberbagai pihak.
Organisasi fungsional memiliki keunggulan bahwa pola koordinasi pada organisasi fungsional terhadap seseorang atau
kelompok yang melakukan tugas, disiplin kerja dan moralitas tinggi, serta solidaritas, meningkat di antara orang-orang yang terlibat dalam
organisasi, dan penggunaan spesialisasi dilakukan sebaik mungkin. Kelemahan organisasi fungsional adalah bahwa bentuk ini telah
terbiasa dilakukan, dan kecenderungan seseorang untuk lebih mengutamakan fungsinya sendiri tanpa memandang sama pentingnya
dengan kehadiran dan keterkaitan dengan fungsi-fungsi lainnya. d.
Bentuk Organisasi Proyek Bentuk organisasi proyek dimunculkan dengan maksud agar
ketiga bentuk organisasi di atas, yaitu organisasi lini, organisasi lini dan staf, dan organisasi fungsional dapat menyeseuaikan diri dengan
kondisi dan situasi pekerjaan. Dengan menyesuaikan diri ini maka
efisiensi dari efektivitas kerjanya dapat ditingkatkan dengan memperhatikan hubungan kemanusiaan. Bentuk organisasi proyek
pada dasarnya dikembangkan dari kegiatan-kegiatan organisasi. Organisasi proyek biasanya mempunyai ciri-ciri: adanya tujuan
khusus yang harus dicapai, kebutuhan terhadap pentingnya organisasi khusus untuk mencapai tujuan khusus, saling ketergantungan antara
satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya dalam pekerjaan yang kompleks, perilaku kritis terhadap kemungkinan keberhasilan atau
kegagalan dalam upaya mencapai tujuan. Keunggulan organisasi proyek adalah memiliki tujuan yang
spesifik, terbatas dan jelas, waktunya pun terbatas sehingga kegiatan dapat dilakukan secara efisien dan efektif, produktivitas, disiplin dan
moral kerja tinggi, dan hubungan langsung terjadi di antara para tenaga pelaksana karena jumlah mereka terbatas dan berasal dari organisasi
induk yang sama. Kelemahan organisasi proyek pada umumnya menyangkut
aspek psikologis para pelaksana. Rasa tidak senang biasanya timbul pada diri anggota yang tidak diikutsertakan dalam proyek padahal
keahlian dan kedudukan mereka sama dengan yang dimiliki anggota yang dilibatkan dalam proyek. Tidaklah mudah mengkordinasikan
tenaga-tenaga yang memiliki latar belakang yang berbeda, lebih-lebih mereka terbiasa bekerja dengan suasana kerja yang berlainan dengan
organisasi proyek.
3. Struktur Organisasi
Struktur suatu organisasi menggambarkan bagaimana organisasi itu mengatur dirinya sendiri, bagaimana mengatur hubungan antar orang dan
antar kelompok. Struktur adalah “pola interaksi yang ditetapkan dalam suatu organisasi dan yang mengkoordinasikan teknologi dan manusia
dalam organisasi”.
16
Struktur suatu organisasi ada kaitannya dengan tujuan, sebab struktur organisasi itu adalah cara organisasi itu mengatur
dirinya untuk bisa mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Struktur organisasi adalah unit untuk setiap organisasi.
Setidaknya ada dua jenis struktur organisasi yaitu “struktur organisasi formal dan non formal”.
17
Selanjutnya dapat dikatakan bahwa struktur suatu organisasi menspesifikasi aktifitas-aktifitas kerja.
Ditunjukkan pula olehnya bagaimana berbagai fungsi atau aktifitas- aktifitas yang berbeda berkaitan satu sama lain. Hingga tingkat tertentu, ia
juga menunjukkan tingkat spesialisasi aktifitas-aktifitas pekerjaan. Juga ditunjukkan olehnya, hierarki organisasi yang bersangkutan, struktur
otoritas, dan hubungan-hubungan atasan- bawahan miles, 1980:7 dalam Winardi.
Secara ringkas, dalam setiap pekerjaan akan muncul pembagian kerja. Setiap pembagian kerja akan muncul koordinasi kerja dan setiap
koordinasi kerja akan timbul pembagian kekuasaan. Dengan demikian, secara filosofis struktur orgaisasi tidak lain adalah cetak biru atau
kerangka bangunan formal tentang pembagian kerja division of work dan pembagian kekuasaan division of authority serta koordinasi kerja
yang memungkinkan terjadinya aliran informasi dan komunikasi yang efisien dan proses pengambilan keputusan yang cepat. Struktur organisasi
menggambarkan pula pola hubungan antar pihak internal eksekutif, manajer dan pekerja dan pola hubungan antara pihak internal dengan
pihak eksternal para konstituen organisasi. Di dalam pola hubungan antar pihak internal selalu disertai dengan munculnya hirarki organisasi. Oleh
karena itu hirarki organisasi seperti halnya pembagian kerja, merupakan bagian dari struktur organisasi yang tidak bisa dihindarkan. Yang
barangkali harus disadari adalah hierarki harus dibedakan dengan birokrasi
16
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 408
17
Setiawan Hari Purnomo dan Zulkieflimansyah, ”Manajemen Strategi, Sebuah Konsep Pengantar
”, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 1996, h. 106
karena keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Tidak selamanya yang hierarkis selalu birokratis.
Struktur organisasi biasanya direflesikan ke dalam peta organisasi organization chart yang secara visual digambarkan dalam bentuk kotak
dan garis. Richard Daft 1992, p.179 dalam http:organisasi.org misalnya mengatakan bahwa organization chart merupakan representasi
yang kasat mata yang menggambarkan semua kegiatan dan proses aktivitas yang terjadi didalam sebuah organisasi. Secara taksonomis peta
organisasi tersebut menggambarkan 3 hal pokok: 1 tingkat spesialisasi atau kompleksitas organisasi, 2 tingkat formalisasi organisasi dan 3
tingkat sentralisasidesentralisasi organisasi. Spesialisasi atau kompleksitas organisasi dibedakan lebih lanjut menjadi tiga bagian yakni: horizontal
differentiation, vertical differentiation dan spatial differentiation. Horizontal differentiation menjelaskan seberapa banyak pekerjaan harus
dilakukan oleh karyawan, tingkat kebutuhan akan profesi dan spesialisasi karyawan, kebutuhan akan training dan pendidikan karyawan dalam
kaitannya dengan tugas dan pekerjaan yang harus dilaksanakannya dan tingkat departementalisasi organisasi. Semakin banyak pekerjaan, profesi
dan spesialisasi, semakin banyak kebutuhan akan training khusus dan semakin banyak departementalisasi maka akan semakin kompleks
organisasi tersebut. Vertical differentiation
berkaitan dengan banyaknya level tingkatan didalam organisasi. Semakin sedikit level organisasi maka
semakin lebar rentang kendali yang harus dijalankan seorang manajer. Sebaliknya semakin banyak level organisasi semakin sempit rentang
kendalinya. Sedangkan spatial differentiation berkaitan dengan lokasi organisasi. Semakin jauh jarak antar unit organisasi, departemen dan
orang-orang yang bekerja didalamnya, organisasi tersebut menjadi semakin kompleks.
Formalisasi organisasi berkaitan dengan tingkat standarisasi pekerjaan yakni sejauh mana aktivitas organisasi dikerjakan berdasarkan
regulasi, aturan dan prosedur kerja. Demikian juga formalisasi menjelaskan sejauh mana rutinitas sebuah pekerjaan. Walhasil, ide dasar
formalisasi organisasi adalah sejauhmana sebuah pekerjaan bisa dikelola dan dikendalikan. Sentralisasidesentralisasi menjelaskan kepada kita pada
level mana keputusan organisasi akan diambil, siapa yang memiliki otorisasi pengambilan keputusan, siapa yang memiliki kekuasaan dan pada
posisi mana keputusan akan dibuat Struktur organisasi menggambarkan pola hubungan antar pihak
internal eksekutif, manajer dan pekerja dan pola hubungan antara pihak internal dengan pihak eksternal para konstituen organisasi. Di dalam pola
hubungan antar pihak internal selalu disertai dengan munculnya hirarki organisasi. Dalam struktur organsisasi terdapat tiga hal pokok yaitu:
kompleksitas organisasi, formalisasi organisasi dan sentralisasi Struktur organisasi adalah susunan komponen-komponen unit-unit
kerja dalam organisasi. Struktur organisasi menunjukkan adanya pembagian kerja dan menunjukkan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan-
kegiatan yang berbeda-beda tersebut diintegrasikan koordinasi. Selain daripada itu struktur organisasi juga menunjukkan spesialisasi-spesialisasi
pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian laporan. Struktur organisasi pada umumnya digambarkan dalam suatu
bagan yang disebut bagan organisasi. Bagan organisasi adalah suatu gambar struktur organisasi yang formal, dimana dalam gambar tersebut
ada garis-garis instruksi dan koordinasi yang menunjukkan kewenangan dan hubungan komunikasi formal yang tersusun secara hierarkis.
Dalam rangka analisis, struktur organisasi perlu dibagi dalam unsur-unsurnya, yaitu:
1 Spesialisasi kegiatan-kegiatan
Spesialisasi kegiatan ini berkaitan dengan spesaialisasi, baik tugas individu maupun tugas kelompok dalam organisasi pembagian
kerja dan mengelompokkan tugas-tugas tersebut ke dalam unit kerja departementasi
2 Standarisasi kegiatan-kegiatan.
Standarisasi kegiatan-kegiatan ini berkaitan dengan standarisasi tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja yang digunakan dalam
organisasi. Banyak sistem dan prosedur kerja, termasuk didalamnya struktur organisasi dan bagan organisasi yang dikembangkan melalui
peraturan-peraturan tentang kegiatan-kegiatan dan hubungan- hubungan kerja yang ada dalam organisasi.
3 Koordinasi kegiatan-kegiatan.
Koordinasi kegiatan ini berkaitan dengan pengintegrasian dan penyelarasan fungsi-fungsi dan unit-unit dalam organisasi yang
berkaitan serta saling ketergantungan.
4 Sentralisasi dan desentralisasi.
Sentralisasi dan desentralisasi ini berkaitan dengan letak pengambilan keputusan.
Dalam struktur organisasi yang disentralisasikan, pengambilan keputusan dilakukan oleh para pimpinan puncak saja. Dalam
desentralisasi, kekuasaan pengambilan keputusan didelegasikan kepada individu-individu pada tingkat-tingkat manajemen menengah dan
menengah bawah.
B. KONFLIK
1. Pengertian dan Klasifikasi Konflik
Pada dasarnya konflik merupakan proses batin yang diliputi kegelisahan karena adanya pertentangan. Konflik juga dapat dikatakan
sebagai interaksi pertentangan antara dua pihak atau lebih anggotakelompok yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka
harus membagi sumber daya yang terbatas disebabkan adanya perbedaan
dalam status, tujuan, nilai dan persepsi. Konflik dapat diartikan dengan “perbedaan, pertentangan dan perselisihan”.
18
Di dalam organisasi, konflik muncul dalam bentuk yang beraneka ragam, dari mulai perbedaan penafsiran akan berbagai fakta yang ada,
ketidak sesuaian dengan sasaran yang ingin dicapai, perbedaan karena harapan yang telah ditetapkan. Selain itu, tingkatan konflik juga beraneka
ragam, mulai dari tindakan yang tidak menyenangkan dan kekerasan yang menimbulkan gejolak, hingga tidak adanya persetujuan dalam bentuk yang
tidak mengandung keributan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hal-hal yang dapat menimbulkan konflik adalah ketika terdapat
kesenjangan antara harapan dan kenyataan hingga pada tindakan-tindakan yang tidak menyenangkan baik berupa tindakan kekerasan fisik maupun
pada kekerasan psikologis. Untuk mengetahui seluk beluk konflik lebih dalam, kita dapat
mengetahuinya dengan memahami pandangan-pandangan konflik dari sudut organisasi. Setidaknya ada tiga pandangan tentang konflik dalam
organisasi yaitu: a.
Pandangan Tradisional Pandangan ini mengatakan bahwa “konflik itu pada dasarnya
jelek dan tidak perlu terjadi, bahkan harus dihindarkan dan paling tidak perlu dibatasi”.
19
Dalam pandangan ini konflik terjadi akibat adanya ketidak lancaran komunikasi dan tidak adanya kepercayaan, serta
ketidakterbukaan dari berbagai pihak yang saling berhubungan. b.
Pandangan Perilaku Pandangan ini mengatakan bahwa konflik merupakan kejadian
yang dapat terjadi berulang kali dalam organisasi. Anggota-anggota dalam organisasi adalah manusia-manusia biasa yang memiliki
keperluan dan kepentingan. Karena itu pandangan ini menyarankan
18
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 323
19
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 327
agar konflik diterima, karena tidak dapat dihilangkan, bahkan dapat bermanfaat bagi kelompok yang bersangkutan.
c. Pandangan Interaktif
Pandangan ini merupakan pandangan yang paling mutakhir. Karena pandangan ini mengatakan bahwa konflik bukan hanya
memberikan keuntungan bagi kelompok, melainkan juga merupakan suatu keharusan agar kelompok yang bersangkutan dapat bekerja
secara efektif. Oleh karena itu pandangan ketiga ini bukan hanya menerima adanya konflik, melainkan pula mendorong diadakannya
konflik meskipun dengan batasan-batasan tertentu yang cukup untuk membuat kelompok tersebut tetap dapat bekerja, kritis dan kreatif.
Berangkat dari beberapa pandangan di atas, dapat dipahami bahwa ada kalanya konflik merupakan bagian yang tidak diinginkan bagi sebuah
organisasi karena konflik cenderung dinilai negatif dan disamakan dengan kekerasan, perusakan dan tidak rasional. Namun, ada pandangan yang
mengatakan bahwa konflik memang sangat diperlukan dalam sebuah organisasi karena konflik bukan hanya memberikan keuntungan bagi
kelompok, melainkan juga merupakan suatu keharusan agar kelompok yang bersangkutan dapat bekerja secara efektif. Oleh karenanya, dalam
pandangan ini menyatakan bahwa kelompok yang damai, harmonis, tenang dan kooperatif sangat mudah menjadi statis, apatis dan tidak
bereaksi positif terhadap perlunya perubahan dan inovasi.
2. Proses Terjadinya Konflik dan Sumber-sumber Konflik
a. Proses Terjadinya Konflik
Konflik juga memiliki tahapan-tahapan tertentu yang mengantarkan pada terjadinya sebuah konflik. Tahap-tahap dalam
proses terjadinya konflik tersebut adalah sebagai berikut: 1 Timbulnya Ketidakcocokan
Tahap pertama dalam konflik adalah terjadinya kondisi- kondisi yang mengakibatkan timbulnya konflik. Kondisi ini tidak
harus benar-benar menimbulkan konflik, akan tetapi sebuah prasarat agar sebuah konflik timbul. Kondisi-kondisi yang dapat
menimbulkan konflik tersebut dikelompokan ke dalam tiga hal sebagai berikut:
a Komunikasi, lemahnya komunikasi dan adanya hambatan-
hambatan dalam komunikasi b
Struktur, konflik ini diakibatkan oleh struktur organisasi dan relatif terpisah dari individu yang menduduki peran di dalam
struktur tersebut. c
Individu yang bersangkutan, yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan sistem nilai-nilai yang bersangkutan dengan individu
yang terlibat di dalam konflik. Jenis-jenis kepribadian tertentu seperti otoriter atau dogmatis atau yang menampakan harga diri
yang rendah low self-sistem bahkan sangat potensial untuk mengarah pada konflik.
Tahapan ketidakcocokan ini memberikan peluang terbesar pada terjadinya sebuah konflik. Komunikasi yang tidak efektif,
peran dan kewenangan individu di dalam struktur organisasi hingga masalah perbedaan karakter mewarnai proses tahapan ini.
2 Tahap Kognisi dan Personalisasi Jika pada butir pertama kondisi-kondisi tersebut secara
negatif mempengaruhi suatu hal yang menjadi perhatian salah-satu pihak, maka potensi untuk terjadinya oposisi atau ketidakcocokan
menjadi tampak pada tahap kedua. 3 Tahap Niatan
Tahap ini menunjukan keputusan-keputusan yang akan diambil oleh pihak-pihak yang bertikai, pada tahap ini konflik
mulai dirasakan. Berbagai cara yang dapat dan akan dilakukan dalam niatan ini adalah kompetensi, bekerjasama, menghindar,
mengalah ataupun melakukan kompromi. 4 Tahap Perilaku
Pada tahap inilah yang sering dianggap adanya konflik karena pada tahap ini konflik milai ditampakan, karena perilaku
pihak-pihak yang bertikai mulai dapat dilihat oleh orang yang tidak terlibat secara langsung. Dan dalam tahap ini pula niatan-niatan
yang tertera dalam butir tiga mulai ditunjukan. 5 Tahap akibat konflik
Pada tahap ini konflik diakhiri dengan baik melalui cara resolusi dengan paksaan. Hasilnya bisa jadi baik fungsional atau
tidak baik disfungsional, yaitu akan mengarah pada peningkatan efektifitas organisasi yang bersangkutan atau menimbulkan konflik
baru yang mungkin lebih berbahaya dari konflik sebelumnya. Berangkat dari uraian di atas mengenai tahap-tahap dari proses
terjadinya konflik dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa umumnya konflik juga memiliki sebuah proses hingga konflik tersebut memang
benar-benar terjadi.
b. Sumber-sumber Konflik
Sumber-sumber konflik dapat dibagi menjadi 5 bagian, yaitu: 1
Biososial 2
Kepribadian dan interaksi 3
Struktural 4
Budaya dan ideologi 5
Konvergensi
20
Para pakar manajemen menempatkan frustasi-agresi sebagai sumber konflik. Berdasarkan pendekatan ini frustasi sering
menghasilkan agresi yang mengarah pada terjadinya konflik. Frustasi juga dihasilkan dari kecenderungan ekspektasi pencapaian yang lebih
cepat dari apa yang seharusnya.
20
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 164-165
Kepribadian yang dimaksud termasuk di dalamnya kepribadian yang abrasif suka menghasut, gangguan psikologi, kemiskinan,
keterampilan interpersonal, kejengkelan, persaingan rivalitas, perbedaan gaya interaksi, ketidaksederajatan hubungan.
Banyak konflik yang melekat pada struktur organisasi. Kekuasaan, status dan kelas merupakan hal-hal yang berpotensi
menjadi konflik seperti tentang HAM, gender dan sebagainya.
c. Akibat-akibat Terjadinya Konflik
Akibat yang ditimbulkan oleh konflik adalah ada dua hal yang pokok yaitu akibat yang bersifat positif atau menguntungkan, dan yang
bersifat negatif atu merugikan.
1 Akibat-akibat yang bersifat positif dari adanya konflik adalah:
Apabila konflik dikelola dengan baik maka akan memperoleh keuntungan seperti menimbulkan kemampuan
mengoreksi diri sendiri, dengan adanya konflik maka hal ini akan dirasakan oleh pihak lain.
Di dalam bukunya Rivai menyebutkan ada enam cara pandang terhadap konflik, yaitu sebagai berikut:
a Permasalahan yang ada menjadi terbuka dan jelas.
b Memperbaiki kualitas pemecahan masalah.
c Meningkatkan keterlibatan para anggota.
d Memberikan kesempatan berkomunikasi secara
spontan. e
Menciptakan pertumbuhan dan penguatan hubungan. f
Meningkatkan produktivitas.
21
Apa yang diungkapkan oleh Rivai mengenai implikasi positif dari terjadinya sebuah konflik mengisyaratkan bahwa tidak
sepenuhnya konflik memiliki nilai yang negatif bagi sebuah organisasi. Konflik juga dapat memberikan stimulus kepada
individu dalam organisasi untuk lebih kreatif dan inovatif serta
21
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 327
terus mengembangkan diri demi terciptanya kematangan individu dalam bekerja hingga proses pengambilan keputusan.
2 Akibat-akibat yang bersifat negatif dari adanya konflik
adalah:
Meskipun konflik banyak memberikan keuntungan, akan tetapi konflik yang diawali dengan ketidak puasan yang dapat
menimbulkan segi negatif seperti persaingan yang tidak terkendali dapat menghancurkan kelompok atau menimbulkan kekacauan dan
kebingungan, dapat merubah pimpinan kelompok dari partisipatif ke otoriter.
Soleh Soemirat dalam bukunya menjelaskan akibat konflik yang bersifat negatif antara lain:
a Penghamburan tenaga.
b Menurunkan semangat kerja.
c Memilah-milahkan kelompok dan anggota.
d Mempertajam perbedaan.
e Mengurangi prodiktivitas
f Menimbulkan kecurigaan dan ketidakpercayaan.
22
Mengenai dampak yang dihasilkan oleh sebuah konflik seperti yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa konflik
dapat menghambat terciptanya kerja sama yang baik antara individu yang satu dengan yang lain, hingga pada penciptaan
tindakan-tindakan yang merugikan orang lain dalam sebuah organisasi.
3. Konflik di dalam kelompok
Di dalam kehidupan berorganisasi, konflik tidak hanya timbul antar kelompok, melainkan pula di dalam kelompok yang sama. Tidak jarang
kita jumpai didalam kelompok yang sama terdapat polarisasi berupa
22
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 327
konstelasi sikap berbentuk “kita versus mereka”, yaitu mengambarkan kelompok lain versus anggota kelompok lainnya.
Konflik terjadi antara dua atau lebih anggota kelompok merupakan suatu hal yang paling umum terjadi dalam organisasi. Konflik dalam suatu
kelompok selanjutnya dapat diperinci lagi menjadi: konflik peranan, konflik dalam pemecahan persoalan dan konflik interaksi.
Konflik peranan role conflict terjadi bila seseorang melakukan berbagai macam peranan dan dapat pula terjadi karena adanya tekanan
yang datang dari luar diri seseorang, misalnya dari orang yang ada kaitannya hierarki atau bahkan dari orang luar sama sekali. Konflik
peranan juga bisa terjadi akibat functional conflict konflik fungsional, hierarchical conflict
konflik hierarkis dan similiarity of functions conflict
. Terjadinya konflik fungsional terutama akibat adanya berbagai
macam sub-sistem dalam organisasi. Sebagaimana diketahui bahwa setiap sub-sistem memiliki fungsi tertentu dalam suatu organisasi cenderung
melahirkan norma kelompok norma hubungan social, norma kerja, dan norma kekuasaan dan membentuk sistem nilai tertentu. Baik norma
kelompok maupun sistem nilai ditandai pula dengan dinamika perkembangan tertentu. Kita ketahui bahwa para anggota kelompok selalu
merasa mempertahankan norma dan nilai kelompoknya. Dalam memelihara norma dan nilai itu mereka selalu berusaha mendapatkan
pegawai yang dianggap mau menyesuaikan diri dengan norma dan nilai kelompok. Untuk itu kelompok cenderung lebih banyak melihat organisasi
dari pandangan ke dalam saja. Hal ini selanjutnya akan menimbulkan kecenderungan untuk selalu mempertahankan ‘status quo’. Lemahnya
proses sosialisasi yang diberikan kepada pegawai baru sesungguhnya merupakan salah satu akibat pandangan ini.
Konflik dalam pemecahan persoalan juga sangat umum timbul dalam suatu kelompok atau organisasi kerja. Konflik ini terjadi apabila
beberapa orang mempunyai pandangan berbeda tentang bagaimana cara
memecahkan suatu persoalan. Sangatlah umum apabila para anggota kelompok mempunyai perbedaan pendapat tentang rumusan suatu
persoalan, atau mempunyai tingkat pengetahuan yang berbeda tentang informasi yang relevan dengan persoalan yang bersangkutan. Juga
mungkin terdapat perbedaan mengenai faktanya tentang tujuan yang harus dicapai oleh suatu kelompok, mengenai metode pancapaiannya ataupun
tentang sistem nilai para anggota yang akan dijadikan landasan bagi pemecahan suatu persoalan.
Konflik fungsional juga sering muncul akibat ‘task or goal incompatibility
’ atau karena adanya ketidakcocokan tugas atau tujuan yang harus dicapai. Schmidt dan Kochan mengemukakan bahwa “persepsi
mengenai adanya ketidakcocokan tugas atau tujuan yang harus dicapai merupakan pendahulu bagi terciptanya konflik”.
23
4. Cara Mengatasi Terjadinya Konflik
Wheten dan Kameron mengatakan bahwa mengatasi konflik merupakan salah satu dari sembilah keahlian yang harus dimiliki manajer.
Hal ini sangat beralasan karena konflik merupakan hal yang bisa terjadi dalam suatu organisasi. Apabila manajer menghadapinya bukan
menciptakannya maka cara-cara berikut ini dapat dilakukan.
a. Dengan melakukan kompromi atau negosiasi
Melalui cara ini manajer mencoba menyelesaikan konflik melalui pencarian jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak-pihak
yang bersangkutan. Menurut Viethzal Rivai negoisasi adalah “tindakan yang menyangkut pandangan bahwa penyelesaian konflik dapat
dilakukan oleh orang-orang yang berkonflik secara bersama-sama tanpa melibatkan pihak ketiga”.
24
Bentuk-bentuk kompromi meliputi pemisahan separation, dimana pihak-pihak yang bertentangan dipisahkan sampai mereka
23
Adam Ibrahim Indrawijaya, “Perilaku Organisasi”, Bandung: Sinar Baru Offset Bandung, 1996, Cet. Ke- 3, h. 174
24
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 169
mencapai persetujuan. Arbitrasi perwasitan, dimana pihak ketiga biasanya manajer diminta memberi pendapat. Kembali peraturan-
peraturan yang berlaku, jika terjadi kemacetan maka dikembalikan pada ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku menyetujui bahwa
peraturan-peraturan yang memutuskan penyelesaian konflik. Penyuapan bribing, salah satu pihak menerima kompensasi dalam
pertukaran untuk tercapainya penyelesaian konflik. Dari sekian banyak metode yang ditawarkan diatas pemisahan, arbitrasi, kembali
keperaturan yang berlaku, penyuapan tidak satupun metode-metode tersebut dapat memuaskan sepenuhnya pihak-pihak yang bertentangan
maupun menghasilkan penyelesaian yang kreatif. Agar cara ini berhasil, beberapa teknik yang dapat dilakukan
antara lain adalah sebagai berikut : 1
Satu pihak menyatakan akan menarik diri dari negosiasi tersebut apabila usulannya tidak dikabulkan.
2 Dengan menyatakan bahwa titik impasnya masih jauh dibawah
yang diusulkan. Teknik ini disebut dengan istilah teknik bohong besar big lie technique.
3 Mengutamakan positif frame, yaitu memfokuskan pada keuntungan
potensial yang dapat dicapai dari perundingan tersebut dan hasil- hasil yang dapat dicapainya.
Berangkat dari apa yang dikemukakan di atas, dapat penulis ambil kesimpulan bahwa negoisasi merupakan bagian dari cara
pemecahan sebuah konflik dengan menghadirkan kedua pihak yang berseteru untuk mencapai sebuah kesepakatan dan kesepahaman
bersama. Dalam hal ini, seorang manajer dituntut untuk menggunakan kemampuannya melakukan keterampilannya dalam menyelesaikan
sebuah konflik di dalam organisasi. Manajer dapat memposisikan dirinya sebagai seorang mediator terhadap kedua pihak yang berseteru
dan manajer juga semestinya bersikap objektif dalam menyelesaikan konflik yang ada. Namun, tidak kesemuanya dari konflik yang dapat
teratasi dengan menggunakan cara ini. Akan tetapi, cara ini dapat berhasil jika komunikasi yang efektif benar-benar tercipta dalam
proses tersebut.
b. Dengan melakukan konfrontasi diantara pihak-pihak yang
terlibat atau pemecahan masalah integratif.
Dengan metode ini, konflik antar kelompok diubah menjadi situasi pemecahan masalah bersama yang dapat diselesaikan melalui
teknik-teknik pemecahan masalah secara bersama, pihak-pihak yang bertentangan mencoba memecahkan masalah yang timbul diantara
mereka. Di samping penekanan konflik atau pencarian kompromi, pihak-pihak secara terbuka mencoba menemukan penyelesaian yang
dapat diterima semua pihak. Dalam hal ini manajer perlu mendorong bawahannya bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama, melakukan
pertukaran landasan secara bebas, dan menekankan usaha-usaha pencarian penyelesaian yang optimal, agar tercapainya penyelesaian
yang integratif. Pengendalian konflik memiliki karakteristik sendiri-sendiri,
sehingga pemimpin diharapkan dapat menggunakan cara dan gaya yang digunakan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi serta
isu-isu yang ada di balik konflik tersebut. Pendekatan berikut ini dapat digunakan sebagai kontribusi
peran kepemimpinan dalam mengendalikanmenyelesaikan konflik: 1
sanggup menyampaikan pokok masalah penyebab timbulnya konflik
2 mau mengakui adanya kesalahan
3 bersedia melatih diri untuk mendengarkan dan mempelajari
perbedaan 4
sanggup mengajukan usul dan nasihat 5
meminimalisasi ketidakcocokan
25
25
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 175
Konflik tidak dapat terselesaikan jika permasalahan pokoknya terisolasi. Konflik sangat tergantung pada konteks dan setiap pihak
terkait seharusnya memahami konteks tersebut. Permasalahan menjadi jelas jika tidak berdasarkan asumsi melainkan jika disampaikan dalam
pernyataan pasti. Pendekatan dengan konfrontasi dalam menyelesaikan konflik
biasanya justru mengarahkan orang untuk membentuk kubu. Untuk itu, bicarakan pokok permasalahan, bukan siapa yang menjadi
penyebabnya. Pada umumnya kemauan mendengarkan sesuatu dibarengi
dengan keinginan untuk memberi tanggapan. Seharusnya kedua belah pihak dapat saling mendengarkan sehingga permasalahan yang
dihadapi menjadi jelas. Ajukan usul baru yang didasari tujuan kedua belah pihak dan
dapat mengakomodasi keduanya. Tawarkan juga kesediaan untuk selalu dapat membantu perwujudan rencana-rencana tersebut.
Mencari jalan tengah di antara kedua belah pihak yang sering berbeda pendangan dan pendapat. Fokuslah pada persamaan dengan
mempertimbangkan perbedaan yang sifatnya tidak mendasar.
c. Dengan menggunakan jasa pihak ketiga
Meskipun pihak-pihak yang bertikai berupaya menyelesaikan konflik yang timbul, kadang-kadang mereka menemui jalan yang
buntu. Dalam kondisi yang seperti ini, bantuan pihak ketiga sering digunakan, baik sebagai penengah, wasit, mediator atau bahkan
tingkatan manajemen yang lebih tinggi. Dua hal yang lebih sering digunakan adalah dengan mediator atau arbitrase. Mediator akan
bertidak untuk mengarahkan agar kedua belah pihak secara sukarela melakukan persetujuan, dan ia tidak memiliki kekuasaan formal yang
dapat dipaksakan kepada piahak-pihak yang bertikai karena peran utamanya adalah sebagai fasilitator. Sementara itu dalam arbitrase
wasitnya diberi wewenang untuk memaksakan atau setidak-tidaknya merekomendasikan hal-hal tertentu dalam perjanjian. “Pihak ketiga ini
bisa dipilih oleh pihak-pihak yang berkonflik atau perwakilan dari luar”.
26
Seorang mediator senantiasa harus dapat mengarahkan pada penyelesaian konflik yang disepakati bersama oleh kedua pihak yang
bertentangan. Mediator juga dituntut untuk objektif dan netral, tidak pada posisi hakim yang memvonis siapa yang benar dan siapa yang
salah. Hal yang lebih penting adalah seorang mediator harus memiliki keyakinan bahwa solusi yang dihasilkan dapat disepakati dan
dilaksanakan oleh kedua pihak yang berseteru.
d. Menetapkan atau menciptakan tujuan bersama
Apabila konflik terjadi antara unit, departemen, divisi atau kelompok kerja, maka salah satu cara menurut hasil penelitian
dianggap berhasil adalah dengan cara menetapkan atau menciptakan tujuan bersama, yaitu tujuan yang sama-sama ingin dicapai oleh pihak-
pihak yang bertikai atau tujuan organisasi secara menyeluruh. Dasar pemikirannya adalah dengan menekankan tujuan yang
sama-sama hendak dicapai, maka hambatan-hambatan yang ada dimereka dapat diperlemah dan kemungkinan untuk kerja sama,
bukannya konflik, lebih dapat dilaksanakan.
e. Dengan memfokuskan pada dua dimensi, yaitu kerja sama dan
dominasi
Cara mengatasi sebuah konflik dengan memfokuskan pada dua dimensi yang berupa kerja sama atau dominasi terhadap pihak lain
menurut Anies S. M. Basalamah ada beberapa ancang-ancang yaitu:
pemaksaan, menghindar, kompromi dan mengalah.
26
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 170
Pemaksaan forcing atau kompetisi competing. Cara ini digunakan apabila salah satu pihak berusaha untuk memuaskan
kepentingannya sendiri tanpa memperdulikan kepentingan pihak lain. Bagi yang menggunakannya maka akan terasa bebas tanpa terbebani,
akan tetapi pihak lain mungkin akan terasa dikalahkan atau bahkan dipermalukan.
Kolaborasi collaboration atau pemecahan masalah
problem solving, dengan cara ini pihak-pihak yang bertikai menyelesaikan persoalan yang timbul secara bersama dan melakukan
kerja sama dalam mencari cara-cara yang akan menguntungkan masing-masing pihak atau sama-sama menang win-win solution.
Menghindar avoiding, dengan cara ini salah satu pihak menyadari adanya konflik tetapi menarik diri atau menganggap tidak
terjadi apa-apa, yang mungkin dilakukan agar tidak menimbulkan permusuhan. Melakukan compromising, apabila pihak-pihak yang
bertikai mengurangi tuntutan guna mencapai persetujuan bersama, maka mereka telah melakukan kompromi, dengan cara ini tidak ada
pihak yang merasa menang atau kalah karena masing-masing pihak mengalah dengan mengurangi tuntutan masing-masing.
Mengalah accommodating, cara ini kebalikan dari cara pertama, yaitu salah satu pihak berusaha memuaskan kepentingan
pihak lainnya melebihi kepentingan sendiri, cara ini biasanya dilakukan agar hubungan tetap terpelihara sehingga salah satu
berkorban untuk menyenangkan pihak lain.
f. Menggunakan ancang-ancang yang lebih kontekstual.
Dalam hal ini seperti meningkatkan sumber daya, menjelaskan mengenai peran yang harus diperankan oleh individu, merancang
kembali pekerjaan yang ada job redesign, menyusun kembali alur kerja dan alur komunikasi dan sebagainya.
g. Menggunakan ancang-ancang psko-sosial
Dalam hal ini seperti mengembangkan keahlian pengolahan untuk kelompok interpersonalgroup process skill, menggunakan
gaya kepemimpinan yang partisipatif, dukungan manajemen terhadap proses-proses antar individu atau kelompok, dan sebagainya.
C. KOMUNIKASI
1. Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi bahasa inggris; communication mempunyai banyak arti. Asal katanya etimologi, istilah komunikasi berasal dari
bahasa latin, yaitu communis, yang berarti sama common. Dari kata communis
berubah menjadi kata kerja communicare, yang berarti menyebarkan atau memberitahukan. Jadi menurut asal katanya,
komunikasi berarti “menyebarkan atau memberitahukan informasi kepada pihak lain guna mendapatkan pengertian yang sama”.
27
Apa yang dikemukakan di atas sama seperti yang dikatakan oleh Vietzal Rivai bahwa “Komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian
informasi atau pengiriman kepada penerima informasi”.
28
Dengan demikian penerima informasi harus memahami isi informasi yang
diterimanya, sebaliknya apabila receiver tidak memahami informasi yang diberikan oleh sender, berarti tidak terjadi komunikasi efektif yang pada
akhirnya dapat menimbulkan suatu konflik. Menurut Hovland, Janis dan Kelley “Komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus yang
biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain”.
29
Jadi dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari seseorang
27
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h.153
28
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 350
29
Arni, Komunikasi Organisasi…, h. 2
komunikator kepada komunikan atau pengirim pesan dari satu pihak kepada pihak lain untuk mendapatkan saling pengertian.
Organisasi oleh Katz dan Kahn diartikan, “Sebagai suatu sistem terbuka yang menerima energi dari lingkungannya dan mengubah energi
ini menjadi produk atau servis dari sistem dan mengeluarkan produk atau sistem ini kepada lingkungan”.
30
Maksudnya bahwa organisasi adalah sebuah proses dimana berkumpulnya satu atau lebih orang untuk mencapai
sebuah tujuan yang ingin dicapai. Proses inilah yang menghasilkan keluaran, dan dari keluaran itu yang melaksanakan adalah manusia yang
memiliki kualitas yang baik. Menurut Zelko dan Dance “Komunikasi organisasi adalah suatu
sistem yang saling tergantung mencakup komunikasi internal dan eksternal”.
31
Dengan kata lain komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan
yang saling tergantung satu sama lain secara timbal balik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Suranto Aw, komunikasi dikatakan efektif apabila dalam suatu proses komunikasi itu, pesan yang disampaikan seorang
komunikator dapat diterima dan dimengerti oleh komunikan, persis seperti yang dikehendaki oleh komunikator. Dengan demikian, dalam
“komunikasi itu komunikator berhasil menyampaikan pesan yang dimaksudkannya, sedang komunikan berhasil menerima dan
memahaminya”.
32
Efektifnya sebuah komunikasi adalah jika pesan yang dikirim memberikan pengaruh terhadap komunikan, artinya bahwa informasi yang
disampaikan dapat diterima dengan baik sehingga menimbulkan respon
30
Arni, Komunikasi Organisasi..., h. 66
31
Arni, Komunikasi Organisasi..., h. 66
32
Suranto Aw, Komunikasi Efektif untuk Mendukung Kinerja Perkantoran, www.uny.ac.id, 9 Febuari 2007, h. 2
atau umpan balik dari penerimanya. Seperti contohnya; adanya tindakan, hubungan yang makin baik dan pengaruh pada sikap.
Menurut Suranto AW, ada beberapa indikator komunikasi efektif, ialah:
a. Pemahaman
kemampuan memahami pesan secara cermat sebagaimana dimaksudkan oleh komunikator. Tujuan dari komunikasi adalah
terjadinya pengertian bersama, dan untuk sampai pada tujuan itu, maka seorang komunikator maupun komunikan harus sama-sama saling
mengerti fungsinya masing-masing. Komunikator mampu menyampaikan pesan sedangkan komunikan mampu menerima pesan
yang disampaikan oleh komunikator. b.
Kesenangan Yakni apabila proses komunikasi itu selain berhasil
menyampaikan informasi, juga dapat berlangsung dalam suasana yang menyenangkan ke dua belah pihak. Suasana yang lebih rilex dan
menyenangkan akan lebih enak untuk berinteraksi bila dibandingkan dengan suasana yang tegang. Karena komunikasi bersifat fleksibel.
Dengan adanya suasana semacam itu, maka akan timbul kesan yang menarik.
c. Pengaruh pada sikap
Tujuan berkomunikasi adalah untuk mempengaruhi sikap. Jika dengan berkomunikasi dengan orang lain, kemudian terjadi perubahan
pada perilakunya, maka komunikasi yang terjadi adalah efektif, dan jika tidak ada perubahan pada sikap seseorang, maka komunikasi
tersebut tidaklah efektif. d.
Hubungan yang makin baik Bahwa dalam proses komunikasi yang efektif secara tidak
sengaja meningkatkan kadar hubungan interpersonal. Seringkali jika
orang telah memiliki persepsi yang sama, kemiripan karakter, cocok, dengan sendirinya hubungan akan terjadi dengan baik.
e. Tindakan
Komunikasi akan efektif jika kedua belah pihak setelah berkomunikasi terdapat adanya sebuah tindakan.
Alexis Tan mengemukakan bahwa perlu ada daya tarik dengan similarity
kesamaan, familiarity keakraban dan proximity kesukaan. Seseorang biasanya akan cenderung lebih tertarik dengan orang lain
karena memiliki factor kesamaan sama hobi, sama sifat, keakraban keluarga, teman karib, dan kesukaan. Dengan kondisi seperti itu orang
tidak merasa sungkan untuk berbicara, yakni menceritakan masalah hidupnya secara jujur tanpa adanya kecanggungan berkomunikasi dintara
kedunya. Jika sudah demikian, maka antara satu dengan yang lainnya akan saling mempengaruhi dan dengan sendirinya komunikasi akan berlangsung
secara efektif. Komunikasi efektif menuntut kepekaan seseorang dalam situasi
dan kondisi yang ada, bahkan telah banyak kegagalan organisasi dikaitkan dengan komunikasi yang buruk. Masalah yang paling sulit dalam
komunikasi adalah bagaimana cara mendapatkan perhatian dari para pendengar untuk memastikan bahwa mereka mendengarkan. Menurut
Suranto bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan tepat, dapat dimengerti dan dapat diterima komunikan”.
33
1 Kontak Mata
Kontak mata adalah hal yang harus dilakukan dalam berkomunikasi. Orang akan merasa diperhatikan ketika orang yang
berbicara saling bertatap mata. Ini dapat diartikan bahwa mata bisa dijadikan sebagai media untk memperjelas informasi yang
disampaikan. Dengan melihat mata orang akan merasa bahwa dirinya tidak diabaikan.
33
Suranto, Komunikasi Efektif untuk Mendukung Kinerja Perkantoran...., h. 3
2 Ekspresi Wajah
Arti dari sebuah ekspresi adalah mencoba mengungkapkan atau ingin memberi tahu sesuatu hal dengan tanpa berbicara, akan tetapi
orang mengerti. Dalam komunikasi ekspresi wajah sangat menentukan jelas tidaknya suatu pesan. Dengan ekspresi mengangguk, ini
menandakan bahwa orang tersebut mengerti. Dengan tersenyum, ini berarti orang sedang bergembira. Dengan mengacungkan jari telunjuk
ke atas ini berarti ungkapan untuk mempertegas. Untuk itu dengan adanya ekpresi wajah ini pesan yang disampaikan oleh komunikator
akan mampu meyakinkan komunikan untuk memahami isi pesan.
3 Postur Tubuh
Setiap gerak-gerik tubuh bisa menjadikan sebuah tambahan dalam berkomunikasi secara efektif. Kondisi atau keadaan tubuh bisa
menimbulkan penilaian seseorang ketika pertama kali bertemu, seperti halnya ungkapan “kesan bertama begitu menggoda”. Misalkan, postur
badan yang lebih besar dengan postur badan orang yang lebih kecil, bila sama-sama dipandang postur yang lebih besar akan lebih enak
dipandang serta menimbulkan kesan perkasa, kuat dan lebih dihormati. 4
Selera Berbusana Busana atau bisa dibilang penampilan mencerminkan
kepribadian seseorang. Contoh; orang berpenampilan menarik, bersih, rapi, seseorang akan mengambil kesimpulan bahwa dia orang baik,
padahal bisa jadi dia adalah seorang koruptor. Akan tetapi beda dengan penampilan acak-acakan, apa-adanya, celana sobek-sobek, maka orang
akan memandang bahwa dia seorang preman, padahal bisa jadi dia adalah anak teater. Dari contoh yang diuraikan tersebut, menandakan
bahwa begitu berartinya busana dalam menimbulkan sebuah kesan. Dengan berbusana yang menarik orang akan lebih tertarik, sehingga
pesan yang disampaikan akan mudah untuk diterima.
Adapun komunikasi bisa disebut efektif jika suara pesan: a
Diterima oleh pendengar yang dimaksud. b
Diinterpretasikan dengan cara yang pada dasarnya sama oleh penerima dan si penerima.
c Diingat dalam jangka waktu yang cukup lama, dan
d Digunakan jika timbul keadaaan yang tepat.
34
Keempat dari unsur ini penting sekali, dan jika salah satu tidak ada, maka komunikasi tidaklah efektif. Dengan demikian, komunikasi
hanya akan efektif jika memberikan pengaruh bagi perilaku. Menurut Seiler, “ada empat prinsip dasar komunikasi yaitu
suatu proses, suatu sistemik, interaksi dan transaksi, dimaksudkan atau tidak dimaksudkan”.
35
a Komunikasi adalah suatu proses.
Komunikasi merupakan “cuaca yang terjadi dari bermacam-macam variable yang kompleks dan terus berubah”.
36
Komunikasi juga melibatkan suatu variasi saling berhubungan yang kompleks yang tidak pernah ada duplikat dalam cara yang
sama persis yaitu: saling hubungan di antara orang, lingkungan keterampilan, sikap, status, pengalaman, dan perasaan, semuanya
menentukan komunikasi yang terjadi pada suatu waktu tertentu. Bila dilihat sepintas lalu suatu komunikasi mungkin tidak
berarti, tetapi bila dipandang sebagai suatu proses, maka kepentingannya sangat besar. Misalnya: suatu komunikasi yang
hanya terdiri dari satu perkataan akan dapat memperlihatkan suatu perubahan. Perubahan itu mungkin terjadi secara langsung atau
tidak, berarti atau tidak berarti, tetapi semuanya itu terjadi sebagai hasil dari proses komunikasi.
34
Saul W. Gellerman, Manajer Dan Bawahan, Jakarta:PT. Pustaka Binaman Pressindo, 1983 cet.1, h. 66-67
35
Arni, Komunikasi Organisasi..., h. 19
36
Arni, Komunikasi Organisasi..., h. 19
b Komunikasi adalah sistem
Komunikasi terdiri dari beberapa komponen dan masing- masing komponen tersebut mempunyai tugasnya masing-masing.
Tugas dari masing komponen itu berhubungan satu sama lain untuk menghasilkan suatu komunikasi. Misalnya pengirim mempunyai
peranan untuk menentukan apa informasi atau apa arti yang akan dikomunikasi. Setelah tahu apa arti atau informasi yang akan
dikirimkan, informasi tersebut perlu diubah ke dalam kode atau sandi-sandi tertentu sesuai dengan aturannya sehingga berupa suatu
pesan. Jadi komponen pesan ada kaitannya dengan komponen pengirim. Bila pengirim tidak benar menyandikan arti yang akan
dikirim maka terjadilah pesan itu kurang tepat. Kurang tepatnya pesan yang akan dikirimkan akan mempengaruhi komponen
penerima dalam menginterpretasikan isi pesan sehingga si penerima mungkin juga akan salah dalam
menginterpretasikannya.
37
Kaitan komponen pesan dengan saluran misalnya bila pesan yang disampaikan dengan lisan maka
gelombang suara adalah sebagai saluran dan ini juga akan berkaiatan dengan si penerima dalam mengikuti pesan yang harus
menggunakan pendengarannya dalam menerima pesan tersebut. Begitulah, antara satu komponen dengan komponen yang lain
saling berkaitan dan bila terdapat gangguan pada satu komponen akan berpengaruh pada proses komunikasi secara keseluruhan.
c Komunikasi bersifat interaksi dan transaksi
Yang dimaksud dengan istilah “interkasi adalah saling bertukar komunikasi”.
38
Misalnya seseorang berbicara kepada temannya mengenai sesuatu, kemudian temannya yang
mendengarkan memberikan reaksi atau komentar terhadap apa
37
Arni, Komunikasi Organisasi..., h. 20
38
Arni, Komunikasi Organisasi..., h. 20
yang sedang dibicarakan itu. Begitu selanjutnya berlangsung secara teratur ibarat orang yang bermain melempar bola. Seorang
melemparkan yang lainnya menangkap kemudian yang menangkap melemparkan kembali kepada si pelempar pertama.
Dalam kehidupan sehari-hari komunikasi yang kita lakukan tidak seteratur itu prosesnya. Banyak dalam percakapan tatap muka
kita terlibat dalam proses pengiriman pesan secara simultan tidak terpisah seperti pada contoh di atas. Dalam keadaan demikian
komunikasi tersebut bersifat transaksi. Samabil menyandikan pesan kita juga menginterpretasikan pesan yang kita terima. Sambil guru
menyampaikan informasi kepada murid atau sedang menjelaskan pengajaran muridpun menyampaikan pesan kepada guru dalam
bermacam-macam bentuk. Jadi komunikasi yang terjadi antara manusia dapat berupa interaksi dan transaksi.
d Komunikasi dapat terjadi disengaja maupun tidak disengaja
Komunikasi yang ideal terjadi apabila “seseorang bermaksud mengirim pesan tertentu terhadap orang lain yang ia
inginkan untuk menerimanya”.
39
Tetapi itu belumlah merupakan jaminan bahwa pesan itu akan efektif, karena tergantung kepada
faktor lain yang juga ikut berpengaruh kepada proses komunikasi. Kadang-kadang ada juga pesan yang sengaja dikirimkan kepada
orang yang dimaksudkan tetapi sengaja tidak diterima oleh orang itu
2. Kemampuan dan keterampilan dalam berkomunikasi
Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi antara satu individu dengan individu yang lain, untuk itu dari masing-masing individu
39
Arni, Komunikasi Organisasi..., h. 21
diharapkan memiliki kamampuan serta keterampilan yang dibutuhkan dalam proses komunikasi.
a. Kemampuan dalam menyampaikan pesan
Untuk dapat mempengaruhi komunikan secara efektif, penyampaian pesan perlu memperhatikan langkah-langkah:
1 Attention
perhatian Artinya bahwa pesannya harus dirancang dan disampaikan sede-mikian rupa sehingga
dapat menumbuhkan perhatian dari komunikan. Misalnya seorang pimpinan memulai dahulu dengan mengajak
berbincang-bincang secara santai dengan karyawan, tersenyum, menanyakan kesehatan, dan sebagainya sebagai
cara untuk me-narik perhatian.
2 Need kebutuhan Artinya bahwa komunikator kemudian
berusaha meyakinkan komunikan bahwa pesan yang disam paikan itu penting bagi komunikan.
3 Satisfaction pemuasan, dalam hal ini komunikator
memberikan bukti bahwa yang di-sampaikan adalah benar. 4
Visualization visualisasi komunikator memberikan bukti- bukti lebih konkret sehingga komunikan bisa turut
menyaksikan. 5
Action tindakan, komunikator mendorong agar komunikan bertindak positif yaitu melaksanakan pesan dari
komunikator tersebut.
40
Kunci utama dari komunikasi adalah dari seorang komunikator. Untuk itu calon komunikator dituntut untuk mampu menyampaikan
pesan sesuai dengan keinginan komunikan, artinya bahwa dalam proses komunikasi dibutuhkan adanya sikap manghargai orang lain,
serta ikut dalam suasana yang sedang dialami orang lain empati, sehingga dengan adanya sikap semacam itu proses komunikasi akan
lebih mudah tercapai.
b. Kemampuan dalam menerima pesan mendengarkan
Seringkali bahwa sesuatu yang diungkapkan tidak selalu dimengerti oleh orang lain, bahkan bisa menimbulkan sebuah
40
Suranto, Komunikasi Efektif untuk Mendukung Kinerja Perkantoran...., h. 3
kesalahpahaman untuk itulah agar informasi dapat diterima dengan baik sehingga menimbulkan umpan balik perlu memperhatikan hal-hal
berikut ini: Mendengarkan terdiri dari sejumlah dimensi-dimensi:
1 Sepenuhnya memperhatikan pengirim pesan
2 Mendengarkan secara aktif beritainformasi yang disampaikan
3 Bila perlu mintalah penegasan atau pengulangan
4 Tetap bekerja sama dengan pengirim.
41
c. Kemampuan dalam memberikan umpan balik
Umpan balik sangat penting dalam komunikasi, karena seseorang bisa mengetahui informasi atau pesan yang telah
disampaikan itu sampai sesuai dengan keinginan komunikator. Menurut Masyhuri HP dalam buku Asas-asas Komunikasi, bahwa
umpan balik adalah informasi tentang keberhasilan penerima dalam menangkap pesan yang disampaikan oleh sumber sebagai kontrol
efektivitas tindakan komunikator dan untuk pedoman bagi tindakan selanjutnya.
42
Dengan demikian ukuran dari efektivitas komunikasi adalah dengan adanya umpan balik, yakni pemberian tanggapan
terhadap komunikator. Adapun respon atau tanggapan dari komunikasi dibedakan
sebagai berikut: 1
Respon langsung direct respon, ialah respon yang diberikan langsung oleh pihak komunikan tidak
memerlukan jangka waktu yang relatif lama. 2
Respon tidak langsung indirect respon ialah respon yang memerlukan jangka waktu. Dalam hal ini respon yang
diberikan oleh pihak komunikan tertunda beberapa saat. 3
Respon yang kurang dimengerti zero respon, ialah respon yang tidak dapat dimengerti oleh pihak komunikator.
4 Respon yang dapat dimengerti positive respon, ialah
respon yang diberikan oleh pihak komunikan dapat
41
Ron Ludlow dan Fergus Panton, Komunikasi Efektif, Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 2006, Cet.Ke-1, h. 17
42
Masyhuri HP, Asas-asas Komunikasi, IKIP Semarang Press, 1991, Cet.1, h.50
dimengerti oleh pihak komunikator dengan pihak komunikan terdapat saling pengertian.
5 Respon yang bersifat netral, ialah respon pihak komunikan
yang tidak memberikan dukungan ataupun menentangnya. 6
Respon yang berifat negatif, ialah respon yang diberikan oleh pihak komunikan tidak memberikan dukungan kepada
pihak komunikator.
43
Gambar 1. Proses Komunikasi
Gannguan Umpan depan
encoding saluran
decoding
pesan sumber
penerima Umpan balik
Sumber: Daw B. Curtis–James J. Floyd–Jerry L Winsor, Komunikasi Bisnis dan Professional, 1999, h. 7
Umpan balik adalah “setiap pesan verbal atau non verbal yang dikirimkan kembali kepada sumber yang berhubungan dengan pesan
sumber”.
44
Jadi komunikasi akan lebih efektif jika memberikan pengaruh bagi penerimanya, yakni adanya timbal balik.
d. Keterampilan dalam berkomunikasi
Menurut Masyhuri HP, agar komunikasi dapat berjalan dengan lancar, semua pihak yang berkomunikasi harus memiliki keterampilan
dalam berfikir. Di samping itu sumber harus memiliki keterampilan menjadi pesan, ialah mengubah gagasan atau pesan menjadi lambang-
lambang, sedang penerima harus memiliki keterampilan membuka sandi, ialah menterjemahkan lambang-lambang tersebut, agar pesan
yang terkandung dalam lambang-lambang itu dapat dipahami.
45
Untuk mendukung agar komunikasi lebih baik, maka diperlukan adanya keterampilan dari masing-masing individu.
Kemampuan berkomunikasi dapat ditingkatkan dengan
43
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h.155
44
Daw B. Curtis–James J. Floyd–Jerry L Winsor, Komunikasi Bisnis dan Professional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999, Cet.Ke-3, h. 7
45
Masyhuri, Asas-asas Komunikasi..., h.24
“mengembangkan suatu atmosfer komunikasi yang positif demi keberhasilan pada masa mendatang”.
46
3. Bentuk-bentuk Komunikasi
Para penulis telah mengelompokkan komunikasi ke dalam beberapa bentuk. Komunikasi pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam
bentuk-bentuk sebagai berikut: a.
Komunikasi Lisan “Komunikasi lisan adalah komunikasi yang hanya melalui lisan
saja dan tidak tertulis. Komunikasi lisan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu komunikasi lisan secara langsung dan komunikasi lisan
secara tidak langsung”.
47
Komuniaksi lisan secara langsung bisa berarti, bahwa komunikasi yang terjadi secara langsung yakni melalui
tatap muka, seperti halnya orang berceramah, orang berpidato, berorasi. Sedangkan komunikasi lisan tidak langsung berarti terjadi
komunikasi tanpa adanya tatap muka, seperti halnya orang berbicara ditelepon.
b. Komunikasi Tertulis
“Komunikasi tertulis atau tercetak adalah komunikasi dengan mempergunakan rangkaian kata-kata atau kalimat, kode-kode yang
mengandung arti, yang tertulis atau tercetak yang dapat dimengerti oleh pihak lain”.
48
Jadi kesimpulannya kedua komunikasi ini lebih kepada komunikasi satu arah, dimana komunikator hanya
menyampaikan pesan yang ada. Untuk komunikasi ini dirasa kurang efektif karena penyampaian pesan dari komunikator belum tentu bisa
dipahami oleh komunikan. Ketika komunikator memberi informasi, dia
46
Curtis–Floyd–Winsor, Komunikasi Bisnis dan Professional…, h. 7
47
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h.160
48
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h. 161
tidak memahami apakah yang diberi informasi sudah mengerti atau belum akan informasi yang telah disampaikan
c. Komunikasi Non Verbal
“Komunikasi non verbal adalah komunikasi yang menggunakan bahasa badan atau tubuh, seperti gerakan tangan, jari,
mata, kepala, dan lain-lain”.
49
Komunikasi ini melalui berbagai isyarat atau signal non-verbal. Media yang dipergunakan ialah ekspresi, gerak
isyarat, gerak dan posisi badan, yang disebut bahasa badan yang menyatakan sikap dan perasaan seseorang. Misalkan seorang manajer
menampakkan wajah yang masam ketika bawahannya mengajukan pendapat, dan bisa jadi bawahan tersebut menafsirkan muka masam itu
sebagai penolakan, padahal bisa jadi manajer tersebut lagi sakit gigi. Adapun jenis komunikasi adalah sebagai berikut:
a. Komunikasi formal
Komunikasi formal adalah “komunikasi yang terjadi di antara para anggota organisasi, yang secara tegas diatur dan telah ditentukan
dalaam struktur organisasi”.
50
Komunikasi formal berhubungan erat dengan proses penyelenggaraan kerja dan bersumber dari perintah-
perintah resmi, sehingga komunikasi formal memiliki sanksi resmi. Komunikasi formal dapat berlangsung dari atas ke bawah, dari
bawah ke atas dan secara horizontal. Dengan demikian saluran media komunikasi formal dapat mempergunakan semua media yang
dipergunakan oleh komunikasi ke atas, ke bawah dan horizontal. Saluran media yang dipergunakan bermacam-macam, misalnya
perintah lisan maupun tulisan, laporan, konferensi, saran, keluhan, surat tugas, memonota dan sebagainya.
b. Komunikasi informal,
49
Amirullah Haris Budiyono, Pengantar Manajemen, Yogyakarta: PT Graha Ilmu, 2004, ed. 2, h.286
50
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h. 167
Komunikasi informal adalah “komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi tetapi tidak direncanakan dan tidak ditentukan dalam
struktur organisasi”.
51
Komunikasi informal bersifat tidak resmi dan terjadi melalui informasi dari mulut ke mulut sehingga di dalamnya
terdapat keterangan-keterangan yang tidak resmi dan kurang objektif kebenarannya.
4. Hambatan-hambatan dalam Komunikasi
Komunikasi dalam prosesnya, ada saja beberapa hal yang merintangi atau menghambat tercapainya tujuan dari proses komunikasi.
Hambatan atau rintangan dalam komunikasi bisa berasal dari pribadi komunikan dan komunikator, lingkungan dan lain sebagainya. Ig
Wursanto mengemukakan tiga hambatan komunikasi dalam organisasi yaitu hambatan teknis, hambatan semantic dan hambatan perilaku”
52
Adapun kendala-kendala komunikasi dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok:
a Kendala-kendala dalam penerimaan
1 Rangsangan dari lingkungan
2 Sikap dan nilai-nilai dari penerima
3 Kebutuhan dan harapan penerima
b Kendala-kendala dalam pemahaman:
1 Bahasa, masalah semantik
2 Kemampuan penerima untuk mendengar dan menerima,
khususnya berita-berita yang mengancam konsep dirinya 3
Panjang komuniaksi 4
Perbedaan status c
Kendala dalam penyambutan: 1
Praduga 2
Konflik pribadi antara pengirim dan penerima. Ig. Wursanto hambatan dalam komunikasi adalah:
a Hambatan yang bersifat teknis
51
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h. 167
52
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h. 171
1. Kurangnya sarana dan prasarana yang diperlukan dalam
proses komunikasi. 2.
Penguasaan teknik dan metode berkomunikasi yang tidak sesuai.
3. Kondisi fisik yang tidak memungkinkan terjadinya proses
komuniakasi.
53
b Hambatan semantik
“Semantik dapat diartikan sebagai suatu studi tentang pengertian dapat diungkapkan melalui bahasa, baik bahasa
lisan melalui ucapan, bahasa badan maupun bahasa tertulis”.
54
Maksud dengan hambatan semantik ini adalah kesalahan dalam penafsiran, salah dalam pemberian pengertian bahasa dalam
menyampaikan pesan dalam proses komunikasi. c
Hambatan perilaku 1.
Pandangan yang bersifat apriori, 2.
Prasangka yang didasarkan pada emosi, 3.
Suasana otoriter, 4.
Ketidakmauan untuk berubah, dan 5.
Sifat yang egosentris.
55
Dari berbagai pendapat mengenai hambatan, kesulitan dalam komunikasi maka dapatlah kita simpulkan bahwa yang menjadi
penghambat dalam proses komunikasi dapat diklasifikasikan menjadi dua faktor, yaitu:
1 Faktor eksternal
a. Kondisi lingkungan sekitar yang menghambat jalannya
komunikasi, contohnya kebisingan, tempatnya terlalu panas atau dingin dan lain sebagainya.
53
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h.171
54
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h.175
55
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h.176
b. Hambatan organisasional, diantaranya struktur organisasi yang
mulai berubah, tugas dan wewenang pemimpin atau manajer yang mulai memudar dan ketidakjelasan tugas, serta profesionalisasi dan
spesifikasi pekerjaan yang. 2
Faktor internal a.
Bahasa yang digunakan oleh komunikan dan komunikator bertentangan
b. Latar belakang serta ruang lingkup pengalaman dan dasar
pengetahuan yang berbeda satu sama lain pun dapat menghambat proses komunikasi yang pada akhirnya akan mempertahankan
pendapatnya sendiri-sendiri. c.
Pendengaran lemah. Hambatan-hambatan seperti inilah yang nantinya akan
menjadikan tujuan komunikasi tidak terarah dan simpang siur.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN